Di sebuah rumah sakit ternama, Sheila mendapatkan pertolongan di ruang IGD. Beberapa saat kemudian, dia tersadar ketika seorang dokter telah memeriksanya. "Euuuggghhh!""Kepalaku," ucapnya lirih, sembari memegang kepalanya.Dahi dan alisnya mengernyit, merasakan betapa sakit bagian kepalanya saat ini. Bahkan dia mendesis kesakitan, tanpa membuka matanya."Apa anda sudah sadar?" Terdengar suara seorang wanita di telinganya, sehingga membuatnya perlahan membuka kedua matanya."Bagaimana perasaan anda saat ini? Apa anda merasakan sakit di bagian tubuh anda?" Suara seorang wanita kembali terdengar di telinganya. Dia mencoba mengerjap-ngerjap, berusaha menyesuaikan binar cahaya yang masuk ke dalam retina matanya. "Mmm .... di mana aku?" ucapnya lirih, sembari meringis kesakitan."Sekarang anda sedang berada di rumah sakit. Bagaimana perasaan anda? Apa ada yang terasa sakit?"Mendengar suara yang sama kembali bertanya padanya, membuat Sheila menoleh ke arah sumber suara. Dia menghela na
Bugh!Bogeman mentah dari Alberto mendarat dengan indahnya pada wajah pria yang sudah menjadi tawanan mereka sejak beberapa hari yang lalu.Dia melampiaskan kemarahannya pada James, pria yang merupakan mantan pacar putrinya dan pernah menghamilinya."Brengsek!""Sialan!""Berani-beraninya kamu merusak masa depan Sheila?!" "Pria tidak tahu diuntung!" "Dasar pecundang!"Hantaman demi hantaman dihadiahkan oleh Alberto pada seluruh anggota tubuhnya. Bahkan kakinya pun ikut menendang tubuh pria tersebut. "Hentikan!" Terdengar suara seorang wanita yang berusaha menghentikannya. Sontak saja semua pasang mata yang berada di dalam ruangan tersebut, mengarah padanya."Sheila?! Kenapa kamu bisa berada di tempat ini?!" tanya Alberto yang terlihat kaget mendapati putrinya sedang berdiri tidak jauh darinya."Sheila, Sayang," ucap James lirih dan terbata-bata.Suara pria yang menjadi tawanan itu, membuat Alberto kembali meradang. Dengan gerakan cepatnya, dia pun menggerakkan kaki hingga mengenai
Raisa merasa berada di atas angin. Pasalnya, dia mendapatkan telpon dari Sean Mayer yang meminta untuk membantu menyembuhkannya. Perasaannya sangat senang saat ini. Dia berdendang dengan riang sembari menyisir rambutnya. Setelah beberapa saat, dia menghentikan gerakannya, dan berkata dengan kesal,"Kenapa mereka belum juga memberiku cermin? Sean akan menjemput ku, apa aku harus menemuinya tanpa berhias? Selama berada di sini, aku belum pernah bercermin. Bagaimana dengan wajahku sekarang? Apa aku masih cantik? Atau wajahku semakin kusut karena stres dikurung di tempat ini?"Karena diagnosis penyakit mental yang bisa kapan saja mengamuk dengan tiba-tiba, dokter dan pihak rumah sakit setuju untuk tidak menempatkan benda-benda tajam dan berbahaya di dalam kamar Raisa. Tentunya cermin termasuk salah satu benda berbahaya yang bisa digunakan oleh Raisa untuk menyakiti dirinya sendiri atau orang lain.Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Masuklah seorang dokter bersama dengan satu orang perawa
Merasa kecewa, malu, terhina dan terinjak-injak harga dirinya, Sean meninggalkan ruangannya dalam keadaan berantakan. Bahkan dia tidak menunggu Antonio yang masih berada di ruang meeting bersama yang lainnya. Selang beberapa saat kemudian, meeting yang dipimpin oleh Antonio dan Celine pun usai. Mereka menyambut hangat sang CEO baru dan berharap bisa membuat perubahan yang lebih baik untuk perusahaan tersebut. "Apa kamu akan pulang sekarang?" tanya Antonio, ketika berjalan keluar dari ruangan bersama dengan Celine dan para asisten mereka."Benar, Pa. Hero ada di rumah bersama dengan Mama. Jadi, saya tidak bisa meninggalkannya terlalu lama. Saya merasa tidak enak menitipkan Hero pada Mama" jawab sang CEO dengan sungkan.Antonio tersenyum tipis. Dalam hatinya menyayangkan jika wanita baik dan cerdas seperti Celine tidak menjadi menantunya. Bahkan kini pria paruh baya tersebut, membandingkannya dengan Raisa, wanita licik yang hanya bisa menghabiskan uang Sean saja, tanpa mempunyai ketra
Suara Raisa menggelegar, hingga orang-orang yang berada di dalam rumah bisa mendengarnya. Sangat kebetulan sekali seluruh anggota keluarga Mayer sedang berkumpul di ruang makan. Mereka semua terhenyak tatkala mendengar suara seorang wanita memanggil nama putra kedua dari keluarga tersebut."Apa benar yang didengar oleh telinga Mama?" tanya sang nyonya besar keluarga tersebut, pada semua orang yang sedang makan bersamanya."Benar, Ma. Raisa datang untuk membantuku," jawab Sean dengan entengnya, tanpa merasa bersalah sedikit pun pada mantan istrinya yang masih tinggal seatap dengannya.Seketika wanita paruh baya tersebut membelalakkan matanya, dan berkata,"Kamu gila, Sean?!"Sontak saja Sean menghentikan makannya. Dia meletakkan peralatan makannya, dan menatap lekat pada sang mama, seraya berkata,"Bukankah Mama dan Papa sudah menyetujuinya?" "Tapi kita belum membahas waktu dan tempatnya," jawab sang mama dengan kesal.Sean menghela nafasnya. Dia beralih menatap pria paruh baya yang d
"Berangkatlah ke rumah di mana kamu menempatkan Raisa selama ini. Jika kamu masih ingin bekerja, silahkan saja. Tapi, jika kamu ingin fokus pada proses penyembuhan mu, lebih baik ambillah cuti sampai kapan pun kamu mau," ujar Antonio selepas kepergian sang istri dari ruang makan."Apa?! Kenapa Sean harus keluar dari rumah ini? Lalu, bagaimana dengan biaya hidup kami, jika aku tidak bekerja? Papa pasti tahu tuntutan Celine di pengadilan, bukan?" tanya Sean dengan menggebu-gebu protes pada sang papa.Antonio menyeringai menanggapi beberapa pertanyaan yang diberikan Sean padanya. Dengan entengnya, dia menjawab pertanyaan tersebut."Semua bukti mengarah pada kesalahanmu. Jadi, sudah sepantasnya kamu harus membayarnya. Lagi pula, bukankah kamu mempunyai banyak uang? Ke mana gajimu selama bertahun-tahun bekerja? Papa yakin tidak ada separuhnya dari gajimu yang kamu berikan pada Celine waktu itu."Sean mencebik kesal mendengar orang tua laki-lakinya seol
Kini, Sean dihadapkan oleh dua pilihan yang sulit baginya. Di satu sisi dia berat untuk meninggalkan rumah keluarganya yang memberikan kenyamanan serta fasilitas mewahnya. Bukan hanya itu saja, dia tidak perlu memikirkan tentang hari-harinya. Dengan kata lain, semua kebutuhan hidupnya sehari-hari telah disediakan.Namun, jika dia harus tinggal di luar kediaman keluarga Mayer, maka dia harus memikirkan biaya hidupnya. Terlebih lagi dia hidup bersama dengan Raisa yang sangat boros dan hanya menginginkan kemewahan dalam hidupnya. Selain itu, Raisa juga membawa bayinya yang juga memerlukan banyak biaya.Dalam situasi keuangan Sean yang sedang bangkrut, tentu saja dia tidak berani hidup dengan Raisa di luar kediaman keluarga Mayer. Dan tentunya Raisa tidak akan mengalah begitu saja. Wanita licik itu akan terus mempertahankan keinginannya, hingga terpenuhi dengan cara apa pun."Jangan terlalu lama berpikir, Sean! Kami tidak punya banyak waktu untuk meladeni kalian. Cepat tentukan sekarang j
Seperti biasanya, sentuhan Raisa mampu membuat Sean mabuk kepayang. Bahkan dia tidak bisa menolaknya. Lenguhan Sean mengenyahkan keheningan dalam mobil tersebut. Raisa tersenyum melihat ekspresi wajah Sean yang sangat menikmati sentuhan tangannya. Bahkan suara lenguhan sang pria membuat Raisa semakin bersemangat untuk memanjakan milik prianya.Semakin lama, badan wanita itu semakin membungkuk, hingga wajahnya menutupi bagian inti sang pria. Selang beberapa saat kemudian, terdengar lenguhan yang menandakan usaha Raisa telah berhasil dilakukannya.Sang wanita tersenyum puas melihat hasil kerja kerasnya untuk memanjakan dan memuaskan prianya. Tangannya membelai lembut pipi sang pria, dan perlahan bibir Raisa pun mendarat pada bibir Sean yang masih terengah-engah, kewalahan mengatur nafasnya setelah menuju puncak kepuasannya. Dengan perlahan tangan Raisa pun bergerak semakin turun ke bawah, hingga menari-nari di leher sang pria, dan membuatnya kembali bergelora."Bagaimana, Sayang? Apak