Beranda / Romansa / Rahim 1 Miliar / Menghamili wanita lain

Share

Rahim 1 Miliar
Rahim 1 Miliar
Penulis: Enierr

Menghamili wanita lain

“Caraka, aku mau kamu hamilin wanita itu”

Perkataan istrinya langsung membuat pria dengan tubuh tinggi itu terdiam di tempatnya. Badannya menegang merasakan keanehan luar biasa. Bahkan selama beberapa detik otak pintar jenius nya tak berfungsi normal untuk meneliti alasan di baliknya.

“Darl, aku ngelakuin ini demi kebaikan kita”

Wanita cantik dengan dress off shoulder hitam itu menatap sendu pada punggung suaminya.

Bellanca Clarabell, artis tersohor yang sudah merajai berbagai film dan drama, yang saat ini berdiri rapuh di tengah penthouse besar nan mewah di Moon City.

Bellanca tak menyerah, ia mendekati suaminya yang saat ini berdiri di depan dinding kaca menatap penuh pada gedung tinggi yang menjulang ke langit.

“Darl…” Bellanca berucap pelan meminta perhatian.

“Jangan mendekat!” nada datar dingin yang pertama kali di dengar Bellanca menghentikan gerakan wanita itu.

Ia tertegun tak percaya, suami yang sudah dinikahinya selama 6 tahun itu bersikap dingin padanya. Bahkan perkataan itu sudah seperti perintah yang selalu dia berikan pada bawahannya.

Menyadari itu dada Bellanca menciut nyeri, “Caraka, plis liat aku” ucapnya gugup dan takut sekaligus. Ia tak ingin memulai hari ini dengan perasaan buruk bertengkar dengan suaminya yang teramat dia sayang itu.

Caraka Daniswira, pria berusia 29 tahun yang akan genap berusia kepala 3 tahun depan, masih diam tak merespon. Di balut jas hitam dengan kemeja yang berwarna sama. Aura pria itu menggelap bersamaan dengan urat menonjol di rahangnya.

Pria tinggi dengan bahu lebar dan rambut hitam yang tertata rapi itu mati-matian menahan emosi, seperti jika di sentuh sedikit saja, ia pasti akan meledak detik itu juga. Ia terpaksa mengeluarkan nada peringatan pada istrinya, agar tak berujung menyakiti lebih dalam.

Menghela napas seakan mengontrol emosi, “Kenapa kamu meminta hal itu Bellanca?”

Panggilan itu membuat nyali Bellanca menciut seketika. Tak ada lagi panggilan sayang, Darl yang biasa ia sebutkan. Ini menunjukkan seberapa emosinya pria itu saat ini.

Bellanca menelan susah payah kegugupannya, “Bagian mana yang harus aku jelasin lagi Caraka? Bagian aku yang nggak bisa ngasih anak buat kamu, ngelahirin pewaris buat kamu, buat orang tua kamu dan buat Daniswira Group. Sakit Ka setiap kali aku ucapin itu.”

Mendengar nada pilu yang sudah bercampur air mata itu, Caraka terpaksa berbalik menatap istrinya yang sudah meluruh ke lantai, dengan tangan memegang dada, kepalanya tertunduk yang sudah bisa Caraka tebak sedang menangis

.

Tak tega, pria dengan pupil hitam gelap itu langsung melangkah dengan tatapan tak pindah dari tubuh istrinya, berjongkok memegang kedua bahu Bellanca memaksa wanita itu mendongak menatap kedua matanya.

Mata hitam itu tampak goyah dengan kalimat menyakitkan, “Lalu kamu kira aku nggak sakit, saat mendenger istri aku sendiri minta aku tidur sama wanita lain?” desisnya syarat emosi dan perasan tercekat lain.

Pembuluh darahnya seperti akan meledak, ketika mendengar istrinya ini memintanya untuk menghamili wanita lain.

Bellanca bergetar menatap mata hitam yang tak lagi hangat seperti biasa, air mata kembali tumpah mengisaratkan sedih, “Maaf, aku tidak becus jadi istri, aku istri yang tidak bisa kasih keturunan untuk kamu…maaf Ka”

Tak ada lagi kalimat yang keluar setelahnya, karena Caraka sudah membawa tubuh ramping yang lemah itu ke dalam dadanya. Mendekap erat, tak kuasa melihat air mata istrinya. Caraka menenggelamkan kepalanya pada leher sang istri, menghirup dalam aroma istrinya untuk melebur emosinya saat ini.

“Don’t say that Darl. Kamu tidak salah apa-apa, kita tidak harus mengalami ini.” Membenamkan lebih dalam kepalanya pada ceruk leher istrinya, “Kita tidak butuh anak Darl. Aku tidak peduli ada anak atau tidak, yang penting aku punya kamu. Cuma kita berdua, aku sudah bahagia”

Bellanca langsung melepas paksa pelukan itu, ia menatap kaget pada Caraka yang tampak lelah dan sayu, “Apa maksud kamu?”

Menenangkan istrinya, tangan Caraka terulur ke pipi wanita itu, membungkusnya dan senyum manis muncul menghias wajahnya, “Aku tidak akan tidur dengan wanita itu, kita tidak butuh anak. Kita cukup terus berdua sampai kita tua nanti…”

“Caraka!” pekik Bellanca menghentikan kalimat selanjutnya.

“Kamu gila? Orang tua kamu butuh cucu, untuk menjadi pewaris Daniswira Group. Kita tidak akan bisa bersama sampai tua, kalau kita tidak punya anak. Orang tua kamu bakal nyuruh kita bercerai, kalau mereka tau aku mandul Caraka!” Bellanca memekik histeris.

Ia tau suaminya ini merupakan anak tunggal dari Javas Daniswira, presdir dari Daniswira Group. Sebagai anak tunggal Caraka sudah pasti akan menjadi pewaris sekaligus presdir berikutnya, dan jika sebagai menantu ia tak bisa memberikan anak. Bellanca pasti akan langsung di usir dari nama Daniswira.

Bellanca meremat rambutnya, ia tak bisa membiarkan itu terjadi. Ia tidak ingin berpisah dari suaminya ini.

“Kamu mau kita cerai hah? Kamu mau orang tua kamu misahin kita?” tanya nyalang Bellanca yang sudah makin terisak menjauh dari Caraka.

Sedangkan Caraka langsung menggeleng, ia tak bermaksud demikian. Bahkan dalam hidupnya tak pernah sekali pun ia terpikir untuk bercerai dari istrinya ini. Dalam 6 tahun pernikahan mereka tanpa anak pun, Caraka tak pernah mempermasalahkan itu. Ia hanya butuh istrinya saja.

Tangan Caraka kembali terulur ingin menggapai Bellanca, yang langsung di tepis wanita itu, “Bell, aku tidak pernah berpikir sedikitpun untuk bercerai dari kamu!” tekannya serius.

Mendengar itu Bellanca langsung menggapai tangan Caraka, mereka saling bersimpuh di lantai marmer penthouse itu, “Kalau begitu kamu mau kan tidur sama wanita itu? Kita harus punya anak Ka, dengan begitu keluarga kita akan lengkap. Kita punya pewaris, dan yang terpenting kita tidak akan pisah Ka”

Tapi Caraka tampaknya masih teguh dengan pendiriannya, ia bukan pria yang akan tidur sana sini. Apalagi sampai harus menghamili wanita selain istrinya. Itu bukan dirinya, “Bell, kita bisa punya anak, kita bisa adopsi…”

“Tidak Ka, anak itu harus darah daging kamu. Papa kamu tidak akan terima kalau bukan darah daging kamu untuk pewaris Ka” tolak mentah-mentah Bellanca.

Bellanca langsung mendekat pada suaminya, menyelimuti pipi Caraka dengan kedua telapak tangannya, “Caraka, pliss demi aku. Kamu sayang sama aku kan? kamu cinta sama aku kan Ka? Hamilin wanita itu dan setelahnya kita bisa besarin anak itu sebagai anak kita sendiri.”

Caraka ingin sekali membantah, tapi bibirnya kelu tak bisa bicara saat melihat wajah penuh air mata wanita yang di cintainya, belum lagi mata cokelat yang menyipit memohon padanya.

Ia selalu lemah dengan wanita di depannya ini.

“Lalu bagaimana dengan kamu? Apa kamu tidak sakit hati minta aku tidur dengan wanita lain? apa kamu tidak terluka harus besarin anak aku dengan wanita lain Bell?” ucapnya sendu dengan mata menyipit, sungguh hatinya berdenyut saat menanyakan ini.

Bellanca langsung tertegun mendengar itu, ia tak mengira pertanyaan itu akan keluar dari Caraka.

Apa ia tak terluka?

Bodoh, tentu saja ia terluka, tapi ia bisa apa?

Bellanca kembali tersadar, dan berubah menampilkan senyum manis yang selalu ia berikan pada suaminya ini, “Aku sakit, aku terluka Ka…tapi ini demi kita, demi keluarga kecil kita. Aku tidak mau pisah dari kamu Caraka.”

Dan detik itu juga satu tetes air mata turun dari mata hitam yang selalu tegas dan kuat itu. Caraka langsung merengkuh Bellanca, memeluknya erat mengirimkan sinyal beribu maaf.

Seharusnya ia tak marah pada istrinya itu, karena Bellanca yang paling terluka di sini. Seberapa baik hati istrinya sampai harus rela membiarkan suaminya tidur dengan wanita lain?

Caraka bahkan tak sanggup untuk bisa mengetahui itu.

“Akan aku lakukan apa pun yang kamu mau Bell” ucap lirih Caraka yang artinya menyetujui ide Bellanca. Bellanca langsung tersenyum bahagia, ia teramat senang akhirnya Caraka mengalah padanya.

Dan setelah ini ia bisa tenang karena semua harta Daniswira akan jatuh ke padanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status