"Baik!"Utusan Pertama menanggapinya dengan antusias. Saat ini, dia merasa semangat juangnya kembali mendidih."Kalau begitu, Utusan Pertama, kembalilah dan lanjutkan pekerjaanmu dulu. Aku masih punya banyak hal yang mau dibicarakan dengan Tomi," kata Naura langsung."Baik. Maaf sudah mengganggu Bu Naura dan Tuan Muda."Utusan Pertama meninggalkan ibu dan anak itu. Hatinya sangat gembira. Kali ini, akhirnya dia bisa memamerkan bakatnya.Namun, begitu Utusan Pertama pergi, ponsel Tobi berdering. Panggilan dari nomor tak dikenal. Tobi langsung mengangkatnya."Tomi, ini aku, aku ...."Sebelum Ezra selesai berbicara, dia menyadari orang di ujung sana telah menutup telepon.Dia tertegun sejenak. Kemudian, diam-diam menahan senyum pahit.Tanpa berbasa-basi, cucunya langsung menutup teleponnya.Sepertinya, dia masih harus memikirkan cara untuk menemui cucunya langsung. Jika tidak, cucunya tidak akan menjawab teleponnya.Tobi sekarang ingin tahu apa yang terjadi dulu, jadi dia tidak punya wakt
"Hais!"Mengungkit masalah ini, Naura langsung menghela napas panjang. Kemudian, dia mulai mengungkapkan kebenaran tentang apa yang terjadi saat itu.Setelah mendengar penjelasan ibunya, wajah Tobi makin muram. Dia tidak bisa menahan amarah dan berkata dengan kesal, "Sekelompok orang munafik! Aku pasti akan membuat mereka membayar perbuatan mereka!""Tomi!""Jangan gegabah."Naura takut Tobi terlalu impulsif. Itu sebabnya, dia tidak berani menceritakan semua kebenaran ini kepada putranya. Meski Naura sendiri juga sangat emosi, terutama saat memikirkan Kak Revan yang dicintainya, dia sangat ingin membalas dendam.Hanya saja, dia masih harus mengendalikan diri dan tidak boleh bertindak sembarangan.Dia akan membalas dendam, tetapi sebelum itu, dia harus memastikan keselamatan Tomi lebih dulu.Naura rela mengorbankan nyawanya, tetapi dia tidak akan membiarkan sesuatu menimpa Tomi. Putranya adalah satu-satunya buah hati yang ditinggalkan oleh suaminya, Kak Revan.Akhirnya Tobi mengerti men
"Bukan dia? Kalau begitu, siapa lagi yang bisa melakukannya?" tanya Tobi sambil mengerutkan kening.Naura menggelengkan kepalanya dan berkata, "Kita hanya bisa memeriksanya secara perlahan. Tapi kalau ada yang ingin menyamar sebagai Andreas, kemungkinan bisa terjadi juga. Sekte Kayana sangat pandai menyamar, apalagi mereka bisa sepenuhnya mengubah penampilan mereka. Kalau bukan orang yang sangat dikenal, mungkin nggak akan ketahuan.""Ternyata mereka punya kemampuan seperti ini. Sepertinya kita memang harus lebih berhati-hati," ucap Tobi sambil mengangguk."Ya. Kalau mau selidiki, sebaiknya mulai dari kelompok orang yang memaksa ayahmu mati lebih dulu. Tapi, kita nggak bisa hanya menilai dari penampilan mereka saja. Terkadang ada orang yang berdiri di belakang layar," kata Naura."Baiklah, aku mengerti!"Tobi mengangguk. Melalui pertarungan kali ini, dia sempat mendengar Harita mengungkit tentang Alam Tanah Abadi. Meski Tobi masih belum pernah mendengar ada orang yang berhasil menerobo
Tepat di saat itu, Widia tiba-tiba meneleponnya dan berkata dengan panik, "Tobi, Kakek mendadak mengalami pendarahan otak. Pendarahannya cukup parah dan serius. Kakek harus segera dioperasi. Kalau nggak, Kakek akan mati.""Tapi dokter bilang operasinya berisiko tinggi. Kalau nggak berhasil, kemungkinan besar Kakek akan koma dan lumpuh."Tobi tertegun sejenak. Dia tidak menyangka Kakek Muhar akan mendadak mengalami pendarahan otak, apalagi kondisinya begitu serius.Widia lanjut bertanya dengan panik, "Apa kamu kenalan dokter? Apa mereka punya cara untuk menyelamatkan Kakek?"Walau akhir-akhir ini, kakeknya telah membuat banyak masalah untuk Widia, tapi sejak kecil, kakeknya selalu menyayanginya.Tobi awalnya mengira Widia ingin dirinya turun tangan sendiri, tetapi ternyata bukan seperti itu. Dia segera berkata, "Tentu saja. Aku bisa menyembuhkannya. Biarlah mereka menstabilkan kondisi kakekmu dulu. Asalkan Kakek masih bernapas, aku pasti punya cara untuk mengobatinya.""Tunggulah. Aku a
"Kenapa kami nggak berpikir seperti itu? Karena kakekmu, Tobi dan kamu telah menderita selama ini. Saat ini, dia mungkin berharap kakekmu segera mati, agar tidak mengganggu hubungan kalian lagi ke depannya.""Omong kosong. Kalian sekarang sudah tahu kemampuan Tobi, mana mungkin dia akan merusak segalanya? Mengapa dia harus mencelakai Kakek?""Belum tentu. Orang mungkin akan berubah. Sebagai contohnya kami sendiri saja. Kami mendukung kamu dan Tobi bersama sebelumnya, tapi bukankah kami juga memikirkan cara untuk merusak hubungan kalian beberapa hari yang lalu?""Ternyata kalian tahu juga apa yang telah kalian lakukan selama ini," kata Widia dengan marah."Ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan hal itu. Yang paling penting sekarang adalah nyawa kakekmu."Yesa segera mengganti topik pembicaraan dan menambahkan, "Kalau dilihat dari kejadian sebelumnya, menurut kalian, apa Tobi mungkin akan mencelakai Ayah?""Ini ... aku rasa mungkin sekali.""Kalian! Padahal Tobi selama ini telah m
Saat Widia tersadar kembali, semuanya sudah terjadi. Dia tidak punya cara untuk menghentikan orang tuanya, jadi dia hanya bisa berjongkok pasrah dan menunggu hasil operasi keluar.Waktu berlalu dengan cepat. Setengah jam telah berlalu. Yesa memandang ke luar, tetapi dia masih tidak menemukan sosok Tobi di sana.Teringat dirinya tidak boleh bertengkar dengan Widia, karena Yesa masih harus bergantung pada putrinya agar bisa menikmati kejayaan, dia pun melangkah ke depan dan berkata, "Kamu lihat sendiri. Sudah lewat berapa lama, tapi Tobi masih belum muncul? Kalau kita nggak mendengar kata dokter, kakekmu mungkin sudah meninggal.""Dokter bilang, kalau nggak dioperasi, setidaknya Kakek masih bisa hidup selama dua jam," kata Widia dengan dingin. Dia berharap kakeknya baik-baik saja. Kalau tidak, dia pasti tidak akan memaafkan orang tuanya."Apa kamu begitu yakin dengan apa yang dikatakan dokter? Siapa tahu diagnosisnya salah?" balas Yesa dengan tidak senang."Benarkah? Kalau kamu nggak per
Berbicara tentang ini, Widia merasa bersalah dan berkata dengan sedih, "Ya, Kakek sedang menjalani operasi!"Mendengar itu, Tobi mengerutkan kening dan berkata, "Bukankah aku memintamu untuk menungguku? Apa nggak bisa menunggu setengah jam saja?""Aku ...."Widia membuka mulutnya. Teringat dengan apa yang baru saja dikatakan ibunya, yang mencurigai dirinya ingin mencelakai kakeknya, dia tak kuasa menahan tangisnya.Melihat pemandangan itu, Yesa langsung marah.'Gadis ini! Di saat seperti ini, dia malah berpura-pura terlihat menyedihkan? Apa dia sedang menambah minyak ke dalam api? Apa dia benar-benar ingin aku mati?'Sorot mata Tobi berubah lembut. Dia buru-buru bertanya dengan khawatir, "Kenapa? Apa pihak rumah sakit yang menyuruh kalian?""Bukan!"Widia menggelengkan kepalanya."Jadi, apa yang terjadi?" tanya Tobi lagi. Mungkinkah Widia tidak percaya dengan dirinya? Bahkan, setelah mengalami begitu banyak kejadian, Widia masih tidak percaya dengan kata-katanya?Yesa buru-buru menjawa
Melihat Widia tidak mengatakan apa pun, Yesa diam-diam menghela napas lega.Yesa tidak percaya sedikit pun terhadap kata-kata Tobi barusan. Latar belakang Tobi memang luar biasa, tetapi Yesa merasa dirinya tidak salah saat menyebutnya sebagai pembohong.Bisa-bisanya Tobi mengatakan hal tidak masuk akal seperti ini. Mungkin yang percaya hanya putrinya saja.Tobi pasti mengira, asalkan operasinya berhasil, dia juga tidak perlu melakukan apa-apa lagi. Sebaliknya, jika gagal, dia juga tidak akan berpengaruh.Tidak dimungkiri, Tobi ini benar-benar licik.Namun, itu semua sudah tidak penting lagi. Dia hanya peduli dengan latar belakang dan status keluarga Tobi. Yesa hanya ingin menjadi nyonya konglomerat.Sebenarnya, Tobi juga tidak sepenuhnya tidak menyadari hal itu. Saat melihat tingkah Widia yang tidak seperti biasanya, dia sempat menoleh untuk melihat Yesa.Di saat itu, Yesa hanya mengangguk dengan canggung.Tobi merasa mungkin orang tuanya Widia yang menyarankan agar Kakek Muhar diopera