Sesampainya di Kastil Devolt, kedua orang tuanya menunggunya di halaman kastil.
“Irene!Astaga ya Dewi! Anakku” Seru Countess Devolt atau ibunda dari Irene yang bernama Rania Devolt. Ibunda memelukku dengan sangat hangat dan khawatir. Terlihat dari kedua matanya beruraian air mata dengan suara tangisan khawatir. “Syukur ya Dewi!. Irene setelah kamu bersih-bersih datang ke ruang kerja ayah.” Perintah Count Devolt atau ayahanda dari Irene yang bernama George Devolt. “Bunda ayah, Irene nggak apa-apa. Seriusan deh tadi Irene sibuk di perpustakaan dan tidak disangka-sangka Irene lantas ketiduran di perpustakaan dan nggak ingat lagi waktu sudah sore.” Jelasku kepada Count dan Countess Devolt dengan nada ceria dan manja khas dari Irene Devolt. “Ya Irene lain kali kamu kabari Roni kalau setelah selesai kelas mau ke perpustakaan lagi ya. Biar Roni nggak cemas dan memberikan kabar yang sangat mengkhawatirkan kepada kami. Paham anakku?” Ujar Rania Devolt dengan mata sendu dan kasih sayang menatap anak semata wayangnya. “Iya bunda. Irene janji nggak akan begini lagi. Suer deh!” Jawabku sambil mengangkat tanda peace dari tanganku sebagai tanda janji. Kami pun masuk ke dalam kastil sambil terkekeh dan aku pun menceritakan kegiatanku di akademi seharian ini. Hingga aku tiba di depan kamarku bunda dan ayah kembali dengan kegiatannya masing-masing. Setiba di kamar aku pun bersih-bersih dibantu oleh para pelayan keluarga Count Devolt sampai berpakaian. Selepas bersiap aku pun datang menemui ayahanda ke ruangan kerjanya seperti yang ia pinta sebelumnya. “Beritahu ayahanda, Irene datang.” Perintahku kepada ksatria pengawal ruangan kerja ayahanda, Count Devolt. Ksatria tersebut masuk ke dalam ruangan kerja Count dan menyampaikan pesanku tersebut kepada Count Devolt. “Masuk sayang” Jawab ayahanda dari dalam ruangan. Ksatria Count membuka pintu ruangan kerja count. Hingga aku pun tahu bahwa ayahanda berada di depan meja kerjanya. Ruangan kerja ayahanda di dominasi dengan jendela yang besar dan gorden yang menyentuh lantai. Dengan nuansa yang hangatnya terasa membuat ruangan ini terasa nyaman. Pandangan ayah pun tertuju kepadaku setelah aku berhenti di depan mejanya. “Irene, lusa adalah perayaan berdirinya kekaisaran yang ke 5.010. Kita sebagai bagian dari keluarga bangsawan diminta untuk hadir. Ayahanda mau memberikan pemberitahuan ini kepadamu. Kamu bisa datang kan sayang bersama ayah dan bunda?” Ungkap George to the point kepada anaknya dengan nada lembut. “Tentu ayahanda. Irene akan ikut hadir bersama ayah dan bunda di perayaan kekaisaran.” Jawabku terhadap pinta ayahanda. George berdiri dari duduknya dan menghampiriku dan memberikan pelukan hangat kepadaku sambil mencium dahiku dengan lembut. “Terima kasih sayang. Kamu bisa istirahat dan kembali ke kamarmu. Gaunmu sudah dipesankan oleh bunda dan besok kamu bisa langsung coba dan cocokkan gaunnya. Semoga kamu suka” Tutur George dengan jelas kepadaku terkait pakaian yang akan ku kenakan di perayaan berdirinya kekaisaran. Aku pun melepaskan pelukan count Devolt dan tersenyum lembut kepada ayahku dan keluar dari ruangan kerjanya menuju kamarku. ___”____ Setibanya di kamar, aku memilih buat beristirahat dan memejamkan mataku. Tapi sayangnya mataku tidak mau terpejam sekali pun. Pikiranku menerawang menuju acara perayaan berdiri kekaisaran lusa nanti. Berbagai pertanyaan hinggap di kepalaku. Tentang jasad ku, tentang apakah akan sedih mama dan papa ketika mengetahui aku meninggal akibat serangan jantung, dan tentang bagaimana yang harus aku lakukan ketika berhadapan lagi dengan kelompok Alec di akademi esok. Aku pun rasanya tidak percaya dengan apa yang terjadi dengan diriku di kehidupan kedua ini. Sebuah dunia yang bernama Wonderland dengan berbagai macam makhluk hidup di dunia ini hanya dipisahkan oleh wilayah. Rasanya dunia yang ku baca terakhir kali dalam fantasy ada di dunia ini. Hingga aku pun tidak percaya bahwa naga pun ada di dunia ini. Sebuah makhluk mitologi yang rasanya sangat tidak mungkin ada di duniaku sebelumnya tapi di dunia ini ada dan dikendalikan oleh keluarga kekaisaran. Jujur aku belum pernah bertemu kaisar dan keluarga kaisar lainnya selain Alec. Seorang pangen ketiga dan anak keempat dari hubungan kaisar dan dayang yang mulia ratu. Aku pun sangat terkejut mendengar cerita tersebut dari Rina, pelayan pribadiku. Ya, ketika aku bangun dari kematian pertamku dan hidup di dunia ini sebelumnya tubuh ini pernah tenggelam ketika berperahu di Danau Violet. Sehingga hal ini membuatku berpikir bahwa jiwa asli tubuh ini telah tiada dan digantikan oleh diriku yang marah akan takdirku yaitu meninggal akibat serangan jantung karena kebanyakan lembur. Di dunia ini keyakinan hanya ada satu yang dianut yaitu keyakinan terhadap Dewi Nara yaitu dewi penguasa alam semesta yang telah memberikan berkatnya kepada semua bangsa di dunia Wonderland. Kata tabib yang merawatku, aku dinyakan hilang ingatan akibat trauma shock karena tenggelam di Danau Violet. Konon kata Rina Danau Violet memiliki mitos sebagai danau tempat Dewi Nara mandi pertama kali di dunia fana. Aku hanya menertawakan omongan Rina yang mengatakan berbagai macam mitos dunia ini kepadaku. Hingga Rina menjelaskan bahwa semua yang ada di dunia ini hanya tunduk akan perkataan pemimpin Tyron selaku pemimpin dunia ini. Hal itulah yang mendasari batu mana hanya dimiliki oleh keluarga kekaisaran hingga sampai naga pun menjadi milik Tyron. Konon katanya keluarga Tyron merupakan makhluk pertama yang diciptakan oleh Dewi Nara dengan membagikan darahnya yang kekal kepada Julius Tyron hingga tanah bahkan semua elemen dunia ini hanya bisa tunduk dan mendengarkan Tyron selaku Tuan. Tetapi kata Rina hebatnya Tyron mereka tidak lupa diri dan menganggap diri mereka Dewi. Tyron bahkan mengakui kebesaran Dewi Nara sebagai keyakinannya terhadap semua kekuatan yang mereka dapatkan dari kasih sayang Dewi Nara. Tyron tetap hanyalah makhluk fana yang bisa tiada dengan masa hidup ratusan tahun lamanya dan bisa tiada juga dengan gabungan darah naga dan darah siren. Katanya kedua darah tersebut mewakilkan karakteristik dari kedua elemen yaitu naga selaku makhluk hebat di darat dan udara dan siren selaku makhluk hebat di air. Aku pun tidak mengetahui detail tentang mitos yang disampaikan Rina tersebut. Biarlah lusa kelak aku melihat langsung penguasa dunia ini seperti katanya Rina. Dan tanpa sadar mataku pun terpejam. Dan aku pun tertidur. “Nona Irene, ayo bangun. Hari ini nona ada kelas di akademi” Paksa Rina membangunkanku dari mimpiku yang tidak ku ingat lagi. “Hoooam. Iya Rina. Kamu bawel banget sih” Kesalku pada pelayan pribadiku tersebut sambil menguap dan menutup mulutku. “Nona Irene. Ayo cepat mandi sebelum nona terlambat. Tinggal sejam lagi kelas dimulai non. Ayo cepat!. Sebelum Nona kena hukuman dari Mr. Joe” Ungkap Rina gregetan dengan tingkahku yang masih terlihat santai padahal waktu yang ku miliki tidaklah banyak. “OH IYAAA! ASTAGA RINA! MATI AKU!. CEPAT BANTU AKU SEKARANG!” Racauku setelah mengingat tugasku hari ini yang harus aku paparkan ketika kelas nanti. Mr Joe terkenal galak bagi para murid di Akademi Hotles kecuali bagi Alec, pangeran kekaisaran Wonderland.Teng~Teng Denting bel terdengar dari luar kelas. Dan aku bersyukur telah berada di kelas sekarang. Tak lama dari bunyi bel tersebut masuklah Mr. Joe dengan kacamata tebalnya dan tumpukkan bukunya ke dalam kelas. “Selamat pagi semuanya. Sepertinya di pertemuan sebelumnya aku telah menerangkan kepada kalian terkait tugas hari ini. Keluarkan tugas kalian!.” Tutur Mr. Joe dengan langsung tanpa kalimat basa basi. “Sekarang kita akan mulai dari Vivian!.” Panggil Mr. Joe kepada teman-temanku untuk maju dan memaparkan hasil tugas kami kepadanya. Hingga hampir setengah jam berlalu kini giliranku di panggilnya. “Irene Devolt!” Panggilnya aku pun dengan cepat maju ke depan hingga tanpa ku ketahui bahwa kursi yang ku duduki tadi sudah ditempelkan oleh kelompok Alec dengan cairan siput. “Ehhhhh, kenapa aku tidak bisa berdiri. Apaan ini! Astaga!” Seruku kesal dengan benda yang ada dibawah pantaku dan tepatnya di kursi yang ku duduki kini. Hingga kumpulan tawa yang menyadarkanku akan perb
“Ireeneeee!Ya Dewiiii!”Keluh seseorang dengan memanggil nama ku dan Dewi Nara.Suara seseorang itu penuh dengan kekhawatirin, cemas, dan sayang kepada diriku. Benar, itu Rania Devolt, ibunda Irene Devolt. Ibunda langsung memeluk diriku setelah melihatku berbaring di ranjang kamarku.“Irene nggak apa-apa bunda. Tadi Irene izin pulang duluan karena nggak enak badan” Jelasku pada ibunda dalam pelukannya dengan suara lembut dan ekspresi ceria.“Kamu ini!. Belakangan ini sangat mengkhawatirkan. Dari hampir meninggal di Danau Violet. Lalu hampir menghilang lalu di akademi. Dan sekarang pulang ke kastil mendadak sekali. Membuat cemas semua orang” Ungkap ibunda padaku dengan kesal sekaligus khawatir.Ah, rasanya aku tidak pernah di khawatirin segininya di kehidupan pertamaku. Orang tuaku khawatir?. Bahkan mereka nggak pernah mau menemuiku di kehidupanku kalau nggak berbasa basi perihal uang. Sedangkan kini di kehidupan kedua ini aku hidup dengan rasa cinta yang sangat besar dari orang tua dan
Kesunyian yang terjadi beberapa menit sebelumnya terpecahkan oleh suara tawa dari Benedict. “Hahahaha. Jangan-jangan sekarang akhirnya kamu sadar bahwa aku menakutkan. Hahahah” Tuturnya dengan tawa iblis menghiasi bibirnya. “Baiklah Irene. Sebelum aku membunuhmu, aku akan menceritakan padamu sebuah cerita yang sangat memilukan terjadi beberapa tahun yang lalu” Ungkapnya yang kini telah berganti ekspresi menjadi datar dan dingin memandangku. ‘Dahulu beberapa tahun lalu, keluarga Count Yhale memiliki keluarga yang lengkap. Dengan memiliki kedua anak yang terdiri dari satu anak laki-laki dan satu anak perempuan. Anak laki-laki bernama Benedict Yhale dan anak perempuan bernama Marie Yhale. Mereka berdua hanya berbeda 3 tahun kelahirannya. Benedict selaku kakak laki-laki amat menyayangi dan memanjakan Marie Yhale termasuk halnya pekerja di keluarga Count Yhale. Marie Yhale hidup dengan kebahagiaan tiap harinya kerena cinta dan kasih sayang dari orang sekitarnya. Hingga suatu peristiwa m
Kesadaranku kembali tidak berlangsung lama dari pingsanku lalu akibat keterkejutan. Aku pun dengan cepat duduk dan berdiri. Merobek bagian bawah gaun hitamku dan mengelapnya ke darah yang merembes keluar dari tubuh Benedict. Selesainya aku langsung mengangkat tubuh Benedict dengan cara merangkul tubuhnya. Pikiranku terasa kacau sekarang. Pertama aku tidak tau dimana posisi kami sekarang. Kedua aku harus cepat menguburkan atau membuang Benedict sebelum ketahuan orang lain. Dengan sigap ku buka pintu keluar gubuk dengan agak sedikit kesulitan karena harus menopang berat tubuh Benedict. Di depanku terlihat hamparan warna hitam dari air akibat gelap. Yang bisa ku yakini bahwa posisi kami sekarang masih berada di kekaisaran dan tidak jauh dari istana kekaisaran. Ya tebakanku rasanya benar, sekarang kami berada di dekat Danau Violet. Aku pun kembali berjalan memapah Benedict sedikit ke ujung dekat Danau Violet. Setelahnya tubuhnya aku buang ke Danau Violet dengan menaruh batu yang agak besa
Tanah bersalju membentuk jejak kaki dari sepatu yang ku kenakan. Salju masih berhamburan turun dari langit jatuh ke tanah dan membentuk tumpukkan tanah menjadi berwarna putih. Derapan langkah kaki berdatangan tergesa-gesa terdengar dibelakangku. Aku tidak tau dimana tempatku berpijak sekarang ini berlari menghindari sekelompok manusia yang ingin menghempaskan telur ayam dan kotoran Dugong yang berbau busuk kepadaku. “Hey Irene, berhentilah berlari. Kalau kamu berhasil kami tangkap, jangan harap kamu bisa kabur.” Ungkap malas pimpinan kelompok yang mengejarku.“Kamu yang berhentilah mengangguku Alec, dasar anak kurang kasih sayang!.” Teriakku marah sambil terus berlari ke depan dengan sesekali kepalaku menengok ke belakang.“Tom, Ben, Lisa, Kate. Lakukan yang kita diskusikan tadi.” Bisik Rey pada rekan kelompoknya.Pandanganku tergesa-gesa mencari tempatku bersembunyi. Sekelompok orang tadi tidak terlihat lagi di belakangku.Berganti serigala putih berada di depanku. Menatapku dengan t
Kesadaranku kembali tidak berlangsung lama dari pingsanku lalu akibat keterkejutan. Aku pun dengan cepat duduk dan berdiri. Merobek bagian bawah gaun hitamku dan mengelapnya ke darah yang merembes keluar dari tubuh Benedict. Selesainya aku langsung mengangkat tubuh Benedict dengan cara merangkul tubuhnya. Pikiranku terasa kacau sekarang. Pertama aku tidak tau dimana posisi kami sekarang. Kedua aku harus cepat menguburkan atau membuang Benedict sebelum ketahuan orang lain. Dengan sigap ku buka pintu keluar gubuk dengan agak sedikit kesulitan karena harus menopang berat tubuh Benedict. Di depanku terlihat hamparan warna hitam dari air akibat gelap. Yang bisa ku yakini bahwa posisi kami sekarang masih berada di kekaisaran dan tidak jauh dari istana kekaisaran. Ya tebakanku rasanya benar, sekarang kami berada di dekat Danau Violet. Aku pun kembali berjalan memapah Benedict sedikit ke ujung dekat Danau Violet. Setelahnya tubuhnya aku buang ke Danau Violet dengan menaruh batu yang agak besa
Kesunyian yang terjadi beberapa menit sebelumnya terpecahkan oleh suara tawa dari Benedict. “Hahahaha. Jangan-jangan sekarang akhirnya kamu sadar bahwa aku menakutkan. Hahahah” Tuturnya dengan tawa iblis menghiasi bibirnya. “Baiklah Irene. Sebelum aku membunuhmu, aku akan menceritakan padamu sebuah cerita yang sangat memilukan terjadi beberapa tahun yang lalu” Ungkapnya yang kini telah berganti ekspresi menjadi datar dan dingin memandangku. ‘Dahulu beberapa tahun lalu, keluarga Count Yhale memiliki keluarga yang lengkap. Dengan memiliki kedua anak yang terdiri dari satu anak laki-laki dan satu anak perempuan. Anak laki-laki bernama Benedict Yhale dan anak perempuan bernama Marie Yhale. Mereka berdua hanya berbeda 3 tahun kelahirannya. Benedict selaku kakak laki-laki amat menyayangi dan memanjakan Marie Yhale termasuk halnya pekerja di keluarga Count Yhale. Marie Yhale hidup dengan kebahagiaan tiap harinya kerena cinta dan kasih sayang dari orang sekitarnya. Hingga suatu peristiwa m
“Ireeneeee!Ya Dewiiii!”Keluh seseorang dengan memanggil nama ku dan Dewi Nara.Suara seseorang itu penuh dengan kekhawatirin, cemas, dan sayang kepada diriku. Benar, itu Rania Devolt, ibunda Irene Devolt. Ibunda langsung memeluk diriku setelah melihatku berbaring di ranjang kamarku.“Irene nggak apa-apa bunda. Tadi Irene izin pulang duluan karena nggak enak badan” Jelasku pada ibunda dalam pelukannya dengan suara lembut dan ekspresi ceria.“Kamu ini!. Belakangan ini sangat mengkhawatirkan. Dari hampir meninggal di Danau Violet. Lalu hampir menghilang lalu di akademi. Dan sekarang pulang ke kastil mendadak sekali. Membuat cemas semua orang” Ungkap ibunda padaku dengan kesal sekaligus khawatir.Ah, rasanya aku tidak pernah di khawatirin segininya di kehidupan pertamaku. Orang tuaku khawatir?. Bahkan mereka nggak pernah mau menemuiku di kehidupanku kalau nggak berbasa basi perihal uang. Sedangkan kini di kehidupan kedua ini aku hidup dengan rasa cinta yang sangat besar dari orang tua dan
Teng~Teng Denting bel terdengar dari luar kelas. Dan aku bersyukur telah berada di kelas sekarang. Tak lama dari bunyi bel tersebut masuklah Mr. Joe dengan kacamata tebalnya dan tumpukkan bukunya ke dalam kelas. “Selamat pagi semuanya. Sepertinya di pertemuan sebelumnya aku telah menerangkan kepada kalian terkait tugas hari ini. Keluarkan tugas kalian!.” Tutur Mr. Joe dengan langsung tanpa kalimat basa basi. “Sekarang kita akan mulai dari Vivian!.” Panggil Mr. Joe kepada teman-temanku untuk maju dan memaparkan hasil tugas kami kepadanya. Hingga hampir setengah jam berlalu kini giliranku di panggilnya. “Irene Devolt!” Panggilnya aku pun dengan cepat maju ke depan hingga tanpa ku ketahui bahwa kursi yang ku duduki tadi sudah ditempelkan oleh kelompok Alec dengan cairan siput. “Ehhhhh, kenapa aku tidak bisa berdiri. Apaan ini! Astaga!” Seruku kesal dengan benda yang ada dibawah pantaku dan tepatnya di kursi yang ku duduki kini. Hingga kumpulan tawa yang menyadarkanku akan perb
Sesampainya di Kastil Devolt, kedua orang tuanya menunggunya di halaman kastil.“Irene!Astaga ya Dewi! Anakku” Seru Countess Devolt atau ibunda dari Irene yang bernama Rania Devolt.Ibunda memelukku dengan sangat hangat dan khawatir. Terlihat dari kedua matanya beruraian air mata dengan suara tangisan khawatir.“Syukur ya Dewi!. Irene setelah kamu bersih-bersih datang ke ruang kerja ayah.” Perintah Count Devolt atau ayahanda dari Irene yang bernama George Devolt.“Bunda ayah, Irene nggak apa-apa. Seriusan deh tadi Irene sibuk di perpustakaan dan tidak disangka-sangka Irene lantas ketiduran di perpustakaan dan nggak ingat lagi waktu sudah sore.” Jelasku kepada Count dan Countess Devolt dengan nada ceria dan manja khas dari Irene Devolt.“Ya Irene lain kali kamu kabari Roni kalau setelah selesai kelas mau ke perpustakaan lagi ya. Biar Roni nggak cemas dan memberikan kabar yang sangat mengkhawatirkan kepada kami. Paham anakku?” Ujar Rania Devolt dengan mata sendu dan kasih sayang menatap
Tanah bersalju membentuk jejak kaki dari sepatu yang ku kenakan. Salju masih berhamburan turun dari langit jatuh ke tanah dan membentuk tumpukkan tanah menjadi berwarna putih. Derapan langkah kaki berdatangan tergesa-gesa terdengar dibelakangku. Aku tidak tau dimana tempatku berpijak sekarang ini berlari menghindari sekelompok manusia yang ingin menghempaskan telur ayam dan kotoran Dugong yang berbau busuk kepadaku. “Hey Irene, berhentilah berlari. Kalau kamu berhasil kami tangkap, jangan harap kamu bisa kabur.” Ungkap malas pimpinan kelompok yang mengejarku.“Kamu yang berhentilah mengangguku Alec, dasar anak kurang kasih sayang!.” Teriakku marah sambil terus berlari ke depan dengan sesekali kepalaku menengok ke belakang.“Tom, Ben, Lisa, Kate. Lakukan yang kita diskusikan tadi.” Bisik Rey pada rekan kelompoknya.Pandanganku tergesa-gesa mencari tempatku bersembunyi. Sekelompok orang tadi tidak terlihat lagi di belakangku.Berganti serigala putih berada di depanku. Menatapku dengan t