Lima tahun yang lalu, Rafandra meninggalkan keluarganya karena tidak mau berkonflik dengan ibu tiri dan adik-adiknya.
Konflik dalam keluarga Sanjaya memuncak ketika ibu tiri dan adik-adiknya menggunakan dana perusahaan untuk menyuap para pemegang saham dan jajaran direksi agar tidak menjadikan Rafandra sebagai CEO Sanjaya Invastement Bank, yang menyebabkan salah satu anak perusahaan Grup Sanjaya mengalami PHK massal.
Demi menstabilkan perusahaan keluarganya dan mencegah kerugian lebih lanjut, Rafandra memutuskan untuk meninggalkan keluarga Sanjaya dan melepaskan semua jabatan eksekutifnya di Grup Sanjaya.
Dia melakukannya setelah mendengar kabar bahwa beberapa pekerja yang terkena PHK massal bunuh diri. Keuangan salah satu anak perusahaan Grup Sanjaya hancur lebur sampai harus menutup perusahaan dan pabrik-pabriknya.
Sejak saat itu, Rafandra memilih keluar dari Grup Sanjaya agar tidak terjadi hal yang sama. Dia takut ibu dan adik-adik tirinya melakukan hal yang sama selama dia masih berada di Grup Sanjaya. Dia pun tidak ingin berkonflik langsung dengan mereka karena penyakit ayahnya.
Awalnya Tuan Martin selalu menolak pemberian Rafandra. Dia selalu berkata: “Aku tidak bisa menerimanya, Rafandra. Uang ini terlalu banyak.”
Tapi perlahan-lahan Rafandra berhasil membujuknya. Dia menggunakan titik lemah Tuan Martin, yaitu para pekerja. Rafandra mengatakan bahwa uang ini bisa menghindarkan para pekerja dari pemecatan. Jika perusahaannya bangkrut para pekerjalah yang menjadi korban.
Rafandra memang memiliki trauma besar terhadap PHK massal. Dia menyaksikan sendiri dampak buruknya terhadap para pekerja dan keluarganya. Saat itu dia benar-benar hancur. Pikirannya kacau dan dipenuhi rasa bersalah meski dia bukan penyebab langsung PHK mereka.
Karena itu Rafandra sangat ingin membantu Tuan Martin menyelamatkan perusahaannya. Selama dua bulan lebih, Rafandra telah dibuat terharu oleh Tuan Martin. Dia menjalani perawatan intensif di rumah sakit dua bulan lamanya. Selama itu pula Tuan Martin selalu meluangkan waktu menjenguknya, meski tidak setiap hari.
Pada bulan pertama, Rafandra hanya terbaring di atas ranjang rumah sakit tanpa bisa melakukan apa-apa, dan Tuan Martin adalah satu-satunya orang yang selalu mendampingi dan membiayai seluruh pengobatannya. Kebaikannya membuat Rafandra tidak berpikir dua kali untuk memberikan uangnya.
Ingatan tentang Tuan Martin selalu muncul setiap kali Rafandra mendapat perlakuan buruk dari keluarganya seperti yang terjadi hari ini.
Hari ini dia harus berjalan keluar dengan kepala tertunduk. Istrinya sendiri tidak menghendaki kehadirannya. Dia lebih senang berdampingan dengan Max Hendrawan dan Alex Gunawan di atas sana.
“Kenapa kau keluar? Kau harus melayani mereka,” ucap seorang satpam yang menjaga pintu.
Rafandra tidak mempedulikan ucapan satpam tersebut. Dia berjalan melaluinya tanpa sedikit pun melihatnya.
“Kurang ajar!” hardik satpam itu. Dia berjalan mendekati Rafandra.
Sebelum dia sampai di samping Rafandra, sebuah mobil mewah berhenti di depan pintu masuk perusahaan. Satpam itu bergegas tersenyum menghampiri mobil tersebut.
Dari dalam mobil keluar seorang wanita cantik yang sangat elegan. Dia adalah Sofia Roberts. Di pintu satunya keluar Henry Roberts, kakak laki-laki Sofia. Mereka adalah pewaris Roberts Enterprise.
“Selamat datang, Tuan Henry dan Nona Sofia,” sapa satpam tersebut sopan.
Wanita muda itu memberi tips yang cukup besar pada satpam tersebut, lalu berjalan masuk melewati Rafandra tanpa menyapanya. Sementara Henry sempat melirik ke arah Rafandra untuk sesaat.
Henry dan Sofia adalah pewaris salah satu keluarga terkaya di Kota Loven. Di usianya yang masih sangat muda, mereka sudah menjadi direktur di Roberts Enterprise yang memiliki banyak lini usaha. Hampir semua orang mengenal mereka karena sering muncul di televisi.
“Kau lihat mereka, sayang. Bagaikan langit dan bumi,” ucap seorang wanita paruh baya dengan dandanan mewah. Dia dan suaminya baru saja turun dari mobil yang berada di belakang mobil Henry Roberts.
“Kau salah,” kata suaminya. “Yang benar bagaikan langit dan dasar laut,” lanjutnya sembari tertawa menatap Rafandra dengan sinis.
Wanita paruh baya itu tertawa dengan memukulkan tasnya pelan ke dada suaminya. Begitu juga dengan satpam yang sedang berdiri menyambut mereka.
Kemudian satpam itu mendekati dua orang berpakaian mewah tersebut dan bertanya:
“Bisa Tuan dan Nyonya tunjukkan surat undangan resmi perusahaan kami?” tanyanya dengan sopan.
Pria paruh baya itu mengambil surat undangan dari saku dalam jasnya dan memberikannya kepada satpam tersebut.
“Oh, rupanya Tuan Robin Andreas dan Nyonya Angeline Darmawan. Maaf tidak mengenali kalian,” ucap satpam itu menundukkan kepalanya.
Tanpa mempedulikan satpam tersebut, Robin mendekati Rafandra.
“Selamat datang, Paman Andreas,” sapa Rafandra setelah pria paruh baya itu mendekat.
“Kau bukan keponakan kami! Kau tidak berhak memanggilnya Paman!” sela Angeline dengan keras. Dia adalah adik kandung Alan Darmawan, ayah Alexa Darmawan.
Karena suaranya yang keras, banyak orang yang keluar masuk perusahaan melihat ke arah Rafandra. Mereka semua menatapnya dengan tatapan sinis. Semua orang memperhatikan pakaian pelayan yang dipakai Rafandra.
“Aku menikahi Alexa. Bukankah itu membuatku menjadi keponakan kalian?”
Robin Andreas bergegas menutup mulut Rafandra dan menggelengkan kepalanya.
“Ayah mungkin menerimamu, tapi kami tidak. Orang miskin dan tidak berguna sepertimu tidak pantas menjadi keluarga kami,” bisik Robin sembari menyentuh dada Rafandra beberapa kali dengan jari telunjuknya.
Rafandra menatap Robin dengan tajam. Dalam sorot matanya tidak ada rasa takut sama sekali.
“Kau berani menatap suamiku seperti itu! Dasar pelayan rendahan!”
Plakk...
Angeline menampar pipi Rafandra dengan sangat keras.
“Pakaian suamiku lebih berharga dari kedua matamu!”
Kejadian itu menarik perhatian semua orang karena terjadi di pintu masuk perusahaan. Banyak orang yang mendekati titik kejadian itu, termasuk orang-orang yang sudah berada di dalam hall perusahaan.
Hal itu membuat Alexa dan keluarganya penasaran. Mereka bertanya-tanya kenapa banyak orang yang baru saja masuk ke dalam memilih keluar lagi. Mereka pun berjalan menuju pintu keluar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
“Kau masih berani menatap suamiku seperti itu!” ucap Angeline dengan keras. Lalu dia melayangkan tangannya kembali untuk menampar pipi Rafandra.
Namun kali ini Rafandra tidak tinggal diam. Dia menangkap tangan Angeline sebelum mengenai pipinya.
“Tante tak punya hak menampar wajahku!” ujar Rafandra penuh penekanan.
Tapi...
Plakk...
Sebuah tamparan yang jauh lebih keras mengenai pipi Rafandra yang sebelah kiri.
“Bagaimana denganku?! Apa aku juga tak punya hak menamparmu?” ucap Anett Wongso.
Rafandra terkejut mendapat tamparan keras ini. Dia menatap ibu mertuanya dengan tajam, tapi tatapannya melunak setelah melihat Alexa menatapnya dengan menggelengkan kepalanya beberapa kali.
Ada raut kecewa di wajah Alexa. Dia merasa suaminya telah membuat kekacauan di hari paling penting dalam hidupnya. Alexa berjalan menghampiri Rafandra. Dia menatap Rafandra dengan tajam, lalu...
Plakk...
“Dasar pelayan tidak berguna! Lebih baik kau pergi sekarang!” bentaknya sangat keras.
Rafandra mengepalkan tangannya. Pagi ini dia telah menerima tiga kali tamparan dari tiga orang berbeda. Seumur hidupnya, dia belum pernah mengalami hal seperti ini.
Setelah cukup lama menatap Rafandra, Alexa kembali masuk ke dalam meninggalkan kerumunan itu diikuti oleh Max Hendrawan. Sementara Alex Gunawan masih berdiri di samping Annet Wongso.
Rafandra masih tertunduk sembari mengendalikan amarah di hatinya.
“Pergi kau dari sini! Dasar sampah!” kutuk Anett. Lalu dia mengarahkan pandangannya pada para satpam yang menjaga pintu masuk. “Jangan biarkan dia masuk. Usir dia dari sini agar acara pembukaan berjalan lancar!”
Setelah berucap dengan nada tinggi dan kasar, Anett kembali tersenyum kepada para tamu undangan.“Maaf atas pemandangan tak mengenakkan ini,” katanya lembut, tapi para tamu undangan masih berbisik-bisik satu sama lain.Kemudian Alex Gunawan berdiri di samping Anett Wongso.“Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, acara segera dimulai. Sebaiknya kita kembali ke dalam. Kalian tak perlu memikirkan orang ini, biar satpam yang mengurusnya,” ucapnya dengan lugas. “Aku akan memberikan kartu keanggotaan VIP bagi orang yang tetap tinggal sampai acara pembukaan selesai. Dengan kartu itu, kalian akan diberi akses kemewahan tiada batas di seluruh jaringan hotel nilik Grup Gunawan.”Mendengar tawaran dari Alex, membuat semua orang kembali masuk ke dalam. Kartu VIP hotel Grup Gunawan memiliki keistimewaan yang luar biasa. Orang yang memilikinya akan mendapatkan pelayanan dan akses kemewahan lebih baik dari pelanggan biasa.“Terima kasih, Tuan Alex,” ucap Annet dengan tersenyum hangat.“Tidak apa-apa, Tante. It
“Kau jangan mengada-ada. Kau bahkan tidak bisa mencari uang satu dollar pun jika Alexa tidak memberimu,” ejek Susan.“Sudah! Cepat buatkan kopi! Tidak ada gunanya juga kau mengetahuinya!” ucap Alexa keras.“Aku hanya ingin membantu.”“Heh,” Alan Darmawan menyeringai. “Apa yang bisa dilakukan pengangguran sepertimu?!”“Pergi sana!” dorong Lena pada Rafandra.Rafandra terdorong beberapa langkah ke belakang. Dia pun membalikkan tubuhnya dan pergi ke dapur. Wajahnya memerah karena marah, padahal dia hanya ingin membantu.Setelah kematian Tuan Martin, tidak seorang pun yang memperlakukannya dengan baik. Satu-satunya orang yang tidak pernah menghina, merendahkan dan memerintahnya adalah Nyonya Wendy Satriawan. Meski demikian, dia juga tidak pernah membelanya saat direndahkan dan dipermalukan oleh anak dan cucu-cucunya.Rafandra berjalan menuju ke dapur rumahnya. Dia berkali-kali menghela nafas panjang dan memejamkan matanya.Selama menjalin hubungan dekat dengan Tuan Martin, ada satu hal yan
Karena itu, setiap kali ada keputusan-keputusan salah yang diambil Alan dan keluarganya, Rafandra selalu merasa kasihan pada Tuan Martin. Dia selalu menghela nafas panjang setiap kali hal ini terjadi.Kenangan-kenangan indahnya bersama Tuan Martin selalu muncul saat keluarganya menampilkan perilaku buruk, termasuk yang terjadi kepadanya saat ini.Kringg... kringg...Ponsel Rafandra berdering cukup kencang. Kemudian dia melihat layar ponselnya. Di layar itu tertulis nama Michael Crouch. Dia adalah salah satu pemegang saham yang cukup besar di Grup Darmawan.“Halo, Tuan Rafandra. Aku sudah melaksanakan apa yang Tuan perintahkan. Seluruh jaringan supermarket Leivan akan menampilkan dan mempromosikan produk-produk kecantikan dari perusahaan istri Tuan.”“Terima kasih sudah bekerja keras, Tuan.”“Tidak, Tuan. Bisa mendapatkan perintah dari Tuan adalah pencapaian.”“Tuan Michael terlalu mengada-ngada.”“Hanya saja beberapa produk yang akan dirilis perusahaan istri Tuan belum mendapat izin ed
Mereka bertiga berpelukan bahagia. Itu artinya mereka sudah bisa melaunching dan memasarkan produk mereka secara luas.Rafandra melihat dengan tersenyum, lalu dia mendekati mereka bertiga,“Bukankah kau berjanji akan berlutut di depanku?” ucap Rafandra.Mendengar itu membuat mereka bertiga melepaskan pelukannya masing-masing.Susan dan Lena menatap Rafandra dengan pekat. Mereka sepertinya sedang memikirkan sesuatu.“Aku tidak percaya kau yang melakukannya! Tidak mungkin!” kata Lena.“Pengangguran sepertimu tidak mungkin bisa melakukannya. Aku yakin ini hasil kerja Alex atau Max,” ucap Susan.“Kau benar, Susan. Mereka berjanji akan terus berusaha menyelesaikan hal ini, bukan?” ujar Lena.“Karena itu aku yakin, kau hanya seorang pembual!” kata Susan dengan mendorong dada Rafandra.“Kalian gila jika mempercayainya. Aku sudah bersamanya lebih dari dua tahun. Dia hanyalah pengangguran tak berguna,” sambung Alexa.Rafandra tersenyum.“Aku benar-benar mengenal Tuan Ferdinand,” katanya.“Janga
Rafandra menggeleng.“Aku hanya tidak mau banyak orang kehilangan pekerjaan setelah Tuan Martin wafat. Karena itu aku mendirikan perusahaan ini bersama kalian. Aku senang perusahaan ini bisa berkembang pesat.”Saat itu, Alan Darmawan dan anggota keluarga Darmawan lainnya memutuskan untuk menutup pabrik tekstil karena dipandang tidak memberikan keuntungan yang besar.Mereka mengalihkan biaya operasional pabrik tekstil untuk membeli secara langsung kain yang sudah jadi, lalu mereka olah di pabrik garmen milik mereka. Dalam hitungan mereka, hal itu jauh lebih menguntungkan.Saat mendengar keputusan tersebut, dua asisten pribadi Tuan Martin menentang. Mereka adalah Daniel William dan Harry Maruti. Mereka berdebat keras dengan Alan Darmawan hingga membuat mereka dipecat.Mengetahui akan terjadi PHK massal, sekitar lima ribu orang lebih, Rafandra menghubungi Daniel dan Harry satu bulan kemudian. Mereka memang sering bertemu sebelumnya. Harry dan Daniel sering diminta Tuan Martin untuk menem
“Awalnya...”Kretek...Terdengar suara pintu depan terbuka. Rafandra dan Anna langsung mengarahkan pandangannya ke arah pintu itu. Terlihat dua orang sedang berjalan masuk dengan senyum mengembang.“Mas Rafandra!” ucap Liam Suryawijaya yang mempercepat jalannya setelah melihat Rafandra, tapi langkahnya tersusul oleh adik perempuannya, Sarah Suryawijaya.Wanita muda itu berlari kencang ke arah Rafandra dan langsung memeluknya.“Ke mana saja kamu, Mas?” tanya Sarah masih memeluknya.“Nanti aku ceritakan.”Liam pun melakukan hal yang sama dengan adiknya. Dia pun memeluk Rafandra dari samping. Mereka bertiga berpelukan cukup lama untuk melampiaskan rasa kangen.Sejak kecil mereka bertiga memang sangat akrab. Mereka lebih mirip saudara kandung daripada saudara sepupu.“Bagaimana kabar kalian?” tanya Rafandra setelah mereka duduk di sampingnya.“Aku baik-baik saja, tapi Mas Liam...”Liam mengusek kepala adiknya.“Aku kurang baik, Mas,” katanya tersenyum.Rafandra melihat ada dua orang lain
Tuan Sagal tersenyum kepada semua orang. Dia mengulurkan tangannya menyalami mereka semua.“Perkenalkan aku Luis Sagal. Pengacara Tuan Liam Suryawijaya.”Semua orang masih terperangah, terutama Alexander dan tim legalnya. Bagaimana tidak, mereka semua bekerja di firma hukum milik Tuan Sagal. Pikiran mereka pun melayang ke mana-mana, karena selama ini Luis Sagal tidak pernah menangani kasus lokal secara langsung. Dia hanya menangani kasus internasional.Karena itu mereka bertanya-tanya, siapa orang yang bisa mempekerjakan Luis Sagal sampai menjadi pengacara Liam Suryawijaya. Dia yakin Grup Suryawijaya tidak mungkin mampu membujuk Tuan Sagal untuk menjadi pengacaranya, karena grup-grup yang lebih besar sekalipun tidak pernah berhasil melakukannya.“Eh, aku Alexander dan mereka tim legal kami,” ucap Alexander tergagap-gagap menyambut uluran salam Luis Sagal.“Semoga beruntung,” kata Tuan Sagal dengan meremas tangan Alexander cukup keras sampai membuatnya sedikit meringis.Mereka semua ke
Setelah di perjalanan cukup lama, Liam dan Rafandra sampai di rumah. Mereka pun turun dari mobilnya dan masuk ke dalam.Revan tiba-tiba berlari menghampiri Rafandra dan memeluknya. Dia memperlihatkan senyum yang sangat lepas dan senang.“Revan bermain dengan siapa?” tanya Rafandra.Revan mengarahkan jari telunjuknya kepada seorang wanita muda yang sangat cantik. Dia adalah Maria Robetta, sepupu Liam dan Sarah. Ibunya adalah adik mendiang Arnold Suryawijaya.Rafandra tersenyum hangat ke arah Maria. Mereka pun saling berjalan mendekat.“Bagaimana kabarmu, Maria?” tanya Rafandra. “Sudah lama kita tidak bertemu.”“Aku baik. Bagaimana dengan Mas Rafandra?”“Aku juga baik,” jawab Rafandra. “Bagaimana bisa kau bermain-main dengan Anakku?”“Tante Anna yang memanggilku. Dia tahu aku ahli dalam mengurusi anak-anak,” katanya dengan sedikit tertawa.“Semua pengasuh anak profesional aku lihat tidak ada yang bisa mendekati Revan. Karena itu aku memanggil Maria. Kebetulan dia tidak sedang syuting ha
“Tuan Rafandra!” panggil wanita yang bertugas di bagian pemberkasan.Rafandra bergegas masuk ke dalam ruang wawancara. Dia melihat seorang laki-laki paruh baya dan seorang wanita yang berusia tidak jauh darinya. Mereka duduk di balik meja yang cukup panjang.“Silakan duduk!” ucap laki-laki itu.“Terima kasih, Tuan.”“Perkenalkan dirimu sendiri dan pengalaman kerja yang kau miliki,” kata wanita yang berada di samping laki-laki itu.“Namaku Rafandra. Aku tidak memiliki pengalaman kerja yang berarti. Tapi aku memiliki kemampuan menyetir yang cukup baik menurutku.”Kedua orang tersebut mendengarkan ucapan Rafandra sembari membuka-buka map yang berisi berkas-berkas Rafandra. Mereka terlihat sangat terkejut sampai kening mereka mengernyit.“Apa kau benar-benar lulusan jurusan manajemen bisnis Universitas Camford?” tanya wanita tersebut.Dia menatap Rafandra dengan tajam. Begitu juga dengan laki-laki paruh baya di sampingnya.“Benar. Aku lulusan Universitas Camford. Tuan dan Nyonya bisa meng
“Aku dengar Papa masih terus mencari-cari Mas Rafandra, Mah. Jika dia pulang, posisi kita akan benar-benar sulit,” kata Darmian Sanjaya.“Benar, Mah. Kita harus melakukan sesuatu,” ujar Valeria Sanjaya.Saat ini semua saudara satu ayah beda ibu Rafandra sedang berkumpul di rumah Kevin Roberts, suami dari Valeria Sanjaya.Tuan Darius memiliki tiga anak dari hasil pernikahannya dengan Mery Holland, yaitu Valeria Sanjaya, Darmian Sanjaya, dan Sandro Sanjaya. Usia mereka hampir berdekatan satu sama lain. Usia Rafandra sendiri sudah mencapai tiga puluh lima tahun, dan semua adik-adiknya secara berurutan masing-masing terpaut dua tahun.“Kalian tenang saja. Anak sialan itu tidak akan pernah kembali,” ucap Mery Holland.“Kenapa Mama begitu yakin?” tanya Sandro Sanjaya.“Dia memiliki hati yang terlalu lembut.”“Maksud Mama?” tanya Kevin Roberts, suami Valeria.“Kalian tahu kenapa dia meninggalkan Keluarga Sanjaya?”Mereka semua menggelengkan kepalanya.“Dia pergi karena Mama ancam hal yang sa
“...Wallen Henderson?” ucap Maria.Semua orang yang ada di ruangan itu kembali terkejut. Karena nama yang diucapkan Maria jauh lebih besar dari Maria sendiri. Wallen adalah bintang film internasional. Dia berasal dari Republik Newland, sebuah negeri yang tiga kali lipat lebih besar dari Republik Worthen.“Tidak mungkin, Nona. Kami tidak akan mampu membayarnya,” ujar Tamara.“Kalian tidak perlu membayarnya. Asal Mas Rafandra yang meminta, dia pasti mau,” kata Maria.Semua orang memandang ke arah Rafandra. Mereka kembali dibuat terkejut oleh pemuda satu ini. Di benak mereka berputar-putar banyak pertanyaan, seberapa besar pengaruh yang dimiliki Rafandra di dunia bisnis dan lain sebagainya.“Saran yang bagus, tapi kami masih bermain di pasar dalam negeri, Maria. Jika kami sudah melebarkan pemasaran produk kami ke mancanegara, aku pasti menggunakan jasa Wallen,” kata Rafandra.“Bukankah itu bisa meningkatkan nilai tambah, Mas?” ucap Maria.“Kau benar, tapi segala sesuatu ada waktunya. Jik
Mereka berdua gelagapan mendengar pertanyaan Rafandra. Mereka seperti tidak menemukan jawaban yang tepat untuk pertanyaan ini.Rafandra menggelengkan kepalanya beberapa kali melihat dua orang di depannya gelagapan. Dia terus menatap mereka dengan tajam.“Apa jawaban kalian?” tanyanya sekali lagi.Tapi mereka berdua menunduk terdiam, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Rafandra mendesah cukup panjang.“Kenapa kalian hanya mengandalkan sistem promosi dan pemasaran konvensional seperti memasukkan produk kita ke departement store, pasar swalayan dan lain sebagainya? Kenapa kalian tidak memilih jalur pemasaran atau promosi lainnya? Padahal sangat banyak hal yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan brand value atau brand awareness produk kita?” tanyanya cukup panjang.“Eh, dalam pandangan kami model pemasaran seperti itu yang paling tepat, Tuan. Kami telah menganalisa semua penjualan brand-brand lain, dan penjualan tertinggi mereka berasal dari mall, pasar swalayan dan departement store. K
Melihat Juan berjalan menuju ruang meeting, semua orang mengikutinya.“Kalian tidak perlu ikut. Cukup Rudi dan Neil!”Tiba-tiba Juan berhenti dan melarang semua orang ikut, hanya Rudi dan Neil.Neil adalah petinggi bagian produksi yang tidak senang dengan Rafandra yang ikut bicara dalam persoalan ini.“Panggil Tamara dan Benny! Aku tunggu mereka di ruang meeting sekarang juga!” perintah Juan pada asisten yang selalu di sampingnya.“Baik, Tuan.”Dia berlari keluar pabrik dengan cepat. Sementara Juan, Harry, Rafandra dan lainnya terus berjalan memasuki ruang meeting yang tidak jauh dari pabrik.Beberapa saat kemudian mereka sampai di ruang meeting. Juan mempersilahkan Harry dan Rafandra untuk duduk.Tak berselang lama, Tamara dan Benny memasuki ruang meeting. Mereka adalah kepala bagian marketing Silken Woven Corporation cabang Kota Newpool.“Perkenalkan, mereka kepala bagian marketing di sini,” ujar Juan kepada Harry dan Rafandra.Dua orang itu memberi salam sembari memperkenalkan diri
“Kita ke mana lagi, Tuan?” tanya Harry.“Kita menginap dulu di hotel. Aku harus bertemu dengan seseorang.”“Apa kita tidak menginap di rumah perusahaan saja, Tuan?”Rafandra terdiam untuk sesaat. Dia baru ingat bahwa Harry dan Daniel pernah mengatakan telah membukan kantor cabang Silken Woven Corporation di Kota Newpool. Mereka berdua berhasil mengengbangkan perusahaan ini dengan baik sesuai blueprint yang diberikan Rafandra.“Baik, kita ke rumah perusahaan saja.”“Baik, Tuan,” ucap Harry, tapi dia terlihat masih ingin mengatakan sesuatu.“Sepertinya Tuan Harry masih ada yang ingin dikatakan,” tebak Rafandra setelah melihat gelagat Harry.Harry Maruti tersenyum.“Hanya ingin bertanya, apa Tuan berkenan mengunjungi pabrik perusahaan yang ada di Kota Newpool? Pabrik tekstil di sini salah satu yang terbesar selain di Kota Loven.”“Baik. Kita ke sana sekarang,” ujar Rafandra.Harry terlihat sangat senang dengan jawaban Rafandra. Dia langsung menginjak pedal gasnya lebih dalam.Tak bersela
Tiba-tiba ada seseorang yang menarik Rafandra masuk ke dalam sebuah kamar.Rafandra sangat terkejut karena terjadi begitu cepat. Dia tidak bisa menolak apalagi menahannya.“Kau?” ucap Rafandra terkejut melihat wajah orang di depannya.Dia merasa tidak asing dengan wajah orang tersebut.Orang tersebut tersenyum dengan membungkukkan tubuhnya.“Maafkan kelancanganku, Tuan.”“Bukankah kau orang yang sering menemui Tuan Alan Darmawan di rumah,” ujar Rafandra masih diselimuti keterkejutan.Rafandra memang sering melihat orang ini di kediaman Keluarga Darmawan, tapi dia tidak tahu siapa dia dan apa jabatannya. Hanya saja setiap kali berpapasan dengannya, orang tersebut terlihat menampakkan sikap hormat.“Benar, Tuan. Aku Fredy Gailan, kepala keuangan Grup Darmawan.”“Kepala keuangan?”“Benar, Tuan. Tuan Alan mengangkatku secara resmi menjadi bagian Grup Darmawan sekitar enam belas bulan yang lalu.”“Apa kau...”“Apa yang dipikirkan Tuan benar. Aku bekerja untuk Tuan Darius Sanjaya. Aku dimin
“Papa selalu mengawasimu, Anakku. Orang-orang Papa selalu ada di sekitarmu, baik di rumah Keluarga Darmawan ataupun di tempat lainnya.”Rafandra terkejut mendengar ucapan ayahnya.“Siapa mereka, Pa?” tanya Rafandra.“Kau tidak perlu tahu. Yang penting sekarang, Papa ingin kau kembali ke Keluarga Sanjaya,” kata Darius.Rafandra menggelengkan kepalanya.“Bukankah Papa tahu alasanku meninggalkan Keluarga Sanjaya?”Darius menganggukkan kepalanya.“Papa tahu, tapi Papa tetap ingin kau kembali.”“Aku tidak ingin terlibat lagi dengan Mama Mery dan adik-adik tiriku, Pa. Aku tidak ingin apa yang menimpa Sanjaya Stell terjadi pada anak perusahaan Grup Sanjaya lainnya. Sampai saat ini bayangan kejadian itu masih menghantuiku, Pa.”“Tapi nyatanya Sanjaya Stell bisa kau selamatkan.”“Tapi tidak bisa mengembalikan orang-orang yang mati karena PHK massal yang terjadi, Pa.”“Lari dari masalah bukanlah solusi, Anakku. Dengan kau terus lari, kau sedang menempatkan seluruh Grup Sanjaya dalam masalah. Ap
Berjam-jam telah terlewati. Rafandra juga sudah menitip Revan di kediaman Tante Anna. Perjalanan menuju Kota Newpool memang melewati Kota Blackward. Tante Anna memberinya nomor HP Charles Juana. Dia adalah asisten pribadi Tuan Darius Sanjaya.Beberapa saat lagi Rafandra akan memasuki Kota Newpool. Dia melihat kemajuan yang luar biasa di wilayah perbatasan. Enam tahun lamanya dia tidak pernah menginjakkan kakinya di Newpool.“Kita sudah memasuki Kota Newpool, Tuan. Kita mau ke mana?” tanya Harry.Saat ini matahari telah terbit. Sinarnya menyebarkan hangat ke segala arah. Rafandra melihat jam di ponselnya. Waktu sudah menunjukkan jam tujuh lebih dua puluh tiga menit.“Kita ke Sanjaya Hospital, Tuan Harry,” jawab Rafandra.“Sanjaya Hospital?”Harry tampak terkejut mendengar jawaban Rafandra. Sepanjang perjalanan dia tidak menanyakan apa-apa pada Rafandra.“Benar. Aku hendak bertemu Ayahku di sana.”Harry tertegun. Ini pertama kalinya dia mendengar Rafandra membahas tentang keluarganya. S