Mentari mulai muncul perlahan, mengintip di ujung timur dengan semburat jingga cerah. Denting jam berdetak seirama mengisi ruangan, gorden yang terbuka mengizinkan semilir angin masuk.Ashana mengerjap perlahan, berkedip-kedip menyesuaikan cahaya yang mulai terang. Bau wangi softener di selimut membangunkan semua inderanya. Ia mulai mengingat semua yang terjadi, ia mati kelelahan kemarin di dalam mobil Caraka. Semua badannya terasa pegal, bahkan ia sedikit meringis karena sakit. Sepertinya hukuman yang di janjikan Caraka benar-benar bukan omong kosong belaka. Caraka, pria dengan ucapannya, akan lebih baik untuk tidak memancing amarah pria ini lagi. Ashana bergerak perlahan, ia masih sadar untuk pergi bekerja, tak mungkin ia absen begitu saja. Baru saja bergerak perlahan, lenguhan dari arah belakangnya segera membuat Ashana berbalik.Caraka tertidur dengan wajah yang di benamkan di bantal. Lengan pria itu memeluknya di pinggang. "Dia tidur disini?" lirih Ashana. Ia tak ingat bagaima
Suasana hangat itu langsung berubah canggung, Caraka tak bergerak setelah membaca pesan tersebut. Mata dan pikirannya terpaku pada beberapa kata itu. Terutama kata kangen yang di kirim Bellanca.Ashana yang membawa infused water di tangannya datang mendekat, dan tanpa sengaja melihat ke arah yang sama. Matanya bergetar mendapati nama my wife di layar hp Caraka. Tanpa bertanya siapa, Ashana sudah tau jawabannya.Dengan pelan ia meletakkan gelas itu, denting gelas dan meja beradu menarik kesadaran Caraka. Terkesiap, tangannya spontan menelungkup kan layar hp nya ke meja, seolah sedang tertangkap basah langsung menatap Ashana dengan kaget."Minumannya" ucap Ashana singkat yang mengambil duduk di kursi sana."Ah, makasih" balas Caraka tak kalah singkat. Canggung mendera mereka, Caraka yang seolah ingin mengatakan sesuatu menjadi ragu-ragu. Mulut pria itu terbuka lalu tertutup lagi seolah tak tau harus bicara apa. Di tengah hening itu, Ashana mengambil garpu nya, tanpa melihat Caraka ia
Sarapan pagi itu selesai dengan damai dan lancar, Ashana tak hentinya tersenyum lembut merasakan betapa indahnya pagi ini. Ia jadi merasa hari ini akan menjadi lebih baik lagi nantinya. Ashana berjalan kembali ke dapur dengan membawa piring kotor tadi ke wastafel. Ia tak bisa mengharapkan Dina untuk membersihkan meja makan. Lagi pula perempuan itu juga tak terlihat sedari tadi, mungkin ia masih bersembunyi karena menyadari Caraka masih di sini. Menyalakan kran wastafel, Ashana berniat mencuci piring sebelum ia berangkat ke kantor. Ia tak terbiasa meninggalkan piring kotor di rumah, semacam sudah kebiasaan untuk memastikan semuanya bersih sebelum ia pergi. Meninggalkan Caraka di meja makan, Ashana yakin pria itu pasti sudah pergi mengingat tadi Bellanca mengirimkan pesan. Walaupun Ashana tak sampai membaca pesan apa itu, tapi Ashana yakin Caraka akan menemui istri tercintanya itu. Lagi-lagi ketika mengingat kata istri, Ashana melirik ke jari manis tangannya yang tertutup oleh busa s
“Caraka, aku mau kamu hamilin wanita itu” Perkataan istrinya langsung membuat pria dengan tubuh tinggi itu terdiam di tempatnya. Badannya menegang merasakan keanehan luar biasa. Bahkan selama beberapa detik otak pintar jenius nya tak berfungsi normal untuk meneliti alasan di baliknya.“Darl, aku ngelakuin ini demi kebaikan kita” Wanita cantik dengan dress off shoulder hitam itu menatap sendu pada punggung suaminya. Bellanca Clarabell, artis tersohor yang sudah merajai berbagai film dan drama, yang saat ini berdiri rapuh di tengah penthouse besar nan mewah di Moon City.Bellanca tak menyerah, ia mendekati suaminya yang saat ini berdiri di depan dinding kaca menatap penuh pada gedung tinggi yang menjulang ke langit.“Darl…” Bellanca berucap pelan meminta perhatian.“Jangan mendekat!” nada datar dingin yang pertama kali di dengar Bellanca menghentikan gerakan wanita itu. Ia tertegun tak percaya, suami yang sudah dinikahinya selama 6 tahun itu bersikap dingin padanya. Bahkan perkataan
Detik tiap waktu berlalu terasa sangat berharga untuk Ashana saat ini. Di detik itu setiap napas Ibu nya sedang di perhitungkan. Setiap detik yang berlalu sebanyak itu pula, ia menyia-nyiakan nasib keselamatan wanita yang sudah melahirkannya ke dunia.Ashana Fazaira, gadis yang berusia 24 tahun itu berdiri diam menatap cermin di depannya.Ia mengamati dirinya di cermin toilet rumah sakit, gadis dengan rambut hitam di ikat satu yang panjang, mata besar hitam yang tampak lelah, sayu dan kurang tidur. Lalu wajahnya yang putih tapi kasar karena beruntusan dan jerawat kecil di mengalir di sisi wajahnya.dahi dan pipi. Belum lagi cekungan di pipinya bahkan terlihat jelas karena bobot tubuhnya yang banyak hilang. Sedangkan lelehan air mata terus menghangat.Dia sungguh jelek Sungguh banyak yang berubah padanyaKehidupan bahagianya juga telah hilangSeakan tak cukup sekarang Ia harus mendapatkan uang 150 juta untuk operasi Ibunya. Ashana terpaksa mengambil keputusan yang tergolong gila, dan te
Cahaya remang yang ada di club itu mengaburkan pandangannya pada sosok wanita yang ada di depannya saat ini. Siluet dress pendek dan rambut bergelombang panjang meyakinkan Ashana jika sosok di depannya ini adalah wanita.Kurangnya cahaya di dalam club ini memang membuat ia tak bisa melihat jelas wajah wanita itu, tapi untunglah suara lembut wanita ini masih bisa ia dengar dengan jelas.Untuk beberapa saat Ashana bergeming di tempatnya, seakan syok dengan perkataan yang baru saja masuk ke telinganya.Menatap lurus pada wanita yang ada di depannya, bibirnya tergagap ingin mengatakan sesuatu, tapi seakan ragu mulutnya tertutup kembali.“Apa kamu mendengar perkataan saya barusan?” suara dari wanita ini datang kembali terdengar indah di telinga menyadarkannya bahwa telinganya masih berfungsi normal, tak ada yang salah sedikitpun.Bergerak gelisah seolah tak yakin, Ashana akhirnya mengeluarkan suara, “Apa maksud perkataan anda barusan?” tanyanya pelan tak bertenaga.Wanita itu tampak menoleh
Seorang pria yang belum cukup tua terbaring di ranjang rumah sakit, dengan tangan yang di tempeli infus yang tak lagi leluasa bergerak. Mata pria itu lelah seakan tak bisa lagi mengangkat kelopak matanya untuk tetap terbuka.Tapi segaris senyum masih ada menghiasi wajah pucat kurus yang sudah mulai berkerut itu.“Asha…”“Ashana…”Napas pelan yang sulit di dengar itu, memaksa Ashana makin mendekat. Mencondongkan badan ke depan dengan tangan yang mulai menutupi tangan yang lemah itu.Menggenggamnya erat memberikan rasa hangat, Ashana tersenyum cerah seakan tak ada beban di hati.“Iya Ayah, Asha di sini” balas nya sama pelannya seolah berbisik.Wikan Fazaria, yang sudah berumur 40-an itu mengangkat lebih tinggi kelopak matanya menatap keseluruhan wajah putri semata wayangnya.“Putri Ayah…” bisiknya pelan ingin menyentuh wajah yang sangat mirip dengan istrinya itu.Melihat tangan itu yang hanya bergerak tapi tak terangkat, Ashana langsung menariknya hingga menempel pada pipi kanannya. Mata
Hari senin yang di janjikan datang tanpa di harapkan, sesuai janji dengan wanita yang ternyata seorang aktris itu, Ashana harus datang ke apartemen Wira.Tapi satu hal yang ia ragukan sekarang, jam berapa ia harus ke sana?Ingin bertanya ia bahkan tak punya kontak pribadi wanita itu, Ashana terpaksa duduk diam di meja kerjanya. Memikirkannya lagi pastilah ia harus datang malam kan? lagi pula mereka hanya perlu tidur saja.Ashana bergidik merasa ngeri saat kalimat tidur dengan pria asing itu muncul di pikirannya. Ia memang mengatakan dengan mulutnya bahwa akan menjual keperawanannya bahkan akan menjual rahimnya, tapi saat sudah menghitung jam seperti ini, ia benar-benar merasa gugup, takut, dan terhina secara bersamaan.Ia merasa menjadi wanita paling tak bermoral dan lebih buruk dari jalang . Jika tak mengingat wajah Ibunya tadi pagi yang sudah mulai membaik, ia pasti akan langsung bunuh diri saja. Tapi masih ada Ibunya dan masih ada kata bahagia yang ia janjikan pada Ayahnya.Ashana