“A-aku juga tidak mengenalinya, aku datang ke hotel ini juga atas dasar permintaan Ayah untuk kencan buta,” jawab Nadia santai. Sebenarnya dia juga tidak tahu siapa pria yang berada di sampingnya kini.
“Dia bukan orang yang Ayah pilih untuk kencan buta denganmu!” balas Pak Abraham kesal bukan main, wajahnya menunjukkan kalau sedang marah sekaligus kecewa karena gagal mendapatkan uang.
Nadia terkejut mendengar ucapan Ayahnya, lalu dia melihat dengan seksama wajah pria yang kini duduk santai di ranjang.
Wajah terkejut juga terlihat dari ekspresi Karina. Dia sedikit kesal, sebab Nadia masih diberi keberuntungan menghabiskan malam dengan pria tampan. Bukan dengan sosok gempal dan tua, seperti yang dia tahu.
Namun, alih-alih menyuarakan kekesalannya, Karina lebih memilih fokus pada tujuannya kali ini. Membuat Nadia dan Langit putus.
“Nadia, aku tidak menyangka kamu semunafik ini!" decih Karina. "Kamu selalu menunjukkan jika kamu wanita polos di depan umum, ternyata... kamu seliar ini,” ucapnya lebih lanjut sembari menunjukkan tatapan jijik.
Karina kemudian beralih pada ayahnya dan berkata, "Ayah, karena Nadia salah... bagaimana dengan teman ayah? Apakah akan membuat perusahaan Ayah gagal diselamatkan?"
Kemarahan di wajah ayah Nadia semakin menyala. Sorot mata pria yang seharusnya marah karena anaknya diperlakukan demikian, justru terlihat marah.
Sementara itu, Langit... terlihat menjadi satu-satunya pria yang benar-benar terluka.
Bukan terluka karena dikhianati Nadia, tapi terluka karena bukan Langit, orang yang pertama kali mereguk keperawanannya. “Sudah hampir lima tahun kita bersama, Nadia. Kamu bahkan tidak pernah mau aku sentuh, tapi kamu malah bermain dengan pria tidak jelas sepertinya?!"
Nadia menatap ketiga orang yang ada di depannya itu dengan tatapan penuh kebencian.
Bagaimana bisa mereka datang langsung menyalahkan satu orang saja tanpa mau melihat kebenaran yang ada?
Hanya karena satu kesalahan, Nadia tidak menemui orang yang benar sesuai pilihan Ayahnya.
“Karina, bukankah awalnya kamu adalah orang yang harus mendatangi kencan buta yang sudah diatur oleh Ayah?" Nadia berdiri dan dengan berani menatap saudara tirinya. "Aku hanya menggantikanmu. Bahkan, kamu yang mengantarkanku semalam. Apa kamu ingin cuci tangan dari semuanya?"
Plak!
Pak Abraham menampar Nadia lalu berkata, “Kamu sudah membuat kesalahan tapi masalah menyalahkan saudaramu?! Kalau sudah begini, bagaimana Ayah bisa mendapatkan uang untuk membangkitkan kembali perusahaan Ayah yang hampir bangkrut, hah!”
Nada bicara Pak Abraham yang keras serta menampar Nadia di depan banyak orang seperti ini membuat Nadia sakit hati. Berbeda dengan Karina yang sedikit puas karena sudah membuat Ayahnya marah sampai memukul Nadia.
“Jadi Ayah memang berniat menjualku?" Tubuh Nadia gemetar karena merasakan kekesalan yang sudah lama tertumpuk di benaknya. Bukankah selama ini dia sudah banyak mengalah? Kali ini dia ingin mempertahankan harga dirinya. Memangnya perusahaan yang susah payah dibangun oleh ibu itu bangkrut karena siapa? Bukankan karena gundik yang Ayah bawa pulang bersama putrinya yang serakah itu!” lanjut Nadia kesal.
Melihat Nadia yang berani tanpa takut membantah orang tuanya, pria asing itu semakin penasaran.
“Lagipula bukan ibumu saja yang berjuang memajukan perusahaan. Bukankah semua modal adalah milik Ayah?” tanya Karina sambil menyunggingkan senyuman mengejek karena Langit sudah berada dipihaknya.
“Karina benar, pemilik modal adalah aku. Ibumu hanya bekerja saja untukku!” bentak Pak Abraham.
Nadia menyunggingkan senyuman, dia mengingatkan sang Ayah. “Modal awal perusahaan adalah warisan dari Kakek pihak Ibu!! Ayah sebelumnya hanya karyawan biasa yang dijadikan menantu karena berkepribadian baik dan pekerja keras. Apa Ayah lupa??”
Dia tahu jelas bagaimana perusahaan yang kini sedang diperdebatkan tumbuh dan hancur karena siapa. Ayahnya. Ayahnya yang telah dipercaya itu ternyata berkhianat.
Ibunya yang sudah luar biasa baik ternyata hanya dimanfaatkan. Sang ayah bersekongkol dengan mantan kekasihnya yang sudah menikah dengan orang lain dan memiliki anak itu, lalu menipu ibunya dan mengambil alih perusahaan.
“Semua ini sudah takdir yang maha kuasa Nadia. Kamu jangan menyalahkan ibuku. Ayah dan ibu saling mencintai sebelumnya,” ucap Karina.
Nadia tersenyum sinis mendengar sahutan saudara tirinya.“Kalau begitu kenapa bukan kamu yang mencari dana untuk memulihkan kembali perusahaan? Kenapa ujung-ujungnya kalian mengorbankan aku?”
“Cukup Nadia. Intinya kamu melakukan kesalahan. Tidak usah membahas yang bukan inti permasalahan ini,” ucap Pak Abraham.
Nadia mengepalkan tangannya kesal. Dia ingin segera membantah apa yang mereka katakan tapi justru pria yang bermalam dengannya itu sudah bertepuk tangan duluan membuat empat orang yang sedang adu argumen serta memojokkan Nadia itu mengalihkan pandangan kepadanya.
“Ternyata benar, seorang lelaki, juga ayah kandung yang dibutakan cinta... tega menelantarkan anaknya demi membela anak dari seorang wanita yang dicintainya.” ucap Pria itu.
“Ini bukan urusanmu! Seharusnya kamu malu dengan wajahmu itu! Hanya tampan, tapi tidak bermoral karena sudah merenggut mahkota wanita yang tidak kamu kenal!" Langit berseru.
Pria itu menunjuk wajahnya dengan satu jari sambil tertawa mengejek, “Aku, hanya bermodal wajah tampan saja?”
“Benar itu, Langit!" Kali ini, Karina ikut membela. Dia yang tadinya terpesona oleh paras si pria, kini berbalik menyerang. "Aku sudah banyak melihat pria sepertimu. Berpenampilan menarik tapi tidak memiliki uang,” balas Karina meremehkan.
“Seharusnya kamu mengganti rugi perbuatanmu karena sudah merayu putriku dan menikmati tubuhnya! Karena gara-gara kamu, rencanaku menikahkan putriku dengan pria kaya jadi gagal!” hardik Pak Abraham, untuk saat ini di pikirannya memang dipenuhi oleh uang dan uang.
Pria itu tersenyum tipis, lalu berjalan mendekati Pak Abraham. Dengan tatapan tegas dia lalu berucap, “Katakan berapa uang yang Anda inginkan?”
Ketiga orang yang datang untuk mempermalukan Nadia itu langsung saling pandang dan menertawakan Pria sombong itu.
“Memangnya kamu siapa berlagak sekali mengatakan itu?” ledek Langit.
“Kalau begitu aku minta uang satu milyar!” seru Karina.
“Anak muda jangan membual didepanku jika kamu punya uang karena aku tidak akan percaya padamu,” ucap Pak Abraham dengan tegas.
Nadia juga membisikkan sebuah kalimat kepada pria itu, “Aku tahu kamu hanya mempertahankan harga diri, sudah jangan ladeni mereka. Biar aku urus sendiri, sejujurnya kita ini tidak saling mengenal bukan?”
Pria itu menyeringai tipis, lalu memberikan sebuah kartu nama kepada Pak Abraham. Sontak saja Pak Abraham terkejut dengan nama yang tertulis di kartu nama itu.
“Ka-mu,” ucap Pak Abraham terbata lalu secara seksama menatap sosok yang ada di depannya itu.
"Siapa dia Ayah, kenapa Ayah tampak terkejut seperti itu?” tanya Karina lalu merebut kartu nama yang ada ditangan Ayahnya. Mata Karina tampak melotot melihat nama yang tertera di kartu.
Arjuna Anwar. Sebuah nama yang tidak asing.
Karina mengucek matanya untuk memperjelas apakah benar Arjuna Anwar yang merupakan putra pertama dari pemilik perusahaan besar bergerak di bidang real estate itu? “Banyak yang mengaku sebagai Arjuna Anwar di kota ini, apa mungkin kamu salah satunya?” tanya Karina sembari membuang kartu nama itu. “Jadi lelaki ini mengaku sebagai Arjuna Anwar? Cih pantas saja Nadia sampai tertipu!” cibir Langit. “Kalian bisa berkata seperti itu karena belum pernah bertatap muka dengan seorang Arjuna Anwar, ‘kan?” tanya Arjuna dengan penuh tekanan. Karena memang dia selalu menggunakan perantara asisten untuk bertemu dengan tamu yang menurutnya tidak penting. Langit maupun Karina menggertakan giginya mendengar ucapan itu. Memang benar mereka tidak pernah bertatap muka langsung, tapi tidak seharusnya lelaki di hadapannya bertingkah sombong seperti itu. “Walau begitu aku adalah mitra bisnis dari perusahaan besar milik Arjuna,” jawab Langit. “Aku sampai lupa kalau memiliki hubungan bisnis dengan pemilik
“Kamu kenal pria tampan itu, Karina?” bisik Ibu Lentina yang sangat terpesona dengan paras rupawan Arjuna.“Hmm, dia itu seorang penipu, Bu. Dia yang melakukan hal tak senonoh dengan Nadia lalu masih mengaku sebagai Arjuna Anwar,” jawab Karina sinis.Awalnya Ibu Lentina sangat kagum dengan paras rupawan dan tubuh atletis seorang Arjuna Anwar. Tapi sayang sekali kekaguman itu berubah menjadi tatapan sengit dan ejekan yang dilontarkan oleh Ibu Lentina.“Siapa kamu beraninya datang tanpa pemberitahuan seperti ini ke perusahaanku?” bentak Ibu Lentina.“Calon mertuaku benar, memangnya perusahaan ini bisa dimasuki sembarang orang sepertimu,” imbuh Langit.Arjuna menyeringai tipis, melihat para manusia serakah dan tidak tahu malu di depannya itu. Lirikan matanya sekilas melihat ke arah Nadia yang mencoba untuk tegar namun sebenarnya rapuh itu. Satu lawan empat orang bagaimana Nadia bisa sekuat itu. Lalu tatapannya kembali ke depan dua orang yang meremehkannya barusan.“Datang tanpa pemberita
Mereka semua yang ada di ruangan itu tampak terkejut karena Arjuna sangaja datang ingin menemui Nadia. “Ini tidak boleh dibiarkan, Nadia tidak boleh mendapatkan pria yang lebih mapan dariku,” gumam Karina dalam hati, dia mengepalkan tangannya kesal merasa cemburu dengan Nadia.“Tuan Arjuna. Bagaimana kalau kita ke ruang meeting saja. Kami biasanya menjamu para tamu di ruang Meeting perusahaan. Kita bisa mengobrol bersama dengan santai, Bukan?” bujuk Karina dengan wajah yang lemah lembut berusaha untuk mengambil hati Arjuna.“Tidak perlu, urusanku bukan dengan kalian, tapi dengan Nadia. Terlebih penting kalau ada Pak Abraham aku mau bicara dengannya juga,” jawab Arjuna.Karina tampak tidak suka dengan jawaban itu, apalagi melihat tangan kekar Arjuna yang merangkul pundak Nadia dengan mesra. Nadia hanya diam di sampingnya dengan senyuman yang merekah, dia seolah sedang menertawakan Karina yang sedang berusaha mendapatkan hati Arjuna.“Ayah masih lama datang ke perusahaan, bagaimana kala
Nadia tersenyum lebar, tampak wajahnya sangat bahagia dengan ucapan dari Arjuna. Tentu saja Nadia tidak ingin menyianyiakan kesempatan ini untuk membuat mantan kekasih yang telah mencampakannya juga saudara tirinya kesal.“Aku, bersedia menjadi istrimu,” jawab Nadia.“Tidak!” seru Karina reflek lalu menutupi mulutnya dengan tangan.“Kenapa tidak, Karina?” ucap Nadia dengan senyuman yang merekah. “Kamu juga bahagia akan menikah, bukan? Sama seperti kamu yang sedang bahagia, maka ijinkan aku untuk menikah juga dengan pria yang mencintaiku,”Ucapan itu terdengar biasa saja, tapi sebenarnya merupakan pukulan telak untuk Langit yang telah berkhianat untuknya. Untuk Karina yang selalu membanggakan diri setelah merebut apa yang Nadia miliki selama ini.“Tapi keluarga kita menganut tradisi dalam satu tahun tidak boleh menikahkan dua anak sekaligus, ini akan berakibat buruk bagi keluarga kita menurut nenek moyang,” ucap Ibu Lentina yang juga berusaha menghalangi pernikahan Nadia.“Ini sudah ta
Jantung Arjuna semakin berdebar melihat ekpresi terkejut Nadia. Wanita cantik itu semakin terlihat cantik di matanya.“Lebih cepat lebih baik, bukan?” jawab Arjuna yang sudah tidak sabar membawa Nadia menghadap Nyonya Rana Anwar, yakni ibunda tercinta yang selalu mengharapkan Arjuna menikah.“Aku ini hanya anak dari pengusaha bangkrut yang ayah dan ibunya juga bercerai, aku sangat takut bertemu dengan orang tuamu,” ucap Nadia sembari menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia merasa kehadirannya di tengan keluarga Arjuna akan ditolak.Arjuna berdiri dari tempat duduknya, dia merangkul Nadia dengan lembut seraya berkata, “Aku tidak peduli respon orang sekitarku terhadapmu, yang jelas aku menginginkanmu, Nadia,”Nadia tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia takut melangkah, di satu sisi Ayahnya sudah menerima uang sebanyak itu dari Arjuna. Satu sisi lagi dia baru saja patah hati haruskah benar-benar menerima pernyataan cinta Arjuna dan menikah dengannya walau nanti perjalanan cintanya akan
Nyonya Rana menatap sang putra dengan senyuman manisnya, lalu mengirim sebuah link berita terpanas hari ini ke nomor Arjuna.“Cek saja apa yang Ibu kirim ke ponselmu,” jawab Nyonya Rana sembari duduk di sofa ruang tamu.“I-ni,” ucap Arjuna terbata. Matanya terbelalak melihat berita yang hangat hari ini. Sosok wanita cantik yang memamerkan tubuh indahnya itu adalah Nadia, topik itu berjudul, “Putri pemilik perusahaan tas terkemuka di kota ini yang terkenal sebagai sosok yang menginspirasi ternyata memiliki sisi liar seperti ini,”Bahkan banyak komen dari netizen yang mengatakan bahwa jangan percaya dengan wajah polos seseorang, karena bisa saja sebenarnya pergaulannya buruk.“Memangnya berita apa yang sedang viral hari ini?” ucap Nadia seraya merebut ponsel Arjuna. Dia sama sekali tidak terkejut dengan foto yang beredar di internet dan akun-akun gossip yang cepat menyebar seperti angin itu. Bahkan banyak komen dari akun pria yang melecehkannya.“Kam
Arjuna menggertakkan giginya karena sikap sang Ibu yang menolak Nadia sebagai calon istrinya.“Baik aku akan membawanya pergi,” ucap Arjuna seraya menggenggam tangan Nadia.“Memang seharusnya seperti itu. Kamu tidak membawa wanita kotor ke rumah ini,” balas Nyonya Rana.“Tapi ibu harus ingat, aku tidak akan menikah selain dengan Nadia,” ucap Arjuna lalu melihat ke arah Nadia.“Ayo Nadia kita pergi,”Nadia mengangguk lalu pergi mengikuti Arjuna. Sedangkan Nyonya Rana memegang kepalanya yang pusing karena putra yang diharapkan untuk segera menikah malah membawa wanita yang jauh dari ekspektasinya. Nyonya Rana memanggil pelayan dengan menjentikkan jari seraya berkata, “Selidiki latar belakang wanita yang dibawa putraku,”Di luar rumah itu, Nadia melepaskan genggaman tangan Arjuna. Sehingga mereka berdua menghentikan langkah sejenak.“Ada apa, Nadia?” tanya Arjuna.“Arjuna sebelum terlambat mari kita sudahi permainan ini,” jawab Na
Nadia sengaja ingin melihat reaksi sang Ayah. Karena selama ini dia selalu membela Karina dan Ibu tirinya walau bukan Nadia yang salah.Apa kali ini sang Ayah hanya akan diam saja melihat nama keluarganya sudah tercoreng walau sudah ketahuan bahwa pelaku penyebaran foto itu adalah Karina dan Ibunya.“Diamlah, ini bukan saatnya berseteru. Sesuai permintaanmu Nadia, Ayah akan mencari cara untuk menemukan pelaku penyebaran fotomu,” ucap Pak Abraham.“Seharusnya memang begitu, Ayah. Karena kalau pernikahanku dan Arjuna sampai gagal. Dia akan menarik kembali uang satu milyar yang sudah diberikan kepada Ayah,” balas Nadia.“Itu yang Ayah takutkan, dari mana Ayah mengganti uang sebanyak itu!” seru Pak Abraham sembari mengepalkan tangannya.Berbeda dengan Nadia yang tersenyum senang dengan sikap sang Ayah. Justru Karina dan Ibunya terlihat ketar ketir.“Aku tahu Ayah, uang itu mungkin sudah digunakan foya-foya oleh istri dan anak tercinta Ayah. Maka
Langit masih menatap Nadia dengan tatapan penuh kesedihan. Dia sungguh sangat menyesal karena dulu telah mencampakan Nadia demi wanita penggoda yang tidak bisa apa-apa seperti Karina.“Aku akan pergi Nadia, tapi yang harus kamu tahu. Sampai kapanpun aku masih tetap akan mencintaimu,” ucap Langit.“Wuueek,” ledek Arjuna. “Sampai kapanpun mecintai tapi kamu selalu selingkuh, menjengkelkan sekali kata-katamu itu!” lanjut Arjuna.Langit menatap Arjuna dengan tatapan penuh kebencian. Setelahnya di kembali menatap Nadia dengan tatapan teduh.“Aku pamit pergi, Nadia,” ucap Langit lirih lalu berbalik dan pergi dari hadapan mereka semua.“Hati-hati dijalan Paman. Semoga kita tidak berjuma lagi,” ucap Bima lalu melambaikan tangan ke Langit.Ada rasa sakit hati ketika Bima mengatakan itu pada benak Langit. Tapi semua sudah menjadi bubur tidak bisa kembali seperti semua. Langit pergi dengan langkah penyesalan seumur hidup di benaknya.“Ayo kita masuk mobil, kamu pasti sudah lapar ‘kan sayangku,”
Langit menatap Nadia dengan tatapan penuh kegembiraan. Langit tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mengatakan bahwa dia masih ingin bersama Nadia.“Tolong tinggalkan Arjuna dan hidup bersamaku!” tegas Langit dia ingin menggenggam tangan Nadia tapi Nadia reflek menjauhkan tangan dari jangkauan Langit.“Kamu itu sungguh tidak tahu diri. Apa kamu pikir setelah kamu campakan dan ibumu hina aku masih sudi menjalin hubungan denganmu!” seru Nadia yang sangat kesal dengan ucapan Langit itu.“Nadia, aku sangat menyesal. Tolong mengertilah Nadia, jika itu kamu yang berada di posisiku aku yakin kamu pasti melakukan hal yang sama,” ucap Langit lalu dia berlutut di depan Nadia.Nadia yang melihat Langit berlutut memohon seperti itu, hatinya sangat tidak tergugah dia justru jijik depan apa yang dilakukan Langit.“Kalau begitu coba kamu posisikan dirimu di posisiku waktu itu,” balas Nadia.“Aku tidak bisa membayangkannya karena aku merasa kamu kecewakan,” jawab Langit.“Justru aku yang kecewa
Arjuna langsung memarkir mobilnya sembarangan lalu segera berlari ke lobby biasa yang dipakai untuk antar jemput siswa. Dia sangat panic mendengar percakapan Nadia. Jika sampai Bima diculik dia akan menuntut pihak sekolah.“Ayaahhh,” teriak Bima.Suara anak itu membuat Arjuna berhenti berlari lalu menoleh ke sumber suara bocah yang memanggilnya.“Bima,” gumam Arjuna.Bima berlari ke arah Arjuna dan memeluknya erat, Arjuna yang tadinya panic menjadi lega karena Bima ada dipelukannya. Sedangkan Nadia yang ikut mengejarnya tengah ngos-ngosan ketika sudah berada di dekatnya.“Kenapa berlari sekencang itu?” ucap Nadia disela nafasnya yang berderu kencang.“Aku mendengarmu kalau Bima sudah ada yang menjemput, jadi aku panic dan khawatir kalau Bima diculik,” balas Arjuna.“Aku juga sama ikut panic tapi kita bisa ‘kan berpikir jernih dulu, sebelum bertindak,” ucap Nadia mencoba mengontorl emosinya.“Maafkan aku,” balas Arjuna lalu mereka bertiga berpelukan bersama.“Sudah sudah jangan berteng
Nadia segera melihat siapa yang menelpon di ponselnya. Ternyata itu adalah Langit yang entah ingin mengatkan apa, Nadia yang tidak napsu untuk mengangkat telpon itu langsung mematikan dan menyimpan ponsel ke dalam tasnya kembali.“Dari orang yang tak penting, aku tak mau mengangkatnya,” gumam Nadia.“Apa aku pukuli saja dia sampai bengek ya,” ucap Arjuna kesal.“Jangan nanti kamu berurusan dengan polisi,” balas Nadia.“Berurusan dengan polisi itu hal yang mudah diatasi, tapi kalau bajingan gila itu meminta uang ganti rugi aku tidak sudi memberikannya. Uang akan sangat menguntungkan baginya,” ucap Arjuna sedikit marah dia membanyangkan Langit akan mendapatkan keuntungan dari satu pukulan yang dia berikan padannya.“Aku juga tidak sudi bagian tubuhku menyentuh tubuh pria miskin itu!” seru Arjuna lagi.“Tenangkan pikiranmu kita ini sedang menyetir loh,” ucap Nadia.Lagipula Nadia sudah tidak ada urusan lagi dengan Langit, peristiwa reuni sekolah tempo hari sudah mengisyaratkan semuanya,
Arjuna mencumbu Nadia dengan semangat, dia ingin melampirkan kerinduan yang mendalam yang terbelenggu di benaknya.“Tolong hentikan, kita bisa telat menjemput Bima,” bujuk Nadia.“Aku tidak bisa menunda lagi,” balas Arjuna lalu mencecap bibir Nadia lembut.Kali ini Nadia tidak bisa berkutik dia pasrah saja dengan apa yang dilakukan oleh Arjuna. Mereka memadu kasih selama beberapa saat sebelum menjemput Bima.“Dasar pria mesum,” gerutu Nadia.“Biarkan saja, aku hanya bisa mesum padamu,” balas Arjuna sembari menyeringai tipis.“Apa di otakmu hanya ada hal bercumbu saja?” gerutu Nadia lagi sembari membetulkan kemeja yang dia pakai.“Sebenarnya sih tidak. Tapi saat bersamamu aku tidak bisa menahan hasrat bercumbu denganmu,” balas Arjuna kali ini disertai tertawa kencang.Nadia mendengus kesal mendengar ucapan Arjuna. Dia langsung memoles bedak di wajahnya sebelum akhirnya meminta cepatan untuk menjemput Bima.“Hei, tunggu!” seru Arjuna seraya mengikuti langkah kaki Nadia yang terlalu cep
Nadia menggelengkan kepalanya, dia tidak sakit tapi ssmalam hanya tidak bisa tidur."Aku sangat khawatir padamu, biar aku saja yang menyetir," ucap Arjuna."Boleh," jawab Nadia lalu menyerahkan kunci mobil kepada Arjuna. Nadia duduk di kursi belakang barang Bima, sambil mobil jalan Nadia mengganti baju Bima dengan seragam sekolah. Setelahnya Bima duduk di sebelah Arjuna di jok depan."Ibu," panggil Bima yang memerlukan sesuatu.Tapi saat dia menoleh Nadia sudah tidur di jok belakang dengan pulas "Biarkan saja ibumu tidur. Kamu butuh apa?' tanya Arjuna."Aku hanya ingin mengecek tas sekolahku, tapi ya sudahlah biarkan ibu tidur saja sebentar," balas Bima.Arjuna mengangguk pelan, dia mengusap rambut Bima lembut karena merasa Bima sangat khawatir terhadap Nadia."Ibumu hanya khawatir padamu jadi tidak tidur semalaman memikirkan kamu, itu feeling ayah saya," ucap Arjuna."Aku juga berpikir begitu, kasihan Ibu, kenapa aku tidak mengajak ibu saja menginap di rumah ayah," keluh Bima."Saba
Bima mengangguk pelan, tandanya dia mau memakan sandwich buatan Nyonya Rana.“Ambilah,” ucap Arjuna ketika melihat putranya mengangguk setuju untuk memakan Sandwich buatan Nyonya Rana.“Terima kasih, Ayah,” jawab BIma sembari mengambil sandwich yang disodorkan oleh Arjuna.Bima menggigit sandwich itu lalu menunjukkan jempol tangannya kepada sang Nenek.“Kamu menyukainya, Nak?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” jawab Bima lalu menggigit lagi sarapan buatan Nyonya Rana.“Syukurlah,” ucap Nyonya Rana terenyum bahagia. Tak lupa Nyonya Rana menyeduh susu untuk Bima. Biasanya anak kecil suka diberikan susu oleh orang tuanya karena masa pertumbuhan. Seperti yang dia lakukan ketika Arjuna masih kecil.“Minumlah, Nak. Dulu Ayahmu sangat suka susu. Nenek selalu menyediakan susu sapi murni setiap pagi dan malam hari,” ucap Nyonya Rana bersemangat menceritakan sedikit masa lalu Arjuna.“Sama dong sama aku,” jawab Bima.“Maksudmu, kebiasaan Ayahmu itu sama denganmu?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” balas Bima s
Nyonya Rana menatap lembut wajah Arjuna dan membelainya..Wanita paruh baya itu tersenyum menatap putranya. "Jadilah suami dan ayah yang melindungi keluarga," ucap Nyonya Rana."Aku akan berusaha untuk itu, Bu," balas Arjuna."Ibu Beroda supaya kamu bisa menjadi Ayah dan Suami panutan buat keluargamu," ucap Nyonya Rana."terima kasih doanya Bu, aku juga berharap bisa menjadi seorang suami sekaligus Ayah panutan," balas Arjuna.Nyonya Rana memeluk Arjuna, dia berdoa penuh harap ayah putranya menjadi lelaki yang bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Istri dan Anaknya harus bahagia."Sekarang istirahatlah besok ibu ingin bertemu dan bermain dengan cucu," ucap Nyonya Rana."Baiklah, ibu juga istirahat ya," balas Arjuna.Nyonya Rana mengangguk pelan, Arjuna keluar dari kamar sang Ibu lalu menemui sang Ayah di kamar Bima. Ternyata mereka berdua sudah tidur nyenyak di kamar berdua. Arjuna juga ikut tidur di kamar itu dia tidur di sofa dengan perasaan yang lega karena sudah mendapatkan r
Arjuna duduk di samping Nyonya Rana dia memeluk wanita paruh baya yang masih cantik itu. Sejenak seperti waktu terulang kembali ketika dia masih kecil dan dipelukan Nyonya Rana.“Bu, tidak ada anak yang senang melihat ibunya menderita,” ucap Arjuna.“Kalau begitu kenapa kamu masih saja ingin menikahi wanita murahan itu?” tanya Nyonya Rana. “Bukan karena dia sudah melahirkan putramu ‘kan. Kalau itu alasanmu tinggalkan wanita itu dan ambil putramu,” lanjut Nyonya Rana.“Ibu salah, aku sudah jatuh cinta padanya sejak pertama kali bertemu. Bukan karena dia telah melahirakan anakku. Kalau aku harus memisahkan anak dan ibu apa ibu mau jika aku dan ibu dipisahkan paksa?” jawab Arjuna.Nyonya Rana menundukkan pandangannya, tentu saja dia tidak ingin dijauhkan dari anak yang sudah dia lahirkan sendiri. Apa rasanya berjauhan dengan anak yang sudah dia kandung dan lahirkan sendiri. Lebih baik dirawat sendiri sepenuh hati.“Tentu saja tidak mau,” jawab Nyonya Rana.“Kalau begitu Bima dan Nadia ju