Desa Suntenjaya yang berada di wilayah Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat menawarkan pesona alam yang menenangkan jiwa.Terletak di kaki Gunung Bukit Tunggul, desa ini dikelilingi oleh hamparan hijau yang subur dengan perbukitan yang bergelombang, menciptakan panorama indah yang memanjakan mata.Udaranya begitu segar, sejuk, dan bersih, jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Kabut tipis sering kali menyelimuti desa ini di pagi hari, memberikan kesan mistis dan menambah keindahan alamnya.Pepohonan pinus menjulang tinggi di sepanjang jalan desa, sementara ladang-ladang sayuran dan kebun teh terhampar luas, diolah oleh para petani dengan penuh dedikasi.Sungai-sungai kecil dengan air yang jernih mengalir di antara lembah-lembah, memberikan kehidupan pada flora dan fauna di sekitarnya.Di kejauhan, Gunung Tangkuban Perahu tampak berdiri megah, menjadi latar belakang yang sempurna untuk desa yang damai ini.Di dalam satu bangunan vila besar da
Malam itu hanya ada Dean dan Nawidi.Kedua pria dengan level tinggi tersebut berdiam, bergeming dengan pikiran yang mendalam.“Kapan Anda menyadarinya?” tanya Nawidi.“Lebih tepatnya saat menghadapi ular berkepala sembilan itu. Saya mulai merasakannya, namun belum terlalu yakin,” jawab Dean pelan.“Ini--” Nawidi terhenti, nyaris seperti kehilangan kata-kata --suatu hal yang tidak pernah terjadi pada seorang dari Realm Air ini. “Ini luar biasa, sekaligus bisa menjadi malapetaka,” imbuhnya lagi.“Saya tahu.”Mereka berdua kembali sama-sama terdiam.Dalam benak mereka, tersimpan satu kekhawatiran. Baik Dean maupun Nawidi, menyadari sesuatu. Suatu perubahan yang terjadi pada diri Dean.Pria tampan suami sukma Aliya itu, terdeteksi memiliki energi jauh lebih besar dari yang dimiliki oleh seorang Level Satu.Dengan dalam, mereka sama-sama memiliki pemikiran itu.Bahwa Dean, mengalami kultivasi ke tingkat yang lebih tinggi dari Level Satu.Level mengerikan yang tak pernah bisa dibayangkan ole
Selasa, 13 DesemberJam 09.19Suntenjaya. Di sebuah rumah kecil di atas sebuah bukit.Saat itu Nawidi masih tengah membaca buku, ketika tiba-tiba pintu rumah terbuka dan pusaran angin kecil masuk lalu beberapa detik kemudian menghilang.Nawidi menutup bukunya pelan.Ia lalu bangun dari tempat duduknya di ruang tengah menuju sebuah kamar di samping ruang tersebut.Tangannya membuka pintu kamar dan duduk bersila di dekat Dean yang juga tengah duduk bersila menghadap Timur.Nawidi menunggu dengan tenang.Tak lama Dean membuka matanya dan langsung menatap Nawidi.“Ada apa? Anda belum selesai, bukan?” tanya Nawidi langsung pada Dean.“Aliya,” ujar Dean lalu mengernyitkan keningnya. “Dia pergi.”“Anda coba cari dulu. Saya akan segera kembali ke rumah,” tukas Nawidi cepat yang disambut anggukan pelan Dean.Dean kembali memejamkan matanya. Sejurus kemudian, Nawidi kembali bangkit dan dengan langkah cepat keluar dari rumah kecil itu.* * *“Bang, kok jam segini balik?” Agni yang pertama menyamb
“Ah.” Agung kehilangan kata. Ia menundukkan kepala dengan kedua tangan menopang dagunya.“Halim udah lama ga beroperasi untuk penerbangan private jet. Udah lama dipindahin ke terminal 1 Soekarno Hatta,” jelas Agni menganalisa sendiri. “Abang sengaja take off dari Halim agar ga keliatan kita.”“Liya… apakah mungkin kesana juga?” gumam Agung lirih.“Who knows. Gua harap ini ga ada kaitannya sama abang. Tapi kita berdua tau, ini mengarah kemana, Gung,” ujar Agni pelan.Agung tak menjawab Agni.Jauh di dasar hatinya, ia ingin tidak memercayai semua perubahan ini.Seorang Einhard yang telah lama menjadi panutan bagi dirinya dan selalu ia ikuti semua bimbingannya dengan sukarela dan penuh kebanggaan, kini seolah berada di tengah-tengah jalan mereka.Menghalangi mereka dalam melaksanakan apa yang dulu Einhard sebut sebagai ‘bakti pada-Nya’.“Udah, cup cup…” Agni menepuk pundak Agung pelan. “Ntar pasti abang balik kaya dulu lagi. Moony sedang berusaha dan Moony mastiin itu harus terjadi, Gung.
Selasa, 13 Desember03.34 PM, Rusia.Aliya menggeliat dan merentangkan kedua tangannya. Ia perlahan membuka matanya.‘Hm?Empuk sekali bantal dan kasurnya?’Aliya mengerjapkan mata beberapa kali. Kini matanya menangkap jelas apa yang ada di hadapannya.“Hah?!”Badannya sampai terlonjak duduk. Kepalanya menengok kanan dan kiri.Ini bukanlah suasana dalam kamarnya.Terbentang di depannya ruangan berluas sekitar 50 atau 60 meter persegi, dengan arsitektur bergaya victorian.Ranjang yang ia tempati-pun berukuran dua kali lipat dari ranjang di rumahnya.Seprai putih dengan lis berenda berwarna emas, lalu belasan bantal dengan berbagai ukuran tertata rapi di sekitar headboardranjang yang berlapis emas.Kasur ini begitu luas dan empuk, seolah bisa menenggelamkan tubuh Aliya.“Di-dimana ini?” Aliya tergagap bingung. Ia lalu melih
Spontan dengan kedua tangannya, Aliya menahan dada Elang yang telah merangkak di atas dirinya agar tidak mendekat dan menempel pada tubuhnya.Elang mengulurkan tangan dan dengan tenang ia melakukan gerakan mengusap dari atas kepala Aliya hingga ke lututnya.Meski telapak tangan Elang tidak menyentuh permukaan kulit Aliya, namun Aliya dapat merasakan hawa dingin yang berasal dari telapak tangan tersebut.Hawa itu menjalar ke seluruh tubuhnya.Tak lama Aliya merasakan rasa aneh dalam dirinya. Menggelitik dan panas. Ini mirip yang ia rasakan ketika ‘hasrat elemen’nya akan muncul.‘Elang memberiku perangsang??’“A-apa yang tadi kau lakukan?” Aliya bergerak gelisah.Sekujur tubuhnya kini terasa tak nyaman. Bulu-bulu halus meremang, kemudian area genitalnya terasa hangat dan gatal.“Say my name…” bisik Elang di telinga Aliya, lalu menciumi telinga Aliya itu.&ldqu
Aliya masih belum berhasil penuh menundukkan hasrat yang dibangkitkan paksa oleh Elang sebelumnya.Dan kini seluruh tubuhnya terkunci. Sehingga membuatnya hampir mustahil untuk melakukan perlawanan apapun pada Elang.Hampir mustahil.Tubuhnya tengah digerayangi oleh seseorang yang sudah tidak memiliki hak apapun terhadap dirinya. Ia begitu putus asa dan merasa sangat kotor secara bersamaan.Kelopak mata Aliya meredup.Sepertinya tidak ada jalan bagi dirinya untuk melepaskan diri dari Elang.Mungkin setelah ini, ia hanya perlu menghilang selamanya, agar semua masalah Ratu Bumi bodoh ini turut menghilang.Lelah.Sungguh lelah.Ia mungkin hanya akan membiarkan tubuh ini dimiliki oleh Elang. Setelahnya, ia akan menebus kenistaan ini dengan tubuhnya lagi.Menghilangkannya. Melenyapkannya secara sempurna.Lalu semua penderitaan itu akan lenyap pula.Mata Aliya terpejam perlahan.Tak perlu ada airmat
Elang tersenyum. “Don’t you think so? After all that I have done untuk-Nya. Don’t I deserve that little reward?” (Tidakkah demikian? Setelah semua pengabdianku-Nya. Bukankah aku pantas mendapatkan hadiah kecil itu?)“I..tu.. bukan hadiah, Elang. Itu lebih seperti hukuman…” Aliya berujar lirih.“Punishment?” Elang tertawa kecil. “Bagaimana sebuah keabadian dan penguasaan terhadap apa yang ada di muka bumi ini, disebut punishment?”“Sepi ….. sendiri. Kau akan selamanya Elang, sementara yang lainnya akan memiliki akhir.”Elang menarik langkahnya mendekat kembali ke ranjang besar dimana Aliya masih tergeletak kaku di atasnya. Ia lalu naik dan membungkuk persis di atas Aliya.“Tidak sendiri, Liebling,” Elang tersenyum. “You’ll be with me.” (Kau akan bersamaku)Bibir Aliya bergetar.Ia betul-betul merasa takut dengan Elang yan