Karina mengucek matanya untuk memperjelas apakah benar Arjuna Anwar yang merupakan putra pertama dari pemilik perusahaan besar bergerak di bidang real estate itu?
“Banyak yang mengaku sebagai Arjuna Anwar di kota ini, apa mungkin kamu salah satunya?” tanya Karina sembari membuang kartu nama itu.
“Jadi lelaki ini mengaku sebagai Arjuna Anwar? Cih pantas saja Nadia sampai tertipu!” cibir Langit.
“Kalian bisa berkata seperti itu karena belum pernah bertatap muka dengan seorang Arjuna Anwar, ‘kan?” tanya Arjuna dengan penuh tekanan. Karena memang dia selalu menggunakan perantara asisten untuk bertemu dengan tamu yang menurutnya tidak penting.
Langit maupun Karina menggertakan giginya mendengar ucapan itu. Memang benar mereka tidak pernah bertatap muka langsung, tapi tidak seharusnya lelaki di hadapannya bertingkah sombong seperti itu.
“Walau begitu aku adalah mitra bisnis dari perusahaan besar milik Arjuna,” jawab Langit.
“Aku sampai lupa kalau memiliki hubungan bisnis dengan pemilik perusahaan kecil sepertimu, Langit Suwarto,” ucap Arjuna.
Sesaat, wajah Langit memucat,“Bagaimana kamu tahu siapa namaku?" Namun detik berikutnya, dia kembali menampakkan aura sombong, "Ah siapa yang tak kenal pemilik perusahaan yang kamu hina kecil itu!”
Arjuna tertawa kecil lalu dia mengucapkan kata, “Kamu benar siapa yang tidak kenal dengan seorang Langit Suwarto yang suka berselingkuh dari kekasihnya?”
Terjadi adu mulut antar lelaki itu, Nadia yang sejak tadi memperhatikan mereka malah tertarik dengan ekpresi sang Ayah.
“Cukup. Kalau memang benar kamu adalah Arjuna Anwar. Kamu harus membayar ganti rugi atas perbuatanmu!” Pak Abraham yang sedari tadi diam kini berujar, tampak menantang.
Nadia mendengus, dia menggumam dalam hati,“Cih, sampai sejauh ini hanya uang yang dia pikirkan!”
"Katakan saja aku harus mengganti rugi berapa?” tanya Arjuna.
“Ayah, dia mana mungkin punya uang. Aku yakin dia hanya seorang penipu!” seru Karina.
“Diam kamu,” bisik Pak Abraham dengan nada memerintah. “Satu Milyar!” tegas Pak Abraham dengan wajah yang sumringah. Wajahnya berubah drastis ketika membicarakan soal uang. Mau seorang penipu atau bukan yang penting dia akan mendapatkan uang.
Arjuna tersenyum, uang satu milyar itu tidak seberapa baginya. Tapi apakah pantas seorang Ayah menjual putri kandungnya seperti itu? Benar-benar hubungan keluarga yang rumit.
Arjuna menatap Langit yang masih meremehkannya dari tatapan. Dia menatap Langit, kemudian beralih ke Pak Abraham.
“Aku akan memberikan uang itu, tapi bukan kepada Anda,” ucap Arjuna.
“Kamu telah menodai putriku, kalau tidak memberikan uang kompensasi kepadaku, lalu ke siapa lagi?” teriak Pak Abraham naik pitam.
“Ayah, sepertinya dia memang pembual. Kasihan sekali Nadia ini ditiduri oleh seorang lelaki miskin yang tidak punya uang,” ledek Karina.
Pak Abraham menunjukkan wajah kecewa pada Nadia. “Ayah sangat kecewa padamu, ternyata kamu jauh lebih rendahan dari pada apa yang kamu ucapkan ke Karina,” ucap Pak Abraham sembari keluar dari kamar hotel.
Setelah itu, Karina dan Langit mengikuti. Tidak lupa, sebelum Langit keluar dari kamar itu, dia memutuskan Nadia.
"Mulai sekarang, kita putus, Nadia. Aku akan menikahi Karina setelah ini."
Nadia duduk di ranjang kamar itu lalu merenung memikirkan nasibnya ke depan. Sedangkan, pria yang mengaku sebagai Arjuna itu menemani di sampingnya.
“Jawab jujur siapa kamu sebenarnya?” tanya Nadia dengan tatapan tajam.
“Kenapa aku harus menjawab untuk yang kedua kali, bukankah tadi aku sudah menjawabnya,” jawab Arjuna.
“Sejujurnya aku masih belum percaya,” ucap Nadia. Namun, dia lebih memilih pergi daripada bertanya lebih lanjut mengenai identitas pria itu.
Meninggalkan pria yang mengaku bernama Arjuna, Nadia memutuskan untuk datang ke perusahaan.
“Dasar tidak tahu malu, masih berani datang ke perusahaan!”
“Aku pikir dia wanita terhormat, ternyata suka bermain dengan pria sembarangan untuk melepas penat!”
Cibiran itu langsung terdengar begitu Nadia memasuki lobi perusahaan.
Meski cibiran itu mengganggu, Nadia tidak menghentikan langkahnya. Dia terus menuju ke sebuah ruangan, tetapi beberapa orang menghadangnya.
"Mau apa lagi kamu ke sini, wanita murahan! Bukankah anakku sudah memutuskan hubungannya denganmu?"
Mereka adalah ibunya Langit, yang terlihat sedang menggandeng Karina yang kini tersenyum jumawa.
Nadia menatap nanar ke empat orang itu bergantian. Dua pasang ibu dan anak kini terlihat kompak menatapnya jengah.
"Apakah ucapanku tadi kurang jelas?" Kali ini, Langit kembali angkat bicara. "Pernikahan kita batal, karena aku akan menikahi Karina."
“Menikah saja kalau kalian saling cinta.”
Nadia mengucap itu walau sebenarnya hatinya rapuh. Orang yang dulu sangat dia cintai, kini mengkhianatinya. Namun setelah kejadian semalam dan hari ini, hal itu membuka mata Nadia.
Dia tidak benar-benar dicintai oleh Langit. Nadia juga menatap ke arah saudara tirinya.
“Aku ucapkan selamat atas kehamilanmu, Karina. Cepatlah menikah sebelum semua orang mencemoohmu sebagai seorang perebut tunangan saudarimu ini,” ucap Nadia kalem, tapi membuat Karian dan ibunya tertusuk sampai dalam hatinya.
“Jaga bicaramu Nadia. Kamu lebih kotor dari Karina!” seru Ibu Lentina seraya menunjuk Nadia dengan jari telunjuknya. Wajahnya menunjukkan kemarahan karena tidak terima atas ucapan sang anak sambung.
Nadia tersenyum tipis lalu mentap Ibu Lentina, ibu tirinya, dengan tatapan tajam seraya berkata, “Mungkin aku memang lebih kotor, tapi sepertinya pepatah 'Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya', itu memang benar.”
“Apa maksudmu, Nadia?” teriak Langit karena Nadia masih saja terlihat santai menghadapi mereka.
“Dasar wanita gila, aku tahu kamu mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal karena masih sakit hati karean putraku lebih memilih Karina daripada wanita kotor sepertimu,” ucap Ibu Marta, ibunya Langit, geram.
“Ibu Lentina merebut kebahagiaan ibuku sampai bercerai. Sekarang, anaknya pun mengikuti jejak ibunya, bukankah begitu, Ibu?” ucap Nadia sembari tersenyum tipis lalu berjalan menuju ruang kerjanya.
“Aku tidak pernah merebut Ayahmu dari Ibumu, Nadia. Aku dan ayahmu saling mencintai. Kalau saja Ibumu merestui Ayahmu menikah lagi mungkin saat ini kami bisa bersama-sama melayani Ayahmu sebagai suami bersama. Tapi Ibumu yang memilih pergi,” bantah Ibu Lentina membela diri.
pi saat itu Ibu juga masih memiliki suami. Istri macam apa yang berselingkuh di belakang suaminya dan rela meninggalkan suami demi merebut kebahagiaan orang lain. Sekarang anakmu pun mengikuti jejakmu dengan merebut tunangan orang lain,” ucap Nadia sinis.
Pertikaian antar keluarga itu terdengar oleh beberapa karyawan. Namun, mereka bungkam dan langsung mengalihkan pandangan pada monitor lagi usai Lentina memperingati.
Sedangkan Lentina, diikuti oleh Karina, juga sang calon menantu dan besannya... mereka memasuki ruangan kerja Lentina setelah melihat sang ibu tiri menyeret paksa Nadia.
“Dasar anak kurang ajar! Mungkin satu pukulan akan membuatmu sadar kalau aku bukan seorang perusak rumah tangga orang!”
Lentina sudah menaikkan tangannya, siap melakukan pukulan. Akan tetapi, tangannya ditahan oleh seseorang.
“Apa aku datang di saat yang tidak tepat?” tanya Seseorang yang baru datang dan langsung mencuri perhatian.
“Ka-kamu!”
“Kamu kenal pria tampan itu, Karina?” bisik Ibu Lentina yang sangat terpesona dengan paras rupawan Arjuna.“Hmm, dia itu seorang penipu, Bu. Dia yang melakukan hal tak senonoh dengan Nadia lalu masih mengaku sebagai Arjuna Anwar,” jawab Karina sinis.Awalnya Ibu Lentina sangat kagum dengan paras rupawan dan tubuh atletis seorang Arjuna Anwar. Tapi sayang sekali kekaguman itu berubah menjadi tatapan sengit dan ejekan yang dilontarkan oleh Ibu Lentina.“Siapa kamu beraninya datang tanpa pemberitahuan seperti ini ke perusahaanku?” bentak Ibu Lentina.“Calon mertuaku benar, memangnya perusahaan ini bisa dimasuki sembarang orang sepertimu,” imbuh Langit.Arjuna menyeringai tipis, melihat para manusia serakah dan tidak tahu malu di depannya itu. Lirikan matanya sekilas melihat ke arah Nadia yang mencoba untuk tegar namun sebenarnya rapuh itu. Satu lawan empat orang bagaimana Nadia bisa sekuat itu. Lalu tatapannya kembali ke depan dua orang yang meremehkannya barusan.“Datang tanpa pemberita
Mereka semua yang ada di ruangan itu tampak terkejut karena Arjuna sangaja datang ingin menemui Nadia. “Ini tidak boleh dibiarkan, Nadia tidak boleh mendapatkan pria yang lebih mapan dariku,” gumam Karina dalam hati, dia mengepalkan tangannya kesal merasa cemburu dengan Nadia.“Tuan Arjuna. Bagaimana kalau kita ke ruang meeting saja. Kami biasanya menjamu para tamu di ruang Meeting perusahaan. Kita bisa mengobrol bersama dengan santai, Bukan?” bujuk Karina dengan wajah yang lemah lembut berusaha untuk mengambil hati Arjuna.“Tidak perlu, urusanku bukan dengan kalian, tapi dengan Nadia. Terlebih penting kalau ada Pak Abraham aku mau bicara dengannya juga,” jawab Arjuna.Karina tampak tidak suka dengan jawaban itu, apalagi melihat tangan kekar Arjuna yang merangkul pundak Nadia dengan mesra. Nadia hanya diam di sampingnya dengan senyuman yang merekah, dia seolah sedang menertawakan Karina yang sedang berusaha mendapatkan hati Arjuna.“Ayah masih lama datang ke perusahaan, bagaimana kala
Nadia tersenyum lebar, tampak wajahnya sangat bahagia dengan ucapan dari Arjuna. Tentu saja Nadia tidak ingin menyianyiakan kesempatan ini untuk membuat mantan kekasih yang telah mencampakannya juga saudara tirinya kesal.“Aku, bersedia menjadi istrimu,” jawab Nadia.“Tidak!” seru Karina reflek lalu menutupi mulutnya dengan tangan.“Kenapa tidak, Karina?” ucap Nadia dengan senyuman yang merekah. “Kamu juga bahagia akan menikah, bukan? Sama seperti kamu yang sedang bahagia, maka ijinkan aku untuk menikah juga dengan pria yang mencintaiku,”Ucapan itu terdengar biasa saja, tapi sebenarnya merupakan pukulan telak untuk Langit yang telah berkhianat untuknya. Untuk Karina yang selalu membanggakan diri setelah merebut apa yang Nadia miliki selama ini.“Tapi keluarga kita menganut tradisi dalam satu tahun tidak boleh menikahkan dua anak sekaligus, ini akan berakibat buruk bagi keluarga kita menurut nenek moyang,” ucap Ibu Lentina yang juga berusaha menghalangi pernikahan Nadia.“Ini sudah ta
Jantung Arjuna semakin berdebar melihat ekpresi terkejut Nadia. Wanita cantik itu semakin terlihat cantik di matanya.“Lebih cepat lebih baik, bukan?” jawab Arjuna yang sudah tidak sabar membawa Nadia menghadap Nyonya Rana Anwar, yakni ibunda tercinta yang selalu mengharapkan Arjuna menikah.“Aku ini hanya anak dari pengusaha bangkrut yang ayah dan ibunya juga bercerai, aku sangat takut bertemu dengan orang tuamu,” ucap Nadia sembari menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia merasa kehadirannya di tengan keluarga Arjuna akan ditolak.Arjuna berdiri dari tempat duduknya, dia merangkul Nadia dengan lembut seraya berkata, “Aku tidak peduli respon orang sekitarku terhadapmu, yang jelas aku menginginkanmu, Nadia,”Nadia tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia takut melangkah, di satu sisi Ayahnya sudah menerima uang sebanyak itu dari Arjuna. Satu sisi lagi dia baru saja patah hati haruskah benar-benar menerima pernyataan cinta Arjuna dan menikah dengannya walau nanti perjalanan cintanya akan
Nyonya Rana menatap sang putra dengan senyuman manisnya, lalu mengirim sebuah link berita terpanas hari ini ke nomor Arjuna.“Cek saja apa yang Ibu kirim ke ponselmu,” jawab Nyonya Rana sembari duduk di sofa ruang tamu.“I-ni,” ucap Arjuna terbata. Matanya terbelalak melihat berita yang hangat hari ini. Sosok wanita cantik yang memamerkan tubuh indahnya itu adalah Nadia, topik itu berjudul, “Putri pemilik perusahaan tas terkemuka di kota ini yang terkenal sebagai sosok yang menginspirasi ternyata memiliki sisi liar seperti ini,”Bahkan banyak komen dari netizen yang mengatakan bahwa jangan percaya dengan wajah polos seseorang, karena bisa saja sebenarnya pergaulannya buruk.“Memangnya berita apa yang sedang viral hari ini?” ucap Nadia seraya merebut ponsel Arjuna. Dia sama sekali tidak terkejut dengan foto yang beredar di internet dan akun-akun gossip yang cepat menyebar seperti angin itu. Bahkan banyak komen dari akun pria yang melecehkannya.“Kam
Arjuna menggertakkan giginya karena sikap sang Ibu yang menolak Nadia sebagai calon istrinya.“Baik aku akan membawanya pergi,” ucap Arjuna seraya menggenggam tangan Nadia.“Memang seharusnya seperti itu. Kamu tidak membawa wanita kotor ke rumah ini,” balas Nyonya Rana.“Tapi ibu harus ingat, aku tidak akan menikah selain dengan Nadia,” ucap Arjuna lalu melihat ke arah Nadia.“Ayo Nadia kita pergi,”Nadia mengangguk lalu pergi mengikuti Arjuna. Sedangkan Nyonya Rana memegang kepalanya yang pusing karena putra yang diharapkan untuk segera menikah malah membawa wanita yang jauh dari ekspektasinya. Nyonya Rana memanggil pelayan dengan menjentikkan jari seraya berkata, “Selidiki latar belakang wanita yang dibawa putraku,”Di luar rumah itu, Nadia melepaskan genggaman tangan Arjuna. Sehingga mereka berdua menghentikan langkah sejenak.“Ada apa, Nadia?” tanya Arjuna.“Arjuna sebelum terlambat mari kita sudahi permainan ini,” jawab Na
Nadia sengaja ingin melihat reaksi sang Ayah. Karena selama ini dia selalu membela Karina dan Ibu tirinya walau bukan Nadia yang salah.Apa kali ini sang Ayah hanya akan diam saja melihat nama keluarganya sudah tercoreng walau sudah ketahuan bahwa pelaku penyebaran foto itu adalah Karina dan Ibunya.“Diamlah, ini bukan saatnya berseteru. Sesuai permintaanmu Nadia, Ayah akan mencari cara untuk menemukan pelaku penyebaran fotomu,” ucap Pak Abraham.“Seharusnya memang begitu, Ayah. Karena kalau pernikahanku dan Arjuna sampai gagal. Dia akan menarik kembali uang satu milyar yang sudah diberikan kepada Ayah,” balas Nadia.“Itu yang Ayah takutkan, dari mana Ayah mengganti uang sebanyak itu!” seru Pak Abraham sembari mengepalkan tangannya.Berbeda dengan Nadia yang tersenyum senang dengan sikap sang Ayah. Justru Karina dan Ibunya terlihat ketar ketir.“Aku tahu Ayah, uang itu mungkin sudah digunakan foya-foya oleh istri dan anak tercinta Ayah. Maka
Keesokan harinya dimana hari yang telah di tunggu untuk bertemu Nyonya Rana sudah tiba. Tepat pukul dua belas siang di kafe mawar sesuai janji Nadia menemui Nyonya Rana calon ibu mertuanya.Mata Nadia melihat sekeliling mencari sosok Nyonya Rana yang akan ditemuinya, matanya tertuju pada sebuah meja di paling pojok. Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik memkai dress motif bunga sedang duduk dengan anggun sambil menikmati kopi di cangkirnya.“Selamat siang, Nyonya Rana,” sapa Nadia.“Duduklah,” jawab Nyonya Rana sembari menyeruput kopi dalam cangkirnya.Nadia duduk melihat gurat wajah Nyonya Rana sepertinya beliau masih tidak menyukai Nadia.“Punya nyali juga kamu datang menemuiku,” ucap Nyonya Rana dengan tatapan sinisnya.“Aku mendapatkan undangan pertemuan yang disampaikan Asisten Yoga jadi aku wajib datang, bukan,” balas Nadia.Nyonya Rana menatap wajah cantik Nadia lekat-lekat. Dia sudah menerima informasi tentang apa saja menengenai Nadia dari anak buahnya. Informas
Pak Abraham menghentikan langkahnya dia menatap sosok cantik paripurna walau usianya sudah tak lagi muda. Siapa dia kalau bukan Ibu Sonia. Mantan mertuanya juga selangkah lebih maju menjilat Ibu Sonia agar bermurah hati pada Meraka. "Sonia, kamu semakin cantik saja. Ah, apa kabar Sonia. Kita sudah lama tidak bertemu, ya," ucap Neneknya Nadia. "Aku memang cantik dari dulu. Tapi bukankah Ibu sibuk dengan menantu baru dambaan Ibu yang menurut sama mertua itu. Tidak seperti diriku yang pembangkang. Jadi tidak usah basa basi," balas Ibu Sonia. "Lancang sekali kamu, punya anak lonte saja belagu," balas mantan adik iparnya. Plak! Tamparan keras mendarat di pipi Adiknya Pak Abraham. "Jangan hina anakku," ucap Pak Abraham. "Ka-kak kenapa kamu tega menamparku?" tanya Adiknya. "Kamu lancang, kamu bisa membuat Sonia tidak suka dan marah," jawab Pak Abraham. Ibu Sonia menertawakan Pak Abraham yang sudah tidak bisa berpikir dengan jernih. Entah apa yang se
Apk Abraham menggertakkan giginya, dia sangat tersinggung. Walau itu kenyataannya Nadia yang merupakan anaknya tidak boleh berkata seperti itu."Jaga mulutmu, Nadia. Mana mungkin Ayah menipu wanita yang Ayah cintai sendiri," ucap Pak Abraham."Ibumu tidak memiliki apapun saat menikah dengan Ayahmu. Dia hanya pekerja Ayahmu saja," balas Bibinya Nadia."Kalau memang begitu kenyataannya. Kenapa perusahaan bangkrut Ayah tidak mampu mengembalikan seperti semula?" tanya Nadia."Kamu pikir mendirikan perusahaan gampang hah?!" bentak Pak Abraham."Asal ada modal semuanya gampang, lihat gedung ini. Ibu yang membjayaiku. Ayah saja yang bodoh lebih memilih ani-ani yang hanya bisa menghabiskan uang daripada Ibuku yang kaya raya," ucap Nadia dengan angkuh.Menurut Nadia memangnya yang bisa angkuh hanya keluarga Ayahnya saja yang parasit itu. Saat ini Nadia juga bisa bersikap angkuh bahkan lebih menyakitkan saat menghina keluarga Ayahnya. Biarkan saja seperti itu mereka ya
Orang yang mengawasi Nadia dan Arjuna masih berada di tempat. Dia heran melihat kebahagiaan dua sejoli itu. Menurutnya seseorang kalau banyak harta harus ingat dengan keluarganya. "Ini tidak bisa dibiarkan. Dia kaya sekarang ditambah menjadi kekasih Arjuna. Aku dengar mereka juga akan menikah. Pasti hidupnya akan semakin berlimang harta," gumam Pak Abraham.Menurutnya seorang anak harus berbakti pada keluarganya. Bukan asyik senang-senang sendiri menikmati harta sendiri atau suaminya. "Aku harus menemui, Nadia bagaimanapun caranya," ucap Pak Abraham.Pria paruh baya itu membuntuti Nadia kemana dia pergi. Hingga tibalah di sebuah gedung tempat Nadia bekerja. Sayangnya saat Pak Abraham ingin masuk ke gedung itu di cegah oleh satpam karena tidak mempunyai identitas masuk ke gedung itu."Bedebah sialan! Apa kalian tahu siapa aku?" bentak Pak Abraham."Kami tidak tahu siapa Anda. Makanya kami tidak memperbolehkan Anda masuk," jawab Satpam."Aku adalah Ayah N
Nadia menghembuskan nafasnya kasar. Demi bisa mengusir Langit dari hadapannya dia rela menggunakan nama Arjuna sebagai tameng. "Tentu saja karena aku mau memberikan keluarga yang utuh demi anakku," balas Nadia. "Lebih baik kamu segera pergi dan jangan ganggu Nadia lagi sebelum aku kehilangan kesabaran," ucap Arjuna sembari meregangkan jemarinya."Pokoknya sebelum janur melengkung aku akan terus berusaha," balas Langit lalu berdiri dan pergi dari hadapan mereka berdua.Arjuna ingin meninju Langit karena kurang ajar terhadap Nadia. Dia lancang dan seenaknya bersikap. Kesabaran orang ada batasnya apalagi dia berucap di depan Arjuna, seorang lelaki yang akan menjadi suaminya kelak.*Arjuna, jangan bertindak gegabah. Disini banyak mata melihat aku takut akan jadi bahan gosip lagi kalau kamu emosi hanya karena orang tidak penting itu," cegah Nadia."Kamu benar, tapi aku tidak suka dengannya," balas Arjuna."Tahan emosimu, Arjuna. Jangan beri contoh yang tid
Langit ingin segera menyiakan apa yang ditanyakan oleh Arjuna. Masalahnya Nadia akan menghindarinya jika langsung mengakui perasaannya. Tapi kalau kelamaan dipendam Nadia akan lebih dalam mempunyai perasaan dengan Arjuna. Maka dengan nekat Langit mengatakan, "Sebelum janur kuning melengkung, bukankah sebuah hubungan itu belum dikatakan sah. Soal perasan semua orang bisa berubah apalagi belum ada pernikahan yang sah," "Memangnya siapa juga yang mau menjalin hubungan denganmu sampai ke jenjang pernikahan kalau bukan Karina seorang," jawab Nadia. Kalimat itu menusuk hari Langit, Nadia mana mungkin mengatakan itu. Padahal dahulu Nadia sangat mencintai Langit dan menjadikannya tempat bersandar. "Kamu juga dulu ingin menikah denganku, Nadia," ucap Langit. 'Itu dulu, sebelum kamu menjebakku karena sudah berhubungan dengan Karina," balas Nadia. "Sejak saat itu rasa cintaku sudah hilang," lanjut Nadia. Bagaikan tertampar dengan kerasnya. Begitulah rasa sakit y
Sosok itu adalah Langit, mantan Nadia yang mengkhianati cinta Nadia dengan saudara tirinya. Tanpa di persilahkan Langit langsung duduk diantara mereka berdua mengacaukan kencan yang harusnya hanya ada Nadia dan Arjuna saja.Tanpa rasa malu Langit berkata, "Aku merindukanmu, Nadia," 'Tidak tahu malu sama sekali. Bukankah kamu sudah mempunyai calon istri, Apa kamu juga mau menggoda calon kakak iparmu," balas Arjuna."Memangnya aku tidak boleh merindukan orang yang suatu hari nanti akan jadi keluargaku, walau dia bukan jadi istriku?" tanya Langit."Itu tidak etis, apa kamu mau dibilang ipar adalah maut. Boleh saja asal kamu tidak tahu malu digosipkan seperti itu," jawab Arjuna."Yang ada aku lagi yang akan jadi bahan bully orang-orang," ucap Nadia sinis.Langit merasa sedih mendengar itu. Walaupun memang Langit bisa mengelak dan melindungi diri sendiri jika ada rumor jelek tentangnya. Tapi dia tidak ingin Nadia membencinya. Dia tidak ingin Nadia tidak melihat k
Ibu Sonia menghela nafas lagi, bisa-bisanya dua orang pria yang terkenal bengis melawan lawan bisnisnya itu kini berlutut di depannya perihal meminta restu "Bangunlah Arjuna. Soal restu aku akan memberikan untukmu. Asalkan Nadia juga menerimamu sebagai suami dan Ayah Bima," jawab Ibu Sonia. "Apa Nadia, belum cerita kalau sudah menerima penyataan cinta dqariku?" tanya Arjuna. "Aku sudah tahu. Masih dengan permintaanku tempo hari. Kalau Rana belum mau menerima Nadia. Maka aku tidak ingin melepaskan Nadia untuk menjadi Istrimu," balas Ibu Sonia. "Istriku akan menjadi urusanku. Aku yakin dia akan menerima Nadia dan Bima. Karena kenyataan Bima adalah darah daging Arjuna," jawab Pak Anwar. "Kalau begitu aku bisa sedikit tenang. Sekarang kalian jalani saja asmara kalian. Kalau memang tidak ada kendala, menikahlah," tegas Ibu Sonia. Senyum sumringah terlihat di wajah ayah dan anak itu. Lalu Pak Anwar mengatakan, "Terima kasih, Nadia," "Ibu, aku ti
"Panggil aku, Kakek," jawab Pak Anwar dengan bangganya. Dia sangat menyukai anak kecil yang duduk di sampingnya itu. Bagaimana dia tidak suka sudah lama dia menginginkan cucu. Walau telat dan tidak dari pernikahan yang sah Arjuna, Pak Anwar tetap menyukai Bima sebagai cucunya lebih tepatnya mengakui keberadaan anak itu. "Kakek?" tanya Bima. "Ya, dia adalah kakakmu. Ayah dari Ayahmu ini," jawab Arjuna. Bima tersenyum lalu memeluk Pak Anwar bahagia. Dia bahagia mempunyai Ayah dan Kakek. Karena selama lima tahun ini dia hanya mempunyai Ibu dan Nenek saja. "Nanti kalau waktunya sudah pas, kami akan mengenalkanmu dengan Nenekmu juga. Nenek dari pihak Ayahmu." ucap Pak Anwar. "Maksudnya Ibunya Ayah Arjuna?" tanya Bima antusias. "Iya," jawab Pak Anwar sembari merangkul Bima. "Nenek dari pihak Ayah mungkin agak berbeda dengan Nenek Sonia. Dia agak keras dan tidak terlalu menyukai anak kecil. Bima jangan masukkan hari apapun yang. Nenek Rana nanti katakan,
Arjuna mengangguk, dia duduk di samping Bima sembari bekata, "Kamu adalah anakku, jadi semua ini akan menjadi milikmu kelak," Bima tersenyum lalu memeluk Arjuna. Anak kecil itu merasa mempunyai Ayah yang sesungguhnya walaupun memang sebenarnya Arjuna memang Ayah biologisnya. "Terima kasih Ayah. Oh iya aku bukan anak kandung Ayah apa nanti tidak akan terjadi perselisihan jika aku memiliki apa yang Ayah miliki?" tanya Bima. Arjuna menyeringai tipis, bagaimana bisa seorang Anak kecil berpikir seperti itu. Bukankah senang saja saat dia dijanjikan akan memiliki semua harta yang ada. Bima menang anak yang cerdas di usianya. "Kamu adalah anak kandungku," ucap Arjuna sembari mengelus rambut Bima lembut. "Semua orang juga tahu kalau aku bukan anak kandung Ayah. kenapa Ayah berkata seperti itu?" tanya Bima. "Kamu cukup cerdas di usiamu. Ayah tidak akan membahas itu sekarang. Suatu saat nanti kalau kamu sudah dewasa kamu pasti akan mengerti," jawab Arjuna