Share

Bab 5

Penulis: Afzah Nujati
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-20 06:31:16

“Eh, Revan.”

Rafandra bergegas mendekati anaknya dan menggendongnya dengan senyum lucu.

“Revan mencari Papa ya?”

Anak laki-laki kecil itu mengangguk dengan polosnya. Inilah salah satu alasan yang membuatnya terus bertahan selain janjinya kepada Tuan Martin.

Lalu terdengar suara mobil yang pergi meninggalkan rumah ini. Rafandra pun berjalan ke ruang tamu sambil menggendong Revan. Belum sampai di ruang tamu, dia mendengar perbincangan Alan, Frida dan Alexa.

“Enam bulan lagi kau bisa menceraikan laki-laki tidak berguna itu,” kata Frida Darmawan. “Setelah itu kau bebas menikah dengan siapa saja.”

Alan mendesah.

“Andai Kakekmu tidak memaksaku menandatangani surat perjanjian itu, aku sudah mengusir Rafandra dari rumah ini,” ucapnya.

Alexa terlihat menganggukkan kepalanya.

“Siapa yang akan kau pilih di antara mereka berdua?” tanya Frida kepada Alexa.

“Menurut Papa, Alex jauh lebih kaya dan tampan, tapi jika kau memilih Max, Papa juga tidak keberatan.”

“Aku sependapat dengan Papa,” sambung Frida.

“Aku akan pikirkan dulu, Pa,” ucap Alexa.

“Apa masih ada perasaan cinta di antara kalian?” tanya Alan.

“Setelah menikah dengan Rafandra, aku tidak lagi menganggap cinta itu penting, Pa. Aku hanya akan menggunakan pertimbangan mana yang lebih menguntungkan untuk kehidupanku ke depan.”

“Itu baru anak, Papa,” kata Alan Darmawan tersenyum bangga, lalu dia mendesah. “Andaikan setahun yang lalu dia mati dalam kecelakaan mobil, kita tidak perlu melihatnya lagi,” keluhnya.

“Papa benar. Sangat disayangkan dia masih hidup. Padahal kita akan terbebas dari banyak hal jika dia mati,” sambung Frida.

Alexa menganggukkan kepalanya.

“Kalian benar. Sekarang aku harus terus melihat wajahnya. Enam bulan bukanlah waktu yang sebentar,” keluh Alexa.

“Kau harus bertahan, Anakku.”

“Kau pasti bisa, Alexa,” ucap Frida.

“Kalian tenang saja. Aku akan menelan kejijikanku demi kita semua.”

“Itu baru anak Papa,” kata Alan tersenyum lebar.

Rafandra membalikkan tubuhnya dan kembali berjalan masuk. Dia mengepalkan kedua tangannya dengan mata memerah marah. Ternyata selama ini mereka mengharapkannya mati, termasuk Alexa. Hal ini membuat sisa-sisa harapan dan kasih sayang yang dimilikinya terkuras habis.

“Kalian benar-benar keterlaluan!” gumam Rafandra dengan penuh kemarahan.

Ini juga pertama kalinya dia mendengar tentang surat perjanjian. Sekarang dia paham kenapa mereka selalu merendahkannya tanpa pernah benar-benar menyuruh Alexa menceraikannya. Rupanya mereka terikat perjanjian tertulis dengan Tuan Martin.

“Aku bersumpah, kalian tidak akan pernah mendapatkan apa yang kalian inginkan,” ucap Rafandra penuh ketegasan.

Kemudian Rafandra duduk di sofa depan televisi dengan memangku Revan. Dia menatap kosong tanpa berkata apa-apa.

Revan mencubit-cubit pipi ayahnya sambil mengeluarkan suara kecil.

Rafandra memandang Revan dengan senyum. Lalu memeluknya dengan erat.

Beberapa saat kemudian, Alexa muncul di ruang tengah.

“Bereskan ruang tamu. Semua orang sudah pergi,” katanya.

Rafandra menatap Alexa dengan tajam. Kali ini dia merasakan kemarahan yang sangat.

“Kenapa kau menatapku seperti itu?! Cepat bereskan!”

Alexa meninggikan nada bicaranya.

Rafandra memejamkan mata dan menghirup nafas dalam-dalam.

“Baik, aku akan membereskannya. Kau temani Revan dulu,” ucap Rafandra berdiri dari duduknya.

Alexa menggeleng.

“Kau bawa dia. Aku lelah ingin beristirahat.”

Rafandra kembali menatap Alexa dengan tajam. Kemudian Rafandra kembali duduk di atas sofa setelah mendengar jawaban Alexa.

“Kenapa kau diam saja?!”

Setelah Tuan Martin meninggal, seluruh pelayan dilarang memasuki rumah Alexa oleh Alan Darmawan dan keluarganya. Mereka ingin Rafandra yang mengurus rumah dan anaknya sendiri. Para pelayan pun dilarang menuruti perintah Rafandra.

“Aku akan membereskannya nanti. Sekarang aku ingin menemani Revan terlebih dahulu,” jawabnya.

Alexa kembali menggelengkan kepalanya.

“Inilah alasan kenapa Revan masih tidak bisa berbicara jelas seperti anak-anak seusianya. Karena kau terlalu memanjakannya!”

Rafandra memandang Alexa dengan tajam.

“Jangan kau bawa-bawa Revan!” ucap Rafandra dengan nada meninggi.

“Kenyataannya memang seperti itu. Jangan-jangan karena dia mewarisi DNAmu sehingga perkembangan otaknya lambat.”

“Kau...!”

Rafandra terlihat sangat marah, tapi berusaha menahannya setelah tangan Revan terasa meremas lengan bajunya. Dia pun bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan Alexa.

Setelah di luar rumah, Rafandra menaiki motornya dan pergi meninggalkan rumah tersebut. Kali ini amarahnya benar-benar membuncah.

Lalu Rafandra berhenti di taman kota dan duduk di kursi yang berada di bawah pohon besar. Revan menggerak-gerakkan tubuhnya meminta turun dari pelukan Rafandra.

Rafandra tersenyum dan melepaskan pelukannya. Revan pun melompat turun untuk bermain-main di depannya. Dia mengumpulkan daun-daun kering, lalu menendangnya. Dia mengulanginya sampai beberapa kali.

Kemarahan Rafandra perlahan-lahan hilang. Setiap kali melihat senyum di wajah Revan, hatinya merasa tenang dan nyaman. Lalu dia mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Dia kembali teringat bahwa ayahnya sedang sakit.

“Halo, Tuan Rafandra,” sapa orang yang menerima teleponnya dengan penuh semangat.

“Aku butuh mobil. Bisakah kau bawakan satu mobil untukku?”

“Tentu, Tuan. Kami akan segera mengantarnya,” jawab laki-laki itu. “Ke mana kami harus mengantar mobil itu, Tuan?”

“Bawa ke Taman Hijau Kota. Aku berada di sana sekarang.”

“Baik, Tuan. Kami segera berangkat.”

“Terima kasih banyak.”

“Sama-sama, Tuan.”

Rafandra menghentikan teleponnya. Dia kembali melihat Revan yang kini berguling-guling di atas rerumputan yang bersih.

“Revan! Kemari!” panggil Rafandra lembut.

Revan berjalan cepat ke arah ayahnya.

“Revan mau ikut Papa keluar kota?”

Revan mengangguk sembari mengeluarkan kata-kata yang kurang jelas.

Rafandra mengelus-elus kepala Revan, lalu membiarkannya kembali bermain-main.

Tak berselang lama, dua orang berpakaian rapi mendekati Rafandra. Mereka membungkukkan tubuhnya penuh hormat.

Rafandra bangkit dari duduknya dan menyalami mereka.

“Maaf merepotkan kalian,” ucap Rafandra.

“Tidak, Tuan. Kami sangat senang Tuan menghubungi kami lagi,” kata salah satu dari mereka.

“Duduklah di sini.”

“Kami berdiri saja, Tuan,” jawab satunya lagi.

“Bagaimana dengan permintaanku?”

“Sudah kami siapkan. Kami bawakan Tuan mobil terbaik agar Tuan nyaman mengendarainya.”

Rafandra tersenyum hangat kepada mereka berdua.

“Sudah lama kita tidak bertemu,” kata Rafandra.

“Benar, Tuan. Sejak Tuan Martin meninggal dan keluarga Darmawan memecat kami. Kita mulai jarang bertemu Tuan,” ucap pria paruh baya yang lebih tinggi.

“Terakhir kali kita bertemu saat pembukaan perusahaan. Setelah itu Tuan tidak ingin kami temui lagi,” ujar pria paruh baya satunya dengan senyum.

“Berkat bantuan Tuan, banyak orang terselamatkan dan perusahaan yang kita rintis pun bisa berkembang pesat seperti saat ini.”

“Benar. Tuan adalah pemilik perusahaan ini yang sesungguhnya. Kami hanya mengelolanya,” kata pria yang lebih tinggi.

Rafandra menggeleng.

“Aku hanya tidak mau banyak orang kehilangan pekerjaan setelah Tuan Martin wafat. Karena itu aku mendirikan perusahaan ini bersama kalian. Aku senang perusahaan ini bisa berkembang pesat.”

Saat itu, Alan Darmawan dan anggota keluarga Darmawan lainnya memutuskan untuk menutup pabrik tekstil karena dipandang tidak memberikan keuntungan yang besar.

Mereka mengalihkan biaya operasional pabrik tekstil untuk membeli secara langsung kain yang sudah jadi, lalu mereka olah di pabrik garmen milik mereka. Dalam hitungan mereka, hal itu jauh lebih menguntungkan.

Saat mendengar keputusan tersebut, dua asisten pribadi Tuan Martin menentang. Mereka adalah Daniel William dan Harry Maruti. Mereka berdebat keras dengan Alan Darmawan hingga membuat mereka dipecat.

Mengetahui akan terjadi PHK massal, sekitar lima ribu orang lebih, Rafandra menghubungi Daniel dan Harry satu bulan kemudian. Mereka memang sering bertemu sebelumnya. Harry dan Daniel sering diminta Tuan Martin untuk menemui Rafandra.

Pada pertemuan itu Rafandra memberi mereka dokumen dengan izin operasional pabrik yang lengkap sekaligus lokasinya.

“Ini adalah perusahaan tekstil rintisan yang sudah mendapatkan izin operasional lengkap. Dan ini adalah lokasi pabrik yang akan kalian bangun. Semua pekerja yang diberhentikan oleh Grup Darmawan, kalian bawa mereka semua masuk ke perusahaan ini,” ucap Rafandra saat itu.

Sejak saat itu perusahaan tekstil yang dirintis mereka bertiga berkembang dengan pesat sampai masuk ke dalam lima besar perusahaan tekstil terbesar di negeri ini.

“Kami senang bisa bertemu Tuan kembali,” kata salah satu dari mereka berdua dengan mata berkaca-kaca.

Rafandra tersenyum.

“Mulai hari ini, kita akan sering bertemu,” ucapnya dengan sorot mata penuh penegasan.

Daniel dan Harry tersenyum senang dengan mata penuh binar mendengarnya. Ini artinya akan ada petualangan hebat di depan mereka, seperti yang pernah mereka alami bersama Rafandra empat tahun yang lalu.

“Kami siap, Tuan,” kata dua orang tersebut sembari membungkukkan tubuhnya.

Bab terkait

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 1

    Hari ini adalah hari pembukaan perusahaan kosmetik milik istrinya, Alexa Darmawan.Rafandra Sanjaya terbangun dari tidurnya dengan terburu-buru. Dia bergegas melihat jamnya, lalu menepuk kepalanya sendiri.“Aku terlambat.”Dia langsung mencuci mukanya dan memakai pakaian seadanya. Karena waktu yang terbatas, dia tidak sempat memilih pakaian terbaik yang dimilikinya.Rafandra Sanjaya menaiki motornya yang terlihat kusam belum dicuci. Berulang kali dia melihat jam di tangannya.Setelah dua puluh menit perjalanan, dia sampai di sebuah gedung yang tidak tinggi, tapi mewah dan elegan. Desain bangunannya menggambarkan dengan jelas bahwa gedung ini adalah perusahaan kosmetik yang dikelola anak muda.Banyak karangan bunga ucapan selamat berukuran besar berbaris di depan perusahaan baru ini. Semuanya menuliskan nama Alexa Darmawan dan nama perusahaannya, Alexa Kreasi Cantika.Perusahaan kosmetik ini didanai oleh PT. Darmawan Cosmetics International, salah satu perusahaan di bawah Grup Darmawan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 2

    “Tuan telah menyelamatkan nyawaku. Uang ini bukanlah apa-apa dibandingkan kebaikan Tuan.”Selama dua bulan lebih Rafandra berada di rumah sakit menjalani perawatan intensif dan terapi tulang agar bisa kembali berjalan. Selama itu pula Tuan Martin selalu meluangkan waktu menjenguknya, meski tidak setiap hari.Pada bulan pertama, Rafandra hanya terbaring di atas ranjang rumah sakit tanpa bisa melakukan apa-apa, dan Tuan Martin adalah satu-satunya orang yang terus mendukungnya dan membiayai seluruh pengobatannya. Kebaikan ini yang membuat Rafandra tidak berpikir dua kali untuk memberikan uangnya.Karena Tuan Martin terus menolak, Rafandra menggunakan titik lemah Tuan Martin, yaitu para pekerja. Rafandra mengatakan bahwa uang ini bisa menghindarkan para pekerja dari pemecatan. Jika perusahaan miliknya bangkrut, maka para pekerjalah yang menjadi korban. Baru setelah itu Tuan Martin mau menerimanya, tapi menganggapnya sebagai hutang yang harus dibayar.Ingatan tentang Tuan Martin selalu mun

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 3

    Rafandra terkejut mendengar suara itu. Dia langsung berdiri mendorong pintu tersebut dan melihat seorang berbadan tegap berjalan menjauh.“Tuan, Tunggu!” seru Rafandra. “Siapa nama Tuan?!” teriaknya keras.Pria berbadan tegap itu hanya mengangkat tangannya tanpa membalikkan badannya. Dia terus berjalan menjauh.Melihat pria tersebut tidak berminat memberikan namanya, Rafandra tersenyum sembari berucap dengan keras:“Terima kasih, Tuan!”Setelah keluar dari ruangan itu, Rafandra melihat jam tangannya. Sudah hampir setengah jam dia berada di ruangan tersebut. Lalu dia berjalan ke tempat parkir khusus motor dan mengambil motornya. Dia pun memutuskan untuk pulang ke rumah.Dalam perjalanan pulang, Rafandra terus memikirkan istrinya, Alexa. Usia pernikahan mereka sudah hampir tiga tahun lamanya, tepatnya dua tahun enam bulan. Tapi hubungan mereka sangat dingin setelah Tuan Martin meninggal.Tak berselang lama, Rafandra sampai di rumahnya. Rumah yang sangat besar dan megah. Dia dan Alexa ti

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 4

    Rafandra duduk setengah berjongkok untuk menggendong anaknya. Setiap hari dia memang bertugas mengantar jemput anaknya di Sekolah Balita Elissa Ray. Salah satu sekolah balita terbaik di Kota Loven.Khusus hari Senin, Rabu dan Jum’at pihak sekolah mengadakan layanan penjemputan. Di hari-hari itu pula Rafandra bisa tidur agak lama karena pihak sekolah melakukan penjemputan sebelum Alexa berangkat bekerja.“Maaf, aku lupa,” kata Rafandra.“Kau memang tidak berguna!” ucap Alan.“Bawa Revan masuk. Aku bosan mendengar suara tangisnya,” ujar Frida.Rafandra terlihat sangat marah. Dia langsung berbalik badan agar ekspresi wajahnya tidak terlihat oleh mereka. Dia bisa menahan hinaan apa pun, tapi jika sudah berkenaan dengan anaknya, dia merasa sangat tersinggung.Rafandra membawa anaknya ke ruang bermain yang sangat besar. Tangis Revan langsung berhenti setelah berada di pelukan Rafandra.“Revan di sini dulu ya? Papa ke dapur sebentar,” ucap Rafandra dengan berjongkok di depannya.Revan mengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20

Bab terbaru

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 5

    “Eh, Revan.”Rafandra bergegas mendekati anaknya dan menggendongnya dengan senyum lucu.“Revan mencari Papa ya?”Anak laki-laki kecil itu mengangguk dengan polosnya. Inilah salah satu alasan yang membuatnya terus bertahan selain janjinya kepada Tuan Martin.Lalu terdengar suara mobil yang pergi meninggalkan rumah ini. Rafandra pun berjalan ke ruang tamu sambil menggendong Revan. Belum sampai di ruang tamu, dia mendengar perbincangan Alan, Frida dan Alexa.“Enam bulan lagi kau bisa menceraikan laki-laki tidak berguna itu,” kata Frida Darmawan. “Setelah itu kau bebas menikah dengan siapa saja.”Alan mendesah.“Andai Kakekmu tidak memaksaku menandatangani surat perjanjian itu, aku sudah mengusir Rafandra dari rumah ini,” ucapnya.Alexa terlihat menganggukkan kepalanya.“Siapa yang akan kau pilih di antara mereka berdua?” tanya Frida kepada Alexa.“Menurut Papa, Alex jauh lebih kaya dan tampan, tapi jika kau memilih Max, Papa juga tidak keberatan.”“Aku sependapat dengan Papa,” sambung Fr

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 4

    Rafandra duduk setengah berjongkok untuk menggendong anaknya. Setiap hari dia memang bertugas mengantar jemput anaknya di Sekolah Balita Elissa Ray. Salah satu sekolah balita terbaik di Kota Loven.Khusus hari Senin, Rabu dan Jum’at pihak sekolah mengadakan layanan penjemputan. Di hari-hari itu pula Rafandra bisa tidur agak lama karena pihak sekolah melakukan penjemputan sebelum Alexa berangkat bekerja.“Maaf, aku lupa,” kata Rafandra.“Kau memang tidak berguna!” ucap Alan.“Bawa Revan masuk. Aku bosan mendengar suara tangisnya,” ujar Frida.Rafandra terlihat sangat marah. Dia langsung berbalik badan agar ekspresi wajahnya tidak terlihat oleh mereka. Dia bisa menahan hinaan apa pun, tapi jika sudah berkenaan dengan anaknya, dia merasa sangat tersinggung.Rafandra membawa anaknya ke ruang bermain yang sangat besar. Tangis Revan langsung berhenti setelah berada di pelukan Rafandra.“Revan di sini dulu ya? Papa ke dapur sebentar,” ucap Rafandra dengan berjongkok di depannya.Revan mengan

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 3

    Rafandra terkejut mendengar suara itu. Dia langsung berdiri mendorong pintu tersebut dan melihat seorang berbadan tegap berjalan menjauh.“Tuan, Tunggu!” seru Rafandra. “Siapa nama Tuan?!” teriaknya keras.Pria berbadan tegap itu hanya mengangkat tangannya tanpa membalikkan badannya. Dia terus berjalan menjauh.Melihat pria tersebut tidak berminat memberikan namanya, Rafandra tersenyum sembari berucap dengan keras:“Terima kasih, Tuan!”Setelah keluar dari ruangan itu, Rafandra melihat jam tangannya. Sudah hampir setengah jam dia berada di ruangan tersebut. Lalu dia berjalan ke tempat parkir khusus motor dan mengambil motornya. Dia pun memutuskan untuk pulang ke rumah.Dalam perjalanan pulang, Rafandra terus memikirkan istrinya, Alexa. Usia pernikahan mereka sudah hampir tiga tahun lamanya, tepatnya dua tahun enam bulan. Tapi hubungan mereka sangat dingin setelah Tuan Martin meninggal.Tak berselang lama, Rafandra sampai di rumahnya. Rumah yang sangat besar dan megah. Dia dan Alexa ti

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 2

    “Tuan telah menyelamatkan nyawaku. Uang ini bukanlah apa-apa dibandingkan kebaikan Tuan.”Selama dua bulan lebih Rafandra berada di rumah sakit menjalani perawatan intensif dan terapi tulang agar bisa kembali berjalan. Selama itu pula Tuan Martin selalu meluangkan waktu menjenguknya, meski tidak setiap hari.Pada bulan pertama, Rafandra hanya terbaring di atas ranjang rumah sakit tanpa bisa melakukan apa-apa, dan Tuan Martin adalah satu-satunya orang yang terus mendukungnya dan membiayai seluruh pengobatannya. Kebaikan ini yang membuat Rafandra tidak berpikir dua kali untuk memberikan uangnya.Karena Tuan Martin terus menolak, Rafandra menggunakan titik lemah Tuan Martin, yaitu para pekerja. Rafandra mengatakan bahwa uang ini bisa menghindarkan para pekerja dari pemecatan. Jika perusahaan miliknya bangkrut, maka para pekerjalah yang menjadi korban. Baru setelah itu Tuan Martin mau menerimanya, tapi menganggapnya sebagai hutang yang harus dibayar.Ingatan tentang Tuan Martin selalu mun

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 1

    Hari ini adalah hari pembukaan perusahaan kosmetik milik istrinya, Alexa Darmawan.Rafandra Sanjaya terbangun dari tidurnya dengan terburu-buru. Dia bergegas melihat jamnya, lalu menepuk kepalanya sendiri.“Aku terlambat.”Dia langsung mencuci mukanya dan memakai pakaian seadanya. Karena waktu yang terbatas, dia tidak sempat memilih pakaian terbaik yang dimilikinya.Rafandra Sanjaya menaiki motornya yang terlihat kusam belum dicuci. Berulang kali dia melihat jam di tangannya.Setelah dua puluh menit perjalanan, dia sampai di sebuah gedung yang tidak tinggi, tapi mewah dan elegan. Desain bangunannya menggambarkan dengan jelas bahwa gedung ini adalah perusahaan kosmetik yang dikelola anak muda.Banyak karangan bunga ucapan selamat berukuran besar berbaris di depan perusahaan baru ini. Semuanya menuliskan nama Alexa Darmawan dan nama perusahaannya, Alexa Kreasi Cantika.Perusahaan kosmetik ini didanai oleh PT. Darmawan Cosmetics International, salah satu perusahaan di bawah Grup Darmawan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status