“A-aku juga tidak mengenalinya, aku datang ke hotel ini juga atas dasar permintaan Ayah untuk kencan buta,” jawab Nadia santai. Sebenarnya dia juga tidak tahu siapa pria yang berada di sampingnya kini.
“Dia bukan orang yang Ayah pilih untuk kencan buta denganmu!” balas Pak Abraham kesal bukan main, wajahnya menunjukkan kalau sedang marah sekaligus kecewa karena gagal mendapatkan uang.
Nadia terkejut mendengar ucapan Ayahnya, lalu dia melihat dengan seksama wajah pria yang kini duduk santai di ranjang.
Wajah terkejut juga terlihat dari ekspresi Karina. Dia sedikit kesal, sebab Nadia masih diberi keberuntungan menghabiskan malam dengan pria tampan. Bukan dengan sosok gempal dan tua, seperti yang dia tahu.
Namun, alih-alih menyuarakan kekesalannya, Karina lebih memilih fokus pada tujuannya kali ini. Membuat Nadia dan Langit putus.
“Nadia, aku tidak menyangka kamu semunafik ini!" decih Karina. "Kamu selalu menunjukkan jika kamu wanita polos di depan umum, ternyata... kamu seliar ini,” ucapnya lebih lanjut sembari menunjukkan tatapan jijik.
Karina kemudian beralih pada ayahnya dan berkata, "Ayah, karena Nadia salah... bagaimana dengan teman ayah? Apakah akan membuat perusahaan Ayah gagal diselamatkan?"
Kemarahan di wajah ayah Nadia semakin menyala. Sorot mata pria yang seharusnya marah karena anaknya diperlakukan demikian, justru terlihat marah.
Sementara itu, Langit... terlihat menjadi satu-satunya pria yang benar-benar terluka.
Bukan terluka karena dikhianati Nadia, tapi terluka karena bukan Langit, orang yang pertama kali mereguk keperawanannya. “Sudah hampir lima tahun kita bersama, Nadia. Kamu bahkan tidak pernah mau aku sentuh, tapi kamu malah bermain dengan pria tidak jelas sepertinya?!"
Nadia menatap ketiga orang yang ada di depannya itu dengan tatapan penuh kebencian.
Bagaimana bisa mereka datang langsung menyalahkan satu orang saja tanpa mau melihat kebenaran yang ada?
Hanya karena satu kesalahan, Nadia tidak menemui orang yang benar sesuai pilihan Ayahnya.
“Karina, bukankah awalnya kamu adalah orang yang harus mendatangi kencan buta yang sudah diatur oleh Ayah?" Nadia berdiri dan dengan berani menatap saudara tirinya. "Aku hanya menggantikanmu. Bahkan, kamu yang mengantarkanku semalam. Apa kamu ingin cuci tangan dari semuanya?"
Plak!
Pak Abraham menampar Nadia lalu berkata, “Kamu sudah membuat kesalahan tapi masalah menyalahkan saudaramu?! Kalau sudah begini, bagaimana Ayah bisa mendapatkan uang untuk membangkitkan kembali perusahaan Ayah yang hampir bangkrut, hah!”
Nada bicara Pak Abraham yang keras serta menampar Nadia di depan banyak orang seperti ini membuat Nadia sakit hati. Berbeda dengan Karina yang sedikit puas karena sudah membuat Ayahnya marah sampai memukul Nadia.
“Jadi Ayah memang berniat menjualku?" Tubuh Nadia gemetar karena merasakan kekesalan yang sudah lama tertumpuk di benaknya. Bukankah selama ini dia sudah banyak mengalah? Kali ini dia ingin mempertahankan harga dirinya. Memangnya perusahaan yang susah payah dibangun oleh ibu itu bangkrut karena siapa? Bukankan karena gundik yang Ayah bawa pulang bersama putrinya yang serakah itu!” lanjut Nadia kesal.
Melihat Nadia yang berani tanpa takut membantah orang tuanya, pria asing itu semakin penasaran.
“Lagipula bukan ibumu saja yang berjuang memajukan perusahaan. Bukankah semua modal adalah milik Ayah?” tanya Karina sambil menyunggingkan senyuman mengejek karena Langit sudah berada dipihaknya.
“Karina benar, pemilik modal adalah aku. Ibumu hanya bekerja saja untukku!” bentak Pak Abraham.
Nadia menyunggingkan senyuman, dia mengingatkan sang Ayah. “Modal awal perusahaan adalah warisan dari Kakek pihak Ibu!! Ayah sebelumnya hanya karyawan biasa yang dijadikan menantu karena berkepribadian baik dan pekerja keras. Apa Ayah lupa??”
Dia tahu jelas bagaimana perusahaan yang kini sedang diperdebatkan tumbuh dan hancur karena siapa. Ayahnya. Ayahnya yang telah dipercaya itu ternyata berkhianat.
Ibunya yang sudah luar biasa baik ternyata hanya dimanfaatkan. Sang ayah bersekongkol dengan mantan kekasihnya yang sudah menikah dengan orang lain dan memiliki anak itu, lalu menipu ibunya dan mengambil alih perusahaan.
“Semua ini sudah takdir yang maha kuasa Nadia. Kamu jangan menyalahkan ibuku. Ayah dan ibu saling mencintai sebelumnya,” ucap Karina.
Nadia tersenyum sinis mendengar sahutan saudara tirinya.“Kalau begitu kenapa bukan kamu yang mencari dana untuk memulihkan kembali perusahaan? Kenapa ujung-ujungnya kalian mengorbankan aku?”
“Cukup Nadia. Intinya kamu melakukan kesalahan. Tidak usah membahas yang bukan inti permasalahan ini,” ucap Pak Abraham.
Nadia mengepalkan tangannya kesal. Dia ingin segera membantah apa yang mereka katakan tapi justru pria yang bermalam dengannya itu sudah bertepuk tangan duluan membuat empat orang yang sedang adu argumen serta memojokkan Nadia itu mengalihkan pandangan kepadanya.
“Ternyata benar, seorang lelaki, juga ayah kandung yang dibutakan cinta... tega menelantarkan anaknya demi membela anak dari seorang wanita yang dicintainya.” ucap Pria itu.
“Ini bukan urusanmu! Seharusnya kamu malu dengan wajahmu itu! Hanya tampan, tapi tidak bermoral karena sudah merenggut mahkota wanita yang tidak kamu kenal!" Langit berseru.
Pria itu menunjuk wajahnya dengan satu jari sambil tertawa mengejek, “Aku, hanya bermodal wajah tampan saja?”
“Benar itu, Langit!" Kali ini, Karina ikut membela. Dia yang tadinya terpesona oleh paras si pria, kini berbalik menyerang. "Aku sudah banyak melihat pria sepertimu. Berpenampilan menarik tapi tidak memiliki uang,” balas Karina meremehkan.
“Seharusnya kamu mengganti rugi perbuatanmu karena sudah merayu putriku dan menikmati tubuhnya! Karena gara-gara kamu, rencanaku menikahkan putriku dengan pria kaya jadi gagal!” hardik Pak Abraham, untuk saat ini di pikirannya memang dipenuhi oleh uang dan uang.
Pria itu tersenyum tipis, lalu berjalan mendekati Pak Abraham. Dengan tatapan tegas dia lalu berucap, “Katakan berapa uang yang Anda inginkan?”
Ketiga orang yang datang untuk mempermalukan Nadia itu langsung saling pandang dan menertawakan Pria sombong itu.
“Memangnya kamu siapa berlagak sekali mengatakan itu?” ledek Langit.
“Kalau begitu aku minta uang satu milyar!” seru Karina.
“Anak muda jangan membual didepanku jika kamu punya uang karena aku tidak akan percaya padamu,” ucap Pak Abraham dengan tegas.
Nadia juga membisikkan sebuah kalimat kepada pria itu, “Aku tahu kamu hanya mempertahankan harga diri, sudah jangan ladeni mereka. Biar aku urus sendiri, sejujurnya kita ini tidak saling mengenal bukan?”
Pria itu menyeringai tipis, lalu memberikan sebuah kartu nama kepada Pak Abraham. Sontak saja Pak Abraham terkejut dengan nama yang tertulis di kartu nama itu.
“Ka-mu,” ucap Pak Abraham terbata lalu secara seksama menatap sosok yang ada di depannya itu.
"Siapa dia Ayah, kenapa Ayah tampak terkejut seperti itu?” tanya Karina lalu merebut kartu nama yang ada ditangan Ayahnya. Mata Karina tampak melotot melihat nama yang tertera di kartu.
Arjuna Anwar. Sebuah nama yang tidak asing.
Karina mengucek matanya untuk memperjelas apakah benar Arjuna Anwar yang merupakan putra pertama dari pemilik perusahaan besar bergerak di bidang real estate itu?“Banyak yang mengaku sebagai Arjuna Anwar di kota ini, apa mungkin kamu salah satunya?” tanya Karina sembari membuang kartu nama itu.“Jadi lelaki ini mengaku sebagai Arjuna Anwar? Cih pantas saja Nadia sampai tertipu!” cibir Langit.“Kalian bisa berkata seperti itu karena belum pernah bertatap muka dengan seorang Arjuna Anwar, ‘kan?” tanya Arjuna dengan penuh tekanan. Karena memang dia selalu menggunakan perantara asisten untuk bertemu dengan tamu yang menurutnya tidak penting.Langit maupun Karina menggertakan giginya mendengar ucapan itu. Memang benar mereka tidak pernah bertatap muka langsung, tapi tidak seharusnya lelaki di hadapannya bertingkah sombong seperti itu.“Walau begitu aku adalah mitra bisnis dari perusahaan besar milik Arjuna,” jawab Langit.“Aku sampai lupa kalau memiliki hubungan bisnis dengan pemilik peru
“Kamu kenal pria tampan itu, Karina?” bisik Ibu Lentina yang sangat terpesona dengan paras rupawan Arjuna.“Hmm, dia itu seorang penipu, Bu. Dia yang melakukan hal tak senonoh dengan Nadia lalu masih mengaku sebagai Arjuna Anwar,” jawab Karina sinis.Awalnya Ibu Lentina sangat kagum dengan paras rupawan dan tubuh atletis seorang Arjuna Anwar. Tapi sayang sekali kekaguman itu berubah menjadi tatapan sengit dan ejekan yang dilontarkan oleh Ibu Lentina.“Siapa kamu beraninya datang tanpa pemberitahuan seperti ini ke perusahaanku?” bentak Ibu Lentina.“Calon mertuaku benar, memangnya perusahaan ini bisa dimasuki sembarang orang sepertimu,” imbuh Langit.Arjuna menyeringai tipis, melihat para manusia serakah dan tidak tahu malu di depannya itu. Lirikan matanya sekilas melihat ke arah Nadia yang mencoba untuk tegar namun sebenarnya rapuh itu. Satu lawan empat orang bagaimana Nadia bisa sekuat itu. Lalu tatapannya kembali ke depan dua orang yang meremehkannya barusan.“Datang tanpa pemberita
Mereka semua yang ada di ruangan itu tampak terkejut karena Arjuna sangaja datang ingin menemui Nadia. “Ini tidak boleh dibiarkan, Nadia tidak boleh mendapatkan pria yang lebih mapan dariku,” gumam Karina dalam hati, dia mengepalkan tangannya kesal merasa cemburu dengan Nadia.“Tuan Arjuna. Bagaimana kalau kita ke ruang meeting saja. Kami biasanya menjamu para tamu di ruang Meeting perusahaan. Kita bisa mengobrol bersama dengan santai, Bukan?” bujuk Karina dengan wajah yang lemah lembut berusaha untuk mengambil hati Arjuna.“Tidak perlu, urusanku bukan dengan kalian, tapi dengan Nadia. Terlebih penting kalau ada Pak Abraham aku mau bicara dengannya juga,” jawab Arjuna.Karina tampak tidak suka dengan jawaban itu, apalagi melihat tangan kekar Arjuna yang merangkul pundak Nadia dengan mesra. Nadia hanya diam di sampingnya dengan senyuman yang merekah, dia seolah sedang menertawakan Karina yang sedang berusaha mendapatkan hati Arjuna.“Ayah masih lama datang ke perusahaan, bagaimana kala
“Nadia, kali ini citramu sebagai orang yang menjaga kehormatan akan hilang!"Seorang perempuan muda terlihat menatap sengit ke arah Nadia yang terlihat kelelahan.Nadia Abraham yang baru pulang kerja, dipaksa mendatangi kencan buta yang diatur oleh istri baru sang ayah. Seharusnya yang akan menjalani kencan buta ini adalah saudara tirinya. Namun saudara tirinya tidak dapat dihubungi, jadilah dia yang menggantikan.Dia tahu ini hanya akal-akalan ibu tirinya. Akan tetapi, Nadia tidak punya pilihan selain menurut, sebab keberhasilan kencan ini menentukan nasib perusahaan ayahnya.Sambil menghela nafas kasar Nadia mendumal, “Dasar Ibu tiri licik!"Nadia menunggu dengan lelah. Dia terus melihat jam di tangan, tapi tidak ada tanda-tanda pria itu akan datang. Karena perutnya sudah keronconang, dia segera melahap makanan yang tersaji di meja.Di jarak yang tak terlihat oleh Nadia, seorang perempuan yang selalu memperhatikan gerak gerik Nadia merasa puas.Tak berselang lama usai melahap makana
“Orang tua?”Nadia memicing ke arah pria itu. Rasa panas yang menguasai tubuhnya serasa semakin membara ketika melihat tubuh tegap pria tampan itu.Dia menelan ludahnya, lalu berdiri mendekati sang arjuna. “Berarti kamu adalah orang yang dimaksud oleh Ayahku untuk menjalani kencan buta denganku?”Gejolak yang dia rasakan semakin menggila saat melihat sosok tampan di hadapannya. Nalurinya bergerak sendiri berdiri dan mencoba meraih pria tampan itu."A-aku bersedia menghabiskan malam denganmu, Tuan." Entah keberanian dari mana, Nadia berujar demikian sembari melingkarkan tangan ke leher pria yang baru dia temui itu."Lepas!" Dengan kasar, pria itu melepas rangkulan tangan Nadia.Dia selalu tidak suka dengan gadis yang sembarangan menyentuh tubuhnya. Orang tua pria itu memang baru saja membicarakan tentang pernikahan, tapi dia tidak tahu kalau mereka menjebaknya dengan kehadiran seorang wanita di kamarnya.Terlebih, baru kali ini wanita yang dikirimi orang tuanya terlihat begitu nakal, l
Mereka semua yang ada di ruangan itu tampak terkejut karena Arjuna sangaja datang ingin menemui Nadia. “Ini tidak boleh dibiarkan, Nadia tidak boleh mendapatkan pria yang lebih mapan dariku,” gumam Karina dalam hati, dia mengepalkan tangannya kesal merasa cemburu dengan Nadia.“Tuan Arjuna. Bagaimana kalau kita ke ruang meeting saja. Kami biasanya menjamu para tamu di ruang Meeting perusahaan. Kita bisa mengobrol bersama dengan santai, Bukan?” bujuk Karina dengan wajah yang lemah lembut berusaha untuk mengambil hati Arjuna.“Tidak perlu, urusanku bukan dengan kalian, tapi dengan Nadia. Terlebih penting kalau ada Pak Abraham aku mau bicara dengannya juga,” jawab Arjuna.Karina tampak tidak suka dengan jawaban itu, apalagi melihat tangan kekar Arjuna yang merangkul pundak Nadia dengan mesra. Nadia hanya diam di sampingnya dengan senyuman yang merekah, dia seolah sedang menertawakan Karina yang sedang berusaha mendapatkan hati Arjuna.“Ayah masih lama datang ke perusahaan, bagaimana kala
“Kamu kenal pria tampan itu, Karina?” bisik Ibu Lentina yang sangat terpesona dengan paras rupawan Arjuna.“Hmm, dia itu seorang penipu, Bu. Dia yang melakukan hal tak senonoh dengan Nadia lalu masih mengaku sebagai Arjuna Anwar,” jawab Karina sinis.Awalnya Ibu Lentina sangat kagum dengan paras rupawan dan tubuh atletis seorang Arjuna Anwar. Tapi sayang sekali kekaguman itu berubah menjadi tatapan sengit dan ejekan yang dilontarkan oleh Ibu Lentina.“Siapa kamu beraninya datang tanpa pemberitahuan seperti ini ke perusahaanku?” bentak Ibu Lentina.“Calon mertuaku benar, memangnya perusahaan ini bisa dimasuki sembarang orang sepertimu,” imbuh Langit.Arjuna menyeringai tipis, melihat para manusia serakah dan tidak tahu malu di depannya itu. Lirikan matanya sekilas melihat ke arah Nadia yang mencoba untuk tegar namun sebenarnya rapuh itu. Satu lawan empat orang bagaimana Nadia bisa sekuat itu. Lalu tatapannya kembali ke depan dua orang yang meremehkannya barusan.“Datang tanpa pemberita
Karina mengucek matanya untuk memperjelas apakah benar Arjuna Anwar yang merupakan putra pertama dari pemilik perusahaan besar bergerak di bidang real estate itu?“Banyak yang mengaku sebagai Arjuna Anwar di kota ini, apa mungkin kamu salah satunya?” tanya Karina sembari membuang kartu nama itu.“Jadi lelaki ini mengaku sebagai Arjuna Anwar? Cih pantas saja Nadia sampai tertipu!” cibir Langit.“Kalian bisa berkata seperti itu karena belum pernah bertatap muka dengan seorang Arjuna Anwar, ‘kan?” tanya Arjuna dengan penuh tekanan. Karena memang dia selalu menggunakan perantara asisten untuk bertemu dengan tamu yang menurutnya tidak penting.Langit maupun Karina menggertakan giginya mendengar ucapan itu. Memang benar mereka tidak pernah bertatap muka langsung, tapi tidak seharusnya lelaki di hadapannya bertingkah sombong seperti itu.“Walau begitu aku adalah mitra bisnis dari perusahaan besar milik Arjuna,” jawab Langit.“Aku sampai lupa kalau memiliki hubungan bisnis dengan pemilik peru
“A-aku juga tidak mengenalinya, aku datang ke hotel ini juga atas dasar permintaan Ayah untuk kencan buta,” jawab Nadia santai. Sebenarnya dia juga tidak tahu siapa pria yang berada di sampingnya kini.“Dia bukan orang yang Ayah pilih untuk kencan buta denganmu!” balas Pak Abraham kesal bukan main, wajahnya menunjukkan kalau sedang marah sekaligus kecewa karena gagal mendapatkan uang.Nadia terkejut mendengar ucapan Ayahnya, lalu dia melihat dengan seksama wajah pria yang kini duduk santai di ranjang.Wajah terkejut juga terlihat dari ekspresi Karina. Dia sedikit kesal, sebab Nadia masih diberi keberuntungan menghabiskan malam dengan pria tampan. Bukan dengan sosok gempal dan tua, seperti yang dia tahu.Namun, alih-alih menyuarakan kekesalannya, Karina lebih memilih fokus pada tujuannya kali ini. Membuat Nadia dan Langit putus.“Nadia, aku tidak menyangka kamu semunafik ini!" decih Karina. "Kamu selalu menunjukkan jika kamu wanita polos di depan umum, ternyata... kamu seliar ini,” uca
“Orang tua?”Nadia memicing ke arah pria itu. Rasa panas yang menguasai tubuhnya serasa semakin membara ketika melihat tubuh tegap pria tampan itu.Dia menelan ludahnya, lalu berdiri mendekati sang arjuna. “Berarti kamu adalah orang yang dimaksud oleh Ayahku untuk menjalani kencan buta denganku?”Gejolak yang dia rasakan semakin menggila saat melihat sosok tampan di hadapannya. Nalurinya bergerak sendiri berdiri dan mencoba meraih pria tampan itu."A-aku bersedia menghabiskan malam denganmu, Tuan." Entah keberanian dari mana, Nadia berujar demikian sembari melingkarkan tangan ke leher pria yang baru dia temui itu."Lepas!" Dengan kasar, pria itu melepas rangkulan tangan Nadia.Dia selalu tidak suka dengan gadis yang sembarangan menyentuh tubuhnya. Orang tua pria itu memang baru saja membicarakan tentang pernikahan, tapi dia tidak tahu kalau mereka menjebaknya dengan kehadiran seorang wanita di kamarnya.Terlebih, baru kali ini wanita yang dikirimi orang tuanya terlihat begitu nakal, l
“Nadia, kali ini citramu sebagai orang yang menjaga kehormatan akan hilang!"Seorang perempuan muda terlihat menatap sengit ke arah Nadia yang terlihat kelelahan.Nadia Abraham yang baru pulang kerja, dipaksa mendatangi kencan buta yang diatur oleh istri baru sang ayah. Seharusnya yang akan menjalani kencan buta ini adalah saudara tirinya. Namun saudara tirinya tidak dapat dihubungi, jadilah dia yang menggantikan.Dia tahu ini hanya akal-akalan ibu tirinya. Akan tetapi, Nadia tidak punya pilihan selain menurut, sebab keberhasilan kencan ini menentukan nasib perusahaan ayahnya.Sambil menghela nafas kasar Nadia mendumal, “Dasar Ibu tiri licik!"Nadia menunggu dengan lelah. Dia terus melihat jam di tangan, tapi tidak ada tanda-tanda pria itu akan datang. Karena perutnya sudah keronconang, dia segera melahap makanan yang tersaji di meja.Di jarak yang tak terlihat oleh Nadia, seorang perempuan yang selalu memperhatikan gerak gerik Nadia merasa puas.Tak berselang lama usai melahap makana