Diani tertawa kecil penuh godaan, ‘Jangan-jangan itu salah satu penggemarmu lagi, Bu. Kalau iya, Agni bakalan bad mood punya saingan baru!’
Aliya ikut tertawa mendengar lelucon Diani. "Iya, Agni pasti langsung pasang muka cemberut kalau tahu."
Suasana menjadi sejenak hening saat sebuah notifikasi masuk di ponsel Aliya.
Pesan dari Dean: [Have another Drive? How does it sound?] (Bagaimana jika jalan-jalan lagi?)
Senyum merekah di wajah Aliya saat ia membaca pesan itu.
Cepat-cepat ia berkata pada Diani, "Sis, aku harus pergi. Dean mengajakku keluar."
‘Wah, kayanya beliau dengar kita ngobrol barusan,’ balas Diani sambil tertawa.
Aliya mengetik cepat, menjawab pesan Dean.
[Apa kamu dengar percakapan kami? Apa kau ngajak keluar untuk urusan mimpiku?]
Tak lama kemudian, dua pesan balasan masuk.
[Nope.]
[Urusan kangen. Aku jemput 20 menit lagi.]
Perasaan hangat menjalari hati Aliya.
Meski hanya mengenakan kemeja flanel yang tidak terkancing dengan kaos oblong polos di dalamnya, ia tetap memancarkan keseksian luar biasa.Gestur yang terlihat kuat dengan tubuh proporsional terpampang jelas setiap kali ia bergerak.Wajahnya tegas, dengan rahang yang kokoh dan mata tajam berwarna hazel yang tampak berkilauan di bawah cahaya matahari.Kharisma pria itu begitu kuat, menjadikan pemandangan yang sungguh memikat, membuat udara pun seolah terhenti sejenak di sekitar mereka.Beberapa pengunjung lain di sekitar gazebo pria itu berada pun, tampak mencuri pandang dan bahkan beberapa wanita muda mengarahkan ponselnya pada Dean.Satu dari ketiga wanita itu tergagap, lalu menyikut temannya. “Oh my God, cowok itu… ganteng banget!” serunya dengan suara tertahan.“Serius, lihat body-nya! Meskipun ketutup ama kemeja itu, gue yakin otot-ototnya terbentuk! Gila, seksi banget!” sambung yang lain, matanya tak berkedip menatap Dean.“Sumpah! Gue rela milik gue ampe robek karena bercinta am
Senin, 9 Januari 202314:54 WIBAliya baru saja selesai dari kunjungan ke salah satu rumah warga dan tengah mengendarai motornya untuk pulang.Namun, ia melambatkan laju motornya saat melewati jalan desa yang sepi.Rumah-rumah tua berdiri berjajar di tepi jalan, dengan halaman yang dipenuhi tanaman liar.Udara terasa lembab dan tenang, tapi ada sesuatu yang membuatnya merasa tak nyaman.Angin bertiup pelan, membelai kulitnya, namun samar-samar, seakan membawa bisikan yang mengganggu telinganya.Bukan seperti suara biasa, tapi lebih seperti gumaman yang sulit dipahami.Ia memberhentikan motornya secara mendadak di pinggir jalan, matanya berkeliling mencari sumber dari kegelisahan yang tiba-tiba muncul itu.Napasnya terhenti sejenak ketika merasakan adanya getaran halus dari udara, seolah-olah sesuatu sedang mencari-cari, mengeksplorasi setiap sudut dengan rasa ingin tahu yang mendalam.Merasa aneh, ia mengerutkan k
Selasa, 10 Januari 2023Aliya sedang duduk di ruang tamu, memandangi layar ponselnya saat panggilan masuk dari Diani muncul. Ia segera menjawab telepon itu.“What’s up, Sis?” tanyanya, sedikit penasaran.“Gue baru dapat informasi dari Agni. Katanya ada teman lama Dean yang menghubungi dia lewat akun FB-nya,” kata Diani setelah ia terkekeh kecil karena Aliya langsung menembak tanpa basa-basi.Aliya langsung duduk lebih tegak. “Teman lama? Cewek atau cowok?”Diani terkekeh lagi.“Cewek,” jawabnya dengan nada menggoda. “Dan you know what? Agni nggak berani bilang sendiri ke dirimu. Dia malah minta gue yang menyampaikan pesannya.”Aliya terkikik kecil mendengar penjelasan itu. Ia sudah terbiasa dengan sifat Agni yang selalu protektif padanya.“Ya, aku tahu. Dia paling takut kalau sampai aku marah atau cemburu. Padahal aku baik-baik saja kok, tahu Dean punya teman perempuan.”“Hmm... tapi gimana kalau cewek itu ngejar-ngejar Dean?” Diani memancing lebih jauh.Aliya tertawa pelan. “Wajar aj
Aliya menutup matanya, fokus pada benaknya yang terhubung dengan satu energi asing yang samar terasa olehnya.Seolah itu adalah tamu yang sedang mengetuk pintunya, Aliya membukakan pintu dan mempersilakan masuk.“Kau… Elemen Angin? Siapa kau?” Aliya memulai perkataan dalam pikirannya.“Saya Delia. Delia Livana. Terima kasih telah memanggil saya dan membiarkan saya terhubung.” Delia, seorang Elemen Angin yang kini hadir dalam pikiran Aliya terdengar lembut namun penuh misteri, seperti angin yang berhembus pelan di tepi lautan."Apakah kau yang mencari-cari ku sejak kemarin?" Aliya memulai percakapan dengan nada tenang namun penuh kehati-hatian.Suara Delia terdengar, lembut dan sedikit sensual, menyusup di antara pikiran Aliya. "Saya.”“Apa yang kau perlukan?”“Apakah Anda... teman dekat Kang Saif? Atau…"Aliya terdiam sejenak, mencoba menangkap maksud dari pertanyaan Delia.Keheningan mengisi ruang di antara mereka, namun Aliya tetap tenang. "Ya... aku cukup dekat dengan Saif," jawabny
20.53 WIB, Villa Jayagiri."Aku... luar biasa idiot, bukan?"Agni menatap Elang prihatin.Ia tidak bisa menemukan respon yang tepat untuk perkataan Elang itu. Agni sejak tadi memperhatikan wajah muram Elang.Agni sudah tahu, bahwa saat itu Elang tengah ‘mendengar’ beberapa kalimat yang berasal dari Aliya yang tengah melakukan kontak jarak jauh dengan Delia."Dia benar. Dia tidak akan pergi dariku, andai aku tidak meninggalkannya," ujar Elang lagi."Bang....""As Delia said, kami pasangan yang serasi. Weren't we, Agni?" (Seperti yang Delia katakan - Bukankah begitu?)Agni menghela napas. "Iya Bang. Dulu kalian pasangan yang serasi."Elang terdiam sejenak."Dan kini, Dean dan Aliya adalah pasangan sempurna," sambung Elang."Bang....""It's ok Agni. Kenyataannya demikian," Elang menunduk. "I could feel how happy she is when she's with Dean." (Aku bisa merasakan betapa bahagianya ia saat bersama Dean)"Belum pernah sebelumnya aku mendengar tawa yang begitu lepas seperti itu, saat dia mas
Benar dugaannya, Dean ikut merasakan kegundahan hati Aliya saat ini, tapi tidak mengusiknya dengan pertanyaan yang serupa interogasi seperti yang tadi ia lakukan pada pria itu saat menanyai tentang Delia.Dean: [Tapi kalau mau banyak, aku bisa melakukannya. Tentu dengan cara yang ‘menyenangkan’]Sudut bibir Aliya terangkat tipis. Dean memang selalu memiliki cara untuk menghibur dirinya. Ia tahu, Dean sengaja menggunakan tanda petik pada kalimat menyenangkan, untuk menggoda Aliya.Wanita muda itu menarik napas dalam-dalam.Aliya: [Kau merasakanku kah?]Dean: [Apa yang sedang kau rasakan, Sayang? Kau ingin menceritakannya padaku?]Aliya termenung beberapa detik. Sesungguhnya ia tidak sampai hati harus mengungkapkan bahwa dirinya ikut sedih karena merasakan kesedihan Elang, pada Dean.Namun satu sisi, dirinya juga yakin, Dean adalah orang paling tepat untuk ia berbagi rasa.Dean orang yang selalu paling mempercayainya dan memberikan kebebasan pilihan padanya, meski dengan ketentuan khusu
21.37 WIB, vila Jayagiri.Suasana dingin terasa di udara.Lampu-lampu spot light lembut menerangi tepian dinding luar vila. Sementara lampu temaram di ruang tamu, memberikan nuansa hangat di dalam vila.Pintu terbuka saat Agni menyambut kedatangan Agung, Guntur, dan Iyad yang baru saja tiba.Agung masih berdiri di ambang pintu, berbicara sebentar dengan Agni, sementara Guntur dan Iyad melangkah masuk.Elang yang duduk di ruang tengah terkejut melihat dua orang teman elemen yang pernah menjadi bawahannya itu.Tatapannya berhenti pada Iyad dan Guntur, lalu sejenak ia menoleh ke arah pintu, berharap melihat sosok lain yang ternyata tidak datang.Ketegangan tipis terlihat di wajah Elang, meski ia berusaha menyembunyikannya.“Iyad, Guntur, kalian datang,” ujar Elang dengan suara yang dalam. “Sudah larut, ada apa?”Iyad tersenyum kecil, sedikit canggung. “Maaf, kang Einhard. Kami mengganggu di mal
Rabu, 11 Januari 202307.30 WIBAliya datang ke kantor kecamatan untuk mengikuti memenuhi panggilan dari kasi PMD di Rabu pagi itu.Namun situasi belum ramai dan kasi PMD masih belum datang. Aliya melihat Intan yang juga sudah datang, lalu mengajak Intan untuk menunggu di dekat aula.Aliya mengobrol sebentar bersama Intan dan satu orang teman kantor lainnya yang juga hadir pada hari itu. Membahas beberapa pekerjaan mereka dan beberapa permasalahan dalam pekerjaan mereka di lapangan.Aliya pamit pada kedua temannya untuk menuju ruang Kasi PMD, setelah melihat aparat kecamatan tersebut datang.Pak Camat dan pak Kasi tengah berbicara lalu kemudian menyapa Aliya dan mempersilakan Aliya mengikuti mereka ke dalam ruang kantor Camat. Aliya pun terlibat beberapa pembahasan seputar verifikasi data yang dibutuhkan pihak kecamatan.---09.15 WIBCRV Prestige putih masuk ke pelataran kantor kecamatan. Dean memarkirkan mobilnya di de
Teaser untuk S3 RATU BUMI: KELAHIRAN SANG PEWARIS(Entah kapan akan dibuat S3-nya. Tapi Author ingin berikan ini sebagai ekstra saja untuk kalian. Thanks to you all!!)Seorang wanita tengah berada di depan laptop. Sebuah kacamata berbentuk persegi dengan bingkai berwarna biru bertengger di pangkal hidungnya.Terdengar suara tuts pada keyboard yang ditekan cukup keras dan cepat.“Selesai!!” seru wanita itu dengan bibir tersungging senyum yang begitu lebar.Matanya sekali lagi menatap lekat pada layar laptop miliknya. Seolah puas dengan apa yang ia baca, ia mengangguk dan tersenyum lagi.“Mantap memang. Si gue menggambarkan tokohnya begitu nyata. Cakep banget ini. Epik,” ujarnya sambil terus mengangguk-angguk kan kepala. Tiada henti ia memuji dirinya sendiri.“Mungkin karena aku pake namaku sendiri buat tokoh cewek, ini bener-bener terasa seperti kejadian nyata. Tapi kan itu emang tujuanku..”“Sepertinya aku bener-bener jenius… Beberapa potong mimpi ku, bisa kujadikan rangkaian cerita se
Suatu hari di bulan September 2023.Aliya menggeliat lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia merentangkan kedua tangannya dan menguap.Kepalanya menengok ke kiri. Sisi itu kosong.Ia lalu menengadah, melihat ke arah jam dinding dalam kamar itu. 7:15.Aliya kemudian turun dari ranjang-nya. Ia kenakan sandal rumah berbahan kain dengan bordiran inisial A pada bagian tutup kakinya.Dengan langkah malas ia keluar kamar. Kepalanya berputar mencari.Hari itu, setelah ia tadi shalat subuh, ia tertidur kembali, karena semalam ia begadang menyelesaikan pekerjaannya hingga jam 2 dini hari.Kaki Aliya terus melangkah. Kini hidungnya mencium harum masakan berasal dari dapur. Ia pun mengarahkan kakinya ke arah sumber aroma tersebut.Ia terhenti di ambang pintu dapur. Bibirnya tersenyum. Matanya menatap ke depan dengan sorot penuh kasih.Tubuh jangkung dengan masih menggunakan set piyama tidur bermotif salur itu, masih asyik melakukan sesuatu di depan kompor.“Sudah bangun, rupanya…” kata pemilik
Dean menyetir mobil Jeep Cherokee Trackhawk yang terbuka dengan santai, menikmati embusan angin yang hangat di wajahnya sementara Aliya di sampingnya tampak takjub memandangi pemandangan di sekeliling mereka.Sekitar lima belas menit lalu, Aliya dan Dean tiba di Amboseli Airtrip di dalam Taman Nasional Amboseli.Taman Nasional Amboseli ini terletak di selatan Kenya, tepatnya di Kabupaten Kajiado, dekat perbatasan Kenya dengan Tanzania.Taman ini berada sekitar 240 kilometer sebelah tenggara Nairobi, ibu kota Kenya, dan terletak di bawah bayang-bayang Gunung Kilimanjaro yang megah di Tanzania, yang memberikan latar belakang yang ikonik dan terkenal di taman ini.Amboseli terkenal dengan populasi gajah besarnya, serta pemandangan sabana yang menakjubkan.Dean sengaja membawa Aliya ke tempat favorit-nya ini, untuk memberikan pengalaman baru bagi Aliya.Dengan helikopter, mereka terbang sekitar 40 menit dari helipad di atas gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi menuju Kajiado. Se
Aliya paham, yang dimaksud orang Elemen Air itu adalah Elang. Namun yang tidak ia paham, mengapa ia menangkap gestur kemarahan dari sosok Syauqi? Apakah Syauqi dan Elang pernah bertemu sebelumnya?Ini belum waktunya Aliya bertanya lebih jauh tentang itu. Jadi ia kemudian hanya mengalihkan pertanyaan pada hal lain.“Bukankah yang kudengar, bahwa Realm adalah keluarga yang memang bermukim di Tanah Air. Tapi--” Ucapan Aliya terhenti.Syauqi tertawa kecil. “Anda bingung karena saya berwajah campuran di luar Indonesia?”“Ya, jujur aku bingung.” Mau tak mau Aliya pun tertawa kecil.“Nenek saya sedikit memberontak, Madam.”“Eh?”Syauqi terkekeh. “Nenek saya kabur dari Indonesia dan menikah dengan orang Jepang. Lalu ibu saya lahir dan kemudian menikah dengan orang Amerika. Lalu lahirlah saya.”Pria berwajah elok itu menjeda diri sesaat. “Saat saya berumur lima tahun, ibu saya membawa saya kembali ke kakek buyut. Tetua Realm Api dan mengembalikan saya. Kata ibu saya, itu wasiat nenek saya sebel
Aliya bersandar di sofa lounge hotel yang nyaman, menatap tenang pada makanan di depannya.Ia mencoba hidangan khas Nairobi: Nyama Choma, potongan daging panggang yang gurih dan kaya rempah, ditemani dengan kachumbari—salad segar dari tomat, bawang, dan cabai.Rasa pedas dan segar dari kachumbari melengkapi cita rasa daging yang hangat, membuat Aliya semakin larut dalam suasana santai sambil menunggu Dean yang tengah dalam rapat mendadak di ballroom hotel.Saat kunyahan terakhir, Aliya teringat percakapannya tadi dengan Matteo, yang penuh dengan dukungan.Matteo, sahabat Dean itu, mengungkapkan ketulusan hati ketika mengetahui Aliya bersama Dean."Aku sangat bahagia, Nyonya.”“Please, panggil Aliya saja, Matteo.”Matteo tersenyum sumringah. “Baiklah.. Ya.. aku benar-benar merasa bahagia.”“Aku bisa lihat itu. Sejak pertama kita bertemu, wajahmu berseri-seri terus,” Aliya tersenyum lebar.“Ini bukan tentang diriku, Nyonya. Melihatmu akhirnya bersama Dean... itu sungguh yang selama ini
Tak berapa lama limousine yang ditumpangi Dean dan Aliya tiba di satu hotel yang tampak megah.Beberapa greeter dan bellboy tampak menyambut ramah dan penuh hormat saat Aliya dan Dean yang dipimpin Matteo, memasuki area hotel.Dean terlihat sedikit menaikkan alis—tampak berpikir sesuatu, namun tetap dengan santai mengikuti langkah Matteo yang terlihat bersemangat berbicara dengan Aliya.Aliya melangkah masuk ke dalam suite mewah di Helshington Nairobi, tak dapat menahan gumaman kagum yang meluncur pelan.Matanya menyusuri setiap sudut ruangan—sebuah suite yang luas dengan desain butik berkelas, bercampur sentuhan klasik yang elegan.Dindingnya dihiasi karya seni khas Afrika, menambah sentuhan eksotis pada ruangan yang megah namun tetap hangat.Lampu-lampu gantung dari kristal menghiasi langit-langit tinggi, sementara lantai kayu yang mengilap mencerminkan pantulan cahaya lembut dari lampu yang dipasang dengan artistik.Di satu sisi, ada balkon pribadi yang menghadap ke pemandangan perb
Gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi terlihat lebih sibuk dari biasanya.Para karyawan berjalan cepat, membawa berkas-berkas dan peralatan, memastikan setiap detail tertata sempurna untuk menyambut kedatangan CEO mereka, yang nyaris tidak pernah terlihat.Lobi utama yang biasanya hanya dihiasi dengan dekorasi sederhana kini terlihat sedikit berbeda. Tanaman hijau segar diletakkan di beberapa sudut, meja resepsionis dibersihkan hingga berkilau, dan tim keamanan memeriksa ulang setiap titik untuk memastikan semuanya sesuai standar.Di tengah kesibukan tersebut, Direktur cabang melangkah mendekati Matteo, manajer yang selalu tenang di tengah hiruk-pikuk persiapan ini.Dengan ragu, Direktur bertanya, "Mr. Odhiambo, apa benar tidak masalah jika kita melakukan persiapan seperti ini?"Sang Direktur masih teringat akan sikap sang CEO yang cenderung rendah hati dan tidak suka dengan seremoni berlebihan.Pernah sekali waktu saat ia pertama kali menjabat sebagai direktur cabang, ketika
Aliya duduk sendirian di dalam kabin jet pribadi Gulf Stream yang melaju anggun di atas awan menuju Kenya.Interior jet ini tampak begitu mewah dan nyaman, didesain dengan kursi kulit lembut berwarna krem yang berpadu dengan elemen kayu mahoni gelap.Cahaya matahari senja yang masuk dari jendela memberikan kilau hangat ke dalam kabin, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti perjalanan mereka.Aliya menatap keluar jendela, melihat hamparan langit oranye keemasan yang seakan tak berujung, membiarkan pikirannya melayang.Bayangan pertama kali ia melihat pesawat ini, dengan logo Starlight Corp di badan jet, memenuhi benaknya.Kata-kata Agung kembali terngiang di kepalanya, bagaimana Dean memilih nama Starlight, terinspirasi dari panggilan kesayangan yang ia berikan padanya setelah pertama kali melihat Aliya dalam mimpi.Ketika ia iseng berselancar di dunia maya, ia mendapati bahwa Starlight Corp adalah korporasi besar yang dikagumi dunia. Selain Starlight Corp dikenal dengan kebijakan
Dean tersedak lalu terbatuk.“Prrrfffffftttttt.” Agni sukses menyemburkan nasi yang baru saja ia suapkan ke dalam mulutnya.Bi Titin menahan tawa. Ia mengacungkan jempol pada Aliya, lalu melenggang santai kembali ke dapur.Hening.Aliya melotot ke arah Agni.“Jorok, ih!” Aliya menepukkan tangannya ke beberapa nasi semburan Agni yang mampir dan bertengger di bajunya.“So-sorry Moony!” Agni bergegas bangun dan meraih beberapa lembar tissue dan menghampiri Aliya. Tangannya mengelap tangan Aliya.Saat tangan Agni akan berpindah ke bagian baju di bawah dagu Aliya, tangan Dean telah memegang tangan Agni.“Biar saya saja,” kata Dean singkat.Agni memanyunkan mulutnya. “Lu sih, Om…” Lalu kembali ke tempat duduknya dan membersihkan sisa-sisa nasi yang berhamburan di meja sambil nyengir.Dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal, Agni mengambil piring makannya dan memutuskan segera menyingkir dari ruang makan, untuk memberi keleluasaan bagi pasangan itu.“Gue pindah ah. Ini obrolannya udah dua