Suasana di meja makan malam ini terasa canggung. Sean dan Celine yang siang harinya telah resmi berpisah, kini mereka berdua bertemu di meja makan dengan status janda dan duda. Antonio, Anna dan Dave pun merasakan kecanggungan mereka. Hanya saja mereka tidak bisa mengubah kecanggungan tersebut menjadi lebih santai, seperti biasanya. "Maaf. Permisi, Tuan, Nyonya. Ada sebuah kiriman untuk Nyonya Celine," ucap seorang pelayan wanita, sembari memperlihatkan sebuah amplop besar berwarna putih.Seketika Celine terhenyak dari kesibukannya mengaduk-aduk makanan di piringnya. Bibirnya melengkung ke atas tatkala melihat amplop yang ditunjukkan pelayan tersebut padanya. "Berikan padaku," ucapnya sembari mengulurkan tangan kanannya pada sang pelayan.Tanpa menunggu lama, pelayan itu pun segera menghampiri Celine, dan memberikan amplop tersebut padanya. Semua pasang mata beralih menatap sang mantan menantu yang masih daja tersenyum melihat amplop di tangannya. Tidak ada yang menyahuti sang pela
Celine tidak bisa dengan segera melakukan pergerakan untuk menguasai perusahaan mantan suaminya. Dia dan sang mantan mertua laki-lakinya telah mempunyai kesepakatan untuk proses mengambil alih perusahaan tersebut. Semuanya telah diatur oleh Antonio Mayer. Dan Celine sebagai CEO dari perusahaan CF, hanya menuruti perintah darinya.Setelah resmi bercerai dengan Sean, Celine merasa aneh dan tidak nyaman tinggal di rumah tersebut. Hari-harinya terasa sesak ketika bertemu dengan mantan suaminya.'Sepertinya hanya aku di dunia ini yang sudah bercerai, tapi masih tinggal satu atap dengan mantan suami,' batin Celine disertai helaan nafasnya.Sean pun merasa kesal melihat sang mantan istri tidak mau menyapa atau pun berbicara padanya. Setiap mereka bertemu, Celine hanya diam, seolah enggan bertemu dengannya. Melihat putra kedua mereka yang masih saja memperhatikan mantan istrinya, Anna kembali mendesak suaminya agar segera mencari cara untuk menolong Sean. Saat ini Antonio dipusingkan oleh p
Pandangan mata Sheila tiba-tiba berputar-putar. Badannya terasa lemas, sehingga tidak bisa menopang badannya. Seketika tubuhnya terkulai lemas di lantai, sehingga membuat semua orang terkejut melihatnya."Sheila!" seru sang papa seraya mencoba menyadarkan putrinya."Sayang, bangunlah!" seru sang mama dengan paniknya.Berbeda dengan keluarga Mayer. Mereka semua hanya melihat dari tempatnya berada, meskipun ada rasa khawatir pada Sheila.Alberto menoleh ke arah anggota keluarga Mayer, dan berseru,"Dave! Tolong angkat Sheila. Bawa dia ke rumah sakit!" "Kenapa harus Dave? Bukankah anda bisa membawanya ke rumah sakit sendiri?" tanya Dave dengan refleknya.Seketika Alberto meradang. Dengan amarahnya yang menggebu-gebu, dia pun berkata,"Brengsek kamu, Dave! Harusnya kamu bertanggung jawab ketika ada tamu yang pingsan di rumahmu!""Tolong angkat tubuh Sheila ke dalam mobil, Dave. Saya mohon. Suami saya tidak akan kuat mengangkat tubuh Sheila sendirian," tutur Dania dengan mengiba pada Dave
Di sebuah rumah sakit ternama, Sheila mendapatkan pertolongan di ruang IGD. Beberapa saat kemudian, dia tersadar ketika seorang dokter telah memeriksanya. "Euuuggghhh!""Kepalaku," ucapnya lirih, sembari memegang kepalanya.Dahi dan alisnya mengernyit, merasakan betapa sakit bagian kepalanya saat ini. Bahkan dia mendesis kesakitan, tanpa membuka matanya."Apa anda sudah sadar?" Terdengar suara seorang wanita di telinganya, sehingga membuatnya perlahan membuka kedua matanya."Bagaimana perasaan anda saat ini? Apa anda merasakan sakit di bagian tubuh anda?" Suara seorang wanita kembali terdengar di telinganya. Dia mencoba mengerjap-ngerjap, berusaha menyesuaikan binar cahaya yang masuk ke dalam retina matanya. "Mmm .... di mana aku?" ucapnya lirih, sembari meringis kesakitan."Sekarang anda sedang berada di rumah sakit. Bagaimana perasaan anda? Apa ada yang terasa sakit?"Mendengar suara yang sama kembali bertanya padanya, membuat Sheila menoleh ke arah sumber suara. Dia menghela na
Bugh!Bogeman mentah dari Alberto mendarat dengan indahnya pada wajah pria yang sudah menjadi tawanan mereka sejak beberapa hari yang lalu.Dia melampiaskan kemarahannya pada James, pria yang merupakan mantan pacar putrinya dan pernah menghamilinya."Brengsek!""Sialan!""Berani-beraninya kamu merusak masa depan Sheila?!" "Pria tidak tahu diuntung!" "Dasar pecundang!"Hantaman demi hantaman dihadiahkan oleh Alberto pada seluruh anggota tubuhnya. Bahkan kakinya pun ikut menendang tubuh pria tersebut. "Hentikan!" Terdengar suara seorang wanita yang berusaha menghentikannya. Sontak saja semua pasang mata yang berada di dalam ruangan tersebut, mengarah padanya."Sheila?! Kenapa kamu bisa berada di tempat ini?!" tanya Alberto yang terlihat kaget mendapati putrinya sedang berdiri tidak jauh darinya."Sheila, Sayang," ucap James lirih dan terbata-bata.Suara pria yang menjadi tawanan itu, membuat Alberto kembali meradang. Dengan gerakan cepatnya, dia pun menggerakkan kaki hingga mengenai
Raisa merasa berada di atas angin. Pasalnya, dia mendapatkan telpon dari Sean Mayer yang meminta untuk membantu menyembuhkannya. Perasaannya sangat senang saat ini. Dia berdendang dengan riang sembari menyisir rambutnya. Setelah beberapa saat, dia menghentikan gerakannya, dan berkata dengan kesal,"Kenapa mereka belum juga memberiku cermin? Sean akan menjemput ku, apa aku harus menemuinya tanpa berhias? Selama berada di sini, aku belum pernah bercermin. Bagaimana dengan wajahku sekarang? Apa aku masih cantik? Atau wajahku semakin kusut karena stres dikurung di tempat ini?"Karena diagnosis penyakit mental yang bisa kapan saja mengamuk dengan tiba-tiba, dokter dan pihak rumah sakit setuju untuk tidak menempatkan benda-benda tajam dan berbahaya di dalam kamar Raisa. Tentunya cermin termasuk salah satu benda berbahaya yang bisa digunakan oleh Raisa untuk menyakiti dirinya sendiri atau orang lain.Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Masuklah seorang dokter bersama dengan satu orang perawa
Merasa kecewa, malu, terhina dan terinjak-injak harga dirinya, Sean meninggalkan ruangannya dalam keadaan berantakan. Bahkan dia tidak menunggu Antonio yang masih berada di ruang meeting bersama yang lainnya. Selang beberapa saat kemudian, meeting yang dipimpin oleh Antonio dan Celine pun usai. Mereka menyambut hangat sang CEO baru dan berharap bisa membuat perubahan yang lebih baik untuk perusahaan tersebut. "Apa kamu akan pulang sekarang?" tanya Antonio, ketika berjalan keluar dari ruangan bersama dengan Celine dan para asisten mereka."Benar, Pa. Hero ada di rumah bersama dengan Mama. Jadi, saya tidak bisa meninggalkannya terlalu lama. Saya merasa tidak enak menitipkan Hero pada Mama" jawab sang CEO dengan sungkan.Antonio tersenyum tipis. Dalam hatinya menyayangkan jika wanita baik dan cerdas seperti Celine tidak menjadi menantunya. Bahkan kini pria paruh baya tersebut, membandingkannya dengan Raisa, wanita licik yang hanya bisa menghabiskan uang Sean saja, tanpa mempunyai ketra
Suara Raisa menggelegar, hingga orang-orang yang berada di dalam rumah bisa mendengarnya. Sangat kebetulan sekali seluruh anggota keluarga Mayer sedang berkumpul di ruang makan. Mereka semua terhenyak tatkala mendengar suara seorang wanita memanggil nama putra kedua dari keluarga tersebut."Apa benar yang didengar oleh telinga Mama?" tanya sang nyonya besar keluarga tersebut, pada semua orang yang sedang makan bersamanya."Benar, Ma. Raisa datang untuk membantuku," jawab Sean dengan entengnya, tanpa merasa bersalah sedikit pun pada mantan istrinya yang masih tinggal seatap dengannya.Seketika wanita paruh baya tersebut membelalakkan matanya, dan berkata,"Kamu gila, Sean?!"Sontak saja Sean menghentikan makannya. Dia meletakkan peralatan makannya, dan menatap lekat pada sang mama, seraya berkata,"Bukankah Mama dan Papa sudah menyetujuinya?" "Tapi kita belum membahas waktu dan tempatnya," jawab sang mama dengan kesal.Sean menghela nafasnya. Dia beralih menatap pria paruh baya yang d
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in