Rabu, 11 Januari 2023
07.30 WIB
Aliya datang ke kantor kecamatan untuk mengikuti memenuhi panggilan dari kasi PMD di Rabu pagi itu.
Namun situasi belum ramai dan kasi PMD masih belum datang. Aliya melihat Intan yang juga sudah datang, lalu mengajak Intan untuk menunggu di dekat aula.
Aliya mengobrol sebentar bersama Intan dan satu orang teman kantor lainnya yang juga hadir pada hari itu. Membahas beberapa pekerjaan mereka dan beberapa permasalahan dalam pekerjaan mereka di lapangan.
Aliya pamit pada kedua temannya untuk menuju ruang Kasi PMD, setelah melihat aparat kecamatan tersebut datang.
Pak Camat dan pak Kasi tengah berbicara lalu kemudian menyapa Aliya dan mempersilakan Aliya mengikuti mereka ke dalam ruang kantor Camat. Aliya pun terlibat beberapa pembahasan seputar verifikasi data yang dibutuhkan pihak kecamatan.
---
09.15 WIB
CRV Prestige putih masuk ke pelataran kantor kecamatan. Dean memarkirkan mobilnya di de
Elang segera menundukkan kepalanya, meraih ponsel dan berpura-pura sibuk membaca sesuatu.Sementara itu, Dean keluar dari mobil, untuk membukakan pintu bagi Aliya.Dari sudut matanya, Elang bisa melihat dari spion di kirinya, Aliya yang menatap Dean dan berterima kasih padanya sebelum masuk ke dalam mobil.Elang masih bisa melihat Aliya, sampai Aliya duduk tepat di belakangnya. Kini sosok Aliya tak bisa terlihat lagi olehnya.Elang tersenyum getir dalam hati.Ia sangat paham, mengapa Aliya memilih duduk tepat di belakang dirinya, bukan di belakang Dean.Ini semua agar Aliya terhindar dari pandangan Elang.Lamunan Elang buyar, ketika Dean memasuki mobil kembali dan mulai menyalakan mesin.Perlahan, mobil itu melaju beserta tiga penumpang di dalamnya dalam kondisi canggung.* * *Kantor Cabang Utama suatu Bank Swasta.Proses pemindahbukuan berjalan lancar dan cukup cepat.Aliya menghela napas lega. Ia
Aliya berdiri lalu mengambil barang-barang miliknya tersebut dari tangan Elang, membuat kepala pria itu mendongak kembali.“Sudah semua kan?” tanya Aliya yang kemudian dijawab anggukan Elang.“Ayo, pulang,” sahut Aliya lagi.“Ok,” jawab Elang singkat.Dean berdiri dan berjalan di belakang Aliya dengan Elang yang mengikutinya.Satpam khusus yang berjaga di ruang tersebut mengantarkan mereka bertiga hingga mencapai pintu utama.Dean berpaling pada Aliya lalu mengatakan bahwa ia akan mengambil mobilnya dulu, serta meminta Aliya dan Elang menunggu di lobby tersebut.Aliya melangkah menjauh dari Elang sambil memainkan ponselnya. Dalam hati ia berharap Dean segera datang, agar ia tak perlu merasa canggung berdua bersama Elang di tempat itu.Ketika akhirnya mobil itu tiba, Elang hendak membukakan pintu untuk Aliya, namun Aliya telah mendahuluinya dan membuka pintu sendiri.Elang menarik napas, lalu memutar langkahnya menuju pintu depan mobil.Mereka bertiga akhirnya berada dalam satu mobil l
Siang menjelang sore itu Aliya tiba kembali ke Kantor Kecamatan. Setelahnya, Dean dan Elang kembali ke basecamp di Cikahuripan.Menurut Dean, Elang akan bertolak ke Bogor, membawa CRV putih, kendaraan operasional Dean dan kawan-kawan, setelah berpamitan pada mereka semua dan pada Nawidi di basecamp.Aliya tidak mendengar kabar lagi tentang Elang, saat ia telah kembali ke rumahnya. Aliya tiba dengan merasakan badannya yang terasa pegal-pegal dan kepala yang agak berat.Ia menghela napas berulang kali.Entah bagaimana, dadanya masih terasa sesak dan berat. Seolah ada sesuatu yang besar yang mengganjal dalam hatinya.Aliya memejamkan mata, lalu duduk di meja kerjanya dan menyalakan laptop miliknya.Sejak Elang menangis di pundaknya, Aliya mengalami trespassing pada pikiran Elang.Ia menerobos pikiran yang telah ditutup rapat oleh Elang, lalu melihat dan mendengar hal-hal yang Elang lihat, katakan dan pikirkan dalam beberapa hari ini.Meski tidak semua hal, karena sebagian besar adalah te
Tangan kirinya ia naikkan dan mengarah ke depan, kemudian ia ayunkan satu arah.Seketika, tampak dua pembatas lajur atau barrier jalan tol yang terbuat dari beton itu bergeser cepat, membuka celah yang cukup besar.Elang, pengemudi CRV prestige putih itu mengarahkan mobilnya pada celah tersebut dan berputar balik ke lajur berlawanan dari lajur ia berada sebelumnya.Tanpa menolehkan kepala, tangannya terayun sekali lagi dan barrier beton itu menutup kembali ke posisi awal.Begitu cepat dan begitu tampak mudah dilakukan.Kedua barrier beton tipe 600 yang masing-masing memiliki bobot hampir 268 kg itu bergeser seolah tampak begitu ringan.Ini menunjukkan pemilik kekuatan yang menggerakkan kedua barrier itu, bukanlah elemen dengan level rendah.Tak lama, mobil berwarna putih itu pun melesat dengan kecepatan sangat tinggi menuju Bandung kembali. Sementara itu di basecamp Cikahuripan.Agung bergegas menemui Agni saat ia mendapati kamar Dean tertutup.“Ni, sini bentar,” panggil Agung
Bulir airmata menetes deras dari kedua matanya.Sebagai istrinya waktu itu, ia tersenyum tanpa tahu Elang yang tengah menderita.Ia berbahagia di atas penderitaan Elang yang tengah berusaha seorang diri untuk menyelamatkan dirinya.Bagaimana ia akan minta maaf pada Elang? Bagaimana ia melakukannya? Elang telah pergi lagi. Bagaimana Aliya bisa menebus kebodohannya itu?“Om….” Agni memanggil Dean dengan nada cemas saat melihat kedua mata Aliya mengalir begitu deras buliran bening dan ia mengigaukan kalimat-kalimat tak jelas.Hanya kata ‘maaf’ yang terdengar cukup jelas di telinga Agni.Dean menempelkan telunjuk kirinya ke bibirnya, memberi kode agar Agni tetap diam, lalu lanjut membacakan beberapa ayat untuk Aliya.Jemari kanannya kembali mengelus ubun-ubun Aliya. Lalu tangan satunya mengalirkan energi halus ke tubuh Aliya.Tampak oleh Agni, Aliya mulai berangsur-angsur tenang. Bibirnya tak lagi mengigau. Airmata telah berhenti mengalir, namun bulir keringat masih mengucur di keningnya.
Kamis, 12 Januari 202307.01 WIB, Basecamp CikahuripanAgni mengetuk pintu kamar perlahan. Tak ada jawaban. Ia lalu membuka pintu itu dengan hati-hati. Agni sejenak terdiam melihat pemandangan di depannya, setelah pintu terbuka lebar.Dean sang om, duduk di kursi di sisi spring bed, dekat kepala Aliya. Ia duduk dengan posisi agak membungkuk karena kedua siku bertopang di atas lututnya.Di sisi satunya, Agni melihat Elang sang abang, posisi duduk dekat kaki Aliya, namun dengan punggung bersandar di kursi dan kedua tangan yang saling bertaut di depan tubuhnya.Hanya satu kesamaan mereka. Sama-sama memandang sabar dan penuh perhatian ke arah Aliya.Agni merasakan perasaan yang cukup asing.Pemandangan ini sesungguhnya tidak aneh, karena ia sangat paham perasaan kedua pria hebat di depannya kepada wanita yang juga ia cintai.Namun entah bagaimana, melihat kedua pria itu sama-sama menunggui Aliya, membuat hatinya terasa sejuk.Mungkin karena kekhawatiran yang sempat terlintas dalam benak A
“Qodarullah. Saya sudah ikhlas,” jawab Dean singkat.Dean dan Nawidi telah mengetahui, bahwa kejadian tempo hari adalah perbuatan Elang juga. Elang yang sengaja mengirim makhluk untuk menguji coba kekuatan Dean.Karena saat itu Elang mendapatkan getaran sinyal sebuah kekuatan besar, namun ia masih belum yakin bahwa kekuatan tersebut milik Dean.Saat itu Elang mengetahui Dean yang sedang berada di Sukabumi dan hendak mengarah pulang ke Bandung.Karena itulah Elang mengutus salah satu siluman ular berkepala tujuh di bawah kendalinya, untuk membuat sedikit kekacauan di wilayah Dean dibesarkan.Ia lakukan itu untuk melihat kemampuan Dean.Meski saat itu Elang telah memprediksi kehancuran macam apa yang mungkin akan terjadi, jika benar kekuatan itu dimiliki Dean, namun ia tidak terlalu ambil pusing.Karena Elang yang saat itu, adalah Elang yang hanya peduli pada keberhasilan rencananya, meski itu harus dibayar dengan nyawa manusia.Dean telah mengikhlaskan kejadian naas hari itu dan tak in
09.16 WIBBi Titin mengetuk kamar. Beberapa saat menunggu, namun tak ada sahutan dari dalam kamar. Akhirnya bi Titin membuka pintu kamar, karena ia yakin Aliya hanya sendiri di dalam kamar milik Dean tersebut.“Neng….” panggil bi Titin pelan. Tangan kanannya membawa semangkok bubur sumsum yang masih panas. Mata bi Titin menangkap Aliya yang tengah melamun memandang ke arah jendela kamar.“Neng,” panggil bi Titin lagi ketika kakinya telah hampir sampai di sisi spring bed yang Aliya tempati. Kali ini Aliya menoleh pada bi Titin.Bibir yang masih sedikit pucat itu mengulas sebuah senyuman tipis pada bi Titin.“Duh neng… masih kelihatan pucat kitu…” Bi Titin meletakkan mangkok di tangannya ke atas nakas di sisi spring bed Aliya. “Makan ya.. ini ibi buatin bubur sumsum. Ngga pake apa-apa da, cuma sama gula merah aja… Biar ada tenaga eneng nya…”“Iya, nanti bi,” tolak Aliya halus. Kepalanya lalu beralih lagi, tertuju pada jendela kamar.“Ya sudah. Ini ibi simpan di atas meja ya. Masih panas