Share

Bab 3

Author: Afzah Nujati
last update Last Updated: 2025-01-20 06:19:00

Setelah berucap dengan nada tinggi dan kasar, Anett kembali tersenyum kepada para tamu undangan.

“Maaf atas pemandangan tak mengenakkan ini,” katanya lembut, tapi para tamu undangan masih berbisik-bisik satu sama lain.

Kemudian Alex Gunawan berdiri di samping Anett Wongso.

“Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, acara segera dimulai. Sebaiknya kita kembali ke dalam. Kalian tak perlu memikirkan orang ini, biar satpam yang mengurusnya,” ucapnya dengan lugas. “Aku akan memberikan kartu keanggotaan VIP bagi orang yang tetap tinggal sampai acara pembukaan selesai. Dengan kartu itu, kalian akan diberi akses kemewahan tiada batas di seluruh jaringan hotel nilik Grup Gunawan.”

Mendengar tawaran dari Alex, membuat semua orang kembali masuk ke dalam. Kartu VIP hotel Grup Gunawan memiliki keistimewaan yang luar biasa. Orang yang memilikinya akan mendapatkan pelayanan dan akses kemewahan lebih baik dari pelanggan biasa.

“Terima kasih, Tuan Alex,” ucap Annet dengan tersenyum hangat.

“Tidak apa-apa, Tante. Itu bukan masalah besar bagiku.”

“Sayang kau tidak jadi menantuku,” kata Annet.

Alex tersenyum sembari memegang tangan Annet.

“Peluang selalu ada, Tante. Asalkan Tante memberi restu, aku bisa menjadi menantu Tante.”

Annet tersenyum.

“Itu sudah pasti. Kau tahu sendiri, aku sudah memberi restuku padamu dari dulu. Gara-gara laki-laki sialan ini semuanya kacau,” ucapnya sambil memandang Rafandra yang sedang dipegangi para satpam.

Alex menatap Rafandra yang masih memandang pintu masuk perusahaan. Dia ingin sekali masuk ke dalam untuk menjelaskan semuanya pada istrinya.

“Kenapa kalian masih di sini. Bawa dia pergi sekarang!” perintah Alex.

“Baik, Tuan.”

“Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri,” ucap Rafandra.

Dia berjalan menjauhi pintu masuk perusahaan menuju tempat parkir. Sepanjang jalan dia berkali-kali mendesah dan menghela nafas dalam-dalam.

Beberapa saat kemudian, dia sampai di parkiran motor. Rafandra duduk di atas motornya terdiam. Dia kembali mengingat perlakuan buruk orang-orang Keluarga Darmawan kepadanya. Entah sudah berapa kali dia mengalami hal tidak menyenangkan seperti ini.

Bahkan saat dia mengalami kecelakaan mobil satu tahun yang lalu, tidak ada seorang pun yang menjenguk apalagi mengurusnya, termasuk Alexa. Mereka malah dengan semena-mena menyalahkan Rafandra yang telah menghancurkan mobil keluarga dan menuntut ganti rugi kepadanya.

Saat itu Rafandra harus terbaring di rumah sakit hampir satu minggu lamanya. Dia mengalami patah kaki kiri yang cukup parah. Sejak saat itu, Rafandra tidak diperbolehkan menaiki mobil Keluarga Darmawan lagi, bahkan sebagai penumpang. Dia pun harus membayar seluruh kerusakan mobil yang dikendarainya.

Setelah cukup lama melamun, Rafandra menyalakan motornya. Dia memilih pulang ke rumah daripada tetap berada di sini. Dalam perjalanan pulang, Rafandra terus memikirkan istrinya, Alexa. Usia pernikahan mereka sudah hampir tiga tahun lamanya, tepatnya dua tahun enam bulan. Tapi hubungan mereka sangat dingin setelah Tuan Martin meninggal.

Setelah dua puluh menit perjalanan, Rafandra sampai di rumahnya. Rumah yang sangat besar dan megah. Dia dan Alexa tinggal di bagian samping rumah Keluarga Darmawan.

Rumah itu memiliki tiga bagian. Bagian tengah dihuni kepala keluarga Darmawan dan nyonya besar, Wendy Satriawan, istri mendiang Tuan Martin Darmawan.

Setelah Tuan Martin meninggal, ayah Alexa, Alan Darmawan dan istrinya, Anett Wongso menghuni rumah bagian tengah bersama ibunya.

Sementara bagian samping, baik sebelah kanan dan kiri bangunan utama, ditempati oleh anak-anak Alan Darmawan dan keponakannya, termasuk Alexa dan Rafandra.

Rafandra menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Berkali-kali dia menghela nafas dalam-dalam. Wajah kecewa Alexa begitu jelas terekam di kepalanya. Meski hubungan mereka tidak layaknya suami istri, Rafandra menyayangi Alexa dengan tulus.

Kriing... kriing...

Ponsel Rafandra berbunyi cukup keras. Dia mengambil ponselnya dan melihat layarnya. Tidak ada nama, hanya nomor yang tidak dikenalnya. Rafandra meletakkan kembali ponselnya. Dia tidak tertarik untuk mengangkat telepon tersebut.

Krriingg... kriingg...

Ponselnya kembali berbunyi berulang kali. Karena merasa sangat mengganggu, Rafandra mengangkat telepon tersebut.

“Jangan gang...”

“Halo, Rafandra?” ucap seorang wanita di telepon tersebut.

Rafandra terdiam. Dia berusaha mengenali suara wanita tersebut.

“Halo, Rafandra? Ini Tante Anna.”

“Tante Anna?”

Rafandra bergegas bangun dari tempat tidurnya dan duduk.

“Betul. Bagaimana kabarmu?”

“Baik, Tante. Tante sendiri bagaimana?”

“Tante baik-baik saja, tapi perusahaan Tante tidak.”

“Kenapa, Tante?!” tanya Rafandra terkejut. Kabar itu membuatnya berdiri seketika.

“Di mana kau sekarang? Kurang nyaman menjelaskannya di telepon.”

“Aku di Kota Woodpool, Tante,” jawab Rafandra berbohong.

“Tante butuh bantuanmu, Rafandra. Bisakah kau segera kemari.”

“Baik, Tante. Besok aku segera berangkat ke sana.”

“Kenapa tidak hari ini?”

“Ada sesuatu yang harus aku urus.”

“Baiklah. Kau harus segera kemari. Jika tidak perusahaan Tante akan terkena masalah besar.”

“Baik, Tante. Aku janji.”

“Baik. Tante tunggu kedatanganmu.”

Lalu Tante Anna menutup teleponnya.

Jarak antara Kota Loven dan Kota Blackward cukup jauh, sekitar dua jam menggunakan pesawat. Tante Anna tinggal di Kota Blackward, kota terbesar kedua di Republik Worthen.

Rafandra terus menatap ponselnya. Dia heran bagaimana Tante Anna bisa mendapatkan nomornya. Setelah keluar dari Keluarga Sanjaya, Rafandra mengganti semua nomor teleponnya.

Setelah siang datang, terdengar suara bising pintu mobil yang ditutup keras. Rafandra mengintip dari jendela depan. Dia melihat semua mobil keluarga Darmawan berbaris rapi di depan, termasuk mobil istrinya.

Kretek...

Pintu depan terbuka. Alexa, Susan dan Lena masuk ke dalam dengan wajah murung.

Rafandra mendekati Alexa sambil membawakan minum.

“Maafkan...”

“Ini tasmu. Kau melupakannya di mobilku.”

Tiba-tiba seorang pria tampan masuk ke dalam membawa tas. Dia adalah Alex Gunawan.

Melihat kehadiran Alex di rumahnya, membuat Rafandra menghentikan langkah kakinya. Dia sangat terkejut sampai membuatnya diam beribu bahasa.

“Kenapa kau diam? Buatkan teh atau kopi untuk Tuan Alex,” ucap Alexa setelah mengambil air putih dingin dari tangan Rafandra.

Rafandra tertegun diam. Dia terus memandang Alexa.

“Apa kau tuli?!”

Tiba-tiba Tuan Alan Darmawan, kepala keluarga Darmawan saat ini masuk ke rumah Alexa.

“Cepat kau buatkan kopi untuk Tuan Alex!” perintah Alan.

Lalu Alan duduk di sofa merah yang panjang sembari tersenyum ke arah Alex Gunawan.

“Silakan duduk,” ucap Alan ramah.

“Terima kasih, Om Alan.”

Alex duduk tidak jauh dari Alan.

“Kau duduk di sini,” kata Alan kepada Alexa.

Dia sengaja mengosongkan sofa tengah di antara dirinya dan Alex.

Alexa berjalan di depan Rafandra untuk duduk di sofa yang disediakan ayahnya. Saat melintasi Rafandra dia berkata dengan mata memicing:

“Cepat kau buatkan kopi. Sudah cukup kau permalukan aku di acara pembukaan perusahaan! Jangan lagi kau permalukan aku di rumahku sendiri!” ucapnya langsung di telinga Rafandra. “Kau tidak tahu hari buruk apa yang telah kulalui.”

Dia pun mendorong tubuh Rafandra dengan tangan kanannya untuk memperlebar ruangnya berjalan menuju sofa itu.

“Hari buruk apa yang telah kau lalui?” tanya Rafandra penasaran.

“Tak ada gunanya kau tahu,” ucap Susan.

“Bahkan Tuan Alex tidak bisa menyelesaikannya, apalagi pengangguran sepertimu,” sambung Lena.

“Mungkin aku bisa membantu,” kata Rafandra.

Related chapters

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 4

    “Kau jangan mengada-ada. Kau bahkan tidak bisa mencari uang satu dollar pun jika Alexa tidak memberimu,” ejek Susan.“Sudah! Cepat buatkan kopi! Tidak ada gunanya juga kau mengetahuinya!” ucap Alexa keras.“Aku hanya ingin membantu.”“Heh,” Alan Darmawan menyeringai. “Apa yang bisa dilakukan pengangguran sepertimu?!”“Pergi sana!” dorong Lena pada Rafandra.Rafandra terdorong beberapa langkah ke belakang. Dia pun membalikkan tubuhnya dan pergi ke dapur. Wajahnya memerah karena marah, padahal dia hanya ingin membantu.Setelah kematian Tuan Martin, tidak seorang pun yang memperlakukannya dengan baik. Satu-satunya orang yang tidak pernah menghina, merendahkan dan memerintahnya adalah Nyonya Wendy Satriawan. Meski demikian, dia juga tidak pernah membelanya saat direndahkan dan dipermalukan oleh anak dan cucu-cucunya.Rafandra berjalan menuju ke dapur rumahnya. Dia berkali-kali menghela nafas panjang dan memejamkan matanya.Selama menjalin hubungan dekat dengan Tuan Martin, ada satu hal yan

    Last Updated : 2025-01-20
  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 5

    Karena itu, setiap kali ada keputusan-keputusan salah yang diambil Alan dan keluarganya, Rafandra selalu merasa kasihan pada Tuan Martin. Dia selalu menghela nafas panjang setiap kali hal ini terjadi.Kenangan-kenangan indahnya bersama Tuan Martin selalu muncul saat keluarganya menampilkan perilaku buruk, termasuk yang terjadi kepadanya saat ini.Kringg... kringg...Ponsel Rafandra berdering cukup kencang. Kemudian dia melihat layar ponselnya. Di layar itu tertulis nama Michael Crouch. Dia adalah salah satu pemegang saham yang cukup besar di Grup Darmawan.“Halo, Tuan Rafandra. Aku sudah melaksanakan apa yang Tuan perintahkan. Seluruh jaringan supermarket Leivan akan menampilkan dan mempromosikan produk-produk kecantikan dari perusahaan istri Tuan.”“Terima kasih sudah bekerja keras, Tuan.”“Tidak, Tuan. Bisa mendapatkan perintah dari Tuan adalah pencapaian.”“Tuan Michael terlalu mengada-ngada.”“Hanya saja beberapa produk yang akan dirilis perusahaan istri Tuan belum mendapat izin ed

    Last Updated : 2025-01-20
  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 6

    Mereka bertiga berpelukan bahagia. Itu artinya mereka sudah bisa melaunching dan memasarkan produk mereka secara luas.Rafandra melihat dengan tersenyum, lalu dia mendekati mereka bertiga,“Bukankah kau berjanji akan berlutut di depanku?” ucap Rafandra.Mendengar itu membuat mereka bertiga melepaskan pelukannya masing-masing.Susan dan Lena menatap Rafandra dengan pekat. Mereka sepertinya sedang memikirkan sesuatu.“Aku tidak percaya kau yang melakukannya! Tidak mungkin!” kata Lena.“Pengangguran sepertimu tidak mungkin bisa melakukannya. Aku yakin ini hasil kerja Alex atau Max,” ucap Susan.“Kau benar, Susan. Mereka berjanji akan terus berusaha menyelesaikan hal ini, bukan?” ujar Lena.“Karena itu aku yakin, kau hanya seorang pembual!” kata Susan dengan mendorong dada Rafandra.“Kalian gila jika mempercayainya. Aku sudah bersamanya lebih dari dua tahun. Dia hanyalah pengangguran tak berguna,” sambung Alexa.Rafandra tersenyum.“Aku benar-benar mengenal Tuan Ferdinand,” katanya.“Janga

    Last Updated : 2025-01-28
  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 7

    Rafandra menggeleng.“Aku hanya tidak mau banyak orang kehilangan pekerjaan setelah Tuan Martin wafat. Karena itu aku mendirikan perusahaan ini bersama kalian. Aku senang perusahaan ini bisa berkembang pesat.”Saat itu, Alan Darmawan dan anggota keluarga Darmawan lainnya memutuskan untuk menutup pabrik tekstil karena dipandang tidak memberikan keuntungan yang besar.Mereka mengalihkan biaya operasional pabrik tekstil untuk membeli secara langsung kain yang sudah jadi, lalu mereka olah di pabrik garmen milik mereka. Dalam hitungan mereka, hal itu jauh lebih menguntungkan.Saat mendengar keputusan tersebut, dua asisten pribadi Tuan Martin menentang. Mereka adalah Daniel William dan Harry Maruti. Mereka berdebat keras dengan Alan Darmawan hingga membuat mereka dipecat.Mengetahui akan terjadi PHK massal, sekitar lima ribu orang lebih, Rafandra menghubungi Daniel dan Harry satu bulan kemudian. Mereka memang sering bertemu sebelumnya. Harry dan Daniel sering diminta Tuan Martin untuk menem

    Last Updated : 2025-02-01
  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 8

    “Awalnya...”Kretek...Terdengar suara pintu depan terbuka. Rafandra dan Anna langsung mengarahkan pandangannya ke arah pintu itu. Terlihat dua orang sedang berjalan masuk dengan senyum mengembang.“Mas Rafandra!” ucap Liam Suryawijaya yang mempercepat jalannya setelah melihat Rafandra, tapi langkahnya tersusul oleh adik perempuannya, Sarah Suryawijaya.Wanita muda itu berlari kencang ke arah Rafandra dan langsung memeluknya.“Ke mana saja kamu, Mas?” tanya Sarah masih memeluknya.“Nanti aku ceritakan.”Liam pun melakukan hal yang sama dengan adiknya. Dia pun memeluk Rafandra dari samping. Mereka bertiga berpelukan cukup lama untuk melampiaskan rasa kangen.Sejak kecil mereka bertiga memang sangat akrab. Mereka lebih mirip saudara kandung daripada saudara sepupu.“Bagaimana kabar kalian?” tanya Rafandra setelah mereka duduk di sampingnya.“Aku baik-baik saja, tapi Mas Liam...”Liam mengusek kepala adiknya.“Aku kurang baik, Mas,” katanya tersenyum.Rafandra melihat ada dua orang lain

    Last Updated : 2025-02-02
  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 10

    Tuan Sagal tersenyum kepada semua orang. Dia mengulurkan tangannya menyalami mereka semua.“Perkenalkan aku Luis Sagal. Pengacara Tuan Liam Suryawijaya.”Semua orang masih terperangah, terutama Alexander dan tim legalnya. Bagaimana tidak, mereka semua bekerja di firma hukum milik Tuan Sagal. Pikiran mereka pun melayang ke mana-mana, karena selama ini Luis Sagal tidak pernah menangani kasus lokal secara langsung. Dia hanya menangani kasus internasional.Karena itu mereka bertanya-tanya, siapa orang yang bisa mempekerjakan Luis Sagal sampai menjadi pengacara Liam Suryawijaya. Dia yakin Grup Suryawijaya tidak mungkin mampu membujuk Tuan Sagal untuk menjadi pengacaranya, karena grup-grup yang lebih besar sekalipun tidak pernah berhasil melakukannya.“Eh, aku Alexander dan mereka tim legal kami,” ucap Alexander tergagap-gagap menyambut uluran salam Luis Sagal.“Semoga beruntung,” kata Tuan Sagal dengan meremas tangan Alexander cukup keras sampai membuatnya sedikit meringis.Mereka semua ke

    Last Updated : 2025-02-03
  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 11

    Setelah di perjalanan cukup lama, Liam dan Rafandra sampai di rumah. Mereka pun turun dari mobilnya dan masuk ke dalam.Revan tiba-tiba berlari menghampiri Rafandra dan memeluknya. Dia memperlihatkan senyum yang sangat lepas dan senang.“Revan bermain dengan siapa?” tanya Rafandra.Revan mengarahkan jari telunjuknya kepada seorang wanita muda yang sangat cantik. Dia adalah Maria Robetta, sepupu Liam dan Sarah. Ibunya adalah adik mendiang Arnold Suryawijaya.Rafandra tersenyum hangat ke arah Maria. Mereka pun saling berjalan mendekat.“Bagaimana kabarmu, Maria?” tanya Rafandra. “Sudah lama kita tidak bertemu.”“Aku baik. Bagaimana dengan Mas Rafandra?”“Aku juga baik,” jawab Rafandra. “Bagaimana bisa kau bermain-main dengan Anakku?”“Tante Anna yang memanggilku. Dia tahu aku ahli dalam mengurusi anak-anak,” katanya dengan sedikit tertawa.“Semua pengasuh anak profesional aku lihat tidak ada yang bisa mendekati Revan. Karena itu aku memanggil Maria. Kebetulan dia tidak sedang syuting ha

    Last Updated : 2025-02-04
  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 12

    “Benar, dia Rafandra, Alexa,” ucap Lena sembari terus menatap Rafandra.Semua orang menatap Rafandra yang sedang berjalan menghampiri Alexa. Dia tersenyum hangat menyapa Alexa, tapi Alexa tetap diam.“Ini untukmu,” kata Rafandra setelah sampai di depan Alexa.Plakk...Dua kantong kertas pemberian Tante Anna jatuh di atas lantai.Rafandra terkejut. Dia menatap Alexa dengan tajam, lalu dia berjongkok untuk mengambil dua kantong kertas tersebut. Dia agak kesusahan melakukannya karena Revan memeluknya dengan kencang.Setelah berhasil mengambilnya, Rafandra memutuskan untuk masuk ke dalam. Dia melakukannya karena mencemaskan Revan yang mulai terlihat ketakutan.Rafandra berjalan tanpa memandang Alexa dan teman-temannya. Lalu tiba-tiba Lena merebut dua kantong kertas dari tangan Rafandra. Dia pun berhenti meminta dua kantong kertas itu dikembalikan, tapi Lena dan Susan tidak mempedulikannya.Tak berselang lama, Annet Wongso, Rose Hart dan Frida Darmawan datang menghampiri Alexa dan teman-te

    Last Updated : 2025-02-05

Latest chapter

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 24

    Terjadi kehebohan besar di kediaman Keluarga Darmawan. Alexa menceritakan apa yang dikatakan Rafandra kepadanya.Alan, Annet dan lain sebagainya duduk di ruang tamu kediaman utama, termasuk Wendy Satriawan, nyonya besar Keluarga Darmawan.“Apa yang harus kita lakukan, Pa?” tanya Frida kepada Alan.Alan terdiam tidak mengucapkan apapun.“Sudah kukatakan kalian jangan keterlaluan mengganggunya,” ujar Wendy Satriawan.Alan dan lainnya memandang ke arah wanita yang sudah dipenuhi rambut putih dan keriput.“Apa alasan Mama tidak pernah mengganggunya?” tanya Alan.“Mama menghormati Papamu. Dia sangat memandang tinggi Rafandra, entah karena alasan apa,” jawab Wendy.Alexa menghela nafas.“Sebenarnya apa yang membuat Kakek memandangnya sedemikian tinggi,” ucapnya penasaran.“Yang Nenek tahu, Kakekmu sepanjang hidupnya tidak pernah salah menilai seseorang. Karena itu Nenek tidak pernah merendahkannya seperti kalian, tapi Nenek juga tidak menghalangi kalian melakukannya karena Nenek pun tidak s

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 23

    Daniela dan orang-orangnya terkejut mendengar hal itu.“Kami pemilik baru Golden Acres Corporation,” kata Rafandra.Daniela terus memandang Rafandra. Kepalanya menggeleng kecil setelah mendengar perkataan Rafandra.“Karena itu yang mengajukan penawaran untuk membeli Hotel Golden Acres adalah Golden Acres Corporation, bukan perusahaan lainnya,” ujar Rafandra.“Tuan memang hebat. Dengan menguasai Golden Acres Corporation, andaikan Tuan harus membangun hotel dari awal, tingkat kesuksesannya sangat tinggi,” ucap Daniela. “Meski demikian, kami tidak akan menjual hotel ini dengan harga semurah itu.”Rafandra tersenyum.“Sebenarnya kami belum menyelesaikan tawaran kami. Ada hal lain yang kami masukkan dalam penawaran kami.”“Apa itu?” tanya Daniela.Semua orang menatap Rafandra, termasuk Walter dan Sagal. Rafandra memang sering berimprovisasi saat bernegosiasi dengan perusahaan yang hendak dibelinya.“Kami mengajukan harga tiga ratus juga dollar dan sisa hutang ditanggung bersama, dan kalian

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 22

    Untuk sesaat sempat terjadi kekakuan di antara mereka berdua. Daniela sempat terdiam sembari terus menatap Rafandra.“Silakan duduk, Nona,” kata Rafandra dengan senyum hangat. Dia berusaha mencairkan suasana kembali.Rhonald dan lainnya terkejut melihat kejadian itu.“Apakah kalian saling mengenal?” tanya Rhonald kepada Daniela dan Rafandra.“Kita hanya pernah bertemu,” jawab Daniela cepat.Rafandra mengangguk semberi tersenyum hangat. Mereka duduk berhadapan.“Karena diektur keuangan Grup Santoso sudah hadir, pembicaraan tentang pembelian Hotel Golden Acres sudah bisa dimulai, bukan?” tanya Sagal.“Silakan, Tuan Sagal,” ucap Rhonald.“Klien kami tertarik untuk membeli Hotel Golden Acres dari Grup Santoso. Setelah kami mendapatkan informasi rincinya, Grup Santoso membeli Hotel Golden Acres dengan nilai dua ratus enam puluh juta dollar dengan kesepakatan menanggung hutang-hutang Hotel Golden Acres yang mencapai seratus delapan puluh lima juta dollar. Berdasarkan informasi ini, kami ing

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 21

    Rafandra menganggukkan kepalanya.“Baik,” katanya pelan sembari melihat tangan Daniela yang terus menggenggamnya.“Eh, maaf,” ujar Daniela bergegas melepaskan genggaman tangannya.Dia terlihat malu sampai pipinya memerah.“Halo, Tuan...”“Halo, Tuan Sagal. Aku tidak jadi melaporkannya. Tuan tidak perlu membuat laporan kepada polisi. Tunggu arahanku nanti.”“Baik, Tuan,” jawab Sagal. “Apa yang sebenarnya sedang terjadi, Tuan? Apakah aku harus masuk ke dalam?” tanyanya penasaran.“Tidak perlu. Tuan Sagal tetap di mobil dan tunggu arahanku nanti.”“Baik, Tuan.”Lalu Rafandra memutus teleponnya.“Tolong kalian bawa Revan keluar. Aku tidak mau melihatnya ketakutan,” kata Rafandra pada dua wanita pengasuh anak yang dipekerjakannya. “Revan ikut mereka dulu ya. Papa mau menyelesaikan sesuatu di sini.”Revan pun mengangguk dan menjulurkan tangannya kepada dua wanita itu. Dia pun dibawa pergi keluar dari ruangan itu.“Silakan duduk, Tuan,” ujar Daniela kepada Rafandra.“Apa yang hendak Nona Dan

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 20

    Melihat kehadiran ayahnya, Revan langsung melompat ke pelukan ayahnya.Pasangan suami istri itu kesal mendengar ucapan Rafandra.“Siapa kau?”“Aku Ayahnya.”“Oh, pantas anaknya kurang beradab, ternyata Ayahnya juga sama,” kata sang istri sambil memandang pakaian Rafandra dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.Rafandra memang selalu mengenakan setelan jas yang tidak murah, tapi juga tidak terlalu mahal.“Apa maksudmu?”“Suamiku kau lihat pakaiannya. Dia mengenakan setelan jas Don Blanca,” kata sang istri.“Kau benar. Hahaha...”Sang suami tertawa terbahak-bahak cukup lama.Walter terlihat sangat kesal. Dia tidak terima tuannya diperlakukan seperti ini, tapi Rafandra mencegahnya.“Apa yang salah dengan Don Blanca. Bukankah itu nyaman dan bagus.”“Memang, tapi itu menunjukkan level kekayaanmu belum setara dengan orang-orang yang menyekolahkan anaknya di sini. Jika belum mampu, jangan berlagak!” kata sang istri.“Heh,” Rafandra meringis sambil menggeleng. “Tidak di Loven, tidak di Wollon

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 19

    Rafandra terus menatap Stefan dan Aranda. Dia menatap mereka dengan senyum mengembang ramah.“Aku tidak sedang bercanda. Aku bisa membuat surat pengangkatan sekarang juga, tanpa harus menunggu lama,” ujar Rafandra.Tiba-tiba Stefan memajukan tubuhnya.“Kau pasti menipu kami lagi,” katanya.Rafandra tersenyum.“Tuan Sagal. Buatkan surat pengangkatan Aranda Acres menjadi CEO Golden Acres sekarang juga.”“Baik, Tuan.”Sagal langsung mengeluarkan laptopnya dan mulai mengetik. Tak berselang lama, surat yang dibuat Sagal selesai.“Boleh aku pinjam printer di sini?” tanya Sagal.“Silakan,” jawab Stefan.Sagal menghubungkan laptopnya dengan printer tersebut, lalu mencetak surat pengangkatan yang baru saja dibuatnya.“Ini Tuan.”Sagal menyerahkan selembar kertas dengan logo Safty Enterprise, perusahaan induk milik Rafandra yang membawahi banyak perusahaan.Nama perusahaan ini memang tidak dikenal banyak orang karena tidak pernah menampakkan diri. Setiap kali membuat dan membeli perusahaan lain

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 18

    Waktu berjalan dengan cepat. Rafandra dan Ian sedang berada dalam perjalanan menuju Kota Wollong. Rafandra dan Revan duduk di belakang, sementara Ian dan supirnya duduk di depan.Mereka berangkat dari hotel jam tujuh malam setelah Rafandra bertemu dengan Daniel dan Harry. Rafandra memberikan kunci rumah tempat mereka biasa berkumpul dulu. Dia meminta mereka untuk membersihakan rumah dan mencari pengurus anak profesional yang dapat dipercaya.“Kita sampai di Hotel Golden Acres, Tuan,” kata Ian.“Kita menginap di sini.”“Baik, Tuan.”Ian menyuruh supirnya menepi. Dia pun bergegas turun memasuki hotel untuk menanyakan ketersediaan kamar.Rafandra pun membuka pintu mobilnya dan turun. Dia melihat Ian sedang berbincang-bincang dengan resepsionis hotel.Rafandra sengaja menginap di Hotel Golden Acres untuk melihat potensi yang dimiliki hotel. Dia tahu bahwa hotel ini telah dijual, tapi dia cukup tertarik untuk membeli kembali hotel-hotel yang dikelola Golden Acres.Menurut laporan yang masu

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 17

    “Mengambil alih perusahaan yang akan atau sudah pailit, lalu melakukan misi penyelamatan,” jawab Sagal.“Apa nanti perusahaan tersebut akan dijual?” tanya Ian Fins lagi.“Tidak, karena tujuan Tuan Rafandra melakukannya untuk menyelamatkan para pekerja dari PHK.”Ian terkejut mendengar ucapan Sagal.“Pola seperti itu tidak akan bertahan lama jika tidak menghasilkan keuntungan,” ucap Ian.“Aku tahu, tapi sampai sekarang semua perusahaan yang diambil alih bisa disehatkan dan berkembang semakin besar berkat kemampuan Tuan Rafandra.”Ian memandang Rafandra cukup lama. Dia berharap Rafandra sendiri yang menceritakannya.“Aku memulai proyek ini sekitar lima tahun yang lalu. Tapi dua setengah tahun terakhir aku memutuskan berhenti untuk fokus mengurus anakku. Sekarang aku ingin kembali melakukannya,” ucap Rafandra.“Aku belum bisa memutuskan untuk bergabung atau tidak, karena aku belum melihat bukti nyata dari proyek Tuan Rafandra.”“Selama dua tahunan, aku telah mengambil alih enam perusaha

  • Raja Pengusaha Rafandra   Bab 16

    “Apa yang sedang kalian lakukan?!” tanya Ian Fins. “Lepaskan tangan kalian dari tubuh Tuan Rafandra!”Dua orang pengacara yang memegang tubuh Rafandra bergegas melepaskannya.“Mohon maaf, Tuan Ian. Apakah Tuan...”“Benar. Aku kuasa hukum Tuan Rafandra. Apakah Tuan Jeremy punya tuntutan hukum terhadap klienku?”“Benar. Kami sudah menyerahkannya jam delapan malam tadi. Sekarang kami sedang mengantar Nona Pauline untuk memberi keterangan.”“Semuanya sudah beres. Menurut kepala polisi bukti-bukti yang dikumpulkan tidak kuat. Jika boleh tahu, apa Tuan Jeremy membawa bukti materil untuk menuntut klien kami?”“Eh, tentu ada. Tapi aku tidak bisa memperlihatkannya kepada Tuan Ian.”“Apakah bukti itu baru akan diserahkan atau sudah diserahkan?”“Baru akan diserahkan?”Ian Fins menganggukkan kepalanya.“Lalu apa yang menjadi dasar para polisi itu membawa Tuan Rafandra ke kantor polisi jika bukti-buktinya belum mereka terima?”“Kami memang mengajukan hal itu agar tersangka tidak melarikan diri.”

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status