Share

Dunia Lain

Kesadaranku kembali tidak berlangsung lama dari pingsanku lalu akibat keterkejutan. Aku pun dengan cepat duduk dan berdiri. Merobek bagian bawah gaun hitamku dan mengelapnya ke darah yang merembes keluar dari tubuh Benedict. Selesainya aku langsung mengangkat tubuh Benedict dengan cara merangkul tubuhnya. Pikiranku terasa kacau sekarang. Pertama aku tidak tau dimana posisi kami sekarang. Kedua aku harus cepat menguburkan atau membuang Benedict sebelum ketahuan orang lain. Dengan sigap ku buka pintu keluar gubuk dengan agak sedikit kesulitan karena harus menopang berat tubuh Benedict. Di depanku terlihat hamparan warna hitam dari air akibat gelap. Yang bisa ku yakini bahwa posisi kami sekarang masih berada di kekaisaran dan tidak jauh dari istana kekaisaran. Ya tebakanku rasanya benar, sekarang kami berada di dekat Danau Violet. Aku pun kembali berjalan memapah Benedict sedikit ke ujung dekat Danau Violet. Setelahnya tubuhnya aku buang ke Danau Violet dengan menaruh batu yang agak besar menimpa tubuhnya agar tidak cepat mengapung. Setelahnya aku berlari keluar menuju sekelompok kereta keluarga bangsawan. Memanggil Roni dan memintanya untuk mengirimku pulang ke kastil. Untungnya Roni tidak menyadari keadaan diriku yang berantakan dengan bagian bawah gaun yang sudah robek. Kereta yang di ku naiki bergerak berjalan keluar halaman luas istana kekaisaran. Aku tidak mau lagi berpikir dengan apa yang terjadi di dalam aula pesta tersebut.

Heaaah~Heaahh~

Ku menghela napasku. Pikiranku berkelana di kejadian beberapa waktu lalu. Bisa ku tarik kesimpulan yang pasti. Benedict menculik dan ingin membunuhku tidak ada campur tangan kelompok Alec Tyron lainnya. Count Yhale tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh anaknya hari ini. Sehingga aku akan aman dari tuduhan dan dugaan masyarakat kekaisaran Wonderland. Syukur ya Dewi. Terima kasih dan maafkanku dewi. Aku tau engkau tau dengan sangat jelas apa yang terjadi antara kami berdua dan dapat memberikan penilaian yang murni.

Brrrrr~Brrrr

Setelahnya tubuhku menggigil dan tubuhku rasanya tidak enak. Rasa mual membuncah perutku.

“Roniiiiii!Roniii!” Panggilku pada Roni menggedor kereta bagian depan.

“Iya Nona” Jawab Roni masih menjalankan kereta.

“Tolong hentikan kereta sekarang!” Perintahku pada Roni dengan menahan muntah ku yang hampir sudah tidak tertahankan.

“Astaga baik Nona!” Balas Roni ketika mendengar suaraku yang menahan mutah.

Kereta pun berhenti dipinggir jalan. Dan dengan cepat aku langsung membuka pintu dan berlari keluar tanpa menunggu lagi Roni membukakan pintu kereta.

Uweeeek~Uweeeekkkk

Muntahan keluar dari mulutku. Gejolak di perutku terus memaksaku memuntahkan isi perutku. Setelah dilihatnya aku tidak muntah lagi. Roni memberikanku botol minum padaku.

“Nona minum dulu biar perutnya agak tenang” Tutur Roni padaku dengan wajah prihatin dan cemas menatapku yang masih berjongkok di dekat rerumputan pinggir jalan.

Sedikit lama aku berjongkok di tempat itu selepas menenggak habis minuman yang diberikan Roni lalu.

“Ayo kita lanjutkan perjalanan kita kembali Roni. Aku sudah tidak tahan lagi rasanya ingin beristirahat” Pintaku pada Roni dengan beranjak dari tempat tersebut berjalan menuju ke dalam kereta yang masih terbuka. Tidak berselang lama Roni kembali menjalankan kereta di jalan. Dengan cepat aku memejamkan mataku. Tubuhku kelelahan dan terasa remuk keseluruhan. Tak berselang lama aku tertidur.

“Aku mengutukmu Irene Devolt. Ya Dewi Nara, tolong buat Irene Devolt menjadi seseorang yang tidak bahagia setelah membunuhku”

“Hahahaha. Jangan-jangan sekarang akhirnya kamu sadar bahwa aku menakutkan. Hahahah”

“Hahahahahahah Ayu Claudia. Kamu telah membunuh seseorang”

“Aku mengutukmu Irene!”

“Kamu telah membunuh seseorang”

“Aku mengutukmu Irene!”

“Kamu telah membunuh seseorang”

“Hahahaha. Jangan-jangan sekarang akhirnya kamu sadar bahwa aku menakutkan. Hahahah”

Makin banyak suara-suara tersebut merasuki isi tidurku.

Heeahhhhh~Heahhhh~

Aku pun terbangun di kasurku dengan basah keringat. Napasku masih tersenggal akibat mimpi yang barusan datang dari tidurku. Gigiku menggigit jemariku hingga suara seseorang memecahkan pikiranku.

“Sayangggg, kamu sakit?” Tanya ibunda dan ayahanda yang baru kembali dari pesta.

Mereka menatapku dengan kekhawatiran dan kecemasan yang jelas dari ekspresi wajahnya.

“Nggak bisa, Rina!. Panggil Edward kesini. Suruh ia bergesa datang!” sebelum aku menjawab ayahanda telah memerintahkan Rina memanggil dokter pribadi keluarga Count Devolt.

Tenagaku terkuras habis. Tubuhku rasanya lemas dan nyeri sekali. Aku hanya bisa tersenyum senduh dan pucat pada kedua orang tuaku.

“Ya Dewi Nara. Anakku!” Tutur ibunda padaku dengan memeluk lembutku. Bisa ku lihat mata ibunda beruraian air mata dan ayahanda berkaca-kaca menatapku.

Aku tau mereka berdua tidak tau apa yang telah terjadi padaku beberapa saat lalu dan kenapa aku menghilang dari aula pesta dan kembali dalam keadaan sakit. Mereka tidak menanyakan apa-apa kepadaku. Selekas Edward memeriksaku dan memberitahukan bahwa aku terkena flu dan stress. Edward menyarankanku untuk beristirahat di kastil selama sepekan agar tubuhku membaik. Ayahanda dan ibunda menyetujui saran Edward dan beranjak keluar kamarku agar aku bisa beristirahat.

“Nona, kamu tau aku cemas dan takut sekali ketika melihatmu di bawa Roni dalam keadaan tidak sadarkan diri dengan wajah yang pucat pasi” Ungkap Rina dengan air mata beruraian keluar dari matanya.

“Iya Rina, terima kasih sudah mengkhawatirku. Aku mau istirahat” balasku dengan suara lemah dan wajah pucat pada Rina.

“Baik Nona Irene. Selamat beristirahat. Kalau perlu apa-apa panggil saja kami ya menggunakan bel itu” Jawab Rina dengan menunjuk bel yang ada di nakas samping tempat tidurku. Lalu menunduk memberiku hormat dan beranjak keluar meninggalkan kamarku.

___”_____

“Aku dimana?” Tanyaku pada diri melihat di sekelilingku dipenuhi awan putih dan kelabu.

“Hello?. Apakah ada seseorang disini?. Aku Ayu Claudia. Bukan, aku Irene Devolt” Tanyaku lagi kepada sekitarku berharap ada balasan dari seseorang.

Ku langkahkan kakiku menyusuri awan putih dan kelabu di sekitarku. Tidak terlihat tanda-tanda adanya kehadiran makhluk hidup atau seseorang. Dan aku tidak tau dimana keberadaan diriku sekarang. Rasanya sepi dan menyedihkan sekali tempat ini. Dimana tidak ada kehidupan atau keberadaan seseorang disini. Seharusnya aku senang dan bahagia dengan keberadaan diriku yang sendiri bukan?. Sedari kecil dan kehidupan sebelumnya rasanya aku lebih menikmati sepi dan sendiri. Tidak, itu hanya kehidupanku yang dulu. Sekarang aku berbeda. Aku dilahirkan kembali menjadi seseorang yang menyukai keramaian dan keceriaan bukan kesunyian. Dilahirkan di keluarga yang sangat mencintai dan menyayangiku bukan membuangku demi dirinya masing-masing.

“Seseorang tolong aku disini!” Raungku pada sekitar.

“Aku belum mati kan?. Aku belum mau mati. Hiksss hiksss” Tanyaku pada diri dengan tangisan terisak keluar dari bibirku.

“Anakku tersayang, Irene Devolt” Panggil seseorang bersuara merdu dan lembut yang ku tebak seorang perempuan muda yang sontak membuatku berhenti menangis.

“Kamu siapa?!. Aku dimana sekarang?!.” Tanyaku pada suara tersebut dengan marah.

“Hahaha ayo tebak anakku, siapa aku?” Pintanya ke aku dengan tawa cekikikan melihat reaksiku.

“Aku nggak peduli siapa kamu!” Teriakku kesal pada suara tiada berwujud itu.

“Baik, aku dengan murah hati akan memberimu petunjuk siapa aku”. Ujarnya setelah menyelesaikan tawanya.

“Aku adalah seseorang pencipta dunia ini. Dan aku yang memberikanmu kesempatan hidup kedua dengan baik. Lalu, siapakah aku”. Lanjutnya dengan memberikan nada seolah teka teki tentangnya.

Sontak aku terkejut ketika mendengar petunjuk tentang siapa dirinya. Dan tentu saja aku tau siapa dia seperti yang sering diceritakan oleh terdekatku tentang hebatnya ia.

“Tidak mungkin. Kamu Dewi Nara?” Jawabku dengan suara mencicit hampir seperti bisikan karena terkejut.

“Baik tebakanmu, Benar sekali!. Aku adalah Dewi Nara” Ungkapnya kembali dengan suara lembut sekaligus menampakkan dirinya di hadapanku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status