Rafandra duduk setengah berjongkok untuk menggendong anaknya. Setiap hari dia memang bertugas mengantar jemput anaknya di Sekolah Balita Elissa Ray. Salah satu sekolah balita terbaik di Kota Loven.
Khusus hari Senin, Rabu dan Jum’at pihak sekolah mengadakan layanan penjemputan. Di hari-hari itu pula Rafandra bisa tidur agak lama karena pihak sekolah melakukan penjemputan sebelum Alexa berangkat bekerja.
“Maaf, aku lupa,” kata Rafandra.
“Kau memang tidak berguna!” ucap Alan.
“Bawa Revan masuk. Aku bosan mendengar suara tangisnya,” ujar Frida.
Rafandra terlihat sangat marah. Dia langsung berbalik badan agar ekspresi wajahnya tidak terlihat oleh mereka. Dia bisa menahan hinaan apa pun, tapi jika sudah berkenaan dengan anaknya, dia merasa sangat tersinggung.
Rafandra membawa anaknya ke ruang bermain yang sangat besar. Tangis Revan langsung berhenti setelah berada di pelukan Rafandra.
“Revan di sini dulu ya? Papa ke dapur sebentar,” ucap Rafandra dengan berjongkok di depannya.
Revan mengangguk. Dia langsung bermain dengan mainan-mainannya.
Rafandra kembali ke dapur dan mematikan kompor setelah air mendidih. Dia menyeduh empat cangkir kopi. Lalu menaruhnya di atas nampan dan membawanya ke ruang tamu.
Setelah sampai di ruang tamu, dia meletakkan empat cangkir kopi itu di atas meja.
“Silakan diminum,” ucap Alexa kepada Alex.
Alex mengangguk dan menyeruput kopi panas yang berada di depannya.
“Cuihh...”
Alex terlihat melepehkan kopi yang diseruputnya kembali ke dalam cangkir.
Alexa dan keluarganya terkejut melihatnya.
“Kenapa? Apa ada yang salah dengan kopinya?” tanya Alexa.
“Kopi ini terlalu pahit. Aku tidak bisa memakan dan meminum sesuatu yang pahit,” ujar Alex sembari menaruh cangkirnya.
Alexa mendekati Rafandra dan menariknya masuk ke dalam. Alexa membawa Rafandra ke kamarnya. Dia menatap Rafandra dengan penuh kemarahan dan kekecewaan.
“Apa kau belum puas mempermalukanku?! Kau tahu ini adalah hari yang sudah lama kutunggu-tunggu, tapi kau...”
Rafandra menggelengkan kepalanya.
“Aku tahu, karena itu aku terburu-buru datang ke acara pembukaan perusahaan, tapi...”
“Kau ini bodoh atau apa?! Aku memang tidak ingin kau datang. Karena itu aku tidak pernah membicarakan hal ini denganmu.”
“Kenapa? Aku ini suamimu.”
“Suami? Apa yang telah kau perbuat sebagai suami?! Kau hanyalah laki-laki tidak berguna yang entah berasal dari mana,” kata Alexa dengan mimik muka merendahkan.
Rafandra terus menatapnya tanpa berkedip.
“Bahkan nama belakang pun kau tak punya. Entah apa yang dilihat Kakekku darimu. Aku tidak mengerti sama sekali.”
Rafandra menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
“Kau merasa malu jika semua orang tahu aku suamimu?” tanya Rafandra dengan menunjuk dirinya sendiri.
“Siapa yang tidak malu?” ucap Alexa kasar. “Semua temanku menikah dengan keluarga terpandang. Orang-orang terkaya di Loven dan sekitarnya. Bagaimana aku tidak malu jika kau hadir di sana?!”
“Kau sangat berbeda dengan Kakek Martin.”
“Ya, semua keluarga kami tidak ada yang menyukai cara-cara Kakek. Apalagi setelah memaksaku menikah denganmu.”
Rafandra kembali menggelengkan kepalanya.
“Kerajaan bisnis kalian akan hancur jika terus seperti ini.”
“Apa kau bilang?!” suara Alexa semakin mengeras setelah mendengar kata-kata Rafandra barusan. “Tahu apa kau soal bisnis? Tahu apa kau soal mengelola perusahaan? Sekarang kau berlagak seperti orang yang tahu segalanya. Dasar laki-laki tidak berguna!”
“Kakek Martin telah berhasil mengubah perusahaan kecil menjadi perusahaan besar seperti sekarang ini. Dan kalian meninggalkan cara-caranya? Sungguh aneh,” ucap Rafandra. “Aku mungkin tidak tahu soal bisnis, tapi aku tahu cara yang digunakan Kakek Martin adalah benar.”
“Jangan berlagak!” kata Alexa sambil mendorong dada Rafandra. “Aku lebih tahu bagaimana mengurus perusahaan. Orang yang tidak punya pekerjaan sepertimu, jangan berani-beraninya menasihatiku.”
“Alexa! Cepat kembali ke ruang tamu,” ucap Alan. Dia tiba-tiba muncul di pintu kamar. “Tuan Max Hendrawan datang mengunjungimu membawa banyak hadiah.”
“Baik, Papa.”
Alexa setengah berlari menuju ruang tamu dengan terus menatap Rafandra tajam. Di sana suasana pasti sangat kikuk. Max dan Alex adalah mantan pacar Alexa. Max berpacaran dengan Alexa saat masih kuliah. Sedangkan Alex berpacaran dengannya sebelum dia dijodohkan dengan Rafandra.
Alan berjalan mendekati Rafandra.
“Aku dengar semua kata-katamu,” katanya.
Plakk...
Tamparan keras mendarat di pipi Rafandra.
“Orang sepertimu tak pantas mengajari kami!”
Plakk...
Alan menampar Rafandra sekali lagi, lalu pergi meninggalkan kamar Alexa.
Rafandra memegang pipinya yang masih terasa sakit. Dia menghela nafas panjang sembari mengingat Tuan Martin. Tampaknya, sepeninggal Tuan Martin perusahaan keluarga Darmawan tidak akan bertahan lama.
Empat tahun yang lalu Tuan Martin menawarinya jabatan eksekutif di perusahaannya, tapi Rafandra menolak. Lalu Tuan Martin mengganti tawarannya. Dia menawari Rafandra menjadi mitra dan konsultan bisnisnya.
Dengan demikian Rafandra tidak perlu berangkat ke kantor. Malah Tuan Martin yang akan datang mencarinya.
Rafandra menerima tawaran tersebut dengan syarat namanya tidak dimunculkan di perusahaan dan Tuan Martin tidak boleh menyelidiki latar belakangnya.
Tuan Martin langsung menyetujui syarat tersebut. Sejak saat itu Rafandra berpindah tempat tinggal ke tempat yang telah disediakan oleh Tuan Martin.
Semakin lama hubungan mereka semakin baik, sampai Rafandra menganggap Tuan Martin sebagai kakeknya sendiri. Begitu juga sebaliknya.
Berkat saran dan roadmap perusahaan yang disusun oleh Rafandra, Grup Darmawan berkembang pesat dalam dua tahun terakhir. Tuan Martin pun menjodohkan Rafandra dengan cucu perempuannya.
Karena itu, setiap kali ada keputusan-keputusan salah yang diambil Alan dan keluarganya, Rafandra selalu merasa kasihan pada Tuan Martin. Dia selalu menghela nafas panjang setiap kali hal ini terjadi.
Kenangan-kenangan indahnya bersama Tuan Martin selalu muncul saat keluarganya menampilkan perilaku buruk, termasuk yang terjadi kepadanya saat ini.
Kringg... kringg...
Ponsel Rafandra berdering cukup kencang. Kemudian dia melihat layar ponselnya. Di layar itu tertulis nama Michael Crouch. Dia adalah salah satu pemegang saham yang cukup besar di Grup Darmawan.
“Halo, Tuan Rafandra. Aku sudah melaksanakan apa yang Tuan perintahkan. Seluruh jaringan supermarket Leivan akan menampilkan dan mempromosikan produk-produk kecantikan dari perusahaan istri Tuan.”
“Terima kasih sudah bekerja keras, Tuan.”
“Tidak, Tuan. Bisa mendapatkan perintah dari Tuan adalah pencapaian.”
“Tuan Michael terlalu mengada-ngada.”
“Jika Tuan butuh bantuanku lagi, aku selalu siap membantu.”
“Terima kasih Tuan Michael. Sampai jumpa lagi.”
“Sampai jumpa, Tuan.”
Rafandra menutup teleponnya.
Michael Crouch adalah orang yang diminta Rafandra untuk menyetujui proposal pembentukan perusahaan kosmetik baru di bawah PT. Darmawan Cosmetics International. Dia juga ditugaskan untuk membujuk jajaran direksi lainnya.
Sebagai orang yang memiliki dua puluh empat persen saham Grup Darmawan, persetujuannya memiliki bobot tersendiri. Itulah alasan kenapa Alexa bisa memiliki perusahaannya sendiri dengan sokongan dana yang cukup besar.
Tanpa dukungan dan persetujuan Michael Crouch, Alexa tidak akan pernah memiliki perusahaannya sendiri.
“Eh, Revan.”Rafandra bergegas mendekati anaknya dan menggendongnya dengan senyum lucu.“Revan mencari Papa ya?”Anak laki-laki kecil itu mengangguk dengan polosnya. Inilah salah satu alasan yang membuatnya terus bertahan selain janjinya kepada Tuan Martin.Lalu terdengar suara mobil yang pergi meninggalkan rumah ini. Rafandra pun berjalan ke ruang tamu sambil menggendong Revan. Belum sampai di ruang tamu, dia mendengar perbincangan Alan, Frida dan Alexa.“Enam bulan lagi kau bisa menceraikan laki-laki tidak berguna itu,” kata Frida Darmawan. “Setelah itu kau bebas menikah dengan siapa saja.”Alan mendesah.“Andai Kakekmu tidak memaksaku menandatangani surat perjanjian itu, aku sudah mengusir Rafandra dari rumah ini,” ucapnya.Alexa terlihat menganggukkan kepalanya.“Siapa yang akan kau pilih di antara mereka berdua?” tanya Frida kepada Alexa.“Menurut Papa, Alex jauh lebih kaya dan tampan, tapi jika kau memilih Max, Papa juga tidak keberatan.”“Aku sependapat dengan Papa,” sambung Fr
Hari ini adalah hari pembukaan perusahaan kosmetik milik istrinya, Alexa Darmawan.Rafandra Sanjaya terbangun dari tidurnya dengan terburu-buru. Dia bergegas melihat jamnya, lalu menepuk kepalanya sendiri.“Aku terlambat.”Dia langsung mencuci mukanya dan memakai pakaian seadanya. Karena waktu yang terbatas, dia tidak sempat memilih pakaian terbaik yang dimilikinya.Rafandra Sanjaya menaiki motornya yang terlihat kusam belum dicuci. Berulang kali dia melihat jam di tangannya.Setelah dua puluh menit perjalanan, dia sampai di sebuah gedung yang tidak tinggi, tapi mewah dan elegan. Desain bangunannya menggambarkan dengan jelas bahwa gedung ini adalah perusahaan kosmetik yang dikelola anak muda.Banyak karangan bunga ucapan selamat berukuran besar berbaris di depan perusahaan baru ini. Semuanya menuliskan nama Alexa Darmawan dan nama perusahaannya, Alexa Kreasi Cantika.Perusahaan kosmetik ini didanai oleh PT. Darmawan Cosmetics International, salah satu perusahaan di bawah Grup Darmawan
“Tuan telah menyelamatkan nyawaku. Uang ini bukanlah apa-apa dibandingkan kebaikan Tuan.”Selama dua bulan lebih Rafandra berada di rumah sakit menjalani perawatan intensif dan terapi tulang agar bisa kembali berjalan. Selama itu pula Tuan Martin selalu meluangkan waktu menjenguknya, meski tidak setiap hari.Pada bulan pertama, Rafandra hanya terbaring di atas ranjang rumah sakit tanpa bisa melakukan apa-apa, dan Tuan Martin adalah satu-satunya orang yang terus mendukungnya dan membiayai seluruh pengobatannya. Kebaikan ini yang membuat Rafandra tidak berpikir dua kali untuk memberikan uangnya.Karena Tuan Martin terus menolak, Rafandra menggunakan titik lemah Tuan Martin, yaitu para pekerja. Rafandra mengatakan bahwa uang ini bisa menghindarkan para pekerja dari pemecatan. Jika perusahaan miliknya bangkrut, maka para pekerjalah yang menjadi korban. Baru setelah itu Tuan Martin mau menerimanya, tapi menganggapnya sebagai hutang yang harus dibayar.Ingatan tentang Tuan Martin selalu mun
Rafandra terkejut mendengar suara itu. Dia langsung berdiri mendorong pintu tersebut dan melihat seorang berbadan tegap berjalan menjauh.“Tuan, Tunggu!” seru Rafandra. “Siapa nama Tuan?!” teriaknya keras.Pria berbadan tegap itu hanya mengangkat tangannya tanpa membalikkan badannya. Dia terus berjalan menjauh.Melihat pria tersebut tidak berminat memberikan namanya, Rafandra tersenyum sembari berucap dengan keras:“Terima kasih, Tuan!”Setelah keluar dari ruangan itu, Rafandra melihat jam tangannya. Sudah hampir setengah jam dia berada di ruangan tersebut. Lalu dia berjalan ke tempat parkir khusus motor dan mengambil motornya. Dia pun memutuskan untuk pulang ke rumah.Dalam perjalanan pulang, Rafandra terus memikirkan istrinya, Alexa. Usia pernikahan mereka sudah hampir tiga tahun lamanya, tepatnya dua tahun enam bulan. Tapi hubungan mereka sangat dingin setelah Tuan Martin meninggal.Tak berselang lama, Rafandra sampai di rumahnya. Rumah yang sangat besar dan megah. Dia dan Alexa ti
“Eh, Revan.”Rafandra bergegas mendekati anaknya dan menggendongnya dengan senyum lucu.“Revan mencari Papa ya?”Anak laki-laki kecil itu mengangguk dengan polosnya. Inilah salah satu alasan yang membuatnya terus bertahan selain janjinya kepada Tuan Martin.Lalu terdengar suara mobil yang pergi meninggalkan rumah ini. Rafandra pun berjalan ke ruang tamu sambil menggendong Revan. Belum sampai di ruang tamu, dia mendengar perbincangan Alan, Frida dan Alexa.“Enam bulan lagi kau bisa menceraikan laki-laki tidak berguna itu,” kata Frida Darmawan. “Setelah itu kau bebas menikah dengan siapa saja.”Alan mendesah.“Andai Kakekmu tidak memaksaku menandatangani surat perjanjian itu, aku sudah mengusir Rafandra dari rumah ini,” ucapnya.Alexa terlihat menganggukkan kepalanya.“Siapa yang akan kau pilih di antara mereka berdua?” tanya Frida kepada Alexa.“Menurut Papa, Alex jauh lebih kaya dan tampan, tapi jika kau memilih Max, Papa juga tidak keberatan.”“Aku sependapat dengan Papa,” sambung Fr
Rafandra duduk setengah berjongkok untuk menggendong anaknya. Setiap hari dia memang bertugas mengantar jemput anaknya di Sekolah Balita Elissa Ray. Salah satu sekolah balita terbaik di Kota Loven.Khusus hari Senin, Rabu dan Jum’at pihak sekolah mengadakan layanan penjemputan. Di hari-hari itu pula Rafandra bisa tidur agak lama karena pihak sekolah melakukan penjemputan sebelum Alexa berangkat bekerja.“Maaf, aku lupa,” kata Rafandra.“Kau memang tidak berguna!” ucap Alan.“Bawa Revan masuk. Aku bosan mendengar suara tangisnya,” ujar Frida.Rafandra terlihat sangat marah. Dia langsung berbalik badan agar ekspresi wajahnya tidak terlihat oleh mereka. Dia bisa menahan hinaan apa pun, tapi jika sudah berkenaan dengan anaknya, dia merasa sangat tersinggung.Rafandra membawa anaknya ke ruang bermain yang sangat besar. Tangis Revan langsung berhenti setelah berada di pelukan Rafandra.“Revan di sini dulu ya? Papa ke dapur sebentar,” ucap Rafandra dengan berjongkok di depannya.Revan mengan
Rafandra terkejut mendengar suara itu. Dia langsung berdiri mendorong pintu tersebut dan melihat seorang berbadan tegap berjalan menjauh.“Tuan, Tunggu!” seru Rafandra. “Siapa nama Tuan?!” teriaknya keras.Pria berbadan tegap itu hanya mengangkat tangannya tanpa membalikkan badannya. Dia terus berjalan menjauh.Melihat pria tersebut tidak berminat memberikan namanya, Rafandra tersenyum sembari berucap dengan keras:“Terima kasih, Tuan!”Setelah keluar dari ruangan itu, Rafandra melihat jam tangannya. Sudah hampir setengah jam dia berada di ruangan tersebut. Lalu dia berjalan ke tempat parkir khusus motor dan mengambil motornya. Dia pun memutuskan untuk pulang ke rumah.Dalam perjalanan pulang, Rafandra terus memikirkan istrinya, Alexa. Usia pernikahan mereka sudah hampir tiga tahun lamanya, tepatnya dua tahun enam bulan. Tapi hubungan mereka sangat dingin setelah Tuan Martin meninggal.Tak berselang lama, Rafandra sampai di rumahnya. Rumah yang sangat besar dan megah. Dia dan Alexa ti
“Tuan telah menyelamatkan nyawaku. Uang ini bukanlah apa-apa dibandingkan kebaikan Tuan.”Selama dua bulan lebih Rafandra berada di rumah sakit menjalani perawatan intensif dan terapi tulang agar bisa kembali berjalan. Selama itu pula Tuan Martin selalu meluangkan waktu menjenguknya, meski tidak setiap hari.Pada bulan pertama, Rafandra hanya terbaring di atas ranjang rumah sakit tanpa bisa melakukan apa-apa, dan Tuan Martin adalah satu-satunya orang yang terus mendukungnya dan membiayai seluruh pengobatannya. Kebaikan ini yang membuat Rafandra tidak berpikir dua kali untuk memberikan uangnya.Karena Tuan Martin terus menolak, Rafandra menggunakan titik lemah Tuan Martin, yaitu para pekerja. Rafandra mengatakan bahwa uang ini bisa menghindarkan para pekerja dari pemecatan. Jika perusahaan miliknya bangkrut, maka para pekerjalah yang menjadi korban. Baru setelah itu Tuan Martin mau menerimanya, tapi menganggapnya sebagai hutang yang harus dibayar.Ingatan tentang Tuan Martin selalu mun
Hari ini adalah hari pembukaan perusahaan kosmetik milik istrinya, Alexa Darmawan.Rafandra Sanjaya terbangun dari tidurnya dengan terburu-buru. Dia bergegas melihat jamnya, lalu menepuk kepalanya sendiri.“Aku terlambat.”Dia langsung mencuci mukanya dan memakai pakaian seadanya. Karena waktu yang terbatas, dia tidak sempat memilih pakaian terbaik yang dimilikinya.Rafandra Sanjaya menaiki motornya yang terlihat kusam belum dicuci. Berulang kali dia melihat jam di tangannya.Setelah dua puluh menit perjalanan, dia sampai di sebuah gedung yang tidak tinggi, tapi mewah dan elegan. Desain bangunannya menggambarkan dengan jelas bahwa gedung ini adalah perusahaan kosmetik yang dikelola anak muda.Banyak karangan bunga ucapan selamat berukuran besar berbaris di depan perusahaan baru ini. Semuanya menuliskan nama Alexa Darmawan dan nama perusahaannya, Alexa Kreasi Cantika.Perusahaan kosmetik ini didanai oleh PT. Darmawan Cosmetics International, salah satu perusahaan di bawah Grup Darmawan