Langkah kaki kecil itu tergesa-gesa seakan di kejar waktu, dengan masih menggunakan heels kerjanya, Ashana buru-buru memasuki pusat perbelanjaan terbesar di kota ini.Melihat keramaian di sana sini, dan silau terang lampu di dalamnya. Ashana sadar jika ia sudah terlalu lama tak menginjakkan kaki di mall yang dulunya sering ia datangi. Sudah setahun ini kakinya hanya berputar dari kantor, rumah sakit dan kos-kosannya. Hanya 3 tempat itu yang selalu di pijaknya.Tapi tak ia duga karena telepon dari istri Pak Caraka, dia akhirnya kembali menginjakkan kaki di sini lagi. Kembali merasakan hidup di tengah ibu kota yang super padat.Terus melangkah dan menaiki eskalator, Ashana akhirnya sampai di tempat yang di tuliskan Bellanca pada chat yang dikirimnya.Memandang tempat ini sekilas, ia tau ini klinik kecantikan. Untuk apa ia datang kesini?Tau jawaban dari pertanyaan itu hanya ada di Bellanca, Ashana segera memasuki tempat itu mencari wanita cantik yang memintanya untuk datang. Ashana sege
Pagi ini sedikit mendung dengan rintik hujan pelan jatuh ke bumi. Ava mendesah melihat cuaca yang sudah di pastikan akan hujan itu. Ia tak punya mobil dan untuk berhemat biasanya ia akan naik ojek, tapi jika hujan begini ia hanya akan basah bahkan sebelum sampai di perusahaan.Rasa malas mulai menyelimuti, hujan begini paling enak jika tidur bergelung selimut. Tapi mengingat saldo di rekening yang mulai menipis ia tak bisa tak pergi bekerja.Membuka payung turun ke lobi apartemen, wajah familiar langsung menyambutnya.Jalex tersenyum dengan mata yang menyipit kala melihat wajah yang di tunggunya sejak tadi. Tapi berbeda dengan Jalex yang tampak bahagia, Ava langsung melengos begitu saja menghindari pria itu. Ia tak ingin terus-terusan berhubungan dengan pria ini, apalagi dengan tunangan orang lain.Ia berniat akan mendiami pria ini dan bertingkah tak kenal saja.Tak membiarkan, Jalex langsung berlari mengejar Ava, “Sayang kok kamu main pergi gitu aja sih? aku nungguin juga” ucapnya me
Tubuh Ashana menegang kaku merasakan napas Caraka begitu dekat dengannya, bahkan aroma mint begitu terasa di penciumannya. Belum lagi kini lengan hangat pria itu melingkari pinggangnya, membuat perasaan berdebar di dadanya. Caraka menariknya begitu dekat dengan tubuh pria itu, membuat Ashana menelan mati-matian kata merayu yang ia ucapkan dengan berani tadi. Ia menyesal sekarang.“Pak…”Tapi Caraka bahkan tak mengindahkan, entah apa yang merasukinya. Sedari melihat Ashana berdiri di depan pintu menyambutnya tadi berhasil membangunkan gejolak hasratnya yang sudah beberapa hari ini terpendam.Caraka seakan tergoda ketika melihat wanita cantik dengan jujur mengatakan merayu dirinya, begitu berani dan juga polos. Hal itu tentu menggugah jiwa lapar pria itu, lagi pula mereka juga sudah sah sebagai suami istri di mata agama, tak ada salahnya untuk menyentuh wanita yang ada di dekapannya saat ini.Seakan godaan belum cukup, kulit yang terasa lembut ini membuatnya tiba-tiba merasa haus. Carak
Flashback onRuangan dengan dominan warna cokelat kayu dan putih membuat tenang dan nyaman siapa saja yang memandang. Di balik meja besar dengan logo CEO itu, seorang pria tampak gelisah dan kerutan di dahinya makin dalam seiring lembaran kertas yang di baliknya.Lalu detik berikutnya, pria itu langsung melempar berkas yang lumayan tebal itu ke lantai, “Kenapa bisa seperti ini? kenapa kita bisa gagal dengan rugi yang miliaran” desisnya pada sang asisten yang berdiri tak jauh dari sana.Tak selesai di sana, pria itu melempar seisi meja nya, menjatuhkan apa saja yang ada di atas meja itu, hingga luruh ke lantai. Mengeluarkan emosinya yang sudah membendung tak tertahankan, ia benci ketika harus kalah seperti ini.“Pak Yasa, kita memang tidak bisa menyaingi Daniswira Group pak…”BughPukulan tepat ia layangkan ke wajah asistennya itu hingga terkapar jatuh ke lantai, pria itu Yasa Zabran tak senang ketika mendengar nama rivalnya di sebut, “Sekali lagi kamu menyebut nama itu akan ku pecat
Caraka terdiam sambil melihat sekali lagi ke arah hpnya. Sama sekali tak ada balasan dari istrinya itu. Caraka mendesah frustasi, ia sangat kalut luar biasa menyadari kegilaannya semalam, ia hampir meniduri Ashana.Caraka menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi kerjanya, ia pusing bukan main. Ia merasa sangat bersalah pada Bellanca, padahal ia tau Bellanca sendiri yang memintanya meniduri Ashana. Tapi entah kenapa ia merasa seperti akan mengkhianati Bellanca jika ia terlalu lama bersama Ashana.Caraka menyadari seberapa besar pesona wanita itu, padahal ia hanya berdiri jauh darinya tapi cukup menarik perhatian dan hasratnya. Wanita itu memang seorang jalang, buktinya ia dengan mudah merayu orang lain.Caraka segera mewanti-wanti dirinya agar tak terjatuh pada rayuan wanita itu lagi. wanita itu cukup berbahaya, ia harus segera membuat wanita itu hamil dengan begitu ia tak akan punya keharusan untuk bertemu dengannya lagi dan yang terpenting mereka bisa bercerai secepatnya.Sibuk memi
Caraka dengan malas dan ogah-ogahan kembali datang ke apartemen Wira, tempat istri keduanya itu tinggal. Belum sampai di pintu apartemen, jantungnya berdetak tak nyaman. Pikirannya terasa kembali pada kejadian malam itu, lebih tepatnya pada penampilan Ashana yang tampak cantik dan manis di matanya.TingPintu lift terbuka, untunglah hanya Caraka satu-satunya penghuni di dalam sana. Caraka langsung menyentuh jantungnya yang berdetak tak karuan, “Sial, kenapa dengan diriku? Apa kesehatan ku tiba-tiba bermasalah?” ucapnya pelan merasa tak yakin. Padahal dari hasil tes kesehatannya semua normal saja.Lalu apa hubungan jantungnya ini bukan pada kesehatannya tapi pada Ashana, istri keduanya itu?Caraka langsung menggeleng, itu tak mungkin. Wanita jalang sepertinya tak mungkin bisa mempengaruhi dirinya sedemikian rupa. Caraka mengenyahkan semua ingatannya tentang Ashana bersamaan dengan pintu lift yang terbuka.Tiba di depan pintu, Caraka merogoh kartu akses apartemen yang sama sekali tak ia
Caraka sama sekali tak memikirkan kondisi badan yang ada di bawah dirinya. Ia tak berniat untuk bermain lembut, menatap wajah istri keduanya ini selalu mengingatkannya akan fakta bahwa dia seorang jalang yang hanya menjual diri.Hal itu makin membuatnya bergerak kasar sesuka hati untuk memuaskan hasratnya yang sudah lama terabaikan. Caraka hanya terus menjilat dan menggigit di setiap kulit tubuh Ashana. Mengabaikan gerakan gelisah sebagai respon dari kekasarannya itu.Tak ingin melakukan foreplay lebih lama, Caraka menanggalkan semua pakaiannya secepatnya dan kembali menindih tubuh mungil Ashana. Menatap wajah yang sudah merah padam karena obat itu, Caraka menyeringai, “Ingat, ini kamu yang minta. Jangan salahkan jika aku berbuat kasar” ucapnya setengah hati.Mencoba memposisikan diri untuk segera memasuki adegan panas mereka. Tanpa aba-aba Caraka langsung menghujam masuk tanpa mempedulikan Ashana yang mungkin kesakitan.“Akhhh” pekik Ashana karena rasa sakit yang mendera hebat di pan
Ashana sama sekali tak bergerak dari tempatnya, ia masih menangis di antara selimut itu. Setelah menangis lama, ia baru sadar semua badannya terasa sakit, kepalanya menjadi pusing, belum lagi tenggorokannya yang terasa kering seakan mencukupi semua penderitaan nya di pagi ini.Seakan dunia mengejek, sinar matahari justru bersinar terang menyapa di balik gorden. Hembusan tipis angin masuk dengan izin dari sela gorden. Ashana merapatkan lagi selimutnya, ia tak sanggup untuk sekedar beranjak walaupun ia sangat haus saat ini.Tok tok tokDan saat itu pintu kamar terbuka setelah ketukan singkat itu, merasa heran tak mungkin jika itu Caraka. Ashana menoleh pelan untuk melihat pelaku. Dina, art baru itu masuk dengan wajah bahagia yang terpampang jelas, kedua tangannya membawa nampan penuh berisi sarapan.Melihat Ashana yang terbalut selimut itu, semakin melebarkan senyum Dina. Itu artinya rencananya semalam berhasil, tapi wajahnya berubah masam ketika melihat Ashana tak bergerak sama sekali,