Ashana duduk dengan gugup saat ini, tangannya bahkan berkeringat seakan tak percaya jika CEO tempatnya bekerja itu bersedia untuk menikahinya. Padahal Ashana ingat bagaimana marahnya pria ini kemarin, hingga menghancurkan semua barang dan berteriak keras bahwa tidak akan sudi untuk menikah dengannya.Tapi tiba-tiba saja hari ini Pak Caraka menghubunginya dan menyuruhnya untuk datang ke apartemen Wira. Pernikahan ini hanya sah di mata agama saja, tapi tidak di mata hukum dan Ashana paham alasannya.Dia hanya bertugas untuk melahirkan anak saja, nikah sirih pun ia sudah sangat bersyukur setidaknya ia terhindar dari dosa zina. Menunduk menatap tangannya, Ashana bahkan tak mengenakan gaun putih pengantin, ia hanya mengenakan kemeja kerjanya. Padahal ini pernikahan pertamanya tapi keadaannya tak mencerminkan seorang pengantin sama sekali. Ashana meringis menyadari itu.Di ruangan yang kemarin sempat di hancurkan Caraka, sudah ada penghulu dan beberapa saksi untuk mereka menikah. Caraka ta
Ashana dan Ava berjalan keluar dari gedung Daniswira Group. Belum sempat Ashana pamit pulang, seorang pria langsung menghampiri mereka, lebih tepatnya menghampiri Ava.“Va, yuk aku anter pulang” ucap pria itu dengan senyum yang sangat manis pada Ava. Tapi balasan berbeda justru di berikan Ava pada pria itu.“Nggak usah, aku nggak mau berduaan sama pria yang udah punya tunangan” decak Ava yang langsung menghindar.Ava lalu menatap pada Ashana yang tampak bingung, “Asha aku pulang duluan ya, bye”“Oh, iya bye” jawab kikuk Ashana.Setelahnya Ava langsung bergerak ke pinggir jalan mencari taksi, ia ingin segera menghilang dari sini. Awalnya ia kaget mendapati Jalex ada di depan gedung tempat kerjanya, dari mana pria ini tau ia bekerja di sini?Terlalu kesal, hingga ia tak menyadari Jalex sudah berdiri di sebelahnya menatap lekat wajah yang mengerut itu.“Va, pulang sama aku aja ya? Ya?” tanyanya seperti anak kecil yang memohon membuat Ava menatap heran.Kenapa wajah pria ini terlihat lucu?
Makan malam ini terasa canggung untuk Bellanca, pasalnya seseorang yang tidak ia harapkan sedang berada di tempat ini atau lebih tepatnya menjadi investor pada proyek filmnya.Merasakan pandangan seseorang terus berada di wajahnya, Bellanca mengangkat pandangannya menatap pria itu, Yasa.Kenapa tiba-tiba pria ini berinvestasi pada film?Ingin sekali menanyakan soal itu, tapi mereka tak berdua saja. Ini makan malam sebelum proyek film terbarunya dimulai, dimana ada pemain, sutradara, hingga investor pun datang. Tak menahan lagi Bellanca segera berdiri, “Saya permisi ke toilet sebentar” pamitnya yang segera di angguki yang lain.Mencuci tangan di wastafel, ia tak menyadari seseorang mendekat padanya dan menariknya masuk ke dalam salah satu bilik toilet. “Yasa!” pekik kaget Bellanca mendapati kehadiran pria itu.“Apa yang kamu lakukan? Ini tidak benar” ucap Bellanca lagi, ingin keluar dari sana. Tapi tarikan di tangannya menghentikan itu semua, Yasa memegang dengan kuat pergelangan tanga
Bellanca sudah tak pulang beberapa hari ini, membuat keadaan penthouse mereka terasa sepi bagi Caraka. Mungkin memang benar, jika mereka memiliki anak Bellanca akan lebih suka menghabiskan waktu untuk di rumah saja.Menatap kembali hpnya, istrinya itu masih saja belum membalas pesannya. Tidak biasanya istrinya begini, sesibuk apapun dia pasti akan menyempatkan waktu untuk sekedar menjelaskan keadaannya. Hari pun sudah sore bersamaan dengan langit menjingga di luar, menandakan malam akan mulai datang. Caraka berdiri diam di ruang tamu, menatap ke dinding luar sambil menunggu kepulangan istrinya.Melirik singkat jam di pergelangan tangannya, ia bahkan belum mengganti pakaian kantornya, karena terus kepikiran dengan Bellanca. Tak menunggu lama untuk terus bertanya-tanya, pintu penthouse mereka terbuka di detik berikutnya. Dan sosok ramping dengan dress panjang hadir setelahnya. “Darl…” kaget Bellanca mendapati suaminya itu berdiri menatap ke arah dirinya.Dan kemudian senyum manis dan p
Langkah kaki kecil itu tergesa-gesa seakan di kejar waktu, dengan masih menggunakan heels kerjanya, Ashana buru-buru memasuki pusat perbelanjaan terbesar di kota ini.Melihat keramaian di sana sini, dan silau terang lampu di dalamnya. Ashana sadar jika ia sudah terlalu lama tak menginjakkan kaki di mall yang dulunya sering ia datangi. Sudah setahun ini kakinya hanya berputar dari kantor, rumah sakit dan kos-kosannya. Hanya 3 tempat itu yang selalu di pijaknya.Tapi tak ia duga karena telepon dari istri Pak Caraka, dia akhirnya kembali menginjakkan kaki di sini lagi. Kembali merasakan hidup di tengah ibu kota yang super padat.Terus melangkah dan menaiki eskalator, Ashana akhirnya sampai di tempat yang di tuliskan Bellanca pada chat yang dikirimnya.Memandang tempat ini sekilas, ia tau ini klinik kecantikan. Untuk apa ia datang kesini?Tau jawaban dari pertanyaan itu hanya ada di Bellanca, Ashana segera memasuki tempat itu mencari wanita cantik yang memintanya untuk datang. Ashana sege
Pagi ini sedikit mendung dengan rintik hujan pelan jatuh ke bumi. Ava mendesah melihat cuaca yang sudah di pastikan akan hujan itu. Ia tak punya mobil dan untuk berhemat biasanya ia akan naik ojek, tapi jika hujan begini ia hanya akan basah bahkan sebelum sampai di perusahaan.Rasa malas mulai menyelimuti, hujan begini paling enak jika tidur bergelung selimut. Tapi mengingat saldo di rekening yang mulai menipis ia tak bisa tak pergi bekerja.Membuka payung turun ke lobi apartemen, wajah familiar langsung menyambutnya.Jalex tersenyum dengan mata yang menyipit kala melihat wajah yang di tunggunya sejak tadi. Tapi berbeda dengan Jalex yang tampak bahagia, Ava langsung melengos begitu saja menghindari pria itu. Ia tak ingin terus-terusan berhubungan dengan pria ini, apalagi dengan tunangan orang lain.Ia berniat akan mendiami pria ini dan bertingkah tak kenal saja.Tak membiarkan, Jalex langsung berlari mengejar Ava, “Sayang kok kamu main pergi gitu aja sih? aku nungguin juga” ucapnya me
Tubuh Ashana menegang kaku merasakan napas Caraka begitu dekat dengannya, bahkan aroma mint begitu terasa di penciumannya. Belum lagi kini lengan hangat pria itu melingkari pinggangnya, membuat perasaan berdebar di dadanya. Caraka menariknya begitu dekat dengan tubuh pria itu, membuat Ashana menelan mati-matian kata merayu yang ia ucapkan dengan berani tadi. Ia menyesal sekarang.“Pak…”Tapi Caraka bahkan tak mengindahkan, entah apa yang merasukinya. Sedari melihat Ashana berdiri di depan pintu menyambutnya tadi berhasil membangunkan gejolak hasratnya yang sudah beberapa hari ini terpendam.Caraka seakan tergoda ketika melihat wanita cantik dengan jujur mengatakan merayu dirinya, begitu berani dan juga polos. Hal itu tentu menggugah jiwa lapar pria itu, lagi pula mereka juga sudah sah sebagai suami istri di mata agama, tak ada salahnya untuk menyentuh wanita yang ada di dekapannya saat ini.Seakan godaan belum cukup, kulit yang terasa lembut ini membuatnya tiba-tiba merasa haus. Carak
Flashback onRuangan dengan dominan warna cokelat kayu dan putih membuat tenang dan nyaman siapa saja yang memandang. Di balik meja besar dengan logo CEO itu, seorang pria tampak gelisah dan kerutan di dahinya makin dalam seiring lembaran kertas yang di baliknya.Lalu detik berikutnya, pria itu langsung melempar berkas yang lumayan tebal itu ke lantai, “Kenapa bisa seperti ini? kenapa kita bisa gagal dengan rugi yang miliaran” desisnya pada sang asisten yang berdiri tak jauh dari sana.Tak selesai di sana, pria itu melempar seisi meja nya, menjatuhkan apa saja yang ada di atas meja itu, hingga luruh ke lantai. Mengeluarkan emosinya yang sudah membendung tak tertahankan, ia benci ketika harus kalah seperti ini.“Pak Yasa, kita memang tidak bisa menyaingi Daniswira Group pak…”BughPukulan tepat ia layangkan ke wajah asistennya itu hingga terkapar jatuh ke lantai, pria itu Yasa Zabran tak senang ketika mendengar nama rivalnya di sebut, “Sekali lagi kamu menyebut nama itu akan ku pecat
Sarapan pagi itu selesai dengan damai dan lancar, Ashana tak hentinya tersenyum lembut merasakan betapa indahnya pagi ini. Ia jadi merasa hari ini akan menjadi lebih baik lagi nantinya. Ashana berjalan kembali ke dapur dengan membawa piring kotor tadi ke wastafel. Ia tak bisa mengharapkan Dina untuk membersihkan meja makan. Lagi pula perempuan itu juga tak terlihat sedari tadi, mungkin ia masih bersembunyi karena menyadari Caraka masih di sini. Menyalakan kran wastafel, Ashana berniat mencuci piring sebelum ia berangkat ke kantor. Ia tak terbiasa meninggalkan piring kotor di rumah, semacam sudah kebiasaan untuk memastikan semuanya bersih sebelum ia pergi. Meninggalkan Caraka di meja makan, Ashana yakin pria itu pasti sudah pergi mengingat tadi Bellanca mengirimkan pesan. Walaupun Ashana tak sampai membaca pesan apa itu, tapi Ashana yakin Caraka akan menemui istri tercintanya itu. Lagi-lagi ketika mengingat kata istri, Ashana melirik ke jari manis tangannya yang tertutup oleh busa s
Suasana hangat itu langsung berubah canggung, Caraka tak bergerak setelah membaca pesan tersebut. Mata dan pikirannya terpaku pada beberapa kata itu. Terutama kata kangen yang di kirim Bellanca.Ashana yang membawa infused water di tangannya datang mendekat, dan tanpa sengaja melihat ke arah yang sama. Matanya bergetar mendapati nama my wife di layar hp Caraka. Tanpa bertanya siapa, Ashana sudah tau jawabannya.Dengan pelan ia meletakkan gelas itu, denting gelas dan meja beradu menarik kesadaran Caraka. Terkesiap, tangannya spontan menelungkup kan layar hp nya ke meja, seolah sedang tertangkap basah langsung menatap Ashana dengan kaget."Minumannya" ucap Ashana singkat yang mengambil duduk di kursi sana."Ah, makasih" balas Caraka tak kalah singkat. Canggung mendera mereka, Caraka yang seolah ingin mengatakan sesuatu menjadi ragu-ragu. Mulut pria itu terbuka lalu tertutup lagi seolah tak tau harus bicara apa. Di tengah hening itu, Ashana mengambil garpu nya, tanpa melihat Caraka ia
Mentari mulai muncul perlahan, mengintip di ujung timur dengan semburat jingga cerah. Denting jam berdetak seirama mengisi ruangan, gorden yang terbuka mengizinkan semilir angin masuk.Ashana mengerjap perlahan, berkedip-kedip menyesuaikan cahaya yang mulai terang. Bau wangi softener di selimut membangunkan semua inderanya. Ia mulai mengingat semua yang terjadi, ia mati kelelahan kemarin di dalam mobil Caraka. Semua badannya terasa pegal, bahkan ia sedikit meringis karena sakit. Sepertinya hukuman yang di janjikan Caraka benar-benar bukan omong kosong belaka. Caraka, pria dengan ucapannya, akan lebih baik untuk tidak memancing amarah pria ini lagi. Ashana bergerak perlahan, ia masih sadar untuk pergi bekerja, tak mungkin ia absen begitu saja. Baru saja bergerak perlahan, lenguhan dari arah belakangnya segera membuat Ashana berbalik.Caraka tertidur dengan wajah yang di benamkan di bantal. Lengan pria itu memeluknya di pinggang. "Dia tidur disini?" lirih Ashana. Ia tak ingat bagaima
Ashana yang berlari keluar berhenti ketika sampai di loby mall. Ia bingung, ia datang bersama Caraka, tidak masalah kan jika ia pulang sendiri?Menoleh ke belakang, Ashana menghela napas. Lagi pula sepertinya pria itu juga tak terlalu peduli padanya, buktinya Caraka sama sekali tidak mengejarnya. Meyakinkan diri, akhirnya Ashana berjalan keluar mencari taxi. Jalan raya malam ini terasa ramai, mungkin sebab itu lah ia tak juga menemukan taxi yang dicarinya sejak tadi. Apa sebaiknya ia memesan ojol saja?Saat pikiran itu datang, ia segera mengambil hp dari dalam tasnya, membuka aplikasi hijau.Akan lebih baik, jika ia segera menghilang dari sini sebelum bertemu Caraka lagi. Ashana bingung jika harus menjawab pertanyaan kenapa ia tiba-tiba keluar seperti tadi. Itu hanya gerakan impulsif semata karena perasaannya yang sedikit tertekan. Ia merasa tak bisa terlalu lama berduaan dengan pria itu.Sibuk menunduk menatap layar yang menampilkan driver sedang di cari, suara klakson dari arah de
Lagi-lagi untuk hari ini Caraka menyerangnya. Menciumi semua isi mulutnya, menjilatinya dengan tangan yang sudah meraba kemana-mana.Kulit nya yang terbuka akibat dress pendek itu sangat di manfaatkan oleh Caraka, tangannya bergerak liar dari punggung, pinggang hingga ke paha Ashana.Ashana memejamkan mata merasakan itu, mendesah pelan dengan menggigit bibir bawahnya agar tak terlalu berisik. Ia harus ingat bahwa ini tempat umum, bukan tempat seharusnya bagi mereka melakukan hal seperti ini. Mau bagaimana pun pikiran nya, tubuhnya sama sekali tak mendengarkan. Ia justru kembali terhanyut dalam perasaan menggelitik ini. Tubuhnya sama sekali tak ingin menghindar, malah semakin merapat ke arah Caraka."Hah" saat desah itu makin terdengar kuat dari Caraka, pria itu segera menarik diri. Menyatukan dahi mereka dengan napas saling beradu.Caraka membelai pipi Ashana yang terasa panas di ujung jarinya, "Kamu pasti lelah, maaf aku akan menahan diri" tulusnya.Ashana langsung mengangkat panda
Mall yang mereka tuju itu ramai dengan manusia. Suara langkah kaki hingga suara tawa memenuhi tempat itu.Ashana menatap sekitar, ini kedua kalinya ia masuk ke dalam mall besar ini, tempat yang pas untuk menghamburkan uang.Menoleh ke sampingnya, Caraka terlihat dalam suasana yang sangat baik. Ashana bahkan bisa melihat wajah dingin yang biasanya kaku itu mengendur rileks. Bahkan sudut bibirnya sedikit terangkat tanpa beban. 'Jika tidak berwajah datar seperti biasanya, Caraka terlihat jauh lebih tampan' pujinya dalam hati. Ia dengan nyaman mengamati wajah tampan itu.Merasakan tatapan dari sebelahnya, Caraka menoleh hingga Ashana terpergok menatapnya sejak tadi. Ashana langsung kikuk, tidak sopan menatap orang lain secara terang-terangan begitu.Ia merutuki dirinya sendiri. "Apa yang sedang kau lihat?" tanya Caraka yang sama sekali tak merasa risih. Justru pria itu bertanya ramah.Ashana semakin bersalah, "Ah, tidak. Aku hanya tidak terbiasa saja datang kesini" ucapnya pelan. Caraka
Ashana mengerjap perlahan, tubuhnya terasa lelah ketika ia bergerak. Tapi hangatnya selimut di tubuhnya membuatnya tak ingin beranjak.Ketika ingatan terakhir tentang perbuatannya dengan Caraka terlintas, ia segera terduduk. Saat itu selimut gelap itu meluruh dari badannya. Ah, dia telanjang, Ashana langsung menarik selimut itu kembali, menutupi badannya.Melihat sekitar, ia di ranjang, tunggu kenapa bisa ia ada disini?"Ini dimana?"Bekerja? lalu bagaimana dengan pekerjaannya. Ingin beranjak dari kasur empuk itu tapi matanya tak menemukan pakaian kerjanya. Kemana perginya pakaiannya?Dengan terpaksa Ashana segera membawa selimut itu untuk berdiri. Ia bergerak membuka gorden, agar lebih leluasa meneliti tempat ini.Bukannya mendapatkan cahaya, matanya melebar ketika melihat pemandangan luar yang berubah gelap dengan lampu gedung menyala, "Jam berapa ini?" lirihnya tak percaya."8 malam" suara dari arah belakang membuatnya berbalik dengan kaget.Tepat ketika itu, Caraka bersandar di p
Suara desahan beradu dari mulut yang saling mengulum satu sama lain. Gerakan kasar pinggul itu menyentak kencang tubuh sang wanita. Di kamar yang luas dengan lampu remang itu membuat suasana makin syahdu di temani lilin putih yang terbakar perlahan di atas meja."Ah Yas..." desah Bellanca mengangkat pinggul nya menerima setiap dorongan yang di berikan Yasa. Napasnya memburu dengan desah nafsu makin tinggi.Yasa tak tinggal diam ia bergerak liar menghujam, merasakan akan mencapai puncaknya ia menekan tubuhnya lebih dalam. Bellanca terpekik nikmat dengan mendesahkan nama Yasa."Ahh Yas ini nikmat..." ucapnya yang terkulai dengan keringat membanjiri tubuh. Tak jauh berbeda dengan Yasa yang langsung terjatuh ke atas tubuh Bellanca. Meletakkan kepalanya di sudut leher wanita itu. Ini sudah pukul 3 pagi, entah sudah berapa lama mereka melakukannya. Tiba-tiba di tengah napas Bellanca yang terdengar pelan menikmati sisa kenikmatan itu, Yasa tersentak kaget seolah menyadari sesuatu.Ia lan
Ashana menatap malu pada pertanyaan Caraka. Wajahnya yang sudah merah makin merah dibuatnya. Kenapa Caraka malah tiba-tiba meminta izin untuk menciumnya? apa ia lupa, sejak tadi ia sudah berulang kali menciumnya?"Kenapa kamu meminta izin?" tanya Ashana dengan wajah tak sanggup menatap Caraka. Mendengar itu, Caraka tersentak sebentar dan kemudian berubah tersenyum manis merasa senang. Tangannya langsung berpindah bergerak ke pantat Ashana, menekannya ke bawah membuat Ashana mendesah kaget."Aah...""Benar, seharusnya aku bisa melakukan apa saja tanpa perlu meminta izin kan" ucapnya yang mulai menggerakkan pantat Ashana sesukanya.Menekannya kuat keatas dan bawah, membuat wajahnya meredup merasa nikmat. "Kalau begitu akan ku lakukan semua yang aku mau" bisiknya yang sudah mendekatkan wajah ke leher Ashana.Dan detik berikutnya kepala Ashana pusing dengan perasaan nikmat yang membakar tubuhnya. Gerakan tangan Caraka makin cepat menggerakkan pinggulnya, sedangkan mulutnya tak diam, mula