Selasa, 13 Desember
03.34 PM, Rusia.
Aliya menggeliat dan merentangkan kedua tangannya. Ia perlahan membuka matanya.
‘Hm? Empuk sekali bantal dan kasurnya?’
Aliya mengerjapkan mata beberapa kali. Kini matanya menangkap jelas apa yang ada di hadapannya.
“Hah?!”
Badannya sampai terlonjak duduk. Kepalanya menengok kanan dan kiri.
Ini bukanlah suasana dalam kamarnya.
Terbentang di depannya ruangan berluas sekitar 50 atau 60 meter persegi, dengan arsitektur bergaya victorian.
Ranjang yang ia tempati-pun berukuran dua kali lipat dari ranjang di rumahnya.
Seprai putih dengan lis berenda berwarna emas, lalu belasan bantal dengan berbagai ukuran tertata rapi di sekitar headboard ranjang yang berlapis emas.
Kasur ini begitu luas dan empuk, seolah bisa menenggelamkan tubuh Aliya.
“Di-dimana ini?” Aliya tergagap bingung. Ia lalu melih
Spontan dengan kedua tangannya, Aliya menahan dada Elang yang telah merangkak di atas dirinya agar tidak mendekat dan menempel pada tubuhnya.Elang mengulurkan tangan dan dengan tenang ia melakukan gerakan mengusap dari atas kepala Aliya hingga ke lututnya.Meski telapak tangan Elang tidak menyentuh permukaan kulit Aliya, namun Aliya dapat merasakan hawa dingin yang berasal dari telapak tangan tersebut.Hawa itu menjalar ke seluruh tubuhnya.Tak lama Aliya merasakan rasa aneh dalam dirinya. Menggelitik dan panas. Ini mirip yang ia rasakan ketika ‘hasrat elemen’nya akan muncul.‘Elang memberiku perangsang??’“A-apa yang tadi kau lakukan?” Aliya bergerak gelisah.Sekujur tubuhnya kini terasa tak nyaman. Bulu-bulu halus meremang, kemudian area genitalnya terasa hangat dan gatal.“Say my name…” bisik Elang di telinga Aliya, lalu menciumi telinga Aliya itu.&ldqu
Aliya masih belum berhasil penuh menundukkan hasrat yang dibangkitkan paksa oleh Elang sebelumnya.Dan kini seluruh tubuhnya terkunci. Sehingga membuatnya hampir mustahil untuk melakukan perlawanan apapun pada Elang.Hampir mustahil.Tubuhnya tengah digerayangi oleh seseorang yang sudah tidak memiliki hak apapun terhadap dirinya. Ia begitu putus asa dan merasa sangat kotor secara bersamaan.Kelopak mata Aliya meredup.Sepertinya tidak ada jalan bagi dirinya untuk melepaskan diri dari Elang.Mungkin setelah ini, ia hanya perlu menghilang selamanya, agar semua masalah Ratu Bumi bodoh ini turut menghilang.Lelah.Sungguh lelah.Ia mungkin hanya akan membiarkan tubuh ini dimiliki oleh Elang. Setelahnya, ia akan menebus kenistaan ini dengan tubuhnya lagi.Menghilangkannya. Melenyapkannya secara sempurna.Lalu semua penderitaan itu akan lenyap pula.Mata Aliya terpejam perlahan.Tak perlu ada airmat
Elang tersenyum. “Don’t you think so? After all that I have done untuk-Nya. Don’t I deserve that little reward?” (Tidakkah demikian? Setelah semua pengabdianku-Nya. Bukankah aku pantas mendapatkan hadiah kecil itu?)“I..tu.. bukan hadiah, Elang. Itu lebih seperti hukuman…” Aliya berujar lirih.“Punishment?” Elang tertawa kecil. “Bagaimana sebuah keabadian dan penguasaan terhadap apa yang ada di muka bumi ini, disebut punishment?”“Sepi ….. sendiri. Kau akan selamanya Elang, sementara yang lainnya akan memiliki akhir.”Elang menarik langkahnya mendekat kembali ke ranjang besar dimana Aliya masih tergeletak kaku di atasnya. Ia lalu naik dan membungkuk persis di atas Aliya.“Tidak sendiri, Liebling,” Elang tersenyum. “You’ll be with me.” (Kau akan bersamaku)Bibir Aliya bergetar.Ia betul-betul merasa takut dengan Elang yan
Aliya mengulurkan tangannya berpura-pura hendak memilih salah satu pakaian tersebut. Tangannya menggeser satu demi satu pakaian tersebut. Blouse sutra, kemeja, dress selutut, kamisol, kardigan, setelan semi blazer, celana palazzo, semua jenis dengan berbagai brand internasional yang memang terkenal.“Semua ini edisi terbatas, Nyonya. Dipesan khusus oleh tim fashion stylish Tuan sebulan lalu, untuk Nyonya kenakan. Pakaian ini baru mendarat tadi pagi,” terang pelayan itu kembali, yang sesungguhnya sama sekali tidak dibutuhkan Aliya.Karena bagaimanapun, Aliya tidak benar-benar berniat mengenakan satupun pakaian itu.Belum lagi Aliya sempat memilih salah satunya, rak dorong lain datang dari arah pintu. Kali ini rak itu penuh dengan berbagai style cocktail-dress.Aliya memejamkan mata dan menghela napas. Ia berlagak tenang ketika mendengarkan penjelasan panjang lebar dari pelayan yang membawa deretan dress panjang nan elegan dan mewah itu.“Nyonya akan mengenakan ini saat nanti bertemu den
Rabu, 14 Desember08.37 PM, Kazan - Rusia.Aliya membuka matanya.Ia tertegun melihat pemandangan yang familiar di hadapannya. Lampu berwarna warni, kumpulan pria, sebagian minum, sebagian merokok, sebagian lainnya asyik mengobrol dengan botol semacam bir di meja mereka.Ia pernah melihat pemandangan ini di mimpinya beberapa hari lalu.Ternyata mimpi itu menjadi nyata.Ia berdiri dengan mata kepala sendiri, berada di tempat yang ia lihat dalam mimpinya.Sedikit penyesalan, ia tidak mengambil serius mimpi yang ia alami beberapa hari lalu itu dan menyampaikan langsung ke Dean.Ah… Dean…Aliya mengembuskan napas sedih. Ia merasakan rasa rindu pada Dean dan berharap Dean dapat menolongnya dari tempat asing ini.Ia menoleh ke kiri, dilihatnya tangga menuju lantai 2. Aliya berjalan perlahan menuju tangga itu. Kakinya bergegas menaiki tiap anak tangga, berharap tak seorang pun memperhatikannya.Niat
Buk.Buk.Buk.Terdengar suara bobot yang berjatuhan satu demi satu.Suara itu terdengar di lantai bawah dan juga lantai tempat mereka berada sekarang. Akan tetapi dalam kegelapan seperti ini, Matvey dan Iosif tak bisa melihat apa yang sedang terjadi.Sekian detik selanjutnya, satu lampu di atas kepala Matvey menyala.Kini mata Matvey bisa melihat kembali Iosif dan teman-temannya serta pengunjung bar di lantai bawah dan lantai atas.Matvey dan Iosif saling bertukar pandang. Tekanan kekuatan luar biasa ini, bukan berasal dari elemen level biasa.Ada hampir lima puluh lebih orang di dalam bar.Matvey dan Iosif melihat, seluruh pengunjung itu dibuat tak sadarkan diri hanya dalam satu hentakan yang bahkan tidak bisa mereka sadari kapan itu dilakukan.Sementara Matvey, Iosif dan kedua teman elemennya dan empat teman non elemen, tetap terbangun namun dengan seluruh tubuh tak dapat bergerak.Ini… pemilahan energi
Matvey, Iosif dan keenam teman-temannya baru tersadar dari pingsan-nya. Kepala mereka menoleh kiri kanan.Sesaat mereka saling memandang dan menyadari bahwa pria menakutkan tadi telah tidak ada. Mereka bergegas berusaha berdiri dan tanpa menunda, berlari ke arah pintu keluar bar.Rasa sakit dari retaknya beberapa ruas jari mereka, mereka abaikan. Mereka lebih memilih untuk segera pergi sejauh-jauhnya dari tempat dimana pria menakutkan tadi berada.Namun salah satu teman Matvey yang lebih dulu mencapai pintu keluar, tiba-tiba berhenti.“Hey! Kenapa kau berhenti, Van?”Terdengar suara mengutuk dari beberapa orang di belakangnya. Namun mereka semua seketika terdiam ketika melihat pemandangan di depan mereka.Sekitar lima belas Hummer H1 hitam berhenti di sepanjang tepi jalan bar Tsvetnoi Peak, sementara 1 buah Rolls Royce Wraith diikuti satu M998 Humvee melaju dan berhenti tepat di pelataran parkir bar.Dua pria berseragam ja
Sosok itu memang Elang.Dia berdiri dengan sangat dingin dan elegan.Sama sekali ia tidak menoleh bahkan melirik ke mayat yang tergeletak tak jauh darinya itu. Kedua tangannya tetap berada dalam saku mantel tebalnya.Dia juga bahkan sama sekali tidak terlihat terganggu dengan darah yang menggenang di tanah yang berlapis salju itu, hingga sekejap memerah.Matvey dan lainnya menatap horor pada Elang dengan mata membelalak.“Saya tidak memberikan dia hak untuk berbicara,” ucap Elang dengan raut wajah datar. Matanya kini menatap satu persatu dari ketujuh sisa orang di hadapannya yang pias ketakutan.Tatapan Elang berhenti di Matvey dan turun ke arah tangan Matvey. Beberapa saat Elang menatap tangan Matvey tersebut.Bibir yang semula tersungging senyum tipis yang menakutkan, kini menghilang berganti sorot mata yang menggelap.“Rupanya saya tidak butuh satupun dari kalian untuk bicara.” Setelah berkata demikia