Seorang pria yang belum cukup tua terbaring di ranjang rumah sakit, dengan tangan yang di tempeli infus yang tak lagi leluasa bergerak. Mata pria itu lelah seakan tak bisa lagi mengangkat kelopak matanya untuk tetap terbuka.
Tapi segaris senyum masih ada menghiasi wajah pucat kurus yang sudah mulai berkerut itu.“Asha…”“Ashana…”Napas pelan yang sulit di dengar itu, memaksa Ashana makin mendekat. Mencondongkan badan ke depan dengan tangan yang mulai menutupi tangan yang lemah itu.Menggenggamnya erat memberikan rasa hangat, Ashana tersenyum cerah seakan tak ada beban di hati.“Iya Ayah, Asha di sini” balas nya sama pelannya seolah berbisik.Wikan Fazaria, yang sudah berumur 40-an itu mengangkat lebih tinggi kelopak matanya menatap keseluruhan wajah putri semata wayangnya.“Putri Ayah…” bisiknya pelan ingin menyentuh wajah yang sangat mirip dengan istrinya itu.Melihat tangan itu yang hanya bergerak tapi tak terangkat, Ashana langsung menariknya hingga menempel pada pipi kanannya. Mata yang mulai mengembun itu di paksa tersenyum melihat kondisi Ayahnya yang makin buruk.“Iya, ini Asha putri Ayah” bisiknya lagi berbicara dengan Ayahnya.Wikan diam menatap lama, seolah merekam setiap momen, “Asha, putri Ayah sudah besar” kekehnya yang bahkan terdengar terputus.“Terus bertumbuh besar Asha, terus tumbuh menjadi yang kamu mau”“Terus cari kebahagiaan kamu. Dan setelah itu berbahagia lah, terus bahagia dan tersenyum”“Berbahagia lah bersama Ibumu”“Ayah titip Ibu ya. Jaga Ibu untuk Ayah ya sayang”“Tolong berbahagia lah dengan Ibu mu. Terus bersama kalian berdua…”Tiiiiin tiiiiiinBersamaan dengan napas dan kata terakhir itu, senyum itu juga hilang. Tangan yang ada di pipinya pun luruh tak berdaya.“Ayah? Ayah….” isaknya tak lagi bisa menyelesaikan kataAyah nya sudah pergi, pergi dari dunia ini.Asha menggenggam tangan itu makin erat, “Ayah, Asha janji. Dimana bahagia Asha disana juga akan ada Ibu”“Asha akan terus sama Ibu, Asha nggak akan ninggalin Ibu Yah”“Asha janji”“Ayaah!” pekiknya terbangun dari tidurnya.Ashana langsung memegang dada merasakan jantungnya berdetak tiada henti. Ia memimpikan saat hari kematian Ayahnya, pertanda apa ini?Ashana segera bangun dari kursi, ia tertidur saat menjaga ibunya yang saat ini terbaring di rumah sakit. Hari sudah menunjukkan pukul 4 pagi, itu artinya operasi Ibunya akan dilakukan hari ini. Oleh karena itu, Ashana tak sanggup menjauh dari Ibunya barang sejenak.Menatap wajah Ibunya yang menutup mata itu, Ashana mengulurkan tangannya dengan hati-hati untuk menggenggam tangan rapuh itu. Seakan takut ia akan membangunkan ibunya.“Bu, apa Ayah lagi negur Asha ya? Apa keputusan yang Asha ambil ini salah Bu?” tanyanya pelan, sama sekali tak berusaha mendapatkan jawaban.Tapi ia ingat Ayahnya memintanya untuk terus bersama Ibunya, dan tak ada pilihan lain selain keputusan gila menjual diri itu.Ashana menarik napas dalam menegarkan hati kala hpnya berdering menandakan pesan masuk.[Hari senin kamu harus datang ke apartemen Wira no 90, di sana kamu akan tidur dengan suami saya]**Bellanca tersenyum puas saat ia berhasil mengirim pesan itu. Satu masalah dalam hidupnya terselesaikan. Wanita cantik itu duduk dengan tenang di meja makan, dengan berbagai hidangan sarapan.Dan ketika ia mendengar suara langkah kaki, Bellanca segera berdiri dan tersenyum manis berjalan menghampiri Caraka.Caraka keluar dengan jas hitam yang melekat pada tubuhnya, tampak maskulin dan tampan bersamaan. Melihat suaminya yang tampak gagah itu, Bellanca segera mengalungkan lengannya pada leher suaminya, menempelkan dadanya pada tubuh sang suami danCupMengecup pelan bibir menggoda itu, “Selamat pagi Darl” sapanyaSepertinya mood wanita ini sangat baik, melihat itu Caraka melingkarkan lengannya pada pinggang ramping istrinya itu, dan balas mencium balik.Ciuman itu awalnya ringan hanya mencecap singkat, tapi kelamaan tangan Caraka mulai bergerak ke sana kemari. Merasakan bahaya, Bellanca langsung mendorong pelan dada bidang suaminya, “Darl, aku ada syuting pagi ini, kamu tidak bisa mengotori pakaian ku” bukannya melarang tapi Bellanca justru memberikan nada manja menggoda.Caraka justru terkekeh melihat nada manja itu“Ayo kita sarapan, kamu harus berangkat ke kantor kan” ucapnya pura-pura mengalihkan perhatian Caraka. Ia mengajak sarapan tapi lengannya masih mengalung pada leher Caraka, bukannya ia sengaja menggoda saat ini?Caraka menyeringai melihat itu, segera ia mengangkat pinggang ramping itu dan mendudukkannya di atas meja makan. Bahkan ia tak peduli dengan sarapan yang sudah membentang di sana.Bibir Caraka langsung menempel pada leher mulus itu, menjilati sepanjang garis leher jenjang yang lembut itu. Lenguhan tak bisa Bellanca tahan, saat beberapa kali Caraka mulai menghisap kasar. Tangan caraka mulai menyelinap ke belakang punggungnya, menarik turun resleting dress itu. Dan ketika tangannya siap untuk meremas dada istrinya.Benda pipih di atas meja, berbunyi nyaring menghilangkan suasana syahdu itu, mencoba mengabaikan. Caraka terus melanjutkan permainannya.“Haaah” helaan napasnya panjang kala hp itu tak berhenti mengganggu.Caraka melirik sejenak hp itu, “Hp kamu bunyi Darl, lihat dulu siapa tau penting” ucapnya jelas sekali menahan kesal. Keinginannya untuk menyentuh tubuh istrinya itu sirna bahkan di detik-detik nafsunya mulai melonjak.Bellanca tau jika mood Caraka berubah hancur, tapi ia juga tak bisa menyalahkan benda mati itu. Dengan senyum manis Bellanca mengelus bahu suaminya pelan, “Aku liat bentar ya, setelah itu kita lanjutin lagi, oke?” singkatnya kembali meninggalkan kecupan di pipi Caraka.Sedikit membaik Caraka mengangguk mendengar godaan itu. Setelah merasa suaminya ini tak terlalu kesal, Bellanca segera mengambil hpnya dan berjalan agak menjauh tak ingin mengganggu sarapan suaminya.Ia menatap kesal hp itu, yang setiap pagi selalu mengganggu kemesraannya dengan Caraka. Padahal baru kemarin mereka bertengkar hebat, Bellanca sengaja ingin meluangkan waktu sarapan bersama Caraka, agar pria itu tak marah lagi.Dengan kasar menyalakan layar hpnya, dahinya terlipat. Bellanca mengira jika itu telepon dari kantor agensinya, ternyata hanya nomor tak dikenal yang masuk. Melihat itu ia kembali kesal bukan main, benar-benar hal yang tak penting.Merayu Caraka jauh lebih penting saat ini.Lalu notif pesan langsung muncul[+238118745xxxx][Cla, I Miss You][Bisa kita ketemu? Aku di Moon City sekarang]Mata Bellanca langsung membola melihat pesan itu.Panggilan ini, Cla. Hanya ada satu orang yang memanggilnya begitu. Ingin memastikan pikirannya, dengan bergetar Bellanca mengetik balasan untuk nomor tersebut.[Yasa, ini kamu?]Dan tak butuh lama hingga balasan datang[+238118745xxxx][Yes baby, aku seneng ternyata kamu masih inget sama aku][Aku tunggu di Awbel Hotel malam ini]PrangBellanca menjatuhkan hpnya, ini benar Yasa. Cinta pertamanya yang pernah menitipkan benihnya pada rahim Bellanca.Hari senin yang di janjikan datang tanpa di harapkan, sesuai janji dengan wanita yang ternyata seorang aktris itu, Ashana harus datang ke apartemen Wira.Tapi satu hal yang ia ragukan sekarang, jam berapa ia harus ke sana?Ingin bertanya ia bahkan tak punya kontak pribadi wanita itu, Ashana terpaksa duduk diam di meja kerjanya. Memikirkannya lagi pastilah ia harus datang malam kan? lagi pula mereka hanya perlu tidur saja.Ashana bergidik merasa ngeri saat kalimat tidur dengan pria asing itu muncul di pikirannya. Ia memang mengatakan dengan mulutnya bahwa akan menjual keperawanannya bahkan akan menjual rahimnya, tapi saat sudah menghitung jam seperti ini, ia benar-benar merasa gugup, takut, dan terhina secara bersamaan.Ia merasa menjadi wanita paling tak bermoral dan lebih buruk dari jalang . Jika tak mengingat wajah Ibunya tadi pagi yang sudah mulai membaik, ia pasti akan langsung bunuh diri saja. Tapi masih ada Ibunya dan masih ada kata bahagia yang ia janjikan pada Ayahnya.Ashana
Mobil Toyota Alphard berwarna hitam berhenti tepat di depan loby Awbel Hotel. Sebelum turun Bellanca berkali-kali menghirup napas, menenangkan perasaannya. Merasa dirinya sudah mulai terkendali, barulah wanita cantik itu turun.Bellanca kali ini menggunakan mantel hitam yang menutupi dress nya, dan topi lumayan lebar untuk menenggelamkan wajahnya.Walaupun penjagaan hotel ini ketat, tak ada salahnya berhati-hati kalau-kalau ada paparazzi yang mengikutinya.Baru saja masuk ke lantai dasar Hotel Awbel tempat restoran Awbel berada. Bellanca tertegun karena area ini kosong. Tak ada satu orang pun di sini.Sehingga matanya dengan cepat menemukan pria dengan punggung tegak sedang duduk membelakanginya.Ah, itu pasti Yasa.Yasa Zabran, cinta pertamanya di bangku SMA. Pria dengan ciri khas lesung pipit di pipinya itu menjadi mantan pertama Bellanca hingga semester pertama kuliah. Yasa adalah pria yang ramah, lembut dan sangat perhatian, sangat berbeda dari Caraka. Karena itu lah ia bisa berpa
Operasi sudah selesai, tapi Ibunya masih belum sadar juga. Ashana tak bisa membendung rasa khawatir di hatinya. Bahkan keringat gugup mulai mengisi di tepian anak rambutnya. “Tante pasti baik-baik aja Sha, tante orang yang kuat dia udah bertahan sejauh ini. Tante nggak mungkin bakal nyerah gitu aja” ucap Ava menguatkan.Ashana mendongak, dengan genangan air mata menatap wajah temannya itu, “Aku takut Va, Ibu lebih milih sama Ayah dari pada pulang ke aku. Aku takut di tinggalin Ibu sendirian Va” ucapnya dengan isak tangis yang mulai menyelingi.Ava menegarkan wajahnya, menarik temannya itu kedalam pelukan yang mungkin bisa menenangkan.Greb Pelukan itu bertambah berat dengan bertambahnya seseorang.Dhia Fannan, teman sekantornya yang sudah menjadi teman dekat, “Sorry aku baru bisa datang Sha, aku minta maaf tidak bisa menemani kamu pas lagi butuh” ucapnya yang sudah melepas pelukan dan kini mulai menangis.Temannya ini memang tak ada di kota ini, karena dia sedang ada dinas luar kota.
Mentari bersilau dari balik gorden yang masih tertutup rapat. Dan kedua insan yang tidur sambil berpelukan itu tampak tak terganggu dengan jam yang mulai tinggi. Merasa masih nyaman di tempat dengan selimut tebal yang lembut dan pelukan yang hangat.Bellanca mengerjap beberapa kali meminta kesadarannya muncul, bersamaan dengan matanya yang sudah mulai fokus. Ia tertegun menatap dada bidang tepat di depannya.Mengangkat mata perlahan, dengan deru jantung beradu, matanya melebar.Pria ini YasaBukan suaminyaDia tidur dengan Yasa semalam.Seolah kewarasan mulai menyelimuti, ia terpekik bangun dari tempatnya. Bergerak mundur menjauh dari sosok itu, melepas paksa tangan yang melingkar di pinggangnya. Lalu matanya menatap lurus pada Yasa yang mulai terusik, ini salah. Dia mengkhianati Caraka saat ini, mengkhianati 6 tahun pernikahan mereka. Kelebat wajah Caraka yang tersenyum lembut membuat dadanya sesak. Senyum itu menghujam tepat di jantungnya, menyadarkannya akan kesalahan yang sudah i
Flashback onAshana jelas sekali ragu-ragu, “S-saya ingin menikah dengan Pak Caraka”DegPerkataan itu membuat hening singkat di ruangan itu.Caraka mengepalkan tangannya erat, “Kamu hanya menjual diri, dan ada apa dengan omong kosong barusan?”Merasakan hawa mengancam di depannya, Ashana memejamkan mata mencoba menghalau rasa takutnya, ia tiba-tiba saja teringat Kevin, bocah yang ia temui tadi. Ashana tak bisa membayangkan bagaimana anaknya lahir di luar nikah bahkan hasil darinya menjual diri. Anaknya pasti akan mendapatkan karma dari tindakan buruk Ibunya. “P-pak saya tidak ingin anak saya lahir di luar nikah, saya tidak ingin anak ini menjadi anak haram” ucapnya pelan.Ia tau tidur dengan pria asing saja sudah dosa, dan Ashana semakin tidak ingin membuat anaknya harus menjadi anak di luar nikah yang lahir hasil dari perbuatan dosa tersebut.Caraka langsung berdiri mendengar itu, “Kalau begitu kenapa kamu menyetujui tawaran istri saya? kamu hanya menginginkan uang seperti jalang la
Ashana duduk dengan gugup saat ini, tangannya bahkan berkeringat seakan tak percaya jika CEO tempatnya bekerja itu bersedia untuk menikahinya. Padahal Ashana ingat bagaimana marahnya pria ini kemarin, hingga menghancurkan semua barang dan berteriak keras bahwa tidak akan sudi untuk menikah dengannya.Tapi tiba-tiba saja hari ini Pak Caraka menghubunginya dan menyuruhnya untuk datang ke apartemen Wira. Pernikahan ini hanya sah di mata agama saja, tapi tidak di mata hukum dan Ashana paham alasannya.Dia hanya bertugas untuk melahirkan anak saja, nikah sirih pun ia sudah sangat bersyukur setidaknya ia terhindar dari dosa zina. Menunduk menatap tangannya, Ashana bahkan tak mengenakan gaun putih pengantin, ia hanya mengenakan kemeja kerjanya. Padahal ini pernikahan pertamanya tapi keadaannya tak mencerminkan seorang pengantin sama sekali. Ashana meringis menyadari itu.Di ruangan yang kemarin sempat di hancurkan Caraka, sudah ada penghulu dan beberapa saksi untuk mereka menikah. Caraka ta
Ashana dan Ava berjalan keluar dari gedung Daniswira Group. Belum sempat Ashana pamit pulang, seorang pria langsung menghampiri mereka, lebih tepatnya menghampiri Ava.“Va, yuk aku anter pulang” ucap pria itu dengan senyum yang sangat manis pada Ava. Tapi balasan berbeda justru di berikan Ava pada pria itu.“Nggak usah, aku nggak mau berduaan sama pria yang udah punya tunangan” decak Ava yang langsung menghindar.Ava lalu menatap pada Ashana yang tampak bingung, “Asha aku pulang duluan ya, bye”“Oh, iya bye” jawab kikuk Ashana.Setelahnya Ava langsung bergerak ke pinggir jalan mencari taksi, ia ingin segera menghilang dari sini. Awalnya ia kaget mendapati Jalex ada di depan gedung tempat kerjanya, dari mana pria ini tau ia bekerja di sini?Terlalu kesal, hingga ia tak menyadari Jalex sudah berdiri di sebelahnya menatap lekat wajah yang mengerut itu.“Va, pulang sama aku aja ya? Ya?” tanyanya seperti anak kecil yang memohon membuat Ava menatap heran.Kenapa wajah pria ini terlihat lucu?
Makan malam ini terasa canggung untuk Bellanca, pasalnya seseorang yang tidak ia harapkan sedang berada di tempat ini atau lebih tepatnya menjadi investor pada proyek filmnya.Merasakan pandangan seseorang terus berada di wajahnya, Bellanca mengangkat pandangannya menatap pria itu, Yasa.Kenapa tiba-tiba pria ini berinvestasi pada film?Ingin sekali menanyakan soal itu, tapi mereka tak berdua saja. Ini makan malam sebelum proyek film terbarunya dimulai, dimana ada pemain, sutradara, hingga investor pun datang. Tak menahan lagi Bellanca segera berdiri, “Saya permisi ke toilet sebentar” pamitnya yang segera di angguki yang lain.Mencuci tangan di wastafel, ia tak menyadari seseorang mendekat padanya dan menariknya masuk ke dalam salah satu bilik toilet. “Yasa!” pekik kaget Bellanca mendapati kehadiran pria itu.“Apa yang kamu lakukan? Ini tidak benar” ucap Bellanca lagi, ingin keluar dari sana. Tapi tarikan di tangannya menghentikan itu semua, Yasa memegang dengan kuat pergelangan tanga