“Aku akan membayarmu dua juta dollar, aku pikir itu cukup untuk gadis sepertimu,” kata lelaki itu. “Jadilah ibu pengganti, agar aku punya anak penerus kebun anggur ini.”
Sebagai pelayan baru di rumah Mrs. Margot, Lily tentu saja terkejut mendengar perkataan majikannya. Matanya membesar, lidah dan tubuhnya beku. Dua juta dollar bukan uang yang sedikit. Ruangan kerja Mr. Margot seketika menjadi tegang. Apa yang dikatakan oleh Axel Margot membuat Lily gemetar seketika. “Apa uang sebanyak itu masih kurang buatmu? Katakan berapa harga yang harus aku bayarkan!” Mata Axel seperti memindai tubuh Lily dari atas ke bawah, terlihat biasa saja. Lagian dia hanya seorang pelayan di rumah ini. Dia harusnya bersyukur jika bisa Axel menyentuhnya, meski hanya untuk punya anak, Axel mendengkus kasar.Sementara Lily memicingkan matanya penuh emosi. Teko teh yang sedang dia pegang untungnya tidak jatuh. “Apakah anda pikir saya adalah gadis murahan? Yang bisa dibayar untuk punya keturunan dari Anda?” Lily menantang majikannya sendiri. “Walaupun saya hanya pelayan di sini, tapi saya masih punya harga diri,” katanya. Mata Lily mendelik ke arah Axel, seolah berkata, berhenti menatapnya seperti itu. “Maaf, Tuan, saya masih punya harga diri.” “Saya memilih kamu menjadi ibu pengganti, karena saya tahu kamu adalah gadis baik-baik. Kalau kamu cukup cerdas, ini adalah tawaran yang menguntungkanmu,” Axel berkata dengan tegas. “Kamu tidak perlu bercinta dengan saya. Lagi pula kamu tahu jika saya memiliki seorang istri. Saya tidak akan mungkin mengkhianati istri saya. Kamu hanya sebagai ibu pengganti yang mengandung kami.” Suara Axel begitu tenang namun tegas, seolah tidak ada yang bisa melawan semua perkataannya. Ruangan itu hening, siapa pun tidak berani melawan Alex. Margot pemilik kebun anggur terbesar di Napa. “Kamu punya waktu dua hari untuk memikirkan hal ini,” lanjut Alex menatap Lily dengan kelembutan, tapi suaranya terdengar tegas. “Ingat, kalau sudah memutuskan, tidak ada lagi kesempatan kedua.” Lily tidak bisa menjawab apa pun. Hatinya kosong, entah harus merasa sedih atau gembira. Uang dua juta dollar bisa Lily dapatkan dengan mudah hanya dengan menjadi ibu pengganti. Kalau melihat dari taraf kehidupan Lily yang pekerjaannya sebagai pelayan, bekerja seumur hidup pun tidak akan bisa dapat uang sebanyak itu. Lily lantas membereskan bekas cangkir minum teh Axel. “Saya permisi dulu, Tuan,” katanya dengan sopan. Matanya melirik sedikit ke arah Axel. Lily tahu kalau dia tidak boleh melirik Axel apalagi menatapnya. Dan ingat, Axel punya istri.Bayangan penagih utang—yang sadis pemelintas di kepala Lily, memang dia sangat membutuhkan uang, tapi tidak dengan merusak badannya sendiri. Kalau sekarang dia hamil anak Axel, dikemudian hari apakah ada lelaki lain yang akan menyukainya? Lily berjalan lemah ke dapur, nampan untuk menyajikan teh dia taruh di tempat biasa. Pikirannya menerawang, mempertimbangkan penawaran dari Axel. Margot. Menguntungkan atau merugikan? Lily mengeluarkan cek gaji mingguannya dari saku celana. Menatap angka yang tertulis di cek itu. Gajinya sebagai pelayan sementara hanya bisa untuk makan dan sewa apartemen. Bagaimana bisa membayar utang renternir? Kalau ingat para debt collector itu, Lily hanya bisa menangis merutuki nasibnya sendiri. Sementara Axel sendiri tampak duduk sambil termenung di ruangan kerjanya. Lelaki tampan itu sedang memikirkan perdebatan antara dirinya dan sang ibu beberapa hari yang lalu.“Mama ini apa-apaan? Tiba-tiba memintaku untuk punya anak, dengan perempuan lain?” omel Axel kepada mamanya. “Apa yang akan aku katakan kepada istriku?”
Mrs. Margot hanya tersenyum tipis. “Bilang ke istrimu, kalau dia tidak setuju dengan penawaranku, maka kalian akan kehilangan semua kemewahan yang sudah aku berikan.”“Silakan saja, aku tidak takut kehilangan kemewahan yang mama berikan. Aku masih punya uang enam belas juta dollar yang papa wariskan langsung.” Lagi-lagi Mrs. Margot tersenyum tipis. “Kamu lupa? Agar uang itu sepenuhnya menjadi milikmu, ada syarat yang kamu harus penuhi, salah satunya adalah kamu harus punya anak sebelum tiga puluh tahun. Kalau tidak, semua uang itu sepenuhnya akan menjadi hak yayasan sosial,” Mrs. Margot memaparkan panjang lebar lalu menghela napas. “Aku percaya Bree menikahimu hanya karena harta.” Mata Axel membesar, tidak percaya dengan semua perkataan mamanya. “Mama ... jangan berkata seperti itu.” Mrs. Margot saat ini menjadi orang asing dimata Axel. Bukan seperti mamanya yang penuh dengan kasih sayang.Axel mengerang, bangkit dari duduknya, lalu mengacak rambutnya. Membuang pandangan dari mamanya. Tersinggung dengan perkataan mamanya, tapi tak mampu melawan.“Axel, aku makin lama makin tua, tubuhku juga makin lemah dan daya ingatku tidak sebagus dulu. Kebun anggur dan juga perusahaan distribusi ini harus ada yang mengurus nantinya setelah kamu. Kalau keputusan Bree untuk tidak punya anak, aku menghargainya. Tapi, kamu dan Bree juga harus menyadari posisimu dalam keluarga ini.” “Tapi, bukan dengan cara seperti ini,” Axel bertolak pinggang menatap galak mamanya. “Mama tidak berhak mengatur hidupku sama sekali. Lagian, dia hanya seorang pelayan! Kenapa mama memilih dia? Masih banyak wanita yang mau dibayar dua juta dollar untuk menjadi ibu pengganti.” Napas Axel memburu, mendesak mamanya agar mau menjawab rasa penasarannya.Mrs. Margot lama kelamaan geram melihat kelakuan anaknya. “Kalau kau mampu mandiri, baru kau boleh bilang ‘aku tidak bisa mengatur hidupmu’.” Mrs. Margot lalu berdiri perlahan dari kursi. “Aku tidak bisa menerima penolakan darimu. Dua hari waktu yang sama aku berikan untuk menjelaskan semua ini kepada istrimu. Setelah itu, kalian bisa menjalani semua proses bayi tabung.” Axel mendengkus, tidak bisa menolak semua keinginan mamanya. Sekarang pikirannya sibuk, bagaimana caranya memberitahu berita ini kepada Bree. Karena ruangan kosong, Axel berpikir lebih baik dia pulang, bertemu istrinya. Hari ini adalah wedding anniversary yang kelima.Axel bergegas agar bisa menemui Bree, karena sudah merencanakan makan malam mewah di apartemennya. Namun, satu hal menghambatnya saat dia berjalan ke garasi. Axel melihat Lily yang muncul dari dapur. Gadis itu sudah tidak memakai seragam pelayannya, membuat alis Axel bertaut tidak bisa berpaling dari Lily. Penasaran ada dalam dadanya, apa yang membuat mamanya memilih Lily menjadi ibu pengganti, mengapa tidak orang lain. Kalau masalah pelayan, bukankah di rumah mamanya banyak pelayan senior. Lily? Setahu Axel gadis itu adalah pelayan sementara menggantikan pelayan senior yang sedang cuti melahirkan. Axel menghela napas panjang. Saat pertama kali melihat Lily, Axel merasa jika gadis itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan sang istri. Tetapi jika dia menolak maka segala kemewahan akan hilang.Axel diam-diam mengikuti Lily sampai apartemen tempat gadis itu tinggal. Axel yang selalu hidup dalam kemewahan menilai, apartemen tempat Lily tinggal kumuh, tidak teratur dan padat penghuni. Lagi pula, gedungnya kecil, catnya kusam. Membuat napas Axel sedikit sesak ketika masuk ke gedung apartemen itu. “Bagaimana mungkin ada manusia yang tinggal di sini?” gerutu Axel dengan sombong. Matanya terus mengikuti gerakan Lily yang naik ke lantai tiga. Dia menjaga jarak, agar Lily tidak tahu kalau sedang diikuti. “Mana tidak ada lift,” keluhnya lagi. Tujuan Axel mengikuti Lily sebenarnya ingin membuktikan kalau Lily adalah gadis yang buruk. Mungkin saja dia tinggal bersama seorang lelaki, dan berbuat zina setiap hari. Axel sudah menyiapkan kamera untuk memotret kehidupan Lily dari jauh. Dia cukup tersenyum ketika ada dua pria yang menghampiri Lily. “Itu dia,” katanya tersenyum menang. “Apa kubilang, dia bukan gadis baik-baik seperti dugaan mama.” Axel mulai mengarahkan kameranya ke Lily d
Axel tidak bisa memilih kepada siapa dia berpihak, ibu atau istrinya. Satu sisi ibunya banyak membiayai hidupnya, apalagi ketika baru menikah. Sebut saja, apartemen mewah, mobil, dan juga kartu kredit yang tidak ada batasnya. Kedudukan yang mumpuni di perusahaan distributor anggur dengan gaji yang tinggi juga. Axel sudah mengatur makan malam di apartemen untuk wedding anniversarynya malam ini. “Kamu di mana?” tanya Axel kepada Bree di sambungan telepon. “Kamu tidak lupa, kan? Ini hari jadi kita,” lelaki itu menelepon saat semua hal yang menjadi bahan kejutannya sudah siap. “Tentu saja aku ingat. Aku hanya mempersiapkan diri untuk makan malam,” jawabnya dengan centil. “Baiklah, aku tunggu kau.” Axel lantas memutus sambungan telepon. Axel malam ini memanggil chef idola Bree dari restoran favoritnya. Ada beberapa orang membantu Axel untuk membuat kejutan ini. Hal makan malam ini harusnya membuat Axel gembira dan antusias. Namun, permintaan mamanya membuat Axel murung.Para pelayan y
Axel bangkit dari duduknya, bertolak pinggang kebingungan tidak menatap Bree. Setelah dia merasa cukup tenang, pandangannya kembali ke arah Bree. “Mama meminta seseorang untuk menjadi ibu pengganti. Aku tidak akan sanggup kalau menikahi perempuan lain. Mama menyarankan teknologi bayi tabung. Aku tidak akan menyentuhnya.” “Tapi, Axe ...” Bree menghampiri Axel, berharap dengan menggodanya akan membuat mama Axel mengubah keputusannya. Dan Axel tampaknya sudah tahu gerak gerik Bree. Dia menolak godaan Bree. Membuat wanita itu membeliak. Begitu dahsyat pengaruh mamanya terhadap Axel. Dan Bree makin murka. “Bree, kau tahu, kan mamaku seperti apa?” Axel menatap Bree dengan raut wajah yang tegang. Bree ikutan terdiam, lalu menebak. “Kita tidak mungkin menolak semua perintahnya?” Axel mengangguk dengan mantap. “Atau kita semua akan kehilangan semua kemewahan ini.” Bree makin tidak bisa berkata-kata, semua yang tadi dia alami, kebahagiaannya menjadi istri Axel selama lima tahun sirna da
Paginya, Lily sif pukul delapan. Langkahnya agak berat pagi ini, dia mengirim pesan ke Meredith, kalau akan menerima tawaran Axel. “Nona Meredith, bisa kita bicara?” tulis Lily di pesannya. “Kau bisa datang menemuiku nanti di rumah Mrs. Margot.” Balas Meredith melalui pesan di ponsel. Lily berdoa dalam hati, semoga keputusannya kali ini tidak salah. Lily datang setengah jam sebelum sifnya. Mana sangka Meredith juga datang diwaktu yang sama. Mereka bertemu di depan gerbang rumah Mrs. Margot. “Nona Meredith, bisa kita bicara sekarang?” tanya Lily ragu. Meredith tahu hal apa yang akan dibicarakan Lily. “Baiklah. Ikut aku,” ujar Meredith suaranya selalu datar, dan terdengar tegas. Meredith menuju ke ruangan kerja Mrs. Margot, tempat biasa diselenggarakan rapat dengan para karyawannya kalau di rumah. “Duduk,” suruh Meredith. Lily menuruti perkataan Meredith. Semua ini demi utang. Dan Lily ingin hidupnya tenang tanpa ada para penagih yang kasar membuat hidupnya selalu penuh rasa taku
“Selamat datang, Tuan Axel,” sambut salah satu pelayan yang ada di rumah Mrs. Margot. Pelayan itu membungkuk tidak menatap Axel dan istrinya. Axel pantang sekali menatap pelayan, Bree datang juga bersamanya. Wanita itu hendak melepas mantelnya yang terbuat dari bulu. Pelayan yang ada di sekitarnya sigap membantu Bree, Lily yang pertama kali maju mengambil mantelnya untuk disimpan. “Saya bantu, Nyonya,” katanya dengan sopan. Bree langsung melepas mantel bulunya itu. Namun, Lily tidak sengaja terpeleset hingga mengenai nampan yang ada anggurnya. Mantel yang dia pegang, hampir terkena anggur yang tumpah. Untung saja Lily bergerak dengan cepat hingga bisa menghindari anggur itu, mantel bulu Bree terlindungi. Mata Bree melotot, “Hei, hati-hati kalau bergerak. Gaji kamu seumur hidup tidak akan bisa mengganti mantel itu, tahu? Kamu pelayan baru, ya, di sini?” omelnya. Lily gelagapan, jantungnya berdetak dengan keras, namun dia mengangguk pelan. Kena omelan begini, membuat Lily takut dip
Benar apa yang dikatakan Lily, Mrs. Margot memberi tanda ke arah Meredith untuk membawa pergi cangkir ini. Dan sekali lagi, Bree berang merasa dipermalukan, apalagi sudah ada tamu-tamu yang lain. Mereka adalah kolega mamanya, ada juga karyawan di perusahaan kebun anggur Mrs. Margot. Tentu saja, Bree memandang rendah mereka. Mungkin yang kastanya sama hanya Keluarga Triton saja. Saat sedang makan malam, Bree juga menjatuhnya piring tidak sengaja. Axel sebagai suami ingin menenangkan istrinya, namun tatapan Mrs. Margot yang seperti menyindir, membuat Bree tidak ingin hidup. “Kamu tidak apa-apa, kan, Sayang?” tanya Axel dengan lembut. Bree mengangguk, “Ya,tentu saja. Rumah ini sudah ada yang melayani, harusnya tidak perlu khawatir, kan?” ucap wanita itu sarkas. Beberapa kolega Mrs. Margot yang datang adalah staf-staf ahli di bidang pemasaran, keuangan, ada sekitar dua puluh orang yang hadir. Mrs. Margot membuka pidato setelah makanan pembuka. “Jadi, malam ini, kita merayakan li
“Salah sangka?” ulang Axel. “Kamu sadar, Lily! Sadar sebagai ibu pengganti bagi anakku, itu sama saja meneken kontrak kalau kamu milikku! Meski hanya setahun. Aku membayarmu untuk itu.” Lily diam, jantungnya saat ini akan meledak. Mau tidak mau, Lily menuruti Axel. Lily mulai menarik tangan Axel agar lelaki itu bisa duduk dengan tenang. Tetapi gagal, Axel tidak bisa menegakkan badan. “Kau harus lebih berusaha, Lily,” perkataan Axel yang begini mirip ledekan. Wajahnya juga menyebalkan saat ini. Kalau bukan majikan, mungkin Lily sudah menamparnya. Lily kesal, meski Axel tampan, badannya ideal dan sebentar lagi Lily dan Axel akan terikat oleh sebuah perjanjian, tetap saja, Lily harus menjaga jarak. Dia tidak boleh aji mumpung. Lily berusaha sekali memasukkan kepala Axel ke kaus. Mengangkat kepalanya sulit sekali. Badannya berat. Napas Lily yang terengah terdengar oleh Axel, membuat lelaki itu tertawa. Pikirannya masih menerawang, malam ini harusnya dia merayakan hari pernikahannya
“Apa yang kau lakukan, Bree?” nada suara Axel ditekan. Giginya gemeletak karena marah.Andai saja malam tadi Bree tidak pergi, pasti tidak ada kejadian dirinya berakhir dengan Lily.“Kami hanya ke klub langgananku. Kau tahu, kan di mana klub itu?”Bree dan Wanda memang ke klub langganan.***Beberapa jam yang lalu ...Bree mendadani Wanda, memakaikannya baju minim dan merias wajahnya dengan cantik. Semua Bree lakukan setelah makan malam.“Rambutmu terlalu indah, Wanda,” ucap Bree sambil mengangkat rambut blondie-nya. Hingga lehernya yang jenjang dan mulus.Wanda merasa senang ada yang peduli dan memerhatikannya.Memulas wajahnya yang pucat menjadi lebih bersinar. Meski pulasannya tipis, tapi menonjolkan wajah Wanda yang memang cantik.“Kau terlihat cantik,” ujar Bree sambil melihat pantulan wajah Wanda di cermin.“Ya