Terima kasihku kepada para pembaca setia yang sudah mengikuti cerita:
"Rahim Sewaan Billionanaire."
Semoga part akhir Lily dan Axel membuat kalian happy dan memenuhi harapan kalian. Jangan lupa, baca juga karyaku:
"Istri Kedua Tuan Stefan."
Dan sayangi Andini dan Stefan seperti kalian menyayangi Lily dan Axel. Hehehe....
Silakan dicek sekarang, "Istri Kedua Tuan Stefan."
“Aku akan membayarmu dua juta dollar, aku pikir itu cukup untuk gadis sepertimu,” kata lelaki itu. “Jadilah ibu pengganti, agar aku punya anak penerus kebun anggur ini.” Sebagai pelayan baru di rumah Mrs. Margot, Lily tentu saja terkejut mendengar perkataan majikannya. Matanya membesar, lidah dan tubuhnya beku. Dua juta dollar bukan uang yang sedikit. Ruangan kerja Mr. Margot seketika menjadi tegang. Apa yang dikatakan oleh Axel Margot membuat Lily gemetar seketika. “Apa uang sebanyak itu masih kurang buatmu? Katakan berapa harga yang harus aku bayarkan!” Mata Axel seperti memindai tubuh Lily dari atas ke bawah, terlihat biasa saja. Lagian dia hanya seorang pelayan di rumah ini. Dia harusnya bersyukur jika bisa Axel menyentuhnya, meski hanya untuk punya anak, Axel mendengkus kasar.Sementara Lily memicingkan matanya penuh emosi. Teko teh yang sedang dia pegang untungnya tidak jatuh. “Apakah anda pikir saya adalah gadis murahan? Yang bisa dibayar untuk punya keturunan dari Anda?”
Axel diam-diam mengikuti Lily sampai apartemen tempat gadis itu tinggal. Axel yang selalu hidup dalam kemewahan menilai, apartemen tempat Lily tinggal kumuh, tidak teratur dan padat penghuni. Lagi pula, gedungnya kecil, catnya kusam. Membuat napas Axel sedikit sesak ketika masuk ke gedung apartemen itu. “Bagaimana mungkin ada manusia yang tinggal di sini?” gerutu Axel dengan sombong. Matanya terus mengikuti gerakan Lily yang naik ke lantai tiga. Dia menjaga jarak, agar Lily tidak tahu kalau sedang diikuti. “Mana tidak ada lift,” keluhnya lagi. Tujuan Axel mengikuti Lily sebenarnya ingin membuktikan kalau Lily adalah gadis yang buruk. Mungkin saja dia tinggal bersama seorang lelaki, dan berbuat zina setiap hari. Axel sudah menyiapkan kamera untuk memotret kehidupan Lily dari jauh. Dia cukup tersenyum ketika ada dua pria yang menghampiri Lily. “Itu dia,” katanya tersenyum menang. “Apa kubilang, dia bukan gadis baik-baik seperti dugaan mama.” Axel mulai mengarahkan kameranya ke Lily d
Axel tidak bisa memilih kepada siapa dia berpihak, ibu atau istrinya. Satu sisi ibunya banyak membiayai hidupnya, apalagi ketika baru menikah. Sebut saja, apartemen mewah, mobil, dan juga kartu kredit yang tidak ada batasnya. Kedudukan yang mumpuni di perusahaan distributor anggur dengan gaji yang tinggi juga. Axel sudah mengatur makan malam di apartemen untuk wedding anniversarynya malam ini. “Kamu di mana?” tanya Axel kepada Bree di sambungan telepon. “Kamu tidak lupa, kan? Ini hari jadi kita,” lelaki itu menelepon saat semua hal yang menjadi bahan kejutannya sudah siap. “Tentu saja aku ingat. Aku hanya mempersiapkan diri untuk makan malam,” jawabnya dengan centil. “Baiklah, aku tunggu kau.” Axel lantas memutus sambungan telepon. Axel malam ini memanggil chef idola Bree dari restoran favoritnya. Ada beberapa orang membantu Axel untuk membuat kejutan ini. Hal makan malam ini harusnya membuat Axel gembira dan antusias. Namun, permintaan mamanya membuat Axel murung.Para pelayan y
Axel bangkit dari duduknya, bertolak pinggang kebingungan tidak menatap Bree. Setelah dia merasa cukup tenang, pandangannya kembali ke arah Bree. “Mama meminta seseorang untuk menjadi ibu pengganti. Aku tidak akan sanggup kalau menikahi perempuan lain. Mama menyarankan teknologi bayi tabung. Aku tidak akan menyentuhnya.” “Tapi, Axe ...” Bree menghampiri Axel, berharap dengan menggodanya akan membuat mama Axel mengubah keputusannya. Dan Axel tampaknya sudah tahu gerak gerik Bree. Dia menolak godaan Bree. Membuat wanita itu membeliak. Begitu dahsyat pengaruh mamanya terhadap Axel. Dan Bree makin murka. “Bree, kau tahu, kan mamaku seperti apa?” Axel menatap Bree dengan raut wajah yang tegang. Bree ikutan terdiam, lalu menebak. “Kita tidak mungkin menolak semua perintahnya?” Axel mengangguk dengan mantap. “Atau kita semua akan kehilangan semua kemewahan ini.” Bree makin tidak bisa berkata-kata, semua yang tadi dia alami, kebahagiaannya menjadi istri Axel selama lima tahun sirna da
Paginya, Lily sif pukul delapan. Langkahnya agak berat pagi ini, dia mengirim pesan ke Meredith, kalau akan menerima tawaran Axel. “Nona Meredith, bisa kita bicara?” tulis Lily di pesannya. “Kau bisa datang menemuiku nanti di rumah Mrs. Margot.” Balas Meredith melalui pesan di ponsel. Lily berdoa dalam hati, semoga keputusannya kali ini tidak salah. Lily datang setengah jam sebelum sifnya. Mana sangka Meredith juga datang diwaktu yang sama. Mereka bertemu di depan gerbang rumah Mrs. Margot. “Nona Meredith, bisa kita bicara sekarang?” tanya Lily ragu. Meredith tahu hal apa yang akan dibicarakan Lily. “Baiklah. Ikut aku,” ujar Meredith suaranya selalu datar, dan terdengar tegas. Meredith menuju ke ruangan kerja Mrs. Margot, tempat biasa diselenggarakan rapat dengan para karyawannya kalau di rumah. “Duduk,” suruh Meredith. Lily menuruti perkataan Meredith. Semua ini demi utang. Dan Lily ingin hidupnya tenang tanpa ada para penagih yang kasar membuat hidupnya selalu penuh rasa taku
“Selamat datang, Tuan Axel,” sambut salah satu pelayan yang ada di rumah Mrs. Margot. Pelayan itu membungkuk tidak menatap Axel dan istrinya. Axel pantang sekali menatap pelayan, Bree datang juga bersamanya. Wanita itu hendak melepas mantelnya yang terbuat dari bulu. Pelayan yang ada di sekitarnya sigap membantu Bree, Lily yang pertama kali maju mengambil mantelnya untuk disimpan. “Saya bantu, Nyonya,” katanya dengan sopan. Bree langsung melepas mantel bulunya itu. Namun, Lily tidak sengaja terpeleset hingga mengenai nampan yang ada anggurnya. Mantel yang dia pegang, hampir terkena anggur yang tumpah. Untung saja Lily bergerak dengan cepat hingga bisa menghindari anggur itu, mantel bulu Bree terlindungi. Mata Bree melotot, “Hei, hati-hati kalau bergerak. Gaji kamu seumur hidup tidak akan bisa mengganti mantel itu, tahu? Kamu pelayan baru, ya, di sini?” omelnya. Lily gelagapan, jantungnya berdetak dengan keras, namun dia mengangguk pelan. Kena omelan begini, membuat Lily takut dip
Benar apa yang dikatakan Lily, Mrs. Margot memberi tanda ke arah Meredith untuk membawa pergi cangkir ini. Dan sekali lagi, Bree berang merasa dipermalukan, apalagi sudah ada tamu-tamu yang lain. Mereka adalah kolega mamanya, ada juga karyawan di perusahaan kebun anggur Mrs. Margot. Tentu saja, Bree memandang rendah mereka. Mungkin yang kastanya sama hanya Keluarga Triton saja. Saat sedang makan malam, Bree juga menjatuhnya piring tidak sengaja. Axel sebagai suami ingin menenangkan istrinya, namun tatapan Mrs. Margot yang seperti menyindir, membuat Bree tidak ingin hidup. “Kamu tidak apa-apa, kan, Sayang?” tanya Axel dengan lembut. Bree mengangguk, “Ya,tentu saja. Rumah ini sudah ada yang melayani, harusnya tidak perlu khawatir, kan?” ucap wanita itu sarkas. Beberapa kolega Mrs. Margot yang datang adalah staf-staf ahli di bidang pemasaran, keuangan, ada sekitar dua puluh orang yang hadir. Mrs. Margot membuka pidato setelah makanan pembuka. “Jadi, malam ini, kita merayakan li
“Salah sangka?” ulang Axel. “Kamu sadar, Lily! Sadar sebagai ibu pengganti bagi anakku, itu sama saja meneken kontrak kalau kamu milikku! Meski hanya setahun. Aku membayarmu untuk itu.” Lily diam, jantungnya saat ini akan meledak. Mau tidak mau, Lily menuruti Axel. Lily mulai menarik tangan Axel agar lelaki itu bisa duduk dengan tenang. Tetapi gagal, Axel tidak bisa menegakkan badan. “Kau harus lebih berusaha, Lily,” perkataan Axel yang begini mirip ledekan. Wajahnya juga menyebalkan saat ini. Kalau bukan majikan, mungkin Lily sudah menamparnya. Lily kesal, meski Axel tampan, badannya ideal dan sebentar lagi Lily dan Axel akan terikat oleh sebuah perjanjian, tetap saja, Lily harus menjaga jarak. Dia tidak boleh aji mumpung. Lily berusaha sekali memasukkan kepala Axel ke kaus. Mengangkat kepalanya sulit sekali. Badannya berat. Napas Lily yang terengah terdengar oleh Axel, membuat lelaki itu tertawa. Pikirannya masih menerawang, malam ini harusnya dia merayakan hari pernikahannya