Home / Romansa / Rahasia di Rumah Maduku / Sebuah Kebetulan?

Share

Sebuah Kebetulan?

Author: Arzaderya
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bulir hangat meluncur begitu saja, menetes di atas pusara Mas Farhan. 

"Mas Farhan, apa kabar? Maaf aku baru berkunjung hari ini. Kamu pergi terlalu cepat, dengan cara yang tidak pernah aku duga." Aku menghela napas berat.

"Mas, selama ini aku tahu Mas bukanlah seorang pemabuk. Lalu kenapa, setelah menikah dengan Ami, kamu berubah drastis. Bukankah pernikahan itu adalah keinginanmu. Bukankah harusnya kamu bahagia, tapi kenapa yang terlihat kamu justru tertekan?" Kuusap air mata yang mengalir. 

"Sejujurnya, luka penghianattanmu masih belum kering. Tapi bagaimana pun, aku masih istri sah mu. Aku berhak bersedih atas kematianmu. Bagaimana nasib putri kita, Aliya?" 

Aku terisak di samping pusara Mas Farhan. Sejak pernikahannya dengan Ami, ia berubah menjadi orang asing.

Ingatanku berputar pada saat aku terbangun di rumah sakit. 

Setelah mengamuk di pernikahan Ami dan Mas Farhan, aku jatuh pingsan. Pihak keluarga langsung membawaku ke rumah sakit, aku harus melakukan jahitan ulang pada bekas operasi caesar.

Mas Farhan dan Ami ada di luar saat aku terbangun. Melihat aku yang sudah sadar, mereka berdua masuk.

Darah di tubuhku masih mendidih karena amarah. Tapi aku diam saja.

"Bagaimana keadaanmu, Sayang?" tanya Mas Farhan yang sudah berdiri di sampingku. Ami juga berdiri di sampingnya.

Aku mengalihkan pandangan, tak kuhiraukan pertanyaannya.

"Ati, kenapa kamu enggak mati aja sih. Kirain koma seminggu, nyawa kamu bakal enggak balik lagi ke tubuhmu. Coba aja kamu mati, aku sama Mas Farhan pasti sudah bahagia," seloroh Ami membuat dadaku berdesir.

'Jadi selama aku koma, mereka berharap berharap aku mati.' Batinku sesak. 

Setelah mengatakannya, Ami bergelayut manja di lengan Mas Farhan. 

"Sejak kapan, kalian memulai hubungan ini." tanyaku dingin.

"Sayang, kamu istirahat aja dulu ya." Mas Farhan mengalihkan pembicaraan. 

"Sudahlah, Mas. Kenapa tidak kamu kasih tahu saja sama istri pertamamu ini. Sejak kapan kita memulai hubungan." Ami tersenyum licik, sedangkan Mas Farhan diam saja. 

Ah, selemah itukah laki-l*ki yang aku cintai? Atau memang sebenarnya mereka menikah, bukan karena paksaan? 

"Jawab mas," ucapku lirih.

"Ati, aku dan Mas Farhan sudah menjalin hubungan sejak kamu hamil lima bulan. Saat dokter mengatakan, bahwa bayi dalam kandungan kamu adalah perempuan. Melahirkan anak perempuan itu nggak ada gunanya bagi seorang suami, jadi enggak usah sok ngelarang Mas Farhan nikah lagi." Ami menjawab pertanyaanku, Mas Farhan masih diam. 

'Jadi benar, Pernikahan ini terjadi atas keinginan Mas Farhan sendiri. Tega kamu, Mas! Aku benci sama kamu!' pelukku dalam hati.

"Kenapa, Ati? Apa kamu kaget. Kamu ini polos sekali. Kasihan! Coba aja kamu mati, nggak perlu kamu sakit-sakit lihat kami menikah," tambah Ami. Sahabatku itu begitu tega padaku. 

"Kalian mengharapkan aku mati? Sadarlah, harapan kita pada orang lain itu lebih sering terjadi pada diri sendiri. Hati-hati sama ucapan kamu, Ami," ujarku, kemudian bangkit dari ranjang. Sakit di hatiku membuat aku kuat. 

Ami dan Mas Farhan diam saja. Mereka sepertinya kesal mendengar ucapanku, karena secara tidak langsung aku mengatakan bahwa merekalah yang akan mati, bukan aku.

Suster masuk ke ruangan mencegah aku yang akan bangkit. 

"Mbak, Mbak istirahat dulu ya. Jangan banyak gerak."

"Aku mau pulang, Suster."

"Dokter tidak mengijinkan."

"Aku tidak butuh ijin."

"Maaf Mbak, jika masih memaksa terpaksa saya harus menyuntikkan obat bius."

Aku terdiam, sesaat kemudian menyetujui perintah suster.

"Aku akan tetap di sini, jika dua penghianat ini keluar dari ruangan ini."

"Baik, Mbak."

Suster meminta Mas Farhan dan Ami keluar. Setelahnya Suster juga keluar. Tinggallah aku di kamar ini sendirian, menangisi nasibku yang jauh dari kata mujur. 

Sepoi angin menyadarkanku. Aku kembali fokus pada pusara Mas Farhan. 

"Mas, kenapa? Tidak saat kamu masih hidup, sampai kamu sudah tiada. Aku harus merasakan sakit karena mu. Mereka menuduhku, aku membencimu Mas. Aku membencimu." Aku bangkit, kemudian berlari menjauhi makam Mas Farhan. 

Bersamaan dengan itu, angin berhembus kencang mengibarkan hijab yang aku pakai. 

Brugh!

"Bayu?" kataku lirih. 

'Sedang apa Bayu di tempat ini? Mungkinkah ini sebuah kebetulan?' batinku heran. Setahuku, Bayu tidak memiliki kerabat di desa ini. 

Jika pun ada, keluarganya pasti di makamkan di makam keluarga mereka. Jadi untuk apa Bayu ada di sini?

***

Next?

Related chapters

  • Rahasia di Rumah Maduku   Makam Mas Farhand

    "Bayu?"Aku segera melepaskan tubuhku dari rengkuhannya. Tadi aku hampir terjatuh saat menabraknya, kemudian dia menangkapku."Maaf," ucapku menunduk."Tidak apa-apa," jawabnya dingin, sedingin es di kutub utara."Bayu, apa yang kamu lakukan di sini," tanyaku memenuhi rasa penasaran yang mendesak."Kenapa?" Ia justru bertanya padaku."Aku hanya bertanya, kenapa Kamu ada di sini? Bukankah di keluargamu, ada makam khusus?""Ini tempat umum, aku tidak perlu ijinmu untuk datang ke sini."Mulutku sempat menganga, kemudian cepat-cepat aku mengatupkannya. Rasa sedih yang aku rasakan mendadak hilang, berganti dengan rasa kesal yang mencokol di dalam dada.Aku meninggalkan Bayu, dia juga tidak peduli jika aku masih di sana atau tidak.'Apa yang

  • Rahasia di Rumah Maduku   Madu Tetaplah Madu

    Madu tetaplah madu. Hanya beberapa orang beruntung yang bisa menjalin hubungan baik dengan madunya.Ami sudah memasang tatapan garang saat aku datang. Aku mencoba menghindarinya, tidak enak jika kami sampai ribut lagi. Begitu pikirku.Dari pertama kali aku menginjak tempat ini, sampai sekarang aku akan meninggalkannya aku menjaga jarak dari Ami.Aku harap itu bisa sedikit meredam amarahnya, ternyata aku salah. Saat semua tamu sudah pulang, ia mulai meneriakiku."Jal*ng! Kenapa kamu masih berani datang ke sini?" Teriaknya dari tempat ia duduk.Aku tidak merespon."Ati, sini kamu!" Lagi dan lagi ia berteriak.Aku tak acuh, dan tidak mendatanginya. Merasa terus diawasi Ami, aku memilih berpamitan pulang pada Ibu mertuaku."Bu, Ati pulang dulu ya.""Lo, kenapa

  • Rahasia di Rumah Maduku   Aku Kecewa

    Pagi-pagi sekali, saat matahari belum keluar dari peraduan. Aku meninggalkan tempat ini dengan menaiki taksi online.Supir membantuku menaikkan beberapa barang yang aku bawa. Tidak banyak, hanya dua tas pakaian dan beberapa perlengkapan bayi, serta buku tabungan dan surat-surat penting yang aku punya.Aku pergi tanpa memberitahu siapapun. Apalagi aku adalah yatim piatu, jadi memang tidak ada alasan untuk berpamitan. Termasuk pada mertuaku, mereka seolah tidak menganggap aku sebagai menantunya semenjak Mas Farhan menikah dengan Ami.Ibu lebih banyak menghabiskan waktu bersama Ami. Menjenguk Aliya pun tidak pernah. Ia hanya sesekali mengundangku datang setiap ada acara selamatan untuk Mas Farhan. Itupun aku hanya akan menjadi pajangan di sana.Taksi membawaku ke arah timur, untuk sesaat aku teringat pada Mas Farhan saat mobil yang aku tumpangi melewati pemakaman tempat peristira

  • Rahasia di Rumah Maduku   Aliya

    Aku mengusap air mata perlahan. Mobil terus membawaku ke arah matahari terbit. Meninggalkan tempat pemakaman Mas Farhan. Terus melaju membelah jalanan yang berembun.Ada sesuatu yang terasa jatuh dari dalam hatiku. Seperti beban yang luruh bersamaan saat mobil sudah melewati perbatasan desa.Taksi berhenti di sebuah pom bensin, kemudian kembali melaju ke arah timur. Lalu berbelok ke selatan, ke sebuah gang kecil yang hanya cukup untuk satu mobil. Itulah sebabnya supir sempat berhenti cukup lama di ujung gang. Menunggu mobil yang di sana keluar.Aku menghembuskan napas lega ketika mobil berhenti di sebuah hunian mungil yang aku beli beberapa tempo lalu."Benar di sini rumahnya, Mbak?" tanya pak supir.Aku hanya mengangguk. Kemudian mulai turun dari mobil.Aku langsung membuka rumah. Supir taksi yang menurunkan barang

  • Rahasia di Rumah Maduku   Kabar Duka

    Kabar duka datang dari rumah maduku. Sudah satu bulan, suamiku yang juga suaminya tidak pulang dan memilih tinggal di kediaman istri keduanya. Kini pulang-pulang tinggallah nama."Mpok! Mpok!" Teriak Mak Sumi, tetanggaku sebelah rumah."Ada apa Mak, teriak-teriak begitu. Masih pagi ini," jawabku sedikit kesal. Takut kalau suaranya sampai membangunkan Aliya.Aku sedang menjemur pakaian yang baru saja kucuci. Jika Aliya sampai bangun, maka pekerjaan ini akan tertunda entah sampai kapan."Maaf, maaf. Tapi ini urgent Mpok! Urgent! Penting banget!" Tambahnya tak kalah heboh."Iye iye. Ada apa Mak, memangnya ada yang lebih penting dari rejeki nomplok?" Aku bergurau."Ya jelas ada. Banyak yang lebih penting dari sekedar duit," ucap Mak Sumi. Lagaknya ia mulai akan berceramah. Aku segera mencegah dengan menanyakan tujuannya heboh pagi-

  • Rahasia di Rumah Maduku   Maaf?

    Haruskah aku memaafkannya? Sedangkan luka yang ia torehkan sampai sekarang masih menganga.Dia sudah berpulang, aku tahu. Tapi bisakah itu menjadi alasan?Bukankah itu memang pantas untuknya, bahkan kematiannya tidak cukup untuk membayar luka dan penghinaan yang aku tanggung.Harusnya aku bahagia mendengar kabar ini, tapi kenapa aku justru seperti ini. Aku terluka, benarkah aku masih mencintainya? Pria yang telah tega mengkhianatiku dengan sahabatku sendiri.Tidak! Aku tidak mau memaafkannya.***Ingatanku berputar pada kejadian satu setengah bulan yang lalu.Aku terbangun di atas ranjang rumah sakit, tubuhku dipasangi banyak sekali selang. Sakit, itulah satu hal yang aku ingat.Luka operasi caesar masih terasa. Di ruangan ini aku sendirian. Tidak ada siapapun, di mana suamiku?S

  • Rahasia di Rumah Maduku   Janur Kuning

    Dari jauh aku melihat janur kuning yang melambai-lambai di depan rumah Mas Farhan. Lengkap dengan sound sistem yang berbunyi keras.Siapa yang menikah? Setahuku hanya Mas Farhan dan Abi anak dari mertuaku. Mas Farhan sudah menikah denganku, sedang Abi masih mondok di pesantren.Hatiku mulai dilanda was-was.Rasa khawatirku terjawab saat kulihat Mas Farhan duduk di atas pelaminan. Wajahku seperti sedang ditampar sangat keras.Wajahku semakin memanas saat melihat siapa wanita yang duduk di samping Mas Farhan, Aminah. Sahabatku sejak kecil? Astaga. Cobaan apa ini.Rasa marah menguasaiku.Tak kupedulikan rasa nyeri di perut dan pangkal kakiku. Tidak dihiraukan juga teriakan suster yang menemaniku."Mas, Farhan!" Suaraku menggelegar. Mengalahkan musik keroncongan yang dijadikan hiburan.

  • Rahasia di Rumah Maduku   Hatiku Terluka

    Hatiku terluka, namun aku masih datang. Lukaku masih bertahta, tapi aku siap untuk bersua. Tidakkah aku pantas disebut sebagai wanita yang kuat?Aku tidak ingin menangis, tapi akhirnya aku kalah juga. Air mataku berlinang saat berjalan ke rumah Mas Farhan.Aku sedih, bukan karena kepergiannya. Melainkan dipaksa ingat kejahatannya, saat orang-orang ramai menyebut namanya.Di jalan aku bertemu beberapa ibu muda yang habis melayat dari rumah Ami."Hei, Hayati. Tidak usah murung begitu wajahnya. Si Farhan itu mati, kan juga karena doa-doamu," seloroh Erni, dia memang orang paling julid di kampung ini. Aku tidak menanggapi, karena itu hanya akan membuatnya merasa senang."Lah, diem aja tuh Si Ati. Kaga inget dia sama ucapan sendiri. Bener nggak teman-teman." Erni melempar ucapannya pada teman-temannya. Meminta temannya ikut menimpali."Iya bener.

Latest chapter

  • Rahasia di Rumah Maduku   Aliya

    Aku mengusap air mata perlahan. Mobil terus membawaku ke arah matahari terbit. Meninggalkan tempat pemakaman Mas Farhan. Terus melaju membelah jalanan yang berembun.Ada sesuatu yang terasa jatuh dari dalam hatiku. Seperti beban yang luruh bersamaan saat mobil sudah melewati perbatasan desa.Taksi berhenti di sebuah pom bensin, kemudian kembali melaju ke arah timur. Lalu berbelok ke selatan, ke sebuah gang kecil yang hanya cukup untuk satu mobil. Itulah sebabnya supir sempat berhenti cukup lama di ujung gang. Menunggu mobil yang di sana keluar.Aku menghembuskan napas lega ketika mobil berhenti di sebuah hunian mungil yang aku beli beberapa tempo lalu."Benar di sini rumahnya, Mbak?" tanya pak supir.Aku hanya mengangguk. Kemudian mulai turun dari mobil.Aku langsung membuka rumah. Supir taksi yang menurunkan barang

  • Rahasia di Rumah Maduku   Aku Kecewa

    Pagi-pagi sekali, saat matahari belum keluar dari peraduan. Aku meninggalkan tempat ini dengan menaiki taksi online.Supir membantuku menaikkan beberapa barang yang aku bawa. Tidak banyak, hanya dua tas pakaian dan beberapa perlengkapan bayi, serta buku tabungan dan surat-surat penting yang aku punya.Aku pergi tanpa memberitahu siapapun. Apalagi aku adalah yatim piatu, jadi memang tidak ada alasan untuk berpamitan. Termasuk pada mertuaku, mereka seolah tidak menganggap aku sebagai menantunya semenjak Mas Farhan menikah dengan Ami.Ibu lebih banyak menghabiskan waktu bersama Ami. Menjenguk Aliya pun tidak pernah. Ia hanya sesekali mengundangku datang setiap ada acara selamatan untuk Mas Farhan. Itupun aku hanya akan menjadi pajangan di sana.Taksi membawaku ke arah timur, untuk sesaat aku teringat pada Mas Farhan saat mobil yang aku tumpangi melewati pemakaman tempat peristira

  • Rahasia di Rumah Maduku   Madu Tetaplah Madu

    Madu tetaplah madu. Hanya beberapa orang beruntung yang bisa menjalin hubungan baik dengan madunya.Ami sudah memasang tatapan garang saat aku datang. Aku mencoba menghindarinya, tidak enak jika kami sampai ribut lagi. Begitu pikirku.Dari pertama kali aku menginjak tempat ini, sampai sekarang aku akan meninggalkannya aku menjaga jarak dari Ami.Aku harap itu bisa sedikit meredam amarahnya, ternyata aku salah. Saat semua tamu sudah pulang, ia mulai meneriakiku."Jal*ng! Kenapa kamu masih berani datang ke sini?" Teriaknya dari tempat ia duduk.Aku tidak merespon."Ati, sini kamu!" Lagi dan lagi ia berteriak.Aku tak acuh, dan tidak mendatanginya. Merasa terus diawasi Ami, aku memilih berpamitan pulang pada Ibu mertuaku."Bu, Ati pulang dulu ya.""Lo, kenapa

  • Rahasia di Rumah Maduku   Makam Mas Farhand

    "Bayu?"Aku segera melepaskan tubuhku dari rengkuhannya. Tadi aku hampir terjatuh saat menabraknya, kemudian dia menangkapku."Maaf," ucapku menunduk."Tidak apa-apa," jawabnya dingin, sedingin es di kutub utara."Bayu, apa yang kamu lakukan di sini," tanyaku memenuhi rasa penasaran yang mendesak."Kenapa?" Ia justru bertanya padaku."Aku hanya bertanya, kenapa Kamu ada di sini? Bukankah di keluargamu, ada makam khusus?""Ini tempat umum, aku tidak perlu ijinmu untuk datang ke sini."Mulutku sempat menganga, kemudian cepat-cepat aku mengatupkannya. Rasa sedih yang aku rasakan mendadak hilang, berganti dengan rasa kesal yang mencokol di dalam dada.Aku meninggalkan Bayu, dia juga tidak peduli jika aku masih di sana atau tidak.'Apa yang

  • Rahasia di Rumah Maduku   Sebuah Kebetulan?

    Bulir hangat meluncur begitu saja, menetes di atas pusara Mas Farhan."Mas Farhan, apa kabar? Maaf aku baru berkunjung hari ini. Kamu pergi terlalu cepat, dengan cara yang tidak pernah aku duga." Aku menghela napas berat."Mas, selama ini aku tahu Mas bukanlah seorang pemabuk. Lalu kenapa, setelah menikah dengan Ami, kamu berubah drastis. Bukankah pernikahan itu adalah keinginanmu. Bukankah harusnya kamu bahagia, tapi kenapa yang terlihat kamu justru tertekan?" Kuusap air mata yang mengalir."Sejujurnya, luka penghianattanmu masih belum kering. Tapi bagaimana pun, aku masih istri sah mu. Aku berhak bersedih atas kematianmu. Bagaimana nasib putri kita, Aliya?"Aku terisak di samping pusara Mas Farhan. Sejak pernikahannya dengan Ami, ia berubah menjadi orang asing.Ingatanku berputar pada saat aku terbangun di rumah sakit.Setelah mengam

  • Rahasia di Rumah Maduku   Sidang Keluarga

    Akibat Ami yang mengamuk di rumahku pagi-pagi, sekarang aku harus terlibat sidang keluarga yang sama sekali tidak penting.Wanita itu memang tidak tahu malu, menjadi sahabatnya bertahun-tahun. Bagaimana bisa aku sampai tidak mengenalinya."Ada apa Ami? Kenapa kamu mengamuk di rumah Hayati?" ibu mertuaku bertanya.Ami diam, tidak menjawab."Hayati, jelaskan pada kami duduk perkaranya. Kalian berdua sama-sama istri mendiang putraku, Farhan. Seharusnya kalian sibuk mendoakan suami yang baru dua hari berpulang." Ibu menatapku tajam. Seolah ini adalah salahku."Sebaiknya, Ibu tanyakan saja pada Aminah. Apa maksudnya datang pagi-pagi, dan mengatakan bahwa akulah penyebab kematian Mas Farhan," kataku."Memang benar, kan. Yang ada di sini juga tahu. Kalau kamu yang nyumpahin Mas Farhan hari itu!" seru Ami."Diam, Ami

  • Rahasia di Rumah Maduku   Aku Juga Berduka

    Terlepas apapun yang orang-orang katakan, aku tetap berduka. Karena sekuat apapun aku menolak, Mas Farhan tetaplah suamiku.Seberapa kuat aku menyembunyikan luka ini, aku tetap mencintainya. Statusku juga masih istri sahnya. Apakah mereka pikir aku bahagia.Tidak! Bagaimana mungkin aku bisa bahagia menyandang status janda. Bagaimana aku bahagia saat Aliya, putri sulungku, dan putri satu-satunya menjadi seorang anak yatim.Ada luka yang aku coba sembunyikan. Sakit yang tidak akan pernah orang lain mengerti. Sesuatu yang tidak akan di pahami oleh orang selain diriku sendiri.Hari ini, sepulang dari pemakaman Mas Farhan aku langsung pulang. Aliya adalah alasanku pada ibu mertuaku. Tapi sebenarnya, ada hal yang mulai bergejolak di dalam hatiku.Di sudut kamar ini, aku terisak memeluk diriku sendiri. Sadar atau tidak, aku sudah kehilangan Mas Farhan jauh sebelum hari ini.&

  • Rahasia di Rumah Maduku   Hatiku Terluka

    Hatiku terluka, namun aku masih datang. Lukaku masih bertahta, tapi aku siap untuk bersua. Tidakkah aku pantas disebut sebagai wanita yang kuat?Aku tidak ingin menangis, tapi akhirnya aku kalah juga. Air mataku berlinang saat berjalan ke rumah Mas Farhan.Aku sedih, bukan karena kepergiannya. Melainkan dipaksa ingat kejahatannya, saat orang-orang ramai menyebut namanya.Di jalan aku bertemu beberapa ibu muda yang habis melayat dari rumah Ami."Hei, Hayati. Tidak usah murung begitu wajahnya. Si Farhan itu mati, kan juga karena doa-doamu," seloroh Erni, dia memang orang paling julid di kampung ini. Aku tidak menanggapi, karena itu hanya akan membuatnya merasa senang."Lah, diem aja tuh Si Ati. Kaga inget dia sama ucapan sendiri. Bener nggak teman-teman." Erni melempar ucapannya pada teman-temannya. Meminta temannya ikut menimpali."Iya bener.

  • Rahasia di Rumah Maduku   Janur Kuning

    Dari jauh aku melihat janur kuning yang melambai-lambai di depan rumah Mas Farhan. Lengkap dengan sound sistem yang berbunyi keras.Siapa yang menikah? Setahuku hanya Mas Farhan dan Abi anak dari mertuaku. Mas Farhan sudah menikah denganku, sedang Abi masih mondok di pesantren.Hatiku mulai dilanda was-was.Rasa khawatirku terjawab saat kulihat Mas Farhan duduk di atas pelaminan. Wajahku seperti sedang ditampar sangat keras.Wajahku semakin memanas saat melihat siapa wanita yang duduk di samping Mas Farhan, Aminah. Sahabatku sejak kecil? Astaga. Cobaan apa ini.Rasa marah menguasaiku.Tak kupedulikan rasa nyeri di perut dan pangkal kakiku. Tidak dihiraukan juga teriakan suster yang menemaniku."Mas, Farhan!" Suaraku menggelegar. Mengalahkan musik keroncongan yang dijadikan hiburan.

DMCA.com Protection Status