Helena duduk di atas tempat tidur, menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Matanya yang terus terarahkan kepada Alexander, memohon untuk segera diberikan kesempatan meninggalkan tempat tersebut. Sementara itu, Alexander masih memperhatikan Helena tanpa kata. “Kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan. Sekarang, biarkan aku pergi, seseorang sedang menungguku!” ucap Helena, tatapannya jelas memohon. Entah sudah selama apa Helena berada di luar rumah, Angel pasti sudah menunggu. Membayangkan putri kecilnya itu menangis saja hati Helena bagaikan teriris perih. Apapun yang terjadi, bagaimanapun caranya, Helena harus segera pulang ke rumah. “Kenapa kau terus ingin kabur dariku, Helena? Bukankah orang yang paling berhak atas dirimu adalah aku?” ujar Alexander. Helena menggigit bibir bawahnya, tidak tahu lagi harus bagai
Brak! Helena dan Alexander kompak menoleh ke arah yang sama. Dua orang asing masuk, di susul Helios yang terlihat sangat marah. Tanpa menunggu lama, Helios langsung mendekat kepada Alexander, memberikan pukulan keras kepada pria itu. Buggg! “Ahh!” pekik Helena, terkejut. Alexander berpaling wajah, namun pria itu tidak mengaduh sama sekali. Melihat Alexander yang seolah tak kapok, kemarahan itu semakin membakarnya. Tidak menunggu lama, Helios langsung mencengkram leher Alexander karena pria itu masih tak mengenakan pakaian. “Brengsek, matilah saja kau, bajingan!” teriak Helios tak dapat menahan kekesalannya. Bugg! Lagi-lagi pukulan itu diberikan kepada Alexander. “Kak, berhenti!” pinta Helena, bahkan tindakannya itu di luar kesadarannya. Benjamin
Selama di dalam perjalanan menuju pulang, Helios benar-benar tidak berniat mengatakan apapun. Kemarahan di hatinya atas apa yang terjadi sudah sangat sulit untuk dikondisikan. Penting sekali baginya terus menahan diri agar tidak mengatakan sesuatu yang menyakitkan terhadap Helena. Tidak lain halnya dengan Benjamin, pria itu juga memilih diam karena ada banyak sekali yang ingin dia ucapkan hingga bingung bagaimana dia akan memulainya. Melihat pakaian yang dikenakan oleh Helena, tanda merah di bagian leher, sudah menjelaskan apa yang terjadi kepada Helena dan juga Alexander di kamar hotel itu. Bagaimana mungkin dia tidak sangat marah sedang tangannya terus terkepal? Namun, Benjamin pun yakin benar bahwa hal gila yang terjadi itu bukanlah yang diinginkan oleh Helena. Sesampainya di rumah, Tuan besar Beauvoir langsung memeluk erat-erat Helena. Pria itu seseg
“Setelah apa yang terjadi barusan, akan lebih baik kalau kau menikah saja dengan Benjamin. Walaupun kakak agak tidak rela karena kau akan menjadi istrinya orang, kakak akan mencoba untuk menerimanya.” ucap Helios, pria itu mewakili Tuan besar Beauvoir berbicara. Helena terdiam, ada banyak sekali yang dia pikirkan saat ini. “Hecel, kau setuju dengan rencana ini, kan?” tanya Helios, berharap segera mendapatkan tanggapan dari Helena. Tertunduk sejenak, Helena pun pada akhirnya menjawab, “Kak, Benjamin memiliki wajah yang tampan, berpendidikan, memiliki latar belakang yang bagus, dia juga cukup baik. Lantas, bagaimana mungkin pria seperti itu justru menikahi wanita seperti ku?” Helios mengernyit, tidak memahami mengapa Helena harus mengatakan hal semacam itu. “Tidak ada yang kurang dariku, Nak. Jangan meremehkan diri sendiri, apa lagi merendahkan dirimu.
1 Minggu setelah hari itu, Alexander memutuskan kembali ke negara asalnya karena ada rapat yang harus dia hadiri. Di kediaman Beauvoir, Helena juga menjalani harinya seperti biasanya. Tidak ada yang mengungkit hari dimana Helena diculik Alexander, semua orang tengah menjaga perasaan Helena. Begitu sampai di negaranya, Alexander pun langsung menjalankan aktivitas seolah tubuhnya tak kenal lelah. “Han, setelah pekerjaan ini selesai, pastikan dapatkan jadwal khusus untukku. Mulai dari sekarang, aku akan sering datang ke negara itu untuk mengunjungi Helena.” ucap Alexander, pria itu sambil melangkahkan kaki menuju ruang rapat. Mendengar itu, Han pun mengerutkan dahinya bingung. “Tapi, apa anda yakin, Tuan? Kalau anda kembali dengan luka seperti ini, Saya pun akan sulit menahan diri.” “Yang penting nyawaku masih ada. Jangan khawa
Helena terus menjerit panik, tangannya gemetar saat ia mencoba menopang tubuh Ayahnya yang tampak semakin lemah. “Ya ampun, kak. Kenapa dia seperti ini lagi? Dia terus memburuk keadaannya belakangan ini,” ucap wanita paruh baya yang nyatanya adalah adik tiri Tuan Beauvoir. Helena enggan menanggapi orang tersebut, fokus dengan Ayahnya saja. “Pelayan!!” panggil Helena dengan suara yang keras, seorang pelayan pun segera datang dengan terburu-buru. “Segera siapkan mobil! Kita harus bawa Ayahku ke rumah sakit!” teriaknya pada pelayan yang mana membuat pelayan lain langsung berlari keluar ruangan. Air mata Helena mengalir deras, tak kuasa menahan rasa takut yang menggelayuti hatinya. Dengan susah payah, ia membantu Tuan Beauvoir tetap duduk dengan benar di sofa, sambil tangan lainnya sibuk memencet nomor kedua Tuan muda Beauvoir yang belum juga pulang. Pelaya
Tuan Beauvoir kini berada di dalam ruangan rawat khusus, Hendrick menemani tanpa meninggalkan Ayahnya. Helios, pria itu tengah sibuk dengan beberapa hal utamanya kesehatan sang Ayah dan juga pekerjaan. Helena, wanita itu memilih untuk membagi fokusnya dengan Angel, kesehatan Tuan Beauvoir, dan kantor juga karena Hendrick tidak bisa ke sana langsung. Bukan tanpa alasan, mereka memiliki kekhawatiran mereka sendiri. “Hecel, ada banyak orang yang uang berstatus keluarga tapi Nyatanya adalah singa ganas yang siap menerkam kapanpun. Selain kita berempat, Tolong jangan percaya siapapun.” Itulah pesan yang diberikan Helios kepada Helena. “Baiklah. Aku sedikit mengerti situasinya, aku akan berhati-hati.” jawab Helena. Sejak hari itu, Helena mulai diam-diam mencari tahu bany
Hendrick dan Helios terlihat sangat kesal, namun memilih untuk menahan dalam diam. Mereka tidak ingin membuat Ayah mereka khawatir dan terganggu. Helena sudah memberitahukan tentang bunga tulip pemberian Dokter keluarga. “Pria itu, padahal dia benar-benar dipercaya oleh Ayah.” gumam Hendrick. Helios mengusap wajahnya dengan kasar. “Memancing ikan yang lebih besar, maka kita harus menggunakan ikan kecilnya, kan?” Helena menganggukkan kepalanya, Hendrick pun paham. “Pelayan rumah, aku yakin sebagian pasti patut dicurigai.” ucap Helena. Hendrick mengepalkan tangannya. “Ini pasti ada hubungannya dengan Bibi Jesicca, kan?” Helena terdiam, pikirannya mulai menerawang jauh. Setelah apa yang terjadi dengan Ayahnya kemar