Lima tahun yang lalu, Rafandra meninggalkan keluarganya karena tidak mau berkonflik dengan ibu tiri dan adik-adiknya.
Konflik dalam keluarga Sanjaya memuncak ketika ibu tiri dan adik-adiknya menggunakan dana perusahaan untuk menyuap para pemegang saham dan jajaran direksi agar tidak menjadikan Rafandra sebagai CEO Sanjaya Invastement Bank, yang menyebabkan salah satu anak perusahaan Grup Sanjaya mengalami PHK massal.
Demi menstabilkan perusahaan keluarganya dan mencegah kerugian lebih lanjut, Rafandra memutuskan untuk meninggalkan keluarga Sanjaya dan melepaskan semua jabatan eksekutifnya di Grup Sanjaya.
Dia melakukannya setelah mendengar kabar bahwa beberapa pekerja yang terkena PHK massal bunuh diri. Keuangan salah satu anak perusahaan Grup Sanjaya hancur lebur sampai harus menutup perusahaan dan pabrik-pabriknya.
Sejak saat itu, Rafandra memilih keluar dari Grup Sanjaya agar tidak terjadi hal yang sama. Dia takut ibu dan adik-adik tirinya melakukan hal yang sama selama dia masih berada di Grup Sanjaya. Dia pun tidak ingin berkonflik langsung dengan mereka karena penyakit ayahnya.
Awalnya Tuan Martin selalu menolak pemberian Rafandra. Dia selalu berkata: “Aku tidak bisa menerimanya, Rafandra. Uang ini terlalu banyak.”
Tapi perlahan-lahan Rafandra berhasil membujuknya. Dia menggunakan titik lemah Tuan Martin, yaitu para pekerja. Rafandra mengatakan bahwa uang ini bisa menghindarkan para pekerja dari pemecatan. Jika perusahaannya bangkrut para pekerjalah yang menjadi korban.
Rafandra memang memiliki trauma besar terhadap PHK massal. Dia menyaksikan sendiri dampak buruknya terhadap para pekerja dan keluarganya. Saat itu dia benar-benar hancur. Pikirannya kacau dan dipenuhi rasa bersalah meski dia bukan penyebab langsung PHK mereka.
Karena itu Rafandra sangat ingin membantu Tuan Martin menyelamatkan perusahaannya. Selama dua bulan lebih, Rafandra telah dibuat terharu oleh Tuan Martin. Dia menjalani perawatan intensif di rumah sakit dua bulan lamanya. Selama itu pula Tuan Martin selalu meluangkan waktu menjenguknya, meski tidak setiap hari.
Pada bulan pertama, Rafandra hanya terbaring di atas ranjang rumah sakit tanpa bisa melakukan apa-apa, dan Tuan Martin adalah satu-satunya orang yang selalu mendampingi dan membiayai seluruh pengobatannya. Kebaikannya membuat Rafandra tidak berpikir dua kali untuk memberikan uangnya.
Ingatan tentang Tuan Martin selalu muncul setiap kali Rafandra mendapat perlakuan buruk dari keluarganya seperti yang terjadi hari ini.
Hari ini dia harus berjalan keluar dengan kepala tertunduk. Istrinya sendiri tidak menghendaki kehadirannya. Dia lebih senang berdampingan dengan Max Hendrawan dan Alex Gunawan di atas sana.
“Kenapa kau keluar? Kau harus melayani mereka,” ucap seorang satpam yang menjaga pintu.
Rafandra tidak mempedulikan ucapan satpam tersebut. Dia berjalan melaluinya tanpa sedikit pun melihatnya.
“Kurang ajar!” hardik satpam itu. Dia berjalan mendekati Rafandra.
Sebelum dia sampai di samping Rafandra, sebuah mobil mewah berhenti di depan pintu masuk perusahaan. Satpam itu bergegas tersenyum menghampiri mobil tersebut.
Dari dalam mobil keluar seorang wanita cantik yang sangat elegan. Dia adalah Sofia Roberts. Di pintu satunya keluar Henry Roberts, kakak laki-laki Sofia. Mereka adalah pewaris Roberts Enterprise.
“Selamat datang, Tuan Henry dan Nona Sofia,” sapa satpam tersebut sopan.
Wanita muda itu memberi tips yang cukup besar pada satpam tersebut, lalu berjalan masuk melewati Rafandra tanpa menyapanya. Sementara Henry sempat melirik ke arah Rafandra untuk sesaat.
Henry dan Sofia adalah pewaris salah satu keluarga terkaya di Kota Loven. Di usianya yang masih sangat muda, mereka sudah menjadi direktur di Roberts Enterprise yang memiliki banyak lini usaha. Hampir semua orang mengenal mereka karena sering muncul di televisi.
“Kau lihat mereka, sayang. Bagaikan langit dan bumi,” ucap seorang wanita paruh baya dengan dandanan mewah. Dia dan suaminya baru saja turun dari mobil yang berada di belakang mobil Henry Roberts.
“Kau salah,” kata suaminya. “Yang benar bagaikan langit dan dasar laut,” lanjutnya sembari tertawa menatap Rafandra dengan sinis.
Wanita paruh baya itu tertawa dengan memukulkan tasnya pelan ke dada suaminya. Begitu juga dengan satpam yang sedang berdiri menyambut mereka.
Kemudian satpam itu mendekati dua orang berpakaian mewah tersebut dan bertanya:
“Bisa Tuan dan Nyonya tunjukkan surat undangan resmi perusahaan kami?” tanyanya dengan sopan.
Pria paruh baya itu mengambil surat undangan dari saku dalam jasnya dan memberikannya kepada satpam tersebut.
“Oh, rupanya Tuan Robin Andreas dan Nyonya Angeline Darmawan. Maaf tidak mengenali kalian,” ucap satpam itu menundukkan kepalanya.
Tanpa mempedulikan satpam tersebut, Robin mendekati Rafandra.
“Selamat datang, Paman Andreas,” sapa Rafandra setelah pria paruh baya itu mendekat.
“Kau bukan keponakan kami! Kau tidak berhak memanggilnya Paman!” sela Angeline dengan keras. Dia adalah adik kandung Alan Darmawan, ayah Alexa Darmawan.
Karena suaranya yang keras, banyak orang yang keluar masuk perusahaan melihat ke arah Rafandra. Mereka semua menatapnya dengan tatapan sinis. Semua orang memperhatikan pakaian pelayan yang dipakai Rafandra.
“Aku menikahi Alexa. Bukankah itu membuatku menjadi keponakan kalian?”
Robin Andreas bergegas menutup mulut Rafandra dan menggelengkan kepalanya.
“Ayah mungkin menerimamu, tapi kami tidak. Orang miskin dan tidak berguna sepertimu tidak pantas menjadi keluarga kami,” bisik Robin sembari menyentuh dada Rafandra beberapa kali dengan jari telunjuknya.
Rafandra menatap Robin dengan tajam. Dalam sorot matanya tidak ada rasa takut sama sekali.
“Kau berani menatap suamiku seperti itu! Dasar pelayan rendahan!”
Plakk...
Angeline menampar pipi Rafandra dengan sangat keras.
“Pakaian suamiku lebih berharga dari kedua matamu!”
Kejadian itu menarik perhatian semua orang karena terjadi di pintu masuk perusahaan. Banyak orang yang mendekati titik kejadian itu, termasuk orang-orang yang sudah berada di dalam hall perusahaan.
Hal itu membuat Alexa dan keluarganya penasaran. Mereka bertanya-tanya kenapa banyak orang yang baru saja masuk ke dalam memilih keluar lagi. Mereka pun berjalan menuju pintu keluar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
“Kau masih berani menatap suamiku seperti itu!” ucap Angeline dengan keras. Lalu dia melayangkan tangannya kembali untuk menampar pipi Rafandra.
Namun kali ini Rafandra tidak tinggal diam. Dia menangkap tangan Angeline sebelum mengenai pipinya.
“Tante tak punya hak menampar wajahku!” ujar Rafandra penuh penekanan.
Tapi...
Plakk...
Sebuah tamparan yang jauh lebih keras mengenai pipi Rafandra yang sebelah kiri.
“Bagaimana denganku?! Apa aku juga tak punya hak menamparmu?” ucap Anett Wongso.
Rafandra terkejut mendapat tamparan keras ini. Dia menatap ibu mertuanya dengan tajam, tapi tatapannya melunak setelah melihat Alexa menatapnya dengan menggelengkan kepalanya beberapa kali.
Ada raut kecewa di wajah Alexa. Dia merasa suaminya telah membuat kekacauan di hari paling penting dalam hidupnya. Alexa berjalan menghampiri Rafandra. Dia menatap Rafandra dengan tajam, lalu...
Plakk...
“Dasar pelayan tidak berguna! Lebih baik kau pergi sekarang!” bentaknya sangat keras.
Rafandra mengepalkan tangannya. Pagi ini dia telah menerima tiga kali tamparan dari tiga orang berbeda. Seumur hidupnya, dia belum pernah mengalami hal seperti ini.
Setelah cukup lama menatap Rafandra, Alexa kembali masuk ke dalam meninggalkan kerumunan itu diikuti oleh Max Hendrawan. Sementara Alex Gunawan masih berdiri di samping Annet Wongso.
Rafandra masih tertunduk sembari mengendalikan amarah di hatinya.
“Pergi kau dari sini! Dasar sampah!” kutuk Anett. Lalu dia mengarahkan pandangannya pada para satpam yang menjaga pintu masuk. “Jangan biarkan dia masuk. Usir dia dari sini agar acara pembukaan berjalan lancar!”
Setelah berucap dengan nada tinggi dan kasar, Anett kembali tersenyum kepada para tamu undangan.“Maaf atas pemandangan tak mengenakkan ini,” katanya lembut, tapi para tamu undangan masih berbisik-bisik satu sama lain.Kemudian Alex Gunawan berdiri di samping Anett Wongso.“Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, acara segera dimulai. Sebaiknya kita kembali ke dalam. Kalian tak perlu memikirkan orang ini, biar satpam yang mengurusnya,” ucapnya dengan lugas. “Aku akan memberikan kartu keanggotaan VIP bagi orang yang tetap tinggal sampai acara pembukaan selesai. Dengan kartu itu, kalian akan diberi akses kemewahan tiada batas di seluruh jaringan hotel nilik Grup Gunawan.”Mendengar tawaran dari Alex, membuat semua orang kembali masuk ke dalam. Kartu VIP hotel Grup Gunawan memiliki keistimewaan yang luar biasa. Orang yang memilikinya akan mendapatkan pelayanan dan akses kemewahan lebih baik dari pelanggan biasa.“Terima kasih, Tuan Alex,” ucap Annet dengan tersenyum hangat.“Tidak apa-apa, Tante. It
“Kau jangan mengada-ada. Kau bahkan tidak bisa mencari uang satu dollar pun jika Alexa tidak memberimu,” ejek Susan.“Sudah! Cepat buatkan kopi! Tidak ada gunanya juga kau mengetahuinya!” ucap Alexa keras.“Aku hanya ingin membantu.”“Heh,” Alan Darmawan menyeringai. “Apa yang bisa dilakukan pengangguran sepertimu?!”“Pergi sana!” dorong Lena pada Rafandra.Rafandra terdorong beberapa langkah ke belakang. Dia pun membalikkan tubuhnya dan pergi ke dapur. Wajahnya memerah karena marah, padahal dia hanya ingin membantu.Setelah kematian Tuan Martin, tidak seorang pun yang memperlakukannya dengan baik. Satu-satunya orang yang tidak pernah menghina, merendahkan dan memerintahnya adalah Nyonya Wendy Satriawan. Meski demikian, dia juga tidak pernah membelanya saat direndahkan dan dipermalukan oleh anak dan cucu-cucunya.Rafandra berjalan menuju ke dapur rumahnya. Dia berkali-kali menghela nafas panjang dan memejamkan matanya.Selama menjalin hubungan dekat dengan Tuan Martin, ada satu hal yan
Karena itu, setiap kali ada keputusan-keputusan salah yang diambil Alan dan keluarganya, Rafandra selalu merasa kasihan pada Tuan Martin. Dia selalu menghela nafas panjang setiap kali hal ini terjadi.Kenangan-kenangan indahnya bersama Tuan Martin selalu muncul saat keluarganya menampilkan perilaku buruk, termasuk yang terjadi kepadanya saat ini.Kringg... kringg...Ponsel Rafandra berdering cukup kencang. Kemudian dia melihat layar ponselnya. Di layar itu tertulis nama Michael Crouch. Dia adalah salah satu pemegang saham yang cukup besar di Grup Darmawan.“Halo, Tuan Rafandra. Aku sudah melaksanakan apa yang Tuan perintahkan. Seluruh jaringan supermarket Leivan akan menampilkan dan mempromosikan produk-produk kecantikan dari perusahaan istri Tuan.”“Terima kasih sudah bekerja keras, Tuan.”“Tidak, Tuan. Bisa mendapatkan perintah dari Tuan adalah pencapaian.”“Tuan Michael terlalu mengada-ngada.”“Hanya saja beberapa produk yang akan dirilis perusahaan istri Tuan belum mendapat izin ed
Mereka bertiga berpelukan bahagia. Itu artinya mereka sudah bisa melaunching dan memasarkan produk mereka secara luas.Rafandra melihat dengan tersenyum, lalu dia mendekati mereka bertiga,“Bukankah kau berjanji akan berlutut di depanku?” ucap Rafandra.Mendengar itu membuat mereka bertiga melepaskan pelukannya masing-masing.Susan dan Lena menatap Rafandra dengan pekat. Mereka sepertinya sedang memikirkan sesuatu.“Aku tidak percaya kau yang melakukannya! Tidak mungkin!” kata Lena.“Pengangguran sepertimu tidak mungkin bisa melakukannya. Aku yakin ini hasil kerja Alex atau Max,” ucap Susan.“Kau benar, Susan. Mereka berjanji akan terus berusaha menyelesaikan hal ini, bukan?” ujar Lena.“Karena itu aku yakin, kau hanya seorang pembual!” kata Susan dengan mendorong dada Rafandra.“Kalian gila jika mempercayainya. Aku sudah bersamanya lebih dari dua tahun. Dia hanyalah pengangguran tak berguna,” sambung Alexa.Rafandra tersenyum.“Aku benar-benar mengenal Tuan Ferdinand,” katanya.“Janga
Rafandra menggeleng.“Aku hanya tidak mau banyak orang kehilangan pekerjaan setelah Tuan Martin wafat. Karena itu aku mendirikan perusahaan ini bersama kalian. Aku senang perusahaan ini bisa berkembang pesat.”Saat itu, Alan Darmawan dan anggota keluarga Darmawan lainnya memutuskan untuk menutup pabrik tekstil karena dipandang tidak memberikan keuntungan yang besar.Mereka mengalihkan biaya operasional pabrik tekstil untuk membeli secara langsung kain yang sudah jadi, lalu mereka olah di pabrik garmen milik mereka. Dalam hitungan mereka, hal itu jauh lebih menguntungkan.Saat mendengar keputusan tersebut, dua asisten pribadi Tuan Martin menentang. Mereka adalah Daniel William dan Harry Maruti. Mereka berdebat keras dengan Alan Darmawan hingga membuat mereka dipecat.Mengetahui akan terjadi PHK massal, sekitar lima ribu orang lebih, Rafandra menghubungi Daniel dan Harry satu bulan kemudian. Mereka memang sering bertemu sebelumnya. Harry dan Daniel sering diminta Tuan Martin untuk menem
“Awalnya...”Kretek...Terdengar suara pintu depan terbuka. Rafandra dan Anna langsung mengarahkan pandangannya ke arah pintu itu. Terlihat dua orang sedang berjalan masuk dengan senyum mengembang.“Mas Rafandra!” ucap Liam Suryawijaya yang mempercepat jalannya setelah melihat Rafandra, tapi langkahnya tersusul oleh adik perempuannya, Sarah Suryawijaya.Wanita muda itu berlari kencang ke arah Rafandra dan langsung memeluknya.“Ke mana saja kamu, Mas?” tanya Sarah masih memeluknya.“Nanti aku ceritakan.”Liam pun melakukan hal yang sama dengan adiknya. Dia pun memeluk Rafandra dari samping. Mereka bertiga berpelukan cukup lama untuk melampiaskan rasa kangen.Sejak kecil mereka bertiga memang sangat akrab. Mereka lebih mirip saudara kandung daripada saudara sepupu.“Bagaimana kabar kalian?” tanya Rafandra setelah mereka duduk di sampingnya.“Aku baik-baik saja, tapi Mas Liam...”Liam mengusek kepala adiknya.“Aku kurang baik, Mas,” katanya tersenyum.Rafandra melihat ada dua orang lain
Tuan Sagal tersenyum kepada semua orang. Dia mengulurkan tangannya menyalami mereka semua.“Perkenalkan aku Luis Sagal. Pengacara Tuan Liam Suryawijaya.”Semua orang masih terperangah, terutama Alexander dan tim legalnya. Bagaimana tidak, mereka semua bekerja di firma hukum milik Tuan Sagal. Pikiran mereka pun melayang ke mana-mana, karena selama ini Luis Sagal tidak pernah menangani kasus lokal secara langsung. Dia hanya menangani kasus internasional.Karena itu mereka bertanya-tanya, siapa orang yang bisa mempekerjakan Luis Sagal sampai menjadi pengacara Liam Suryawijaya. Dia yakin Grup Suryawijaya tidak mungkin mampu membujuk Tuan Sagal untuk menjadi pengacaranya, karena grup-grup yang lebih besar sekalipun tidak pernah berhasil melakukannya.“Eh, aku Alexander dan mereka tim legal kami,” ucap Alexander tergagap-gagap menyambut uluran salam Luis Sagal.“Semoga beruntung,” kata Tuan Sagal dengan meremas tangan Alexander cukup keras sampai membuatnya sedikit meringis.Mereka semua ke
Setelah di perjalanan cukup lama, Liam dan Rafandra sampai di rumah. Mereka pun turun dari mobilnya dan masuk ke dalam.Revan tiba-tiba berlari menghampiri Rafandra dan memeluknya. Dia memperlihatkan senyum yang sangat lepas dan senang.“Revan bermain dengan siapa?” tanya Rafandra.Revan mengarahkan jari telunjuknya kepada seorang wanita muda yang sangat cantik. Dia adalah Maria Robetta, sepupu Liam dan Sarah. Ibunya adalah adik mendiang Arnold Suryawijaya.Rafandra tersenyum hangat ke arah Maria. Mereka pun saling berjalan mendekat.“Bagaimana kabarmu, Maria?” tanya Rafandra. “Sudah lama kita tidak bertemu.”“Aku baik. Bagaimana dengan Mas Rafandra?”“Aku juga baik,” jawab Rafandra. “Bagaimana bisa kau bermain-main dengan Anakku?”“Tante Anna yang memanggilku. Dia tahu aku ahli dalam mengurusi anak-anak,” katanya dengan sedikit tertawa.“Semua pengasuh anak profesional aku lihat tidak ada yang bisa mendekati Revan. Karena itu aku memanggil Maria. Kebetulan dia tidak sedang syuting ha
Terjadi kehebohan besar di kediaman Keluarga Darmawan. Alexa menceritakan apa yang dikatakan Rafandra kepadanya.Alan, Annet dan lain sebagainya duduk di ruang tamu kediaman utama, termasuk Wendy Satriawan, nyonya besar Keluarga Darmawan.“Apa yang harus kita lakukan, Pa?” tanya Frida kepada Alan.Alan terdiam tidak mengucapkan apapun.“Sudah kukatakan kalian jangan keterlaluan mengganggunya,” ujar Wendy Satriawan.Alan dan lainnya memandang ke arah wanita yang sudah dipenuhi rambut putih dan keriput.“Apa alasan Mama tidak pernah mengganggunya?” tanya Alan.“Mama menghormati Papamu. Dia sangat memandang tinggi Rafandra, entah karena alasan apa,” jawab Wendy.Alexa menghela nafas.“Sebenarnya apa yang membuat Kakek memandangnya sedemikian tinggi,” ucapnya penasaran.“Yang Nenek tahu, Kakekmu sepanjang hidupnya tidak pernah salah menilai seseorang. Karena itu Nenek tidak pernah merendahkannya seperti kalian, tapi Nenek juga tidak menghalangi kalian melakukannya karena Nenek pun tidak s
Daniela dan orang-orangnya terkejut mendengar hal itu.“Kami pemilik baru Golden Acres Corporation,” kata Rafandra.Daniela terus memandang Rafandra. Kepalanya menggeleng kecil setelah mendengar perkataan Rafandra.“Karena itu yang mengajukan penawaran untuk membeli Hotel Golden Acres adalah Golden Acres Corporation, bukan perusahaan lainnya,” ujar Rafandra.“Tuan memang hebat. Dengan menguasai Golden Acres Corporation, andaikan Tuan harus membangun hotel dari awal, tingkat kesuksesannya sangat tinggi,” ucap Daniela. “Meski demikian, kami tidak akan menjual hotel ini dengan harga semurah itu.”Rafandra tersenyum.“Sebenarnya kami belum menyelesaikan tawaran kami. Ada hal lain yang kami masukkan dalam penawaran kami.”“Apa itu?” tanya Daniela.Semua orang menatap Rafandra, termasuk Walter dan Sagal. Rafandra memang sering berimprovisasi saat bernegosiasi dengan perusahaan yang hendak dibelinya.“Kami mengajukan harga tiga ratus juga dollar dan sisa hutang ditanggung bersama, dan kalian
Untuk sesaat sempat terjadi kekakuan di antara mereka berdua. Daniela sempat terdiam sembari terus menatap Rafandra.“Silakan duduk, Nona,” kata Rafandra dengan senyum hangat. Dia berusaha mencairkan suasana kembali.Rhonald dan lainnya terkejut melihat kejadian itu.“Apakah kalian saling mengenal?” tanya Rhonald kepada Daniela dan Rafandra.“Kita hanya pernah bertemu,” jawab Daniela cepat.Rafandra mengangguk semberi tersenyum hangat. Mereka duduk berhadapan.“Karena diektur keuangan Grup Santoso sudah hadir, pembicaraan tentang pembelian Hotel Golden Acres sudah bisa dimulai, bukan?” tanya Sagal.“Silakan, Tuan Sagal,” ucap Rhonald.“Klien kami tertarik untuk membeli Hotel Golden Acres dari Grup Santoso. Setelah kami mendapatkan informasi rincinya, Grup Santoso membeli Hotel Golden Acres dengan nilai dua ratus enam puluh juta dollar dengan kesepakatan menanggung hutang-hutang Hotel Golden Acres yang mencapai seratus delapan puluh lima juta dollar. Berdasarkan informasi ini, kami ing
Rafandra menganggukkan kepalanya.“Baik,” katanya pelan sembari melihat tangan Daniela yang terus menggenggamnya.“Eh, maaf,” ujar Daniela bergegas melepaskan genggaman tangannya.Dia terlihat malu sampai pipinya memerah.“Halo, Tuan...”“Halo, Tuan Sagal. Aku tidak jadi melaporkannya. Tuan tidak perlu membuat laporan kepada polisi. Tunggu arahanku nanti.”“Baik, Tuan,” jawab Sagal. “Apa yang sebenarnya sedang terjadi, Tuan? Apakah aku harus masuk ke dalam?” tanyanya penasaran.“Tidak perlu. Tuan Sagal tetap di mobil dan tunggu arahanku nanti.”“Baik, Tuan.”Lalu Rafandra memutus teleponnya.“Tolong kalian bawa Revan keluar. Aku tidak mau melihatnya ketakutan,” kata Rafandra pada dua wanita pengasuh anak yang dipekerjakannya. “Revan ikut mereka dulu ya. Papa mau menyelesaikan sesuatu di sini.”Revan pun mengangguk dan menjulurkan tangannya kepada dua wanita itu. Dia pun dibawa pergi keluar dari ruangan itu.“Silakan duduk, Tuan,” ujar Daniela kepada Rafandra.“Apa yang hendak Nona Dan
Melihat kehadiran ayahnya, Revan langsung melompat ke pelukan ayahnya.Pasangan suami istri itu kesal mendengar ucapan Rafandra.“Siapa kau?”“Aku Ayahnya.”“Oh, pantas anaknya kurang beradab, ternyata Ayahnya juga sama,” kata sang istri sambil memandang pakaian Rafandra dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.Rafandra memang selalu mengenakan setelan jas yang tidak murah, tapi juga tidak terlalu mahal.“Apa maksudmu?”“Suamiku kau lihat pakaiannya. Dia mengenakan setelan jas Don Blanca,” kata sang istri.“Kau benar. Hahaha...”Sang suami tertawa terbahak-bahak cukup lama.Walter terlihat sangat kesal. Dia tidak terima tuannya diperlakukan seperti ini, tapi Rafandra mencegahnya.“Apa yang salah dengan Don Blanca. Bukankah itu nyaman dan bagus.”“Memang, tapi itu menunjukkan level kekayaanmu belum setara dengan orang-orang yang menyekolahkan anaknya di sini. Jika belum mampu, jangan berlagak!” kata sang istri.“Heh,” Rafandra meringis sambil menggeleng. “Tidak di Loven, tidak di Wollon
Rafandra terus menatap Stefan dan Aranda. Dia menatap mereka dengan senyum mengembang ramah.“Aku tidak sedang bercanda. Aku bisa membuat surat pengangkatan sekarang juga, tanpa harus menunggu lama,” ujar Rafandra.Tiba-tiba Stefan memajukan tubuhnya.“Kau pasti menipu kami lagi,” katanya.Rafandra tersenyum.“Tuan Sagal. Buatkan surat pengangkatan Aranda Acres menjadi CEO Golden Acres sekarang juga.”“Baik, Tuan.”Sagal langsung mengeluarkan laptopnya dan mulai mengetik. Tak berselang lama, surat yang dibuat Sagal selesai.“Boleh aku pinjam printer di sini?” tanya Sagal.“Silakan,” jawab Stefan.Sagal menghubungkan laptopnya dengan printer tersebut, lalu mencetak surat pengangkatan yang baru saja dibuatnya.“Ini Tuan.”Sagal menyerahkan selembar kertas dengan logo Safty Enterprise, perusahaan induk milik Rafandra yang membawahi banyak perusahaan.Nama perusahaan ini memang tidak dikenal banyak orang karena tidak pernah menampakkan diri. Setiap kali membuat dan membeli perusahaan lain
Waktu berjalan dengan cepat. Rafandra dan Ian sedang berada dalam perjalanan menuju Kota Wollong. Rafandra dan Revan duduk di belakang, sementara Ian dan supirnya duduk di depan.Mereka berangkat dari hotel jam tujuh malam setelah Rafandra bertemu dengan Daniel dan Harry. Rafandra memberikan kunci rumah tempat mereka biasa berkumpul dulu. Dia meminta mereka untuk membersihakan rumah dan mencari pengurus anak profesional yang dapat dipercaya.“Kita sampai di Hotel Golden Acres, Tuan,” kata Ian.“Kita menginap di sini.”“Baik, Tuan.”Ian menyuruh supirnya menepi. Dia pun bergegas turun memasuki hotel untuk menanyakan ketersediaan kamar.Rafandra pun membuka pintu mobilnya dan turun. Dia melihat Ian sedang berbincang-bincang dengan resepsionis hotel.Rafandra sengaja menginap di Hotel Golden Acres untuk melihat potensi yang dimiliki hotel. Dia tahu bahwa hotel ini telah dijual, tapi dia cukup tertarik untuk membeli kembali hotel-hotel yang dikelola Golden Acres.Menurut laporan yang masu
“Mengambil alih perusahaan yang akan atau sudah pailit, lalu melakukan misi penyelamatan,” jawab Sagal.“Apa nanti perusahaan tersebut akan dijual?” tanya Ian Fins lagi.“Tidak, karena tujuan Tuan Rafandra melakukannya untuk menyelamatkan para pekerja dari PHK.”Ian terkejut mendengar ucapan Sagal.“Pola seperti itu tidak akan bertahan lama jika tidak menghasilkan keuntungan,” ucap Ian.“Aku tahu, tapi sampai sekarang semua perusahaan yang diambil alih bisa disehatkan dan berkembang semakin besar berkat kemampuan Tuan Rafandra.”Ian memandang Rafandra cukup lama. Dia berharap Rafandra sendiri yang menceritakannya.“Aku memulai proyek ini sekitar lima tahun yang lalu. Tapi dua setengah tahun terakhir aku memutuskan berhenti untuk fokus mengurus anakku. Sekarang aku ingin kembali melakukannya,” ucap Rafandra.“Aku belum bisa memutuskan untuk bergabung atau tidak, karena aku belum melihat bukti nyata dari proyek Tuan Rafandra.”“Selama dua tahunan, aku telah mengambil alih enam perusaha
“Apa yang sedang kalian lakukan?!” tanya Ian Fins. “Lepaskan tangan kalian dari tubuh Tuan Rafandra!”Dua orang pengacara yang memegang tubuh Rafandra bergegas melepaskannya.“Mohon maaf, Tuan Ian. Apakah Tuan...”“Benar. Aku kuasa hukum Tuan Rafandra. Apakah Tuan Jeremy punya tuntutan hukum terhadap klienku?”“Benar. Kami sudah menyerahkannya jam delapan malam tadi. Sekarang kami sedang mengantar Nona Pauline untuk memberi keterangan.”“Semuanya sudah beres. Menurut kepala polisi bukti-bukti yang dikumpulkan tidak kuat. Jika boleh tahu, apa Tuan Jeremy membawa bukti materil untuk menuntut klien kami?”“Eh, tentu ada. Tapi aku tidak bisa memperlihatkannya kepada Tuan Ian.”“Apakah bukti itu baru akan diserahkan atau sudah diserahkan?”“Baru akan diserahkan?”Ian Fins menganggukkan kepalanya.“Lalu apa yang menjadi dasar para polisi itu membawa Tuan Rafandra ke kantor polisi jika bukti-buktinya belum mereka terima?”“Kami memang mengajukan hal itu agar tersangka tidak melarikan diri.”