Seorang pria yang belum cukup tua terbaring di ranjang rumah sakit, dengan tangan yang di tempeli infus yang tak lagi leluasa bergerak. Mata pria itu lelah seakan tak bisa lagi mengangkat kelopak matanya untuk tetap terbuka.
Tapi segaris senyum masih ada menghiasi wajah pucat kurus yang sudah mulai berkerut itu.“Asha…”“Ashana…”Napas pelan yang sulit di dengar itu, memaksa Ashana makin mendekat. Mencondongkan badan ke depan dengan tangan yang mulai menutupi tangan yang lemah itu.Menggenggamnya erat memberikan rasa hangat, Ashana tersenyum cerah seakan tak ada beban di hati.“Iya Ayah, Asha di sini” balas nya sama pelannya seolah berbisik.Wikan Fazaria, yang sudah berumur 40-an itu mengangkat lebih tinggi kelopak matanya menatap keseluruhan wajah putri semata wayangnya.“Putri Ayah…” bisiknya pelan ingin menyentuh wajah yang sangat mirip dengan istrinya itu.Melihat tangan itu yang hanya bergerak tapi tak terangkat, Ashana langsung menariknya hingga menempel pada pipi kanannya. Mata yang mulai mengembun itu di paksa tersenyum melihat kondisi Ayahnya yang makin buruk.“Iya, ini Asha putri Ayah” bisiknya lagi berbicara dengan Ayahnya.Wikan diam menatap lama, seolah merekam setiap momen, “Asha, putri Ayah sudah besar” kekehnya yang bahkan terdengar terputus.“Terus bertumbuh besar Asha, terus tumbuh menjadi yang kamu mau”“Terus cari kebahagiaan kamu. Dan setelah itu berbahagia lah, terus bahagia dan tersenyum”“Berbahagia lah bersama Ibumu”“Ayah titip Ibu ya. Jaga Ibu untuk Ayah ya sayang”“Tolong berbahagia lah dengan Ibu mu. Terus bersama kalian berdua…”Tiiiiin tiiiiiinBersamaan dengan napas dan kata terakhir itu, senyum itu juga hilang. Tangan yang ada di pipinya pun luruh tak berdaya.“Ayah? Ayah….” isaknya tak lagi bisa menyelesaikan kataAyah nya sudah pergi, pergi dari dunia ini.Asha menggenggam tangan itu makin erat, “Ayah, Asha janji. Dimana bahagia Asha disana juga akan ada Ibu”“Asha akan terus sama Ibu, Asha nggak akan ninggalin Ibu Yah”“Asha janji”“Ayaah!” pekiknya terbangun dari tidurnya.Ashana langsung memegang dada merasakan jantungnya berdetak tiada henti. Ia memimpikan saat hari kematian Ayahnya, pertanda apa ini?Ashana segera bangun dari kursi, ia tertidur saat menjaga ibunya yang saat ini terbaring di rumah sakit. Hari sudah menunjukkan pukul 4 pagi, itu artinya operasi Ibunya akan dilakukan hari ini. Oleh karena itu, Ashana tak sanggup menjauh dari Ibunya barang sejenak.Menatap wajah Ibunya yang menutup mata itu, Ashana mengulurkan tangannya dengan hati-hati untuk menggenggam tangan rapuh itu. Seakan takut ia akan membangunkan ibunya.“Bu, apa Ayah lagi negur Asha ya? Apa keputusan yang Asha ambil ini salah Bu?” tanyanya pelan, sama sekali tak berusaha mendapatkan jawaban.Tapi ia ingat Ayahnya memintanya untuk terus bersama Ibunya, dan tak ada pilihan lain selain keputusan gila menjual diri itu.Ashana menarik napas dalam menegarkan hati kala hpnya berdering menandakan pesan masuk.[Hari senin kamu harus datang ke apartemen Wira no 90, di sana kamu akan tidur dengan suami saya]**Bellanca tersenyum puas saat ia berhasil mengirim pesan itu. Satu masalah dalam hidupnya terselesaikan. Wanita cantik itu duduk dengan tenang di meja makan, dengan berbagai hidangan sarapan.Dan ketika ia mendengar suara langkah kaki, Bellanca segera berdiri dan tersenyum manis berjalan menghampiri Caraka.Caraka keluar dengan jas hitam yang melekat pada tubuhnya, tampak maskulin dan tampan bersamaan. Melihat suaminya yang tampak gagah itu, Bellanca segera mengalungkan lengannya pada leher suaminya, menempelkan dadanya pada tubuh sang suami danCupMengecup pelan bibir menggoda itu, “Selamat pagi Darl” sapanyaSepertinya mood wanita ini sangat baik, melihat itu Caraka melingkarkan lengannya pada pinggang ramping istrinya itu, dan balas mencium balik.Ciuman itu awalnya ringan hanya mencecap singkat, tapi kelamaan tangan Caraka mulai bergerak ke sana kemari. Merasakan bahaya, Bellanca langsung mendorong pelan dada bidang suaminya, “Darl, aku ada syuting pagi ini, kamu tidak bisa mengotori pakaian ku” bukannya melarang tapi Bellanca justru memberikan nada manja menggoda.Caraka justru terkekeh melihat nada manja itu“Ayo kita sarapan, kamu harus berangkat ke kantor kan” ucapnya pura-pura mengalihkan perhatian Caraka. Ia mengajak sarapan tapi lengannya masih mengalung pada leher Caraka, bukannya ia sengaja menggoda saat ini?Caraka menyeringai melihat itu, segera ia mengangkat pinggang ramping itu dan mendudukkannya di atas meja makan. Bahkan ia tak peduli dengan sarapan yang sudah membentang di sana.Bibir Caraka langsung menempel pada leher mulus itu, menjilati sepanjang garis leher jenjang yang lembut itu. Lenguhan tak bisa Bellanca tahan, saat beberapa kali Caraka mulai menghisap kasar. Tangan caraka mulai menyelinap ke belakang punggungnya, menarik turun resleting dress itu. Dan ketika tangannya siap untuk meremas dada istrinya.Benda pipih di atas meja, berbunyi nyaring menghilangkan suasana syahdu itu, mencoba mengabaikan. Caraka terus melanjutkan permainannya.“Haaah” helaan napasnya panjang kala hp itu tak berhenti mengganggu.Caraka melirik sejenak hp itu, “Hp kamu bunyi Darl, lihat dulu siapa tau penting” ucapnya jelas sekali menahan kesal. Keinginannya untuk menyentuh tubuh istrinya itu sirna bahkan di detik-detik nafsunya mulai melonjak.Bellanca tau jika mood Caraka berubah hancur, tapi ia juga tak bisa menyalahkan benda mati itu. Dengan senyum manis Bellanca mengelus bahu suaminya pelan, “Aku liat bentar ya, setelah itu kita lanjutin lagi, oke?” singkatnya kembali meninggalkan kecupan di pipi Caraka.Sedikit membaik Caraka mengangguk mendengar godaan itu. Setelah merasa suaminya ini tak terlalu kesal, Bellanca segera mengambil hpnya dan berjalan agak menjauh tak ingin mengganggu sarapan suaminya.Ia menatap kesal hp itu, yang setiap pagi selalu mengganggu kemesraannya dengan Caraka. Padahal baru kemarin mereka bertengkar hebat, Bellanca sengaja ingin meluangkan waktu sarapan bersama Caraka, agar pria itu tak marah lagi.Dengan kasar menyalakan layar hpnya, dahinya terlipat. Bellanca mengira jika itu telepon dari kantor agensinya, ternyata hanya nomor tak dikenal yang masuk. Melihat itu ia kembali kesal bukan main, benar-benar hal yang tak penting.Merayu Caraka jauh lebih penting saat ini.Lalu notif pesan langsung muncul[+238118745xxxx][Cla, I Miss You][Bisa kita ketemu? Aku di Moon City sekarang]Mata Bellanca langsung membola melihat pesan itu.Panggilan ini, Cla. Hanya ada satu orang yang memanggilnya begitu. Ingin memastikan pikirannya, dengan bergetar Bellanca mengetik balasan untuk nomor tersebut.[Yasa, ini kamu?]Dan tak butuh lama hingga balasan datang[+238118745xxxx][Yes baby, aku seneng ternyata kamu masih inget sama aku][Aku tunggu di Awbel Hotel malam ini]PrangBellanca menjatuhkan hpnya, ini benar Yasa. Cinta pertamanya yang pernah menitipkan benihnya pada rahim Bellanca.Hari senin yang di janjikan datang tanpa di harapkan, sesuai janji dengan wanita yang ternyata seorang aktris itu, Ashana harus datang ke apartemen Wira.Tapi satu hal yang ia ragukan sekarang, jam berapa ia harus ke sana?Ingin bertanya ia bahkan tak punya kontak pribadi wanita itu, Ashana terpaksa duduk diam di meja kerjanya. Memikirkannya lagi pastilah ia harus datang malam kan? lagi pula mereka hanya perlu tidur saja.Ashana bergidik merasa ngeri saat kalimat tidur dengan pria asing itu muncul di pikirannya. Ia memang mengatakan dengan mulutnya bahwa akan menjual keperawanannya bahkan akan menjual rahimnya, tapi saat sudah menghitung jam seperti ini, ia benar-benar merasa gugup, takut, dan terhina secara bersamaan.Ia merasa menjadi wanita paling tak bermoral dan lebih buruk dari jalang . Jika tak mengingat wajah Ibunya tadi pagi yang sudah mulai membaik, ia pasti akan langsung bunuh diri saja. Tapi masih ada Ibunya dan masih ada kata bahagia yang ia janjikan pada Ayahnya.Ashana
Mobil Toyota Alphard berwarna hitam berhenti tepat di depan loby Awbel Hotel. Sebelum turun Bellanca berkali-kali menghirup napas, menenangkan perasaannya. Merasa dirinya sudah mulai terkendali, barulah wanita cantik itu turun.Bellanca kali ini menggunakan mantel hitam yang menutupi dress nya, dan topi lumayan lebar untuk menenggelamkan wajahnya.Walaupun penjagaan hotel ini ketat, tak ada salahnya berhati-hati kalau-kalau ada paparazzi yang mengikutinya.Baru saja masuk ke lantai dasar Hotel Awbel tempat restoran Awbel berada. Bellanca tertegun karena area ini kosong. Tak ada satu orang pun di sini.Sehingga matanya dengan cepat menemukan pria dengan punggung tegak sedang duduk membelakanginya.Ah, itu pasti Yasa.Yasa Zabran, cinta pertamanya di bangku SMA. Pria dengan ciri khas lesung pipit di pipinya itu menjadi mantan pertama Bellanca hingga semester pertama kuliah. Yasa adalah pria yang ramah, lembut dan sangat perhatian, sangat berbeda dari Caraka. Karena itu lah ia bisa berpa
Operasi sudah selesai, tapi Ibunya masih belum sadar juga. Ashana tak bisa membendung rasa khawatir di hatinya. Bahkan keringat gugup mulai mengisi di tepian anak rambutnya. “Tante pasti baik-baik aja Sha, tante orang yang kuat dia udah bertahan sejauh ini. Tante nggak mungkin bakal nyerah gitu aja” ucap Ava menguatkan.Ashana mendongak, dengan genangan air mata menatap wajah temannya itu, “Aku takut Va, Ibu lebih milih sama Ayah dari pada pulang ke aku. Aku takut di tinggalin Ibu sendirian Va” ucapnya dengan isak tangis yang mulai menyelingi.Ava menegarkan wajahnya, menarik temannya itu kedalam pelukan yang mungkin bisa menenangkan.Greb Pelukan itu bertambah berat dengan bertambahnya seseorang.Dhia Fannan, teman sekantornya yang sudah menjadi teman dekat, “Sorry aku baru bisa datang Sha, aku minta maaf tidak bisa menemani kamu pas lagi butuh” ucapnya yang sudah melepas pelukan dan kini mulai menangis.Temannya ini memang tak ada di kota ini, karena dia sedang ada dinas luar kota.
Mentari bersilau dari balik gorden yang masih tertutup rapat. Dan kedua insan yang tidur sambil berpelukan itu tampak tak terganggu dengan jam yang mulai tinggi. Merasa masih nyaman di tempat dengan selimut tebal yang lembut dan pelukan yang hangat.Bellanca mengerjap beberapa kali meminta kesadarannya muncul, bersamaan dengan matanya yang sudah mulai fokus. Ia tertegun menatap dada bidang tepat di depannya.Mengangkat mata perlahan, dengan deru jantung beradu, matanya melebar.Pria ini YasaBukan suaminyaDia tidur dengan Yasa semalam.Seolah kewarasan mulai menyelimuti, ia terpekik bangun dari tempatnya. Bergerak mundur menjauh dari sosok itu, melepas paksa tangan yang melingkar di pinggangnya. Lalu matanya menatap lurus pada Yasa yang mulai terusik, ini salah. Dia mengkhianati Caraka saat ini, mengkhianati 6 tahun pernikahan mereka. Kelebat wajah Caraka yang tersenyum lembut membuat dadanya sesak. Senyum itu menghujam tepat di jantungnya, menyadarkannya akan kesalahan yang sudah i
Flashback onAshana jelas sekali ragu-ragu, “S-saya ingin menikah dengan Pak Caraka”DegPerkataan itu membuat hening singkat di ruangan itu.Caraka mengepalkan tangannya erat, “Kamu hanya menjual diri, dan ada apa dengan omong kosong barusan?”Merasakan hawa mengancam di depannya, Ashana memejamkan mata mencoba menghalau rasa takutnya, ia tiba-tiba saja teringat Kevin, bocah yang ia temui tadi. Ashana tak bisa membayangkan bagaimana anaknya lahir di luar nikah bahkan hasil darinya menjual diri. Anaknya pasti akan mendapatkan karma dari tindakan buruk Ibunya. “P-pak saya tidak ingin anak saya lahir di luar nikah, saya tidak ingin anak ini menjadi anak haram” ucapnya pelan.Ia tau tidur dengan pria asing saja sudah dosa, dan Ashana semakin tidak ingin membuat anaknya harus menjadi anak di luar nikah yang lahir hasil dari perbuatan dosa tersebut.Caraka langsung berdiri mendengar itu, “Kalau begitu kenapa kamu menyetujui tawaran istri saya? kamu hanya menginginkan uang seperti jalang la
Ashana duduk dengan gugup saat ini, tangannya bahkan berkeringat seakan tak percaya jika CEO tempatnya bekerja itu bersedia untuk menikahinya. Padahal Ashana ingat bagaimana marahnya pria ini kemarin, hingga menghancurkan semua barang dan berteriak keras bahwa tidak akan sudi untuk menikah dengannya.Tapi tiba-tiba saja hari ini Pak Caraka menghubunginya dan menyuruhnya untuk datang ke apartemen Wira. Pernikahan ini hanya sah di mata agama saja, tapi tidak di mata hukum dan Ashana paham alasannya.Dia hanya bertugas untuk melahirkan anak saja, nikah sirih pun ia sudah sangat bersyukur setidaknya ia terhindar dari dosa zina. Menunduk menatap tangannya, Ashana bahkan tak mengenakan gaun putih pengantin, ia hanya mengenakan kemeja kerjanya. Padahal ini pernikahan pertamanya tapi keadaannya tak mencerminkan seorang pengantin sama sekali. Ashana meringis menyadari itu.Di ruangan yang kemarin sempat di hancurkan Caraka, sudah ada penghulu dan beberapa saksi untuk mereka menikah. Caraka ta
Ashana dan Ava berjalan keluar dari gedung Daniswira Group. Belum sempat Ashana pamit pulang, seorang pria langsung menghampiri mereka, lebih tepatnya menghampiri Ava.“Va, yuk aku anter pulang” ucap pria itu dengan senyum yang sangat manis pada Ava. Tapi balasan berbeda justru di berikan Ava pada pria itu.“Nggak usah, aku nggak mau berduaan sama pria yang udah punya tunangan” decak Ava yang langsung menghindar.Ava lalu menatap pada Ashana yang tampak bingung, “Asha aku pulang duluan ya, bye”“Oh, iya bye” jawab kikuk Ashana.Setelahnya Ava langsung bergerak ke pinggir jalan mencari taksi, ia ingin segera menghilang dari sini. Awalnya ia kaget mendapati Jalex ada di depan gedung tempat kerjanya, dari mana pria ini tau ia bekerja di sini?Terlalu kesal, hingga ia tak menyadari Jalex sudah berdiri di sebelahnya menatap lekat wajah yang mengerut itu.“Va, pulang sama aku aja ya? Ya?” tanyanya seperti anak kecil yang memohon membuat Ava menatap heran.Kenapa wajah pria ini terlihat lucu?
Makan malam ini terasa canggung untuk Bellanca, pasalnya seseorang yang tidak ia harapkan sedang berada di tempat ini atau lebih tepatnya menjadi investor pada proyek filmnya.Merasakan pandangan seseorang terus berada di wajahnya, Bellanca mengangkat pandangannya menatap pria itu, Yasa.Kenapa tiba-tiba pria ini berinvestasi pada film?Ingin sekali menanyakan soal itu, tapi mereka tak berdua saja. Ini makan malam sebelum proyek film terbarunya dimulai, dimana ada pemain, sutradara, hingga investor pun datang. Tak menahan lagi Bellanca segera berdiri, “Saya permisi ke toilet sebentar” pamitnya yang segera di angguki yang lain.Mencuci tangan di wastafel, ia tak menyadari seseorang mendekat padanya dan menariknya masuk ke dalam salah satu bilik toilet. “Yasa!” pekik kaget Bellanca mendapati kehadiran pria itu.“Apa yang kamu lakukan? Ini tidak benar” ucap Bellanca lagi, ingin keluar dari sana. Tapi tarikan di tangannya menghentikan itu semua, Yasa memegang dengan kuat pergelangan tanga
Sarapan pagi itu selesai dengan damai dan lancar, Ashana tak hentinya tersenyum lembut merasakan betapa indahnya pagi ini. Ia jadi merasa hari ini akan menjadi lebih baik lagi nantinya. Ashana berjalan kembali ke dapur dengan membawa piring kotor tadi ke wastafel. Ia tak bisa mengharapkan Dina untuk membersihkan meja makan. Lagi pula perempuan itu juga tak terlihat sedari tadi, mungkin ia masih bersembunyi karena menyadari Caraka masih di sini. Menyalakan kran wastafel, Ashana berniat mencuci piring sebelum ia berangkat ke kantor. Ia tak terbiasa meninggalkan piring kotor di rumah, semacam sudah kebiasaan untuk memastikan semuanya bersih sebelum ia pergi. Meninggalkan Caraka di meja makan, Ashana yakin pria itu pasti sudah pergi mengingat tadi Bellanca mengirimkan pesan. Walaupun Ashana tak sampai membaca pesan apa itu, tapi Ashana yakin Caraka akan menemui istri tercintanya itu. Lagi-lagi ketika mengingat kata istri, Ashana melirik ke jari manis tangannya yang tertutup oleh busa s
Suasana hangat itu langsung berubah canggung, Caraka tak bergerak setelah membaca pesan tersebut. Mata dan pikirannya terpaku pada beberapa kata itu. Terutama kata kangen yang di kirim Bellanca.Ashana yang membawa infused water di tangannya datang mendekat, dan tanpa sengaja melihat ke arah yang sama. Matanya bergetar mendapati nama my wife di layar hp Caraka. Tanpa bertanya siapa, Ashana sudah tau jawabannya.Dengan pelan ia meletakkan gelas itu, denting gelas dan meja beradu menarik kesadaran Caraka. Terkesiap, tangannya spontan menelungkup kan layar hp nya ke meja, seolah sedang tertangkap basah langsung menatap Ashana dengan kaget."Minumannya" ucap Ashana singkat yang mengambil duduk di kursi sana."Ah, makasih" balas Caraka tak kalah singkat. Canggung mendera mereka, Caraka yang seolah ingin mengatakan sesuatu menjadi ragu-ragu. Mulut pria itu terbuka lalu tertutup lagi seolah tak tau harus bicara apa. Di tengah hening itu, Ashana mengambil garpu nya, tanpa melihat Caraka ia
Mentari mulai muncul perlahan, mengintip di ujung timur dengan semburat jingga cerah. Denting jam berdetak seirama mengisi ruangan, gorden yang terbuka mengizinkan semilir angin masuk.Ashana mengerjap perlahan, berkedip-kedip menyesuaikan cahaya yang mulai terang. Bau wangi softener di selimut membangunkan semua inderanya. Ia mulai mengingat semua yang terjadi, ia mati kelelahan kemarin di dalam mobil Caraka. Semua badannya terasa pegal, bahkan ia sedikit meringis karena sakit. Sepertinya hukuman yang di janjikan Caraka benar-benar bukan omong kosong belaka. Caraka, pria dengan ucapannya, akan lebih baik untuk tidak memancing amarah pria ini lagi. Ashana bergerak perlahan, ia masih sadar untuk pergi bekerja, tak mungkin ia absen begitu saja. Baru saja bergerak perlahan, lenguhan dari arah belakangnya segera membuat Ashana berbalik.Caraka tertidur dengan wajah yang di benamkan di bantal. Lengan pria itu memeluknya di pinggang. "Dia tidur disini?" lirih Ashana. Ia tak ingat bagaima
Ashana yang berlari keluar berhenti ketika sampai di loby mall. Ia bingung, ia datang bersama Caraka, tidak masalah kan jika ia pulang sendiri?Menoleh ke belakang, Ashana menghela napas. Lagi pula sepertinya pria itu juga tak terlalu peduli padanya, buktinya Caraka sama sekali tidak mengejarnya. Meyakinkan diri, akhirnya Ashana berjalan keluar mencari taxi. Jalan raya malam ini terasa ramai, mungkin sebab itu lah ia tak juga menemukan taxi yang dicarinya sejak tadi. Apa sebaiknya ia memesan ojol saja?Saat pikiran itu datang, ia segera mengambil hp dari dalam tasnya, membuka aplikasi hijau.Akan lebih baik, jika ia segera menghilang dari sini sebelum bertemu Caraka lagi. Ashana bingung jika harus menjawab pertanyaan kenapa ia tiba-tiba keluar seperti tadi. Itu hanya gerakan impulsif semata karena perasaannya yang sedikit tertekan. Ia merasa tak bisa terlalu lama berduaan dengan pria itu.Sibuk menunduk menatap layar yang menampilkan driver sedang di cari, suara klakson dari arah de
Lagi-lagi untuk hari ini Caraka menyerangnya. Menciumi semua isi mulutnya, menjilatinya dengan tangan yang sudah meraba kemana-mana.Kulit nya yang terbuka akibat dress pendek itu sangat di manfaatkan oleh Caraka, tangannya bergerak liar dari punggung, pinggang hingga ke paha Ashana.Ashana memejamkan mata merasakan itu, mendesah pelan dengan menggigit bibir bawahnya agar tak terlalu berisik. Ia harus ingat bahwa ini tempat umum, bukan tempat seharusnya bagi mereka melakukan hal seperti ini. Mau bagaimana pun pikiran nya, tubuhnya sama sekali tak mendengarkan. Ia justru kembali terhanyut dalam perasaan menggelitik ini. Tubuhnya sama sekali tak ingin menghindar, malah semakin merapat ke arah Caraka."Hah" saat desah itu makin terdengar kuat dari Caraka, pria itu segera menarik diri. Menyatukan dahi mereka dengan napas saling beradu.Caraka membelai pipi Ashana yang terasa panas di ujung jarinya, "Kamu pasti lelah, maaf aku akan menahan diri" tulusnya.Ashana langsung mengangkat panda
Mall yang mereka tuju itu ramai dengan manusia. Suara langkah kaki hingga suara tawa memenuhi tempat itu.Ashana menatap sekitar, ini kedua kalinya ia masuk ke dalam mall besar ini, tempat yang pas untuk menghamburkan uang.Menoleh ke sampingnya, Caraka terlihat dalam suasana yang sangat baik. Ashana bahkan bisa melihat wajah dingin yang biasanya kaku itu mengendur rileks. Bahkan sudut bibirnya sedikit terangkat tanpa beban. 'Jika tidak berwajah datar seperti biasanya, Caraka terlihat jauh lebih tampan' pujinya dalam hati. Ia dengan nyaman mengamati wajah tampan itu.Merasakan tatapan dari sebelahnya, Caraka menoleh hingga Ashana terpergok menatapnya sejak tadi. Ashana langsung kikuk, tidak sopan menatap orang lain secara terang-terangan begitu.Ia merutuki dirinya sendiri. "Apa yang sedang kau lihat?" tanya Caraka yang sama sekali tak merasa risih. Justru pria itu bertanya ramah.Ashana semakin bersalah, "Ah, tidak. Aku hanya tidak terbiasa saja datang kesini" ucapnya pelan. Caraka
Ashana mengerjap perlahan, tubuhnya terasa lelah ketika ia bergerak. Tapi hangatnya selimut di tubuhnya membuatnya tak ingin beranjak.Ketika ingatan terakhir tentang perbuatannya dengan Caraka terlintas, ia segera terduduk. Saat itu selimut gelap itu meluruh dari badannya. Ah, dia telanjang, Ashana langsung menarik selimut itu kembali, menutupi badannya.Melihat sekitar, ia di ranjang, tunggu kenapa bisa ia ada disini?"Ini dimana?"Bekerja? lalu bagaimana dengan pekerjaannya. Ingin beranjak dari kasur empuk itu tapi matanya tak menemukan pakaian kerjanya. Kemana perginya pakaiannya?Dengan terpaksa Ashana segera membawa selimut itu untuk berdiri. Ia bergerak membuka gorden, agar lebih leluasa meneliti tempat ini.Bukannya mendapatkan cahaya, matanya melebar ketika melihat pemandangan luar yang berubah gelap dengan lampu gedung menyala, "Jam berapa ini?" lirihnya tak percaya."8 malam" suara dari arah belakang membuatnya berbalik dengan kaget.Tepat ketika itu, Caraka bersandar di p
Suara desahan beradu dari mulut yang saling mengulum satu sama lain. Gerakan kasar pinggul itu menyentak kencang tubuh sang wanita. Di kamar yang luas dengan lampu remang itu membuat suasana makin syahdu di temani lilin putih yang terbakar perlahan di atas meja."Ah Yas..." desah Bellanca mengangkat pinggul nya menerima setiap dorongan yang di berikan Yasa. Napasnya memburu dengan desah nafsu makin tinggi.Yasa tak tinggal diam ia bergerak liar menghujam, merasakan akan mencapai puncaknya ia menekan tubuhnya lebih dalam. Bellanca terpekik nikmat dengan mendesahkan nama Yasa."Ahh Yas ini nikmat..." ucapnya yang terkulai dengan keringat membanjiri tubuh. Tak jauh berbeda dengan Yasa yang langsung terjatuh ke atas tubuh Bellanca. Meletakkan kepalanya di sudut leher wanita itu. Ini sudah pukul 3 pagi, entah sudah berapa lama mereka melakukannya. Tiba-tiba di tengah napas Bellanca yang terdengar pelan menikmati sisa kenikmatan itu, Yasa tersentak kaget seolah menyadari sesuatu.Ia lan
Ashana menatap malu pada pertanyaan Caraka. Wajahnya yang sudah merah makin merah dibuatnya. Kenapa Caraka malah tiba-tiba meminta izin untuk menciumnya? apa ia lupa, sejak tadi ia sudah berulang kali menciumnya?"Kenapa kamu meminta izin?" tanya Ashana dengan wajah tak sanggup menatap Caraka. Mendengar itu, Caraka tersentak sebentar dan kemudian berubah tersenyum manis merasa senang. Tangannya langsung berpindah bergerak ke pantat Ashana, menekannya ke bawah membuat Ashana mendesah kaget."Aah...""Benar, seharusnya aku bisa melakukan apa saja tanpa perlu meminta izin kan" ucapnya yang mulai menggerakkan pantat Ashana sesukanya.Menekannya kuat keatas dan bawah, membuat wajahnya meredup merasa nikmat. "Kalau begitu akan ku lakukan semua yang aku mau" bisiknya yang sudah mendekatkan wajah ke leher Ashana.Dan detik berikutnya kepala Ashana pusing dengan perasaan nikmat yang membakar tubuhnya. Gerakan tangan Caraka makin cepat menggerakkan pinggulnya, sedangkan mulutnya tak diam, mula