Helena perlahan membuka matanya, dahinya mengernyit seiring kesadarannya yang kembali. Pandangannya buram, namun perlahan dia menyadari bahwa ini bukanlah kamar tidurnya.
Ruangan yang asing ini membuat jantungnya berdegup kencang, kepanikan mulai merasuki setiap sudut pikirannya. Tiba-tiba, sebuah suara rendah memecah kesunyian, “Helena, kau sudah bangun?” Suara itu membuat Helena menoleh, dan terkejut bukan kepalang saat melihat Alexander. Pria itu tengah duduk santai di sofa sambil memainkan card yang digunakan sebagai kunci di tangannya. Tubuhnya bergetar, suaranya tercekat saat ia mencoba bicara. “Apa... apa yang kau lakukan? Mengapa aku di sini?” Helena bertanya dengan suara gemetar. Menoleh ke kanan dan ke kiri, Helena semakin tertekan mendapati hanya mereka berdua saja di ruangan itu. ‘Benjamin, Kak Helios, mereka ke mana?’ batin Helena. Alexander bangkit perlahan daMalam itu, hujan turun dengan sangat derasnya. Kamar hotel tempat Helena dan Alexander berada saat ini seolah semakin sesak dalam keputusasaan. Alexander menahan kedua tangan Helena di atas kepalanya, menekan tubuhnya dengan kuat. Helena meronta, jelas marah, namun Alexander terlalu kuat untuk dilawan. ‘Begini lagi? Kenapa kita harus seperti ini, Alexander?’ batin Helena. Helena terasa seperti mengalami dejavu saat memohon kepada Alexander agar tidak bertindak lebih jauh. “Tolong, berhenti... Aku mohon jangan seperti ini, akan menikah dengan Benjamin tidak lama lagi, tolong jangan lakukan ini....,” rintihnya dengan suara yang bergetar. Namun, Alexander enggan mempedulikan permintaan Helena dan tetap melanjutkan niatnya. “Menikah dengan Benjamin? Jangan bercanda, kau tidak akan bisa melakukannya!” tegas Alexander. Helena menutup matanya, berusaha menghilangkan rasa takut dan keputusasaan yang mendalam sambil tetap berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Alexande
Helena duduk di atas tempat tidur, menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Matanya yang terus terarahkan kepada Alexander, memohon untuk segera diberikan kesempatan meninggalkan tempat tersebut. Sementara itu, Alexander masih memperhatikan Helena tanpa kata. “Kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan. Sekarang, biarkan aku pergi, seseorang sedang menungguku!” ucap Helena, tatapannya jelas memohon. Entah sudah selama apa Helena berada di luar rumah, Angel pasti sudah menunggu. Membayangkan putri kecilnya itu menangis saja hati Helena bagaikan teriris perih. Apapun yang terjadi, bagaimanapun caranya, Helena harus segera pulang ke rumah. “Kenapa kau terus ingin kabur dariku, Helena? Bukankah orang yang paling berhak atas dirimu adalah aku?” ujar Alexander. Helena menggigit bibir bawahnya, tidak tahu lagi harus bagai
Brak! Helena dan Alexander kompak menoleh ke arah yang sama. Dua orang asing masuk, di susul Helios yang terlihat sangat marah. Tanpa menunggu lama, Helios langsung mendekat kepada Alexander, memberikan pukulan keras kepada pria itu. Buggg! “Ahh!” pekik Helena, terkejut. Alexander berpaling wajah, namun pria itu tidak mengaduh sama sekali. Melihat Alexander yang seolah tak kapok, kemarahan itu semakin membakarnya. Tidak menunggu lama, Helios langsung mencengkram leher Alexander karena pria itu masih tak mengenakan pakaian. “Brengsek, matilah saja kau, bajingan!” teriak Helios tak dapat menahan kekesalannya. Bugg! Lagi-lagi pukulan itu diberikan kepada Alexander. “Kak, berhenti!” pinta Helena, bahkan tindakannya itu di luar kesadarannya. Benjamin
Selama di dalam perjalanan menuju pulang, Helios benar-benar tidak berniat mengatakan apapun. Kemarahan di hatinya atas apa yang terjadi sudah sangat sulit untuk dikondisikan. Penting sekali baginya terus menahan diri agar tidak mengatakan sesuatu yang menyakitkan terhadap Helena. Tidak lain halnya dengan Benjamin, pria itu juga memilih diam karena ada banyak sekali yang ingin dia ucapkan hingga bingung bagaimana dia akan memulainya. Melihat pakaian yang dikenakan oleh Helena, tanda merah di bagian leher, sudah menjelaskan apa yang terjadi kepada Helena dan juga Alexander di kamar hotel itu. Bagaimana mungkin dia tidak sangat marah sedang tangannya terus terkepal? Namun, Benjamin pun yakin benar bahwa hal gila yang terjadi itu bukanlah yang diinginkan oleh Helena. Sesampainya di rumah, Tuan besar Beauvoir langsung memeluk erat-erat Helena. Pria itu seseg
“Setelah apa yang terjadi barusan, akan lebih baik kalau kau menikah saja dengan Benjamin. Walaupun kakak agak tidak rela karena kau akan menjadi istrinya orang, kakak akan mencoba untuk menerimanya.” ucap Helios, pria itu mewakili Tuan besar Beauvoir berbicara. Helena terdiam, ada banyak sekali yang dia pikirkan saat ini. “Hecel, kau setuju dengan rencana ini, kan?” tanya Helios, berharap segera mendapatkan tanggapan dari Helena. Tertunduk sejenak, Helena pun pada akhirnya menjawab, “Kak, Benjamin memiliki wajah yang tampan, berpendidikan, memiliki latar belakang yang bagus, dia juga cukup baik. Lantas, bagaimana mungkin pria seperti itu justru menikahi wanita seperti ku?” Helios mengernyit, tidak memahami mengapa Helena harus mengatakan hal semacam itu. “Tidak ada yang kurang dariku, Nak. Jangan meremehkan diri sendiri, apa lagi merendahkan dirimu.
1 Minggu setelah hari itu, Alexander memutuskan kembali ke negara asalnya karena ada rapat yang harus dia hadiri. Di kediaman Beauvoir, Helena juga menjalani harinya seperti biasanya. Tidak ada yang mengungkit hari dimana Helena diculik Alexander, semua orang tengah menjaga perasaan Helena. Begitu sampai di negaranya, Alexander pun langsung menjalankan aktivitas seolah tubuhnya tak kenal lelah. “Han, setelah pekerjaan ini selesai, pastikan dapatkan jadwal khusus untukku. Mulai dari sekarang, aku akan sering datang ke negara itu untuk mengunjungi Helena.” ucap Alexander, pria itu sambil melangkahkan kaki menuju ruang rapat. Mendengar itu, Han pun mengerutkan dahinya bingung. “Tapi, apa anda yakin, Tuan? Kalau anda kembali dengan luka seperti ini, Saya pun akan sulit menahan diri.” “Yang penting nyawaku masih ada. Jangan khawa
Helena terus menjerit panik, tangannya gemetar saat ia mencoba menopang tubuh Ayahnya yang tampak semakin lemah. “Ya ampun, kak. Kenapa dia seperti ini lagi? Dia terus memburuk keadaannya belakangan ini,” ucap wanita paruh baya yang nyatanya adalah adik tiri Tuan Beauvoir. Helena enggan menanggapi orang tersebut, fokus dengan Ayahnya saja. “Pelayan!!” panggil Helena dengan suara yang keras, seorang pelayan pun segera datang dengan terburu-buru. “Segera siapkan mobil! Kita harus bawa Ayahku ke rumah sakit!” teriaknya pada pelayan yang mana membuat pelayan lain langsung berlari keluar ruangan. Air mata Helena mengalir deras, tak kuasa menahan rasa takut yang menggelayuti hatinya. Dengan susah payah, ia membantu Tuan Beauvoir tetap duduk dengan benar di sofa, sambil tangan lainnya sibuk memencet nomor kedua Tuan muda Beauvoir yang belum juga pulang. Pelaya
Tuan Beauvoir kini berada di dalam ruangan rawat khusus, Hendrick menemani tanpa meninggalkan Ayahnya. Helios, pria itu tengah sibuk dengan beberapa hal utamanya kesehatan sang Ayah dan juga pekerjaan. Helena, wanita itu memilih untuk membagi fokusnya dengan Angel, kesehatan Tuan Beauvoir, dan kantor juga karena Hendrick tidak bisa ke sana langsung. Bukan tanpa alasan, mereka memiliki kekhawatiran mereka sendiri. “Hecel, ada banyak orang yang uang berstatus keluarga tapi Nyatanya adalah singa ganas yang siap menerkam kapanpun. Selain kita berempat, Tolong jangan percaya siapapun.” Itulah pesan yang diberikan Helios kepada Helena. “Baiklah. Aku sedikit mengerti situasinya, aku akan berhati-hati.” jawab Helena. Sejak hari itu, Helena mulai diam-diam mencari tahu bany