20.27 WIB
“Maaf, aku kesel, Dean. Aku kesel!” Aliya berkata gusar. “Pengen nangis.”
“Aku bener-bener kesel,” katanya lagi.
“Aku lagi berusaha atasin semua ini. Harusnya dia biarin aja dulu aku,” Aliya menghela napas kasar. “Kenapa dia malah ambil tindakan sendiri dengan hancurin buku ini?!”
Dean mengulurkan tangan kirinya memegang tangan kanan Aliya yang terkulai lemah di atas lutut Aliya. Ia tetap diam mendengarkan keluh kesah isterinya dengan tenang.
“Maaf Dean. Maaf,” suara Aliya kini bergetar.
Matanya telah digenangi airmata, yang kemudian luruh tanpa bisa ia cegah.
Rasa sesak di dadanya cukup terasa menjengkelkan baginya. Aliya mengusap kasar tetesan airmata di mata dan pipinya.
“Maaf aku cengeng kaya gini…. Maaf nangis melulu…”
“Gapapa Sayang… gapapa,” jawab Dean pelan. Sebelah tangannya menggenggam
Diani tertawa kecil penuh godaan, ‘Jangan-jangan itu salah satu penggemarmu lagi, Bu. Kalau iya, Agni bakalan bad mood punya saingan baru!’Aliya ikut tertawa mendengar lelucon Diani. "Iya, Agni pasti langsung pasang muka cemberut kalau tahu."Suasana menjadi sejenak hening saat sebuah notifikasi masuk di ponsel Aliya.Pesan dari Dean: [Have another Drive? How does it sound?] (Bagaimana jika jalan-jalan lagi?)Senyum merekah di wajah Aliya saat ia membaca pesan itu.Cepat-cepat ia berkata pada Diani, "Sis, aku harus pergi. Dean mengajakku keluar."‘Wah, kayanya beliau dengar kita ngobrol barusan,’ balas Diani sambil tertawa.Aliya mengetik cepat, menjawab pesan Dean.[Apa kamu dengar percakapan kami? Apa kau ngajak keluar untuk urusan mimpiku?]Tak lama kemudian, dua pesan balasan masuk.[Nope.][Urusan kangen. Aku jemput 20 menit lagi.]Perasaan hangat menjalari hati Aliya.
Meski hanya mengenakan kemeja flanel yang tidak terkancing dengan kaos oblong polos di dalamnya, ia tetap memancarkan keseksian luar biasa.Gestur yang terlihat kuat dengan tubuh proporsional terpampang jelas setiap kali ia bergerak.Wajahnya tegas, dengan rahang yang kokoh dan mata tajam berwarna hazel yang tampak berkilauan di bawah cahaya matahari.Kharisma pria itu begitu kuat, menjadikan pemandangan yang sungguh memikat, membuat udara pun seolah terhenti sejenak di sekitar mereka.Beberapa pengunjung lain di sekitar gazebo pria itu berada pun, tampak mencuri pandang dan bahkan beberapa wanita muda mengarahkan ponselnya pada Dean.Satu dari ketiga wanita itu tergagap, lalu menyikut temannya. “Oh my God, cowok itu… ganteng banget!” serunya dengan suara tertahan.“Serius, lihat body-nya! Meskipun ketutup ama kemeja itu, gue yakin otot-ototnya terbentuk! Gila, seksi banget!” sambung yang lain, matanya tak berkedip menatap Dean.“Sumpah! Gue rela milik gue ampe robek karena bercinta am
Senin, 9 Januari 202314:54 WIBAliya baru saja selesai dari kunjungan ke salah satu rumah warga dan tengah mengendarai motornya untuk pulang.Namun, ia melambatkan laju motornya saat melewati jalan desa yang sepi.Rumah-rumah tua berdiri berjajar di tepi jalan, dengan halaman yang dipenuhi tanaman liar.Udara terasa lembab dan tenang, tapi ada sesuatu yang membuatnya merasa tak nyaman.Angin bertiup pelan, membelai kulitnya, namun samar-samar, seakan membawa bisikan yang mengganggu telinganya.Bukan seperti suara biasa, tapi lebih seperti gumaman yang sulit dipahami.Ia memberhentikan motornya secara mendadak di pinggir jalan, matanya berkeliling mencari sumber dari kegelisahan yang tiba-tiba muncul itu.Napasnya terhenti sejenak ketika merasakan adanya getaran halus dari udara, seolah-olah sesuatu sedang mencari-cari, mengeksplorasi setiap sudut dengan rasa ingin tahu yang mendalam.Merasa aneh, ia mengerutkan k
Selasa, 10 Januari 2023Aliya sedang duduk di ruang tamu, memandangi layar ponselnya saat panggilan masuk dari Diani muncul. Ia segera menjawab telepon itu.“What’s up, Sis?” tanyanya, sedikit penasaran.“Gue baru dapat informasi dari Agni. Katanya ada teman lama Dean yang menghubungi dia lewat akun FB-nya,” kata Diani setelah ia terkekeh kecil karena Aliya langsung menembak tanpa basa-basi.Aliya langsung duduk lebih tegak. “Teman lama? Cewek atau cowok?”Diani terkekeh lagi.“Cewek,” jawabnya dengan nada menggoda. “Dan you know what? Agni nggak berani bilang sendiri ke dirimu. Dia malah minta gue yang menyampaikan pesannya.”Aliya terkikik kecil mendengar penjelasan itu. Ia sudah terbiasa dengan sifat Agni yang selalu protektif padanya.“Ya, aku tahu. Dia paling takut kalau sampai aku marah atau cemburu. Padahal aku baik-baik saja kok, tahu Dean punya teman perempuan.”“Hmm... tapi gimana kalau cewek itu ngejar-ngejar Dean?” Diani memancing lebih jauh.Aliya tertawa pelan. “Wajar aj
Aliya menutup matanya, fokus pada benaknya yang terhubung dengan satu energi asing yang samar terasa olehnya.Seolah itu adalah tamu yang sedang mengetuk pintunya, Aliya membukakan pintu dan mempersilakan masuk.“Kau… Elemen Angin? Siapa kau?” Aliya memulai perkataan dalam pikirannya.“Saya Delia. Delia Livana. Terima kasih telah memanggil saya dan membiarkan saya terhubung.” Delia, seorang Elemen Angin yang kini hadir dalam pikiran Aliya terdengar lembut namun penuh misteri, seperti angin yang berhembus pelan di tepi lautan."Apakah kau yang mencari-cari ku sejak kemarin?" Aliya memulai percakapan dengan nada tenang namun penuh kehati-hatian.Suara Delia terdengar, lembut dan sedikit sensual, menyusup di antara pikiran Aliya. "Saya.”“Apa yang kau perlukan?”“Apakah Anda... teman dekat Kang Saif? Atau…"Aliya terdiam sejenak, mencoba menangkap maksud dari pertanyaan Delia.Keheningan mengisi ruang di antara mereka, namun Aliya tetap tenang. "Ya... aku cukup dekat dengan Saif," jawabny
20.53 WIB, Villa Jayagiri."Aku... luar biasa idiot, bukan?"Agni menatap Elang prihatin.Ia tidak bisa menemukan respon yang tepat untuk perkataan Elang itu. Agni sejak tadi memperhatikan wajah muram Elang.Agni sudah tahu, bahwa saat itu Elang tengah ‘mendengar’ beberapa kalimat yang berasal dari Aliya yang tengah melakukan kontak jarak jauh dengan Delia."Dia benar. Dia tidak akan pergi dariku, andai aku tidak meninggalkannya," ujar Elang lagi."Bang....""As Delia said, kami pasangan yang serasi. Weren't we, Agni?" (Seperti yang Delia katakan - Bukankah begitu?)Agni menghela napas. "Iya Bang. Dulu kalian pasangan yang serasi."Elang terdiam sejenak."Dan kini, Dean dan Aliya adalah pasangan sempurna," sambung Elang."Bang....""It's ok Agni. Kenyataannya demikian," Elang menunduk. "I could feel how happy she is when she's with Dean." (Aku bisa merasakan betapa bahagianya ia saat bersama Dean)"Belum pernah sebelumnya aku mendengar tawa yang begitu lepas seperti itu, saat dia mas
Benar dugaannya, Dean ikut merasakan kegundahan hati Aliya saat ini, tapi tidak mengusiknya dengan pertanyaan yang serupa interogasi seperti yang tadi ia lakukan pada pria itu saat menanyai tentang Delia.Dean: [Tapi kalau mau banyak, aku bisa melakukannya. Tentu dengan cara yang ‘menyenangkan’]Sudut bibir Aliya terangkat tipis. Dean memang selalu memiliki cara untuk menghibur dirinya. Ia tahu, Dean sengaja menggunakan tanda petik pada kalimat menyenangkan, untuk menggoda Aliya.Wanita muda itu menarik napas dalam-dalam.Aliya: [Kau merasakanku kah?]Dean: [Apa yang sedang kau rasakan, Sayang? Kau ingin menceritakannya padaku?]Aliya termenung beberapa detik. Sesungguhnya ia tidak sampai hati harus mengungkapkan bahwa dirinya ikut sedih karena merasakan kesedihan Elang, pada Dean.Namun satu sisi, dirinya juga yakin, Dean adalah orang paling tepat untuk ia berbagi rasa.Dean orang yang selalu paling mempercayainya dan memberikan kebebasan pilihan padanya, meski dengan ketentuan khusu
21.37 WIB, vila Jayagiri.Suasana dingin terasa di udara.Lampu-lampu spot light lembut menerangi tepian dinding luar vila. Sementara lampu temaram di ruang tamu, memberikan nuansa hangat di dalam vila.Pintu terbuka saat Agni menyambut kedatangan Agung, Guntur, dan Iyad yang baru saja tiba.Agung masih berdiri di ambang pintu, berbicara sebentar dengan Agni, sementara Guntur dan Iyad melangkah masuk.Elang yang duduk di ruang tengah terkejut melihat dua orang teman elemen yang pernah menjadi bawahannya itu.Tatapannya berhenti pada Iyad dan Guntur, lalu sejenak ia menoleh ke arah pintu, berharap melihat sosok lain yang ternyata tidak datang.Ketegangan tipis terlihat di wajah Elang, meski ia berusaha menyembunyikannya.“Iyad, Guntur, kalian datang,” ujar Elang dengan suara yang dalam. “Sudah larut, ada apa?”Iyad tersenyum kecil, sedikit canggung. “Maaf, kang Einhard. Kami mengganggu di mal