Celine tidak bisa dengan segera melakukan pergerakan untuk menguasai perusahaan mantan suaminya. Dia dan sang mantan mertua laki-lakinya telah mempunyai kesepakatan untuk proses mengambil alih perusahaan tersebut. Semuanya telah diatur oleh Antonio Mayer. Dan Celine sebagai CEO dari perusahaan CF, hanya menuruti perintah darinya.Setelah resmi bercerai dengan Sean, Celine merasa aneh dan tidak nyaman tinggal di rumah tersebut. Hari-harinya terasa sesak ketika bertemu dengan mantan suaminya.'Sepertinya hanya aku di dunia ini yang sudah bercerai, tapi masih tinggal satu atap dengan mantan suami,' batin Celine disertai helaan nafasnya.Sean pun merasa kesal melihat sang mantan istri tidak mau menyapa atau pun berbicara padanya. Setiap mereka bertemu, Celine hanya diam, seolah enggan bertemu dengannya. Melihat putra kedua mereka yang masih saja memperhatikan mantan istrinya, Anna kembali mendesak suaminya agar segera mencari cara untuk menolong Sean. Saat ini Antonio dipusingkan oleh p
Pandangan mata Sheila tiba-tiba berputar-putar. Badannya terasa lemas, sehingga tidak bisa menopang badannya. Seketika tubuhnya terkulai lemas di lantai, sehingga membuat semua orang terkejut melihatnya."Sheila!" seru sang papa seraya mencoba menyadarkan putrinya."Sayang, bangunlah!" seru sang mama dengan paniknya.Berbeda dengan keluarga Mayer. Mereka semua hanya melihat dari tempatnya berada, meskipun ada rasa khawatir pada Sheila.Alberto menoleh ke arah anggota keluarga Mayer, dan berseru,"Dave! Tolong angkat Sheila. Bawa dia ke rumah sakit!" "Kenapa harus Dave? Bukankah anda bisa membawanya ke rumah sakit sendiri?" tanya Dave dengan refleknya.Seketika Alberto meradang. Dengan amarahnya yang menggebu-gebu, dia pun berkata,"Brengsek kamu, Dave! Harusnya kamu bertanggung jawab ketika ada tamu yang pingsan di rumahmu!""Tolong angkat tubuh Sheila ke dalam mobil, Dave. Saya mohon. Suami saya tidak akan kuat mengangkat tubuh Sheila sendirian," tutur Dania dengan mengiba pada Dave
Di sebuah rumah sakit ternama, Sheila mendapatkan pertolongan di ruang IGD. Beberapa saat kemudian, dia tersadar ketika seorang dokter telah memeriksanya. "Euuuggghhh!""Kepalaku," ucapnya lirih, sembari memegang kepalanya.Dahi dan alisnya mengernyit, merasakan betapa sakit bagian kepalanya saat ini. Bahkan dia mendesis kesakitan, tanpa membuka matanya."Apa anda sudah sadar?" Terdengar suara seorang wanita di telinganya, sehingga membuatnya perlahan membuka kedua matanya."Bagaimana perasaan anda saat ini? Apa anda merasakan sakit di bagian tubuh anda?" Suara seorang wanita kembali terdengar di telinganya. Dia mencoba mengerjap-ngerjap, berusaha menyesuaikan binar cahaya yang masuk ke dalam retina matanya. "Mmm .... di mana aku?" ucapnya lirih, sembari meringis kesakitan."Sekarang anda sedang berada di rumah sakit. Bagaimana perasaan anda? Apa ada yang terasa sakit?"Mendengar suara yang sama kembali bertanya padanya, membuat Sheila menoleh ke arah sumber suara. Dia menghela na
Bugh!Bogeman mentah dari Alberto mendarat dengan indahnya pada wajah pria yang sudah menjadi tawanan mereka sejak beberapa hari yang lalu.Dia melampiaskan kemarahannya pada James, pria yang merupakan mantan pacar putrinya dan pernah menghamilinya."Brengsek!""Sialan!""Berani-beraninya kamu merusak masa depan Sheila?!" "Pria tidak tahu diuntung!" "Dasar pecundang!"Hantaman demi hantaman dihadiahkan oleh Alberto pada seluruh anggota tubuhnya. Bahkan kakinya pun ikut menendang tubuh pria tersebut. "Hentikan!" Terdengar suara seorang wanita yang berusaha menghentikannya. Sontak saja semua pasang mata yang berada di dalam ruangan tersebut, mengarah padanya."Sheila?! Kenapa kamu bisa berada di tempat ini?!" tanya Alberto yang terlihat kaget mendapati putrinya sedang berdiri tidak jauh darinya."Sheila, Sayang," ucap James lirih dan terbata-bata.Suara pria yang menjadi tawanan itu, membuat Alberto kembali meradang. Dengan gerakan cepatnya, dia pun menggerakkan kaki hingga mengenai
Raisa merasa berada di atas angin. Pasalnya, dia mendapatkan telpon dari Sean Mayer yang meminta untuk membantu menyembuhkannya. Perasaannya sangat senang saat ini. Dia berdendang dengan riang sembari menyisir rambutnya. Setelah beberapa saat, dia menghentikan gerakannya, dan berkata dengan kesal,"Kenapa mereka belum juga memberiku cermin? Sean akan menjemput ku, apa aku harus menemuinya tanpa berhias? Selama berada di sini, aku belum pernah bercermin. Bagaimana dengan wajahku sekarang? Apa aku masih cantik? Atau wajahku semakin kusut karena stres dikurung di tempat ini?"Karena diagnosis penyakit mental yang bisa kapan saja mengamuk dengan tiba-tiba, dokter dan pihak rumah sakit setuju untuk tidak menempatkan benda-benda tajam dan berbahaya di dalam kamar Raisa. Tentunya cermin termasuk salah satu benda berbahaya yang bisa digunakan oleh Raisa untuk menyakiti dirinya sendiri atau orang lain.Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Masuklah seorang dokter bersama dengan satu orang perawa
Merasa kecewa, malu, terhina dan terinjak-injak harga dirinya, Sean meninggalkan ruangannya dalam keadaan berantakan. Bahkan dia tidak menunggu Antonio yang masih berada di ruang meeting bersama yang lainnya. Selang beberapa saat kemudian, meeting yang dipimpin oleh Antonio dan Celine pun usai. Mereka menyambut hangat sang CEO baru dan berharap bisa membuat perubahan yang lebih baik untuk perusahaan tersebut. "Apa kamu akan pulang sekarang?" tanya Antonio, ketika berjalan keluar dari ruangan bersama dengan Celine dan para asisten mereka."Benar, Pa. Hero ada di rumah bersama dengan Mama. Jadi, saya tidak bisa meninggalkannya terlalu lama. Saya merasa tidak enak menitipkan Hero pada Mama" jawab sang CEO dengan sungkan.Antonio tersenyum tipis. Dalam hatinya menyayangkan jika wanita baik dan cerdas seperti Celine tidak menjadi menantunya. Bahkan kini pria paruh baya tersebut, membandingkannya dengan Raisa, wanita licik yang hanya bisa menghabiskan uang Sean saja, tanpa mempunyai ketra
Suara Raisa menggelegar, hingga orang-orang yang berada di dalam rumah bisa mendengarnya. Sangat kebetulan sekali seluruh anggota keluarga Mayer sedang berkumpul di ruang makan. Mereka semua terhenyak tatkala mendengar suara seorang wanita memanggil nama putra kedua dari keluarga tersebut."Apa benar yang didengar oleh telinga Mama?" tanya sang nyonya besar keluarga tersebut, pada semua orang yang sedang makan bersamanya."Benar, Ma. Raisa datang untuk membantuku," jawab Sean dengan entengnya, tanpa merasa bersalah sedikit pun pada mantan istrinya yang masih tinggal seatap dengannya.Seketika wanita paruh baya tersebut membelalakkan matanya, dan berkata,"Kamu gila, Sean?!"Sontak saja Sean menghentikan makannya. Dia meletakkan peralatan makannya, dan menatap lekat pada sang mama, seraya berkata,"Bukankah Mama dan Papa sudah menyetujuinya?" "Tapi kita belum membahas waktu dan tempatnya," jawab sang mama dengan kesal.Sean menghela nafasnya. Dia beralih menatap pria paruh baya yang d
"Berangkatlah ke rumah di mana kamu menempatkan Raisa selama ini. Jika kamu masih ingin bekerja, silahkan saja. Tapi, jika kamu ingin fokus pada proses penyembuhan mu, lebih baik ambillah cuti sampai kapan pun kamu mau," ujar Antonio selepas kepergian sang istri dari ruang makan."Apa?! Kenapa Sean harus keluar dari rumah ini? Lalu, bagaimana dengan biaya hidup kami, jika aku tidak bekerja? Papa pasti tahu tuntutan Celine di pengadilan, bukan?" tanya Sean dengan menggebu-gebu protes pada sang papa.Antonio menyeringai menanggapi beberapa pertanyaan yang diberikan Sean padanya. Dengan entengnya, dia menjawab pertanyaan tersebut."Semua bukti mengarah pada kesalahanmu. Jadi, sudah sepantasnya kamu harus membayarnya. Lagi pula, bukankah kamu mempunyai banyak uang? Ke mana gajimu selama bertahun-tahun bekerja? Papa yakin tidak ada separuhnya dari gajimu yang kamu berikan pada Celine waktu itu."Sean mencebik kesal mendengar orang tua laki-lakinya seol