Makan malam ini terasa canggung untuk Bellanca, pasalnya seseorang yang tidak ia harapkan sedang berada di tempat ini atau lebih tepatnya menjadi investor pada proyek filmnya.Merasakan pandangan seseorang terus berada di wajahnya, Bellanca mengangkat pandangannya menatap pria itu, Yasa.Kenapa tiba-tiba pria ini berinvestasi pada film?Ingin sekali menanyakan soal itu, tapi mereka tak berdua saja. Ini makan malam sebelum proyek film terbarunya dimulai, dimana ada pemain, sutradara, hingga investor pun datang. Tak menahan lagi Bellanca segera berdiri, “Saya permisi ke toilet sebentar” pamitnya yang segera di angguki yang lain.Mencuci tangan di wastafel, ia tak menyadari seseorang mendekat padanya dan menariknya masuk ke dalam salah satu bilik toilet. “Yasa!” pekik kaget Bellanca mendapati kehadiran pria itu.“Apa yang kamu lakukan? Ini tidak benar” ucap Bellanca lagi, ingin keluar dari sana. Tapi tarikan di tangannya menghentikan itu semua, Yasa memegang dengan kuat pergelangan tanga
Bellanca sudah tak pulang beberapa hari ini, membuat keadaan penthouse mereka terasa sepi bagi Caraka. Mungkin memang benar, jika mereka memiliki anak Bellanca akan lebih suka menghabiskan waktu untuk di rumah saja.Menatap kembali hpnya, istrinya itu masih saja belum membalas pesannya. Tidak biasanya istrinya begini, sesibuk apapun dia pasti akan menyempatkan waktu untuk sekedar menjelaskan keadaannya. Hari pun sudah sore bersamaan dengan langit menjingga di luar, menandakan malam akan mulai datang. Caraka berdiri diam di ruang tamu, menatap ke dinding luar sambil menunggu kepulangan istrinya.Melirik singkat jam di pergelangan tangannya, ia bahkan belum mengganti pakaian kantornya, karena terus kepikiran dengan Bellanca. Tak menunggu lama untuk terus bertanya-tanya, pintu penthouse mereka terbuka di detik berikutnya. Dan sosok ramping dengan dress panjang hadir setelahnya. “Darl…” kaget Bellanca mendapati suaminya itu berdiri menatap ke arah dirinya.Dan kemudian senyum manis dan p
Langkah kaki kecil itu tergesa-gesa seakan di kejar waktu, dengan masih menggunakan heels kerjanya, Ashana buru-buru memasuki pusat perbelanjaan terbesar di kota ini.Melihat keramaian di sana sini, dan silau terang lampu di dalamnya. Ashana sadar jika ia sudah terlalu lama tak menginjakkan kaki di mall yang dulunya sering ia datangi. Sudah setahun ini kakinya hanya berputar dari kantor, rumah sakit dan kos-kosannya. Hanya 3 tempat itu yang selalu di pijaknya.Tapi tak ia duga karena telepon dari istri Pak Caraka, dia akhirnya kembali menginjakkan kaki di sini lagi. Kembali merasakan hidup di tengah ibu kota yang super padat.Terus melangkah dan menaiki eskalator, Ashana akhirnya sampai di tempat yang di tuliskan Bellanca pada chat yang dikirimnya.Memandang tempat ini sekilas, ia tau ini klinik kecantikan. Untuk apa ia datang kesini?Tau jawaban dari pertanyaan itu hanya ada di Bellanca, Ashana segera memasuki tempat itu mencari wanita cantik yang memintanya untuk datang. Ashana sege
Pagi ini sedikit mendung dengan rintik hujan pelan jatuh ke bumi. Ava mendesah melihat cuaca yang sudah di pastikan akan hujan itu. Ia tak punya mobil dan untuk berhemat biasanya ia akan naik ojek, tapi jika hujan begini ia hanya akan basah bahkan sebelum sampai di perusahaan.Rasa malas mulai menyelimuti, hujan begini paling enak jika tidur bergelung selimut. Tapi mengingat saldo di rekening yang mulai menipis ia tak bisa tak pergi bekerja.Membuka payung turun ke lobi apartemen, wajah familiar langsung menyambutnya.Jalex tersenyum dengan mata yang menyipit kala melihat wajah yang di tunggunya sejak tadi. Tapi berbeda dengan Jalex yang tampak bahagia, Ava langsung melengos begitu saja menghindari pria itu. Ia tak ingin terus-terusan berhubungan dengan pria ini, apalagi dengan tunangan orang lain.Ia berniat akan mendiami pria ini dan bertingkah tak kenal saja.Tak membiarkan, Jalex langsung berlari mengejar Ava, “Sayang kok kamu main pergi gitu aja sih? aku nungguin juga” ucapnya me
Tubuh Ashana menegang kaku merasakan napas Caraka begitu dekat dengannya, bahkan aroma mint begitu terasa di penciumannya. Belum lagi kini lengan hangat pria itu melingkari pinggangnya, membuat perasaan berdebar di dadanya. Caraka menariknya begitu dekat dengan tubuh pria itu, membuat Ashana menelan mati-matian kata merayu yang ia ucapkan dengan berani tadi. Ia menyesal sekarang.“Pak…”Tapi Caraka bahkan tak mengindahkan, entah apa yang merasukinya. Sedari melihat Ashana berdiri di depan pintu menyambutnya tadi berhasil membangunkan gejolak hasratnya yang sudah beberapa hari ini terpendam.Caraka seakan tergoda ketika melihat wanita cantik dengan jujur mengatakan merayu dirinya, begitu berani dan juga polos. Hal itu tentu menggugah jiwa lapar pria itu, lagi pula mereka juga sudah sah sebagai suami istri di mata agama, tak ada salahnya untuk menyentuh wanita yang ada di dekapannya saat ini.Seakan godaan belum cukup, kulit yang terasa lembut ini membuatnya tiba-tiba merasa haus. Carak
Flashback onRuangan dengan dominan warna cokelat kayu dan putih membuat tenang dan nyaman siapa saja yang memandang. Di balik meja besar dengan logo CEO itu, seorang pria tampak gelisah dan kerutan di dahinya makin dalam seiring lembaran kertas yang di baliknya.Lalu detik berikutnya, pria itu langsung melempar berkas yang lumayan tebal itu ke lantai, “Kenapa bisa seperti ini? kenapa kita bisa gagal dengan rugi yang miliaran” desisnya pada sang asisten yang berdiri tak jauh dari sana.Tak selesai di sana, pria itu melempar seisi meja nya, menjatuhkan apa saja yang ada di atas meja itu, hingga luruh ke lantai. Mengeluarkan emosinya yang sudah membendung tak tertahankan, ia benci ketika harus kalah seperti ini.“Pak Yasa, kita memang tidak bisa menyaingi Daniswira Group pak…”BughPukulan tepat ia layangkan ke wajah asistennya itu hingga terkapar jatuh ke lantai, pria itu Yasa Zabran tak senang ketika mendengar nama rivalnya di sebut, “Sekali lagi kamu menyebut nama itu akan ku pecat
Caraka terdiam sambil melihat sekali lagi ke arah hpnya. Sama sekali tak ada balasan dari istrinya itu. Caraka mendesah frustasi, ia sangat kalut luar biasa menyadari kegilaannya semalam, ia hampir meniduri Ashana.Caraka menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi kerjanya, ia pusing bukan main. Ia merasa sangat bersalah pada Bellanca, padahal ia tau Bellanca sendiri yang memintanya meniduri Ashana. Tapi entah kenapa ia merasa seperti akan mengkhianati Bellanca jika ia terlalu lama bersama Ashana.Caraka menyadari seberapa besar pesona wanita itu, padahal ia hanya berdiri jauh darinya tapi cukup menarik perhatian dan hasratnya. Wanita itu memang seorang jalang, buktinya ia dengan mudah merayu orang lain.Caraka segera mewanti-wanti dirinya agar tak terjatuh pada rayuan wanita itu lagi. wanita itu cukup berbahaya, ia harus segera membuat wanita itu hamil dengan begitu ia tak akan punya keharusan untuk bertemu dengannya lagi dan yang terpenting mereka bisa bercerai secepatnya.Sibuk memi
Caraka dengan malas dan ogah-ogahan kembali datang ke apartemen Wira, tempat istri keduanya itu tinggal. Belum sampai di pintu apartemen, jantungnya berdetak tak nyaman. Pikirannya terasa kembali pada kejadian malam itu, lebih tepatnya pada penampilan Ashana yang tampak cantik dan manis di matanya.TingPintu lift terbuka, untunglah hanya Caraka satu-satunya penghuni di dalam sana. Caraka langsung menyentuh jantungnya yang berdetak tak karuan, “Sial, kenapa dengan diriku? Apa kesehatan ku tiba-tiba bermasalah?” ucapnya pelan merasa tak yakin. Padahal dari hasil tes kesehatannya semua normal saja.Lalu apa hubungan jantungnya ini bukan pada kesehatannya tapi pada Ashana, istri keduanya itu?Caraka langsung menggeleng, itu tak mungkin. Wanita jalang sepertinya tak mungkin bisa mempengaruhi dirinya sedemikian rupa. Caraka mengenyahkan semua ingatannya tentang Ashana bersamaan dengan pintu lift yang terbuka.Tiba di depan pintu, Caraka merogoh kartu akses apartemen yang sama sekali tak ia