Part 1
Hari ini adalah tanggal 4 Agustus, di mana hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan Amira dan Bagas yang ke3. Amiera yang sengaja menunggu kedatangan suaminya pun berdandan cantik. Hari ini dia bertekad ingin memperbaiki hubungan mereka yang selama beberapa bulan ini memang sudah agak renggang.
Deru suara mobil langsung membuat Amira bangkit dan segera membuka pintu. Dia tersenyum melihat suaminya turun dari dalam mobil. Tapi senyum itu pun seketika pudar saat dia melihat seorang wanita cantik juga turun dari mobil yang sama dengan suaminya."Kenapa kamu belum tidur, ini sudah sangat larut?" tanya Bagas tanpa ekspresi.
"Aku sedang menunggumu, Mas." Amiera melirik ke arah wanita yang berdiri di samping suaminya.
"Oh iya, di adalah Luna. Selama sebulan kedepan dia akan tinggal di sini," ucap Bagas lalu menggandeng wanita itu masuk ke dalam rumah. Dia bahkan tidak mempedulikan istrinya yang terpaku, terkejut dengan apa yang di katakan oleh suaminya.
"Tunggu, Mas. Kenapa dia harus tinggal di sini. Apa dia tidak memiliki rumah ataupun keluarga?" Amiera menghadang langkah suaminya yang ingin membawa wanita itu duduk di sofa.
"Dia anaknya teman Ibu. Dulu ayahnya pernah menyelamatkan aku saat masih keci. Jadi kamu jangan marah ya?" Bagas mengusap lembut pundak istrinya, merayu Amiera agar bisa mengizinkan Luna tinggal bersama mereka.
"Dia bisa ngontrak, Mas. Atau dia bisa tinggal di rumah Ibu. Kenapa harus di sini, ini sangat tidak pantas," Amiera terus menunjukkan keberatannya, dia menatap wanita yang berpakaian seksi itu tajam.
"Ra, biarkan aku membalas kebaikan Ayah Luna. Ini adalah kesempatanku untuk balas budi. Lagipula, rumah Ibu jauh dari tempat kerjanya, jadi dia tidak mungkin tinggal di sana.”
Amiera habya diam. Dalam hati dia tidak inhin asa wanita lain tinggal di rumahnya. Tapi dia juga tak bisa mengecewakan sang suami. Jadi dia hanya mengangguk perlahan.
“Lebih baik kamu masak, Luna sepertinya belum makan,” ucap Bagas sambil tersenyum.
"Kalau dia lapar, suruh dia masak sendiri. Aku capek, Mas.” Amiera melepaskan genggaman tangan suaminya, dia berjalan pergi dan masuk ke dalam kamar.
Awalnya Amiera mengira jika Bagas akan mengejarnya ke kamar. Tapi nyatanya, hampir setengah jam, lelaki itu tidak naik ke atas. Membuat Amiera penasaran apa yang di lakukan oleh sang suami.
Karena sangat penasaran, Amiera pun kembali ke bawah. Tapi hal itu justru membuatnya merasakan nyeri dalam hatinya. Bagaimana tidak, saat ini dia melihat suaminya sedang makan berdua dengan wanita itu. Bahkan terlihat jelas jika Bagas terlihat sangat perhatian.
"Terimakasih ya, Mas. Mas tahu saja kalau aku suka nasi goreng pedas," Luna tersenyum dan menyentuh lengan Bagas. Hal itu semakin membuat Amiera cemburu.
“Mas memasak unyuknya?” tanya Amiera penuh kecemburuan.
Bagas membanting garpu yang ada di tangannya. Dia bangkit dan langsung menyeret istrinya ke kamar. Sedangkan Luna, dia sama sekali tidak peduli. Bahkan dia terlihat asyik menikmati nasi goreng yang ad di depanya.
“Sikap apa ini, Ra?” Bagas memayap tajam wajah sang istri.
“Tidak bisakah aku cemburu melihat kamu begitu perhatian padanya, Mas. Bahkan kamu tidak pernah memasak untukku selama ini?”
Bagas menghela nafas panjang.
“Aku tidka bermaksud membuatmu cemburu, Ra. Tapi dia adalah tamu, aku tidak mau dia mengadu pada Ibu dan akhirnya nanti kamu di omeli oleh Ibu.” Bagas meraih kedua bahu sang istri, merayu wanita itu untuk kembali mengerti akan apa yang tadi dia lakukan.
"Kalau kamu tidak mau aku bersikap seperti tadi, seharusnya kamu bisa menjaga perasaanku, Mas. Kamu membawa wanita lain pulang di hari ulang tahun pernikahan kita. Bagiku itu snagat mengecewakan, Mas.”
“Maafkan Mas ya. Aku akan menebus malam ini di lain waktu. Tapi Mas mohon, jangan marah lagi ya!” Bagas mengusap pipi Amiera lembut, membuat wanita itu luluh.
"Tapi berjanjilah untuk setia, Mas. Aku tidak mau kamu terlalu dekat dengan wanita itu.” Amiera menggeggam tangan sang suamihya dan menatap wajah lelaki itu penuh harap.
"Iya. Mas janji tidka akan terlalu dekat dengannya. Lagipula, aku sudah punya istri yang cantik, baik dan perhatian. Jadi aku tidak akan melirik wanita lain.” Bagas gersenyum dan mengecup kening Amiera lembut dan menbawa wanita itu ke pelukannya.
“Lebih baik sekarang kamu tidur. Mas masih ada pekerjaan yang di selesaikan.” Bags melepaskan pelukannya dan membawa Amiera ke tempat tidur. Dia menyelimuti tubuh sang istri lalu kembali keluar kamar dan menuju ke ruang kerja. Di sana, Bagas terus menghela nafas panjang. Sebenarnya dia juga tidak mau menbawa Luna masuk ke dlam rumahnya, tapi dia memang tidak bisa melawan kehendak sang Ibu.
Dulu waktu dia berumur 6 tahun, Bagas sempat di culik dan di selamatkan oleh Ayah Luna. Ayah Luna terluak karena di tusuk penculik dan akhirnya meninggal.
“Semoga ini gak mempengaruhi hububganku dengannya. Terserah jika Amiera tidak setuju, tapi aku tidak mau dia cemburu dan salah paham pada Luna.” gumam Bagas sambil mengusap wajahnya kasar.
Sedangkan di ruang tamu, Luna sedang berbincang dengan seseorang lewat telepon.
"Segera siapkan uang 300 juta itu. Aku pastikan mereka akan segera becerai," ucap Luna dengan senyum mengembang.
Setelah berkata begitu, Luna segera menutup panggilannya dan berjalan menuju ke kamar mandi. Dia membersihkan dirinya dan segera berganti pakaian yang sudah dia siapkan. Sebuah gaun tidur berwarna merah terang. Belahan dadanya yang rendah membuat wanita itu semakin terlihat seksi. Tal lupa lipstik berwarna merah cerah pun dia aplikasikan di bibir tebalnya. Membuat penampilannya yang seksi semakin bertambah.
Setelah selesai, dia pun keluar kamar. Bibir wanita itu tersenyum sinis saat melihat Bagas sedang berjalan menuju ke ruang kerjanya. Dia pun berjalan menuju ke dapur dan membuat kopi. Setelah itu dia membawa secangkir kopi itu ke ruang kerja Bagas.
"Apa kamu tidak lelah, Mas. Ini sudah larut tapi kamu masih bekerja?" ucap Luna laku berjalan mendekati Bagas. Wanita itu meletakkan secangkir kopi di depan Bagas. Badannya yang membungkuk membuat dadanya yang berukuran besar itu pun terlihat jelas. Bagas yang melihat itu pun langsung menelan ludahnya dengan susah payah.
"A-apa yang kamu lakukan disini. Harusnya kamu tidur?" tanya Bagas dengan terbata. Sebagai lelaki normal, dia tentu tidak bisa menahan godaan keindahan di depan matanya itu."Aku akan menemani kamu bekerja, apalagi?" Luna pun duduk di sofa yang tak jauh dari meja kerja Bagas. Wanita itu menyilangkan kakinya, memperlihatkan pahanya yang putih mulus pada Bagas.
Bagas terpaku, tanpa dia sadari juniornya pun berdiri tegak. Membayangkan dia menikmati tubuh seksi dan juga mulus milik Luna. Tapi lamunan lelaki itu buyar saat dia melihat ada bayangan lain dari pintu. Ya, itu adalah bayangan Amiera. Wanita itu berdiri dengan tatapan tajam ke arah Luna. Seolah dia siap menerkam wanita itu.
"Amiera, ngapain kamu di sini?" tanya Bagas panik.
Amiera tidak menjawab, tatapannya terus tertuju pada Luna. Membuat Bagas langsung berdiri dan mendekati istrinya.
"Hari sudah malam, ayo kita tidur!" Bagas menggandeng tangan wanita itu dan hendak mengajaknya kembali ke kamar. Tapi nyatanya, Amiera tidak bergeming. Dia malah menghempaskan tangan suaminya dan berjalan mendekati Luna.
Dasar jalang, apa kamu sengaja ingin menggoda suamiku, Hah?" bentak Amiera.Luna terlihat cuek, dia berdiri dan hendak pergi. Tapi tangannya di cekal oleh Amiera. "Kenapa kamu tidak menjawab, apa kamu bisu?" "Aku kemari hanya ingin mengantarkan kopi. Apa itu salah, bukankah seharusnya kamu berterima kasih karena sudah melakukan tugasmu?” Luna tersenyum sinis dan melepaskan tangan Amiera dari lengannya. Dia seolah tak peduli dengan kemarahan wanita itu."Mengantarkan kopi, dengan pakaian seperti ini?" Amiera menarik baju Luna dan tersenyum sinis."Apa salahnya dengan bajuku, bukankah aku sangat cantik dengan baju ini. Iyakan, Mas?" Lina mendekati Bagus dan tersenyum. Membuat pria itu terpesona."Iya, kamu sangat cantik," jawab Bagas tanpa sadar. "Brengsek, kamu memang lelaki brengsek." Amiera marah mendengar jawaban suaminya, dia pun berlari keluar dari ruangan itu dan menabrak Luna kasar. Luna pun hampir saja jatuh, tapi tubuh wanita itu segera di tangkap oleh Bagas. Adegan itu s
Ibu ... Amiera terlihat panik dengan kedatangan mertuanya yang tiba-tiba. Wanita itu segera berdiri dan menghampiri mertuanya, meraih tangan wanita tua itu dan hendak mengajaknya untuk duduk, tapi dengan cepat wanita tua itu melepaskan tangannya. Bahkan wanita itu langsung menghampiri Luna dan mengabaikan menantunya. "Nak, apa wanita itu menyakitimu?" tanya Ibu Bagas langsung memeluk Luna. "Sepertinya dia tidak menyukaiku, Tante," jawab Luna dengan nada manja. "Tidak penting dia menyukaimu atau tidak. Dia tidak memiliki hak apapun di rumah ini. Jadi kamu tidak usah pedulikan sikapnya." Ibu Bagas melepaskan pelukannya, dia lalu meminta Luna kembali duduk. Bahkan kali ini, Wanita itu meminta Luna duduk di samping anaknya. "Kenapa kamu masih berdiri di situ, cepat duduk dan makan. Mulai hari ini Luna adalah tamu di rumah ini, kamu harus memperlakukannya dengan baik." Ibu Bagas membentak Amiera yang masih terpaku. Dia mengisyaratkan menantunya itu untuk duduk di sampingnya. Amier
Dengan tergesa Bu Ranti memasuki kantor menantunya. Dia tidak memperdulikan apa yang dikatakan salah seorang karyawan jika Bagas saat ini sedang ada tamu. Wanita itu masuk ke dalam ruangan Bagas tanpa mengetuk pintu.Tak hanya Bagas yang terkejut, Bu Ranti juga dibuat shock dengan pemandangan yang ada di depannya. Bagaimana tidak, saat ini dia sedang melihat menantunya memangku seorang wanita cantik di atas kursi kerjanya. "Apa yang sedang kalian lakukan?" Bagas segera mendorong tubuh Luna, dia berdiri dan berjalan mendekati mertuanya."Semuanya tidak seperti yang Ibu lihat. Tadi dia hampir jatuh dan Saya menolongnya."Bagas terlihat gugup, sedangkan Luna hanya diam dan bersikap santai seolah tidak ada yang terjadi."Mataku tidak buta, jadi jangan membohongiku." Bu Ranti mendekati Luna, dia menarik lengan wanita itu."Keluar dari sini. Jangan mengganggu suami orang lagi, dasar jalang!" "Aku tidak akan pergi, Tante. Karena ku bekerja di sini." Luna melepaskan tangannya dari cengkera
Sepanjang perjalanan ke rumah Ibunya, Ameira terlihat gelisah. Tadi Karin mengirim pesan padanya dan mengatakan jika Ibunya datang ke kantor Bagas. Jadi sekarang dia merasa khawatir, takut Ibunya terlampau marah dan mempengaruhi kesehatannya. Memang sudah beberapa bulan ini kesehatan Bu Ranti menurun. Dokter mengatakan Jika Ibu Amiera itu mengalami komplikasi darah tinggi dan lambung akut. Sampai di depan rumah sang ibu, Amiera pun segera menuju pintu. Wanita itu semakin terlihat khawatir saat pintu terkunci dari dalam dan sang Ibu tak kunjung membukakan pintu."Bu, buka pintunya. Ini Amiera.” Amiera terus mengetuk pintu dengan wajah panik. Wanita cantik bertubuh langsing itu mengintip dari jendela, matanya terbelalak saat melihat Ibunya tergeletak di lantai. Dia pun berteriak, meminta tolong pada warga agar membuka pintu rumahnya dengan paksa. Tak lama, pintu terbuka dan Bu Ranti langsung di bawa ke rumah sakit. Amiera hanya bisa menangis dan memanggil sang Ibu. Dalam hati dia ha
Dengan tergesa Bagas mengemas pakaian ke dalam koper. Wajah panik terlihat jelas, dia pun buru-buru menyeret koper keluar rumah."Mau kemana kamu, Nak?" tanya Ibu Bagas saat melihat anaknya memasukkan koper ke dalam mobil."Aku ada kerjaan keluar kota, Bu." Bagas langsung naik ke dalam mobil tanpa peduli pada tatapan sang ibu."Keluar kota dengan siapa. Kenapa kamu tidak mengajak Luna?" Ibu Bagas menahan pintu mobil dan menatap putranya."Bu, ini urusan kantor. Untuk apa aku harus mengajak Luna. Lagipula, ini tidak ada hubungannya dengan dia." "Dia kan bisa bantu kamu nanti." ibu Bagas seolah ingin memaksa anaknya untuk mengajak Luna."Bu, tolong jangan buat urusan semakin runyam. Aku terburu-buru.” Bagas memalingkan wajahnya, berharap Ibunya tahu jika dia tidak bisa memenuhi keinginan sang Ibu.Ibu Bagas menghela nafas panjang dan menutup pintu mobil dengan kesal. Sedangkan Bagas, dia langsung menghidupkan mesin mobilnya dan segera pergi. "Ada apa, Tante. Kenapa terlihat kesal be
"Jangan menangis, Ra. Jangan berpikir yang terlalu jauh." Satria mendekati Amiera yang terus menangis. Berusaha menghibur wanita itu agar tidak terlalu memikirkan apa yang tadi dia dengar. "Aku kehilangan orang tuaku. Tapi di luaran sana suamiku entah bersama dengan wanita mana." Satria menghela nafas panjang. Jujur dalam hati dia juga kesal dengan apa yang tadi dia dengar. "Tunggu saja sampai suamimu pulang, tanyakan padanya baik-baik," ucap Satria.Amiera mengusap air matanya. Wanita itu bangkit dan menatap Satria."Terimakasih untuk hari ini. Kamu sudah banyak membantuku," "Tidak perlu berterimakasih, aku senang melakukan ini untukmu." Satria tersenyum, hatinya merasa sangat bahagia di tatap oleh wanita yang selalu dia kagumi semenjak SMA."Tapi setelah ini, tolong jangan menemui ku lagi. Aku tidak mau orang berpikir macam-macam tentang kita," ucap Amiera.Satria terpaku sesaat. Kata-kata yang di ucapkan Amiera sedikit menyinggung perasaannya, tapi lelaki itu tetap berusaha te
Karin membawa Amel kekamar Amiera. Wanita itu langsung meletakkan Amel yang sedang tidur di atas ranjang. Amiera hanya diam, wanita itu menatap sahabatnya lekat. “Kamu kenapa, Ra. Kenapa menatapku begitu?” “Tidak ada, aku hanya merasa sangat beruntung karena memiliki sahabat yang sangat baik dan pengertian sepertimu.” Amiera berjalan mendekati ranjang, menatap sendu ke arah putrinya dan mengusap kepalanya dengan lembut. “Lebih baik kamu istirahat. Hari sudah larut” ucap Karin lalu membalikkan badan dan hendak pergi. “Rin. Jika aku pernah memiliki salah, tolong maafkanlah.” Amiera menatap punggung sahabatnya, mata wanita itu terlihat berkaca-kaca. Karin tampak bingung. “Apa di antara kita ada masalah, Ra?” Karin kembali mendekati Amiera dan menatap sahabatnya lekat. Hati wanita itu mulai tidak tenang. “Aku tidak merasa ada masalah, aku hanya takut kamu yang memilikinya,” jawab Amiera. Karin semakin bingung. Dia terus menatap sahabatnya dengan segudang tanya dalam hat
Part 9. Rayuan sang pelakor bayaran“Ibu akan tahu nanti,” jawab Bagas lalu beranjak pergi dengan cepat. Tidak peduli dengan Ibunya yang terus memanggilnya. Luna yang dari tadi bersembunyi di kamar mandi pun muncul dan mendekati Ibu Bagas. “Sudahlah, Tante. Jangan paksa Mas Bagas. Aku mungkin tidak cukup baik untuknya.” Luna menundukkan wajahnya, berpura-pura sedih dengan apa yang terjadi.Ibu Bagas bangkit dan mendekati Luna. Dia menggenggam tangan wanita itu dan berusaha untuk menghiburnya.“Kamu tidak usah khawatir. Siapapun wanita itu, dia tidak akan berhasil menikah dengan Bagas.”“Tapi Tante sudah dengar sendiri kalau Mas Bagas tidak akan menikah denganku, tapi dengan wanita lain.” Luna kembali menunjukkan wajah menyedihkan di depan Ibu Bagas, bahkan kali ini dia mengeluarkan airmata buayanya.“Aku tidak akan setuju. Bahas pasti akan menurut,” ucap Ibu Bagas tegas. Meyakinkan Luna hingga wanita itu pun diam-diam tersenyum. “Semoga saja Mas Bagas mendengarkan Tante.” Luna pun
“Untuk apa kamu kemari?” teriak Karin.Bagas tidak langsung menjawab, pria itu mendekati Karin dan langsung memeluknya. “Jangan marah ya, sayang. Aku hanya tidak mau Luna menggugurkan anak itu,” ucapnya. “Aku kecewa padamu, kamu menyakitiku,” ucap Karin sambil terus berusaha untuk melepaskan pelukan Bagas. “Aku minta maaf, tapi menurutku kamu juga bersalah. Kenapa kamu meminta Luna untuk menggodaku?” ucap Bagas tanpa rasa bersalah.Karin yang marah pun langsung mendorong Bagas kasar.“Aku melakukan itu karena aku percaya kaku tidak alan mengkhianatimu. Tapi nyatanya kamu malah menghamili wanita jalang itu,” ucap Karin berapi-api. Wanita itu menunjuk ke arah Bagas dengan emosi menggebu-gebu. “Iya, tapi seharusnya kamu bilang dulu sama aku.” Bagas masih berusaha membela diri dan menyalahkan Karin. Karin semakin meradang mendengar perkataan Bagas. Wanita itu meraih vas bunga yang ada di meja lalu melemparnya ke arah Bagas. PrangPrangKarin terus melemparkan benda yang ada di deka
Amiera duduk termenung di ruang tamu. Wanita itu tidak memperdulikan ponselnya yang terus berdering. Dia merasa lelah menjalani kehidupan yang begitu sulit dan juga rumit. Dulu dia sangat berharap suaminya bisa mengejarnya, tapi sekarang dia justru merasa sangat risih. Ya, memang semua itu berubah dengan berjalannya waktu. Wanita mana yang tidak sedih dan kecewa jika berada di posisi Amiera saat ini.Bukan hanya berselingkuh dengan sahabatnya, tapi suaminya juga menghamili wanita lain. Sungguh sangat miris.“Kamu sedang memikirkan apa?” Tiba-tiba Satria berdiri di depannya dan membuyarkan semua lamunanya. “Sejak kapan kamu ada disini?” tanya Amiera sedikit terkejut. Dia sama sekali tidak menyadari kehadiran Satria.“Sudah dari tadi. Tapi kamu sedang asyik melamun jadi tidak menyadarinya.” Satria duduk di sofa dan menatap Amiera.“Maaf,” ucap Amiera.“Tidak masalah. Tapi kamu sedang memikirkan apa, apakah memikirkan Bagas?” Amiera tidak menjawab. Sebagai wanita, dia tahu benar jik
BrakKarin menendang pintu kamar dengan kasar meski tak terkunci. Dia kesal karena mendengar apa yang akan dilakukan Bagas pada Amiera. Dia bukan peduli pada sahabatnya, tapi dia marah dan cemburu karena Bagas membawa Amiera ke kamar.“Bagus, kaku memang benar-benar berani mempermainkan aku “ teriak Karin.Wanita itu mendekati Bagas, menarik pria itu untuk menjauhi Amiera.“Pergilah, jangan pernah lagi mendekati bagas,” ucap Karin pada Amiera.Bagas sendiri terlihat panik. “Aku tidak pernah mendekati sampah, karena ku bukan lalat,” ucap Amiera lalu beranjak pergi. “Ra, kamu tidak boleh pergi. Kaku harus tetap di sini bersamaku,” Bagas melepaskan tangan Karin dan ingin mengejar Amiera, tapi kembali dihentikan oleh Karin. “Kalau kamu berani pergi, kita akan benar-benar putus,” ancam Karin dengan suara lantang.Bagas berhenti seketika, pria itu hanya melihat Amiera pergi menjauh dan meninggalkan rumah.“Rin, tidak bisakah kita hidup bertiga. Kamu dan amiera selama ini berteman dekat.
Bagas segera melarikan Luna ke rumah sakit. Pria itu terlihat begitu khawatir. Meski dia tidak mencintai Luna, tapi janin yang dikandung wanita itu adalah anaknya. Pria itu bernafas lega saat dokter mengatakan jika anaknya baik-baik saja. Setengah jam kemudian, Bu Hera datang dengan tergesa. Wanita itu langsung mendekati Bagas yang baru saja keluar dari ruang rawat. PlakSatu tamparan langsung mendarat di pipi Bagas. “Lelaki kurang ajar, tidak bertanggung jawab,” umpat Bu Hera sambil menunjuk ke arah putranya.“Bu, aku tidak sengaja,” ucap bagas sambil memegangi pipinya yang terasa panas. “Apa kamu begitu bodoh. Menjaga wanita hamil saja tidak bisa?” “Bu, aku benar-benar tidak sengaja mendorongnya.”Bu Hera tidak mempedulikan pembelaan putranyq, wanita tua itu mendorong anaknya menjauh dari pintu. “Awas saja jika terjadi hal buruk pada Luna dan bayinya,” ancamnya sebelum masuk ke dalam ruangan.Bags hanya bisa menghela nafas dan duduk di bangku yang ada di lorong rumah sakit.
“Ka- kamu hamil?”Bagas terkejut setelah membaca hasil USG di tangannya. Tangan pria itu gemetar, tidak percaya dengan apa yang dia baca.“Ya, aku hamil anakmu, Mas. Jadi kamu harus segera menikahiku ,” ucap Luna dengan wajah sendu.Mendengar semua itu, tentu saja Karin sangat murka. Bagaimana tidak, selama ini dialah yang membayar Luna agar merusak rumah tangga Bagas dengan Amiera agar dia bisa segera menikah dengan Bagas. Tapi siapa yang sangka jika wanita itu justru akan mengkhianati dirinya.PlakKarin menampar Luna dan membuat wanita itu terkejut dan sontak memegangi pipinya. “Berani sekali, siapa dirimu hingga berani meminta Bagas untuk menikahimu?” “Aku adalah Luna, wanita yang sudah dia tiduri dan mengandung anaknya. Jadi wajar jika dia menikahiku,” jawab Kuna lantang.“Jangan tidak tahu diri, kamu hanyalah pelakor bayaran.”Karin mencengkram bahu Luna kasar, wanita itu benar-benar emosi.Luna terkekeh, dia melepaskan tangan Karin dari bahunya dengan kasar.“Bayaran atau bu
Bagas mondar-mandir mencari keberadaan Amel. Dia sesekali mengomel karena tidak kunjung menemukan keberadaan anaknya. Entah sudah berapa tempat dia kunjungi, tapi tak menemukan Satria dan juga putrinya. Karena terlalu capek, dia pun duduk di sebuah trotoar dan menatap sekitar. Tanpa disangka, matanya menangkap sosok Amel yang sedang bermain dengan Satria di taman tak jauh dari tempatnya duduk.Dengan langkah tergesa, Bagas mendekati mereka. Dia menarik Amel dan memeluknya.“Ayo pulang dengan Ayah, jangan bicara dengan orang asing lagi.” Bagas menggendong Amel dan melangkah pergi meninggalkan Satria.“Amel tidak mau pergi. Amel ingin main dengan Om Satria,” ucap Amel sambil berontak, dia berusaha turun dari gendongan sang Ayah. “Ayah akan menemanimu main, ayah akan membelikanmu banyak mainan dan cemilan. Tapi kamu harus jauhi dia,” ucap Bagas sambil melirik ke arah Satria yang kini sedang berjalan ke arahnya.“Tidak bisakah kamu berbicara baik-baik. Jangan menakuti Amel.” Satria men
Sejak Satria mengungkapkan perasaannya, Amiera berusaha untuk menghindari pria itu. Bukan dia tidak menyukainya, hanya saja dia merasa jika dirinya tidak cukup pantas untuk Satria.Dia tahu benar jika Satria Kamajaya adalah putra tunggal dari Darmono Kamajaya. Orang kaya raya yang disegani di kota B. Itulah yang membuat dirinya tidak percaya diri.Menurutnya, Satria bisa mendapatkan wanita manapun yang dia inginkan dengan mudah. Lagipula, dia sudah bertekad untuk hidup sendiri setelah perceraian. Dia ingin fokus pada Amel.Amiera terus saja menyembunyikan diri dari Satria. Tak hanya dari Satria, dia juga tidak mau menemui Bagas. Hingga pada siang itu, pengacara yang dia tunjuk untuk menangani perceraiannya datang ke rumahnya dengan tergesa dan mengatakan jika berkas yang sudah di tandatangani di sobek oleh Bagas, wanita itu kesal dan segera mencari Ayah dari anaknya tersebut.Saat wanita itu masih kesal, ada suara ketukan dari arah pintu. Dengan enggan Amiera berjalan dan membukanya.
Mata Amiera membulat saat dia melihat ada sebuah truk melaju kencang ke arah Bagas. Dia ingin berlari, tapi matanya melihat sahabatnya sudah lebih dulu berlari. “Dasar pria gila!” teriak Karin. Wanita cantik itu menarik tangan Bagas dan akhirnya mereka berdua jatuh ke aspal bersamaan.“Lepaskan aku!” Bagas ingin berdiri tapi langsung di halangi oleh Karin. “Sebenarnya apa yang ada dalam otakmu saat ini. Kenapa kamu tiba-tiba ingin mati?” tanya Karin.Bagas diam, dia melirik ke arah Amiera yang tak jauh dari mereka. Begitu juga dengan Karin, wanita itu melihat ke arah Amiera yang hanya membisu ke arah mereka.Hati Karin sakit, dia benar-benar tidak menyangka jika Bagas akan melakukan itu demi Amiera.“Apa kamu bertengkar dengan Amiera?” tanya Karin.“Tidak.” Bagas berdiri, dia berjalan menjauh dari Karin dan mendekati Amiera. “Maafkan aku sekali ini. Aku janji akan memperlakukanmu dengan baik,” ucapnya. “Apa ada masalah dengan otakmu, Mas?” tanya Amiera. “Ra, tidakkah kamu melih
“Untuk apa kamu datang kemari?” tanya Amiera tanpa mempersilahkan luna duduk. Terlihat jelas kebencian di matanya. “Apakah kamu tidak ingin mempersilahkan aku duduk.” Luna melihat ke arah Amiera sinis. “Tidak, aku yakin kamu kemari tidak untuk duduk bukan. Jadi cepat katakan, apa yang kamu inginkan?” Luna tidak mempedulikan Amiera, dia duduk di sofa dan meletakkan tasnya di atas meja. “Aku sangat haus, bisakah aku minta minum,” ucapnya. “Tidak usah basa-basi. Cepat katakan apa maumu. Atau kalau tidak, cepatlah pergi.” Amiera sama sekali tidak peduli dengan permintaan Luna. Wanita cantik itu tetap berdiri dan menatap Luna tajam. “Baiklah, ternyata kamu sungguh sudah tidak sabar mendengar berita bagus dariku,” ucap Luna. “Cepat katakan!” bentak Amiera. “Tidak usah berteriak, aku tidak tuli.” luna berdiri dan menghampiri Amiera. “kamu tidak tuli, tapi kamu tidak tahu malu,” ucap Amiera dengan nada sinis. “Apa maksudmu?” “Apa perlu bertanya, apa kamu tidak merasa