Entah kenapa, Tobi mendadak teringat dengan Tuan Besar Ezra, yang juga kakek kandungnya sendiri. Saat Tobi masih kecil, dia juga sangat menyayangi dirinya dan akan menghabiskan waktu bersamanya setiap hari, sekalipun beliau sibuk.Apalagi, kakeknya masih belum pensiun saat itu dan memiliki banyak urusan yang perlu ditanganinya.Setelah beberapa saat, Tobi baru kembali tersadar. Melihat Widia yang tampak sedih, dia juga ikut merasa sedih, tetapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi.Yesa tampak kesal. Dia langsung meraih tangan Dokter Felix dan mulai menyalahkannya. "Bagaimana ini bisa terjadi? Bukankah kamu bilang, asalkan dioperasi, ayah mertuaku bisa sembuh? Setidaknya, nyawanya akan tertolong, 'kan?"Dokter Felix mengerutkan kening. Dia menggelengkan kepalanya dan berkata, "Nyonya Yesa, tolong lepaskan tanganmu. Selalu ada risiko dalam operasi. Belum lagi, tingkat keberhasilan operasi ini juga nggak tinggi.""Kalau tingkat keberhasilan operasinya nggak tinggi, kenapa kamu terus
Tobi tertegun sejenak. Dia memandang sekilas Kakek Muhar yang telah tidak bernyawa itu. Kemudian menjawab, "Baiklah. Dia berada di rumah sakit mana sekarang? Terus, berapa lama dia bisa bertahan?""Dokter bilang, dia masih bisa bertahan selama beberapa jam. Saat ini, dia tengah dirawat di Rumah Sakit Pendidikan Tawuna!" jawab Naura dengan cepat.Mendengar itu, Tobi buru-buru berkata, "Kebetulan aku juga lagi di rumah sakit ini. Dia berada di bangsal mana dan nomor berapa?"Naura pun segera memberi tahu putranya.Melihat Tobi tengah menelepon, Yesa tidak berani mengucapkan sepatah kata pun.Tamparan ini telah membuat Yesa sadar. Tobi yang sekarang ini bukan lagi pria tidak berguna seperti dulu. Jika Tobi benar-benar emosi, Yesa pasti akan mati mengenaskan.Apalagi, melihat ekspresi putrinya yang kini tidak peduli dengannya lagi.Herman juga sangat gugup. Dia takut membuat marah Tobi.Widia masih tenggelam dalam kesedihan. Apalagi, ditambah dengan kata-kata kasar ibunya barusan. Dia bahk
"Aku tahu. Sepertinya masih belum ada yang memberi tahu kalian." Tobi mengerutkan kening dan bersiap untuk menelepon ibunya.Jika Tobi pergi ke sana sendirian, dia pasti akan kembali dihina oleh sekelompok orang, bukankah itu akan menyebalkan sekali?Dia sudah pernah mengalami hal yang sama saat mengobati putrinya Damar dulu, jadi dia tidak ingin pengalaman buruk itu terulang lagi.Pak Egan baru saja hendak berbicara. Namun, ponselnya tiba-tiba berdering. Dia pun mengangkatnya. Setelah selesai mendengar penjelasan dari orang di seberang sana, dia segera menutup telepon dan berkata dengan antusias, "Jangan-jangan kamu Dokter Tobi?"Dia hanya pernah mendengar nama Dokter Tobi saat mengobrol dengan teman lamanya. Mereka semua membuat tentang keterampilan medis Dokter Tobi yang luar biasa.Jika dia tidak tahu temannya itu tidak suka menyombongkan diri dan selalu jujur, dia pasti tidak akan memercayainya sama sekali.Namun, dia masih ingat dengan nama Tobi.Barusan ada telepon dari bangsal.
Wajah Widia masih terlihat murung, tetapi dia tetap menjawab, "Baiklah, pergilah ke sana. Aku bisa selesaikan masalah ini sendirian." Dilihat dari wajahnya yang memucat, wanita itu jelas masih sangat sedih.Namun, Pak Egan masih sedikit bingung. Jika Tobi benar-benar dokter hebat, kenapa dia tidak menyelamatkan keluarganya sendiri?Selain itu, dilihat dari sorot mata Dokter Tobi, pria itu seharusnya sangat peduli dengan gadis itu. Apalagi, Dokter Felix juga mengatakan bahwa kondisi pasien ini tidak begitu parah dan sulit dibandingkan dengan Pak Rangga.Mengikuti langkah Pak Egan, tak lama kemudian, Tobi telah tiba di pintu bangsal.Ada banyak orang yang menunggu di sini. Hanya saja, karena sebagian besar Keluarga Wijaya berada di Jatra, jadi tidak banyak yang bisa datang ke rumah sakit.Yang berada di sana hanya putra keempat dari Tuan Besar Rangga, Haryo Wijaya, beserta istrinya, lalu putranya, Kavin Wijaya, dan putrinya, Moris Wijaya.Begitu sampai di depan pintu, Pak Egan langsung b
Ketika mendengar itu, Kavin langsung memuji pria itu dan berkata, "Sudah kuduga, dia pasti penipu. Ayah dan Paman Fauzan pasti sudah tertipu."Ternyata, mereka sudah tahu kalau Fauzan Wijaya, yang juga putra sulung Pak Rangga, yang mencari dokter hebat ini untuk datang mengobati ayahnya.Hanya saja, Paman Fauzan saat ini masih berada di Jatra dan belum sempat datang ke sini.Mendengar itu, Haryo langsung murka. "Nak, nyalimu besar juga. Beraninya kamu menipu kami di sini. Kamu cari mati!""Yang cari mati itu kalian! Sekumpulan orang bodoh!"Tobi tampak kesal dan mulai memarahi mereka. Jika bukan karena ibunya mengatakan bahwa berkat bantuan Pak Rangga, barulah mereka bisa melarikan diri dari Jatra dulu, dia pasti sudah pergi dari tadi."Kamu pikir kamu itu siapa? Beraninya kamu bicara seperti itu kepada kami? Aku harus memberimu pelajaran!" Kavin bersiap untuk menyerang Tobi."Minggir!"Tobi langsung menampar wajah Kavin.Kavin terjatuh dan langsung mengadu kesakitan. Wajahnya penuh em
"Nggak apa-apa. Sebaiknya biarkan aku masuk lebih dulu agar bisa menyelamatkan orang. Kalau ditunda terlalu lama, aku khawatir akan berbahaya." Tobi tidak ingin membuang-buang waktu lagi. Itu sebabnya, dia langsung meminta Pak Egan untuk memimpin jalan.Tak disangka, Pak Egan malah tidak berguna sama sekali.Mendengar itu, Fauzan langsung berkata, "Ya. Kalau begitu, aku serahkan ayahku kepada Dokter Tobi. Tolong selamatkan dia.""Asalkan nyawa ayahku terselamatkan, apa pun permintaan Dokter Tobi, aku pasti akan berusaha mengabulkannya!""Kita bicarakan hal itu nanti saja."Setelah menutup telepon, Tobi menatap Haryo sambil bertanya dengan dingin, "Sekarang kamu sudah bisa minggir, 'kan?"Ekspresi Haryo terlihat muram. Dia terpaksa menyingkir ke samping dengan patuh. Dia tidak berani omong kosong lagi. Namun, dia diam-diam berpikir dalam hati, 'Nak, jangan bangga dulu. Kalau kamu nggak bisa menyembuhkan ayahku, aku pasti akan membuatmu mati mengenaskan.'Kavin tercengang dan kesal. Yang
Ini juga alasan Fauzan bisa berhubungan dengan Naura. Namun, hanya Fauzan dan Rangga yang mengetahui masalah Naura, sedangkan anggota Keluarga Wijaya lainnya sama sekali tidak tahu.Mereka juga khawatir jika masalah ini tersebar keluar, hanya akan merugikan Keluarga Wijaya saja."Namaku Tobi Yudistira.""Ternyata benar. Kamu cucunya atasan lamaku, Tobi Yudistira." Ekspresi Rangga makin bersemangat.Atasan lama?Saat mendengar kata 'cucu', Tobi menebak bahwa atasan lama yang disebut Rangga barusan adalah Tuan Besar Ezra. Tobi tidak mengangguk ataupun menyangkalnya. Meski dia tidak terlalu ingin mengakui kakeknya, dia juga tidak bisa menyangkal fakta ini."Tak disangka, kamulah yang akan menyelamatkanku. Hais, kasihan sekali ayahmu!" ucap Rangga dengan antusias. Dulu, dia sangat menyukai Revan dan menganggapnya sebagai putranya sendiri."Jangan ungkit masa lalu lagi. Pak Rangga, saya masih punya urusan. Jadi, saya pamit dulu.""Apa masalah penting?""Ya!" ucap Tobi sambil mengangguk."Ba
Haryo dan Kavin tampak tidak percaya. Mereka sekeluarga bergegas masuk ke dalam. Begitu masuk, mereka mendapati Moris sedang duduk di samping kakeknya sambil mengobrol.Rangga bahkan sudah bisa duduk di tempat tidur. Kondisinya secara keseluruhan masih belum bisa dipastikan, tetapi wajahnya tampak beberapa tahun lebih muda dari sebelumnya.Apalagi, berbagai infus yang dimasukkan ke dalam tubuh dan peralatan kesehatan lainnya juga telah dilepas semuanya.Untuk sesaat, semua orang tercengang dan tidak memercayai apa yang dilihat oleh mata mereka sendiri.Bukan hanya penyakitnya saja yang sembuh, tetapi kondisi tubuhnya juga jauh lebih baik.Begitu mendengar suara itu, Pak Egan juga masuk ke dalam dan melihat-lihat. Meski dia hanya berdiri di belakang, dia tetap bisa melihat. Dia telah berkali-kali memeriksa kondisi Rangga sebelumnya, jadi dia tentu mengetahui kesehatan lelaki tua itu.Namun, begitu melihat kondisi Rangga sekarang, Egan benar-benar terkejut.Dokter ajaib!Dia pasti dokter