Share

Maaf?

Author: Arzaderya
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Haruskah aku memaafkannya? Sedangkan luka yang ia torehkan sampai sekarang masih menganga.

Dia sudah berpulang, aku tahu. Tapi bisakah itu menjadi alasan?

Bukankah itu memang pantas untuknya, bahkan kematiannya tidak cukup untuk membayar luka dan penghinaan yang aku tanggung. 

Harusnya aku bahagia mendengar kabar ini, tapi kenapa aku justru seperti ini. Aku terluka, benarkah aku masih mencintainya? Pria yang telah tega mengkhianatiku dengan sahabatku sendiri. 

Tidak! Aku tidak mau memaafkannya.

***

Ingatanku berputar pada kejadian satu setengah bulan yang lalu.

Aku terbangun di atas ranjang rumah sakit, tubuhku dipasangi banyak sekali selang. Sakit, itulah satu hal yang aku ingat. 

Luka operasi caesar masih terasa. Di ruangan ini aku sendirian. Tidak ada siapapun, di mana suamiku?

Sekali lagi, aku edarkan pandangan ke seluruh ruangan. 

Kosong, benar-benar tidak ada siapapun di sana. 

Dua jam aku sendirian, sampai akhirnya suster masuk ke ruanganku.

"Mbak Hayati, Mbak sudah bangun? Sebentar saya panggilkan dokter," ucapnya, kemudian keluar.

Aku kembali sendirian di ruangan ini, tidak lama kemudian suster yang tadi sudah kembali. Ia tidak sendirian, melainkan seorang dokter bersamanya. 

'Bayu?' Batinku. 

Aku terkejut melihat dokter yang menanganiku adalah Bayu, pria yang dulu aku tolak karena aku sudah jadian dengan Mas Farhan. Dia sudah jadi dokter hebat sekarang. 

Setelah memeriksa kondisiku, dia mengatakan hal yang mengejutkan untukku. 

"Bagaimana keadaanku, Dok?"

"Alhamdulillah, ada peningkatan. Besok kamu sudah boleh pulang. Semuanya sudah stabil, tapi kamu masih butuh istirahat setelah koma selama tujuh hari," tutur Bayu. Sukses membuat mataku melotot. 

"Koma?" Aku tidak percaya.

"Benar, Hayati. Sekarang kamu istirahatlah, aku masih banyak kerjaan. Permisi." Bayu pamit undur diri. 

Dia memang laki-laki yang patut aku acungi jempol. Meskipun aku pernah menolaknya, dia sama sekali tidak menaruh dendam padaku.

"Suster, di mana suami saya suster?" tanyaku pada suster yang sedang mengganti botol infus.

"Kami sudah menghubunginya, Mbak. Sudah empat hari ini, tidak ada satupun keluarga Mbak yang datang menjenguk, Mbak," kata suster itu dengan nada miris. 

"Apa benar begitu, Suster?" Mataku berkaca-kaca. 

"Benar, Mbak. Maaf jika informasi yang saya berikan membuat hati Mbak sakit. Mungkin keluarga Mbak sedang sibuk. Jadi tidak sempat menjenguk." Suster itu menenangkanku. 

Sayangnya aku bukan anak-anak. Yang akan diam saja setelah diberi permen.

Sejak pagi sampai menjelang sore, aku tidak melihat ada tanda-tanda suamiku akan datang menjenguk. 

Bertanya dengan suster, namun hanya jawaban yang sama yang ia berikan. Hal itu membuat hatiku semakin sakit, lebih sakit daripada luka operasiku. 

Karena rasa penasaran, apa yang membuat mereka sampai tidak sempat datang menjengukku, aku memaksa dokter untuk mengijinkanku pulang hari ini juga. 

"Sus, saya ingin bicara dengan Dokter," kataku pada suster yang membersihkan ruanganku. 

"Baik, Mbak. Saya panggilkan dulu." Sister itu pergi. 

Aku menunggu agak lama di ruangan ini. 

Ceklek.

Bayu masuk ke ruanganku. Dia langsung menanyakan keperluanku.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya. Aku mengangguk. 

"Aku ingin pulang sekarang, Dok," ucapku penuh penekanan.

"Tapi, kondisimu belum benar-benar pulih."

"Aku ingin pulang, lagipula aku sudah sehat!" bentakku tanpa sadar.

"Tapi ...."

"Tolong, Bayu. Aku harus segera pulang." Aku memohon. 

Akhirnya Bayu mengijinkan, dengan syarat tanganku tetap diinfus. Aku menyetujuinya. 

***

Setiap wanita akan merasa was was sepertiku. Apa sebutan yang pantas untuk keluarga, yang membiarkan salah satu anggota keluarganya yang sedang koma di rumah sakit tanpa ada satu orang pun yang menjaga. 

Sedangkan, bayinya di bawa pulang? 

Aku menolak diantar ambulan, karena akan mengundang perhatian saat aku datang. 

Aku memilih naik taksi, bersama seorang suster yang menemaniku. Awalnya aku menolak ditemani, tapi karena pihak rumah sakit yang mengancam akan mencabut ijinku, maka aku pun mau ditemani.

Aku dibuat terkejut oleh banyak kejutan yang keluargaku sendiri buat. Aku koma, dan mereka berpesta?

***

Next?

Related chapters

  • Rahasia di Rumah Maduku   Janur Kuning

    Dari jauh aku melihat janur kuning yang melambai-lambai di depan rumah Mas Farhan. Lengkap dengan sound sistem yang berbunyi keras.Siapa yang menikah? Setahuku hanya Mas Farhan dan Abi anak dari mertuaku. Mas Farhan sudah menikah denganku, sedang Abi masih mondok di pesantren.Hatiku mulai dilanda was-was.Rasa khawatirku terjawab saat kulihat Mas Farhan duduk di atas pelaminan. Wajahku seperti sedang ditampar sangat keras.Wajahku semakin memanas saat melihat siapa wanita yang duduk di samping Mas Farhan, Aminah. Sahabatku sejak kecil? Astaga. Cobaan apa ini.Rasa marah menguasaiku.Tak kupedulikan rasa nyeri di perut dan pangkal kakiku. Tidak dihiraukan juga teriakan suster yang menemaniku."Mas, Farhan!" Suaraku menggelegar. Mengalahkan musik keroncongan yang dijadikan hiburan.

  • Rahasia di Rumah Maduku   Hatiku Terluka

    Hatiku terluka, namun aku masih datang. Lukaku masih bertahta, tapi aku siap untuk bersua. Tidakkah aku pantas disebut sebagai wanita yang kuat?Aku tidak ingin menangis, tapi akhirnya aku kalah juga. Air mataku berlinang saat berjalan ke rumah Mas Farhan.Aku sedih, bukan karena kepergiannya. Melainkan dipaksa ingat kejahatannya, saat orang-orang ramai menyebut namanya.Di jalan aku bertemu beberapa ibu muda yang habis melayat dari rumah Ami."Hei, Hayati. Tidak usah murung begitu wajahnya. Si Farhan itu mati, kan juga karena doa-doamu," seloroh Erni, dia memang orang paling julid di kampung ini. Aku tidak menanggapi, karena itu hanya akan membuatnya merasa senang."Lah, diem aja tuh Si Ati. Kaga inget dia sama ucapan sendiri. Bener nggak teman-teman." Erni melempar ucapannya pada teman-temannya. Meminta temannya ikut menimpali."Iya bener.

  • Rahasia di Rumah Maduku   Aku Juga Berduka

    Terlepas apapun yang orang-orang katakan, aku tetap berduka. Karena sekuat apapun aku menolak, Mas Farhan tetaplah suamiku.Seberapa kuat aku menyembunyikan luka ini, aku tetap mencintainya. Statusku juga masih istri sahnya. Apakah mereka pikir aku bahagia.Tidak! Bagaimana mungkin aku bisa bahagia menyandang status janda. Bagaimana aku bahagia saat Aliya, putri sulungku, dan putri satu-satunya menjadi seorang anak yatim.Ada luka yang aku coba sembunyikan. Sakit yang tidak akan pernah orang lain mengerti. Sesuatu yang tidak akan di pahami oleh orang selain diriku sendiri.Hari ini, sepulang dari pemakaman Mas Farhan aku langsung pulang. Aliya adalah alasanku pada ibu mertuaku. Tapi sebenarnya, ada hal yang mulai bergejolak di dalam hatiku.Di sudut kamar ini, aku terisak memeluk diriku sendiri. Sadar atau tidak, aku sudah kehilangan Mas Farhan jauh sebelum hari ini.&

  • Rahasia di Rumah Maduku   Sidang Keluarga

    Akibat Ami yang mengamuk di rumahku pagi-pagi, sekarang aku harus terlibat sidang keluarga yang sama sekali tidak penting.Wanita itu memang tidak tahu malu, menjadi sahabatnya bertahun-tahun. Bagaimana bisa aku sampai tidak mengenalinya."Ada apa Ami? Kenapa kamu mengamuk di rumah Hayati?" ibu mertuaku bertanya.Ami diam, tidak menjawab."Hayati, jelaskan pada kami duduk perkaranya. Kalian berdua sama-sama istri mendiang putraku, Farhan. Seharusnya kalian sibuk mendoakan suami yang baru dua hari berpulang." Ibu menatapku tajam. Seolah ini adalah salahku."Sebaiknya, Ibu tanyakan saja pada Aminah. Apa maksudnya datang pagi-pagi, dan mengatakan bahwa akulah penyebab kematian Mas Farhan," kataku."Memang benar, kan. Yang ada di sini juga tahu. Kalau kamu yang nyumpahin Mas Farhan hari itu!" seru Ami."Diam, Ami

  • Rahasia di Rumah Maduku   Sebuah Kebetulan?

    Bulir hangat meluncur begitu saja, menetes di atas pusara Mas Farhan."Mas Farhan, apa kabar? Maaf aku baru berkunjung hari ini. Kamu pergi terlalu cepat, dengan cara yang tidak pernah aku duga." Aku menghela napas berat."Mas, selama ini aku tahu Mas bukanlah seorang pemabuk. Lalu kenapa, setelah menikah dengan Ami, kamu berubah drastis. Bukankah pernikahan itu adalah keinginanmu. Bukankah harusnya kamu bahagia, tapi kenapa yang terlihat kamu justru tertekan?" Kuusap air mata yang mengalir."Sejujurnya, luka penghianattanmu masih belum kering. Tapi bagaimana pun, aku masih istri sah mu. Aku berhak bersedih atas kematianmu. Bagaimana nasib putri kita, Aliya?"Aku terisak di samping pusara Mas Farhan. Sejak pernikahannya dengan Ami, ia berubah menjadi orang asing.Ingatanku berputar pada saat aku terbangun di rumah sakit.Setelah mengam

  • Rahasia di Rumah Maduku   Makam Mas Farhand

    "Bayu?"Aku segera melepaskan tubuhku dari rengkuhannya. Tadi aku hampir terjatuh saat menabraknya, kemudian dia menangkapku."Maaf," ucapku menunduk."Tidak apa-apa," jawabnya dingin, sedingin es di kutub utara."Bayu, apa yang kamu lakukan di sini," tanyaku memenuhi rasa penasaran yang mendesak."Kenapa?" Ia justru bertanya padaku."Aku hanya bertanya, kenapa Kamu ada di sini? Bukankah di keluargamu, ada makam khusus?""Ini tempat umum, aku tidak perlu ijinmu untuk datang ke sini."Mulutku sempat menganga, kemudian cepat-cepat aku mengatupkannya. Rasa sedih yang aku rasakan mendadak hilang, berganti dengan rasa kesal yang mencokol di dalam dada.Aku meninggalkan Bayu, dia juga tidak peduli jika aku masih di sana atau tidak.'Apa yang

  • Rahasia di Rumah Maduku   Madu Tetaplah Madu

    Madu tetaplah madu. Hanya beberapa orang beruntung yang bisa menjalin hubungan baik dengan madunya.Ami sudah memasang tatapan garang saat aku datang. Aku mencoba menghindarinya, tidak enak jika kami sampai ribut lagi. Begitu pikirku.Dari pertama kali aku menginjak tempat ini, sampai sekarang aku akan meninggalkannya aku menjaga jarak dari Ami.Aku harap itu bisa sedikit meredam amarahnya, ternyata aku salah. Saat semua tamu sudah pulang, ia mulai meneriakiku."Jal*ng! Kenapa kamu masih berani datang ke sini?" Teriaknya dari tempat ia duduk.Aku tidak merespon."Ati, sini kamu!" Lagi dan lagi ia berteriak.Aku tak acuh, dan tidak mendatanginya. Merasa terus diawasi Ami, aku memilih berpamitan pulang pada Ibu mertuaku."Bu, Ati pulang dulu ya.""Lo, kenapa

  • Rahasia di Rumah Maduku   Aku Kecewa

    Pagi-pagi sekali, saat matahari belum keluar dari peraduan. Aku meninggalkan tempat ini dengan menaiki taksi online.Supir membantuku menaikkan beberapa barang yang aku bawa. Tidak banyak, hanya dua tas pakaian dan beberapa perlengkapan bayi, serta buku tabungan dan surat-surat penting yang aku punya.Aku pergi tanpa memberitahu siapapun. Apalagi aku adalah yatim piatu, jadi memang tidak ada alasan untuk berpamitan. Termasuk pada mertuaku, mereka seolah tidak menganggap aku sebagai menantunya semenjak Mas Farhan menikah dengan Ami.Ibu lebih banyak menghabiskan waktu bersama Ami. Menjenguk Aliya pun tidak pernah. Ia hanya sesekali mengundangku datang setiap ada acara selamatan untuk Mas Farhan. Itupun aku hanya akan menjadi pajangan di sana.Taksi membawaku ke arah timur, untuk sesaat aku teringat pada Mas Farhan saat mobil yang aku tumpangi melewati pemakaman tempat peristira

Latest chapter

  • Rahasia di Rumah Maduku   Aliya

    Aku mengusap air mata perlahan. Mobil terus membawaku ke arah matahari terbit. Meninggalkan tempat pemakaman Mas Farhan. Terus melaju membelah jalanan yang berembun.Ada sesuatu yang terasa jatuh dari dalam hatiku. Seperti beban yang luruh bersamaan saat mobil sudah melewati perbatasan desa.Taksi berhenti di sebuah pom bensin, kemudian kembali melaju ke arah timur. Lalu berbelok ke selatan, ke sebuah gang kecil yang hanya cukup untuk satu mobil. Itulah sebabnya supir sempat berhenti cukup lama di ujung gang. Menunggu mobil yang di sana keluar.Aku menghembuskan napas lega ketika mobil berhenti di sebuah hunian mungil yang aku beli beberapa tempo lalu."Benar di sini rumahnya, Mbak?" tanya pak supir.Aku hanya mengangguk. Kemudian mulai turun dari mobil.Aku langsung membuka rumah. Supir taksi yang menurunkan barang

  • Rahasia di Rumah Maduku   Aku Kecewa

    Pagi-pagi sekali, saat matahari belum keluar dari peraduan. Aku meninggalkan tempat ini dengan menaiki taksi online.Supir membantuku menaikkan beberapa barang yang aku bawa. Tidak banyak, hanya dua tas pakaian dan beberapa perlengkapan bayi, serta buku tabungan dan surat-surat penting yang aku punya.Aku pergi tanpa memberitahu siapapun. Apalagi aku adalah yatim piatu, jadi memang tidak ada alasan untuk berpamitan. Termasuk pada mertuaku, mereka seolah tidak menganggap aku sebagai menantunya semenjak Mas Farhan menikah dengan Ami.Ibu lebih banyak menghabiskan waktu bersama Ami. Menjenguk Aliya pun tidak pernah. Ia hanya sesekali mengundangku datang setiap ada acara selamatan untuk Mas Farhan. Itupun aku hanya akan menjadi pajangan di sana.Taksi membawaku ke arah timur, untuk sesaat aku teringat pada Mas Farhan saat mobil yang aku tumpangi melewati pemakaman tempat peristira

  • Rahasia di Rumah Maduku   Madu Tetaplah Madu

    Madu tetaplah madu. Hanya beberapa orang beruntung yang bisa menjalin hubungan baik dengan madunya.Ami sudah memasang tatapan garang saat aku datang. Aku mencoba menghindarinya, tidak enak jika kami sampai ribut lagi. Begitu pikirku.Dari pertama kali aku menginjak tempat ini, sampai sekarang aku akan meninggalkannya aku menjaga jarak dari Ami.Aku harap itu bisa sedikit meredam amarahnya, ternyata aku salah. Saat semua tamu sudah pulang, ia mulai meneriakiku."Jal*ng! Kenapa kamu masih berani datang ke sini?" Teriaknya dari tempat ia duduk.Aku tidak merespon."Ati, sini kamu!" Lagi dan lagi ia berteriak.Aku tak acuh, dan tidak mendatanginya. Merasa terus diawasi Ami, aku memilih berpamitan pulang pada Ibu mertuaku."Bu, Ati pulang dulu ya.""Lo, kenapa

  • Rahasia di Rumah Maduku   Makam Mas Farhand

    "Bayu?"Aku segera melepaskan tubuhku dari rengkuhannya. Tadi aku hampir terjatuh saat menabraknya, kemudian dia menangkapku."Maaf," ucapku menunduk."Tidak apa-apa," jawabnya dingin, sedingin es di kutub utara."Bayu, apa yang kamu lakukan di sini," tanyaku memenuhi rasa penasaran yang mendesak."Kenapa?" Ia justru bertanya padaku."Aku hanya bertanya, kenapa Kamu ada di sini? Bukankah di keluargamu, ada makam khusus?""Ini tempat umum, aku tidak perlu ijinmu untuk datang ke sini."Mulutku sempat menganga, kemudian cepat-cepat aku mengatupkannya. Rasa sedih yang aku rasakan mendadak hilang, berganti dengan rasa kesal yang mencokol di dalam dada.Aku meninggalkan Bayu, dia juga tidak peduli jika aku masih di sana atau tidak.'Apa yang

  • Rahasia di Rumah Maduku   Sebuah Kebetulan?

    Bulir hangat meluncur begitu saja, menetes di atas pusara Mas Farhan."Mas Farhan, apa kabar? Maaf aku baru berkunjung hari ini. Kamu pergi terlalu cepat, dengan cara yang tidak pernah aku duga." Aku menghela napas berat."Mas, selama ini aku tahu Mas bukanlah seorang pemabuk. Lalu kenapa, setelah menikah dengan Ami, kamu berubah drastis. Bukankah pernikahan itu adalah keinginanmu. Bukankah harusnya kamu bahagia, tapi kenapa yang terlihat kamu justru tertekan?" Kuusap air mata yang mengalir."Sejujurnya, luka penghianattanmu masih belum kering. Tapi bagaimana pun, aku masih istri sah mu. Aku berhak bersedih atas kematianmu. Bagaimana nasib putri kita, Aliya?"Aku terisak di samping pusara Mas Farhan. Sejak pernikahannya dengan Ami, ia berubah menjadi orang asing.Ingatanku berputar pada saat aku terbangun di rumah sakit.Setelah mengam

  • Rahasia di Rumah Maduku   Sidang Keluarga

    Akibat Ami yang mengamuk di rumahku pagi-pagi, sekarang aku harus terlibat sidang keluarga yang sama sekali tidak penting.Wanita itu memang tidak tahu malu, menjadi sahabatnya bertahun-tahun. Bagaimana bisa aku sampai tidak mengenalinya."Ada apa Ami? Kenapa kamu mengamuk di rumah Hayati?" ibu mertuaku bertanya.Ami diam, tidak menjawab."Hayati, jelaskan pada kami duduk perkaranya. Kalian berdua sama-sama istri mendiang putraku, Farhan. Seharusnya kalian sibuk mendoakan suami yang baru dua hari berpulang." Ibu menatapku tajam. Seolah ini adalah salahku."Sebaiknya, Ibu tanyakan saja pada Aminah. Apa maksudnya datang pagi-pagi, dan mengatakan bahwa akulah penyebab kematian Mas Farhan," kataku."Memang benar, kan. Yang ada di sini juga tahu. Kalau kamu yang nyumpahin Mas Farhan hari itu!" seru Ami."Diam, Ami

  • Rahasia di Rumah Maduku   Aku Juga Berduka

    Terlepas apapun yang orang-orang katakan, aku tetap berduka. Karena sekuat apapun aku menolak, Mas Farhan tetaplah suamiku.Seberapa kuat aku menyembunyikan luka ini, aku tetap mencintainya. Statusku juga masih istri sahnya. Apakah mereka pikir aku bahagia.Tidak! Bagaimana mungkin aku bisa bahagia menyandang status janda. Bagaimana aku bahagia saat Aliya, putri sulungku, dan putri satu-satunya menjadi seorang anak yatim.Ada luka yang aku coba sembunyikan. Sakit yang tidak akan pernah orang lain mengerti. Sesuatu yang tidak akan di pahami oleh orang selain diriku sendiri.Hari ini, sepulang dari pemakaman Mas Farhan aku langsung pulang. Aliya adalah alasanku pada ibu mertuaku. Tapi sebenarnya, ada hal yang mulai bergejolak di dalam hatiku.Di sudut kamar ini, aku terisak memeluk diriku sendiri. Sadar atau tidak, aku sudah kehilangan Mas Farhan jauh sebelum hari ini.&

  • Rahasia di Rumah Maduku   Hatiku Terluka

    Hatiku terluka, namun aku masih datang. Lukaku masih bertahta, tapi aku siap untuk bersua. Tidakkah aku pantas disebut sebagai wanita yang kuat?Aku tidak ingin menangis, tapi akhirnya aku kalah juga. Air mataku berlinang saat berjalan ke rumah Mas Farhan.Aku sedih, bukan karena kepergiannya. Melainkan dipaksa ingat kejahatannya, saat orang-orang ramai menyebut namanya.Di jalan aku bertemu beberapa ibu muda yang habis melayat dari rumah Ami."Hei, Hayati. Tidak usah murung begitu wajahnya. Si Farhan itu mati, kan juga karena doa-doamu," seloroh Erni, dia memang orang paling julid di kampung ini. Aku tidak menanggapi, karena itu hanya akan membuatnya merasa senang."Lah, diem aja tuh Si Ati. Kaga inget dia sama ucapan sendiri. Bener nggak teman-teman." Erni melempar ucapannya pada teman-temannya. Meminta temannya ikut menimpali."Iya bener.

  • Rahasia di Rumah Maduku   Janur Kuning

    Dari jauh aku melihat janur kuning yang melambai-lambai di depan rumah Mas Farhan. Lengkap dengan sound sistem yang berbunyi keras.Siapa yang menikah? Setahuku hanya Mas Farhan dan Abi anak dari mertuaku. Mas Farhan sudah menikah denganku, sedang Abi masih mondok di pesantren.Hatiku mulai dilanda was-was.Rasa khawatirku terjawab saat kulihat Mas Farhan duduk di atas pelaminan. Wajahku seperti sedang ditampar sangat keras.Wajahku semakin memanas saat melihat siapa wanita yang duduk di samping Mas Farhan, Aminah. Sahabatku sejak kecil? Astaga. Cobaan apa ini.Rasa marah menguasaiku.Tak kupedulikan rasa nyeri di perut dan pangkal kakiku. Tidak dihiraukan juga teriakan suster yang menemaniku."Mas, Farhan!" Suaraku menggelegar. Mengalahkan musik keroncongan yang dijadikan hiburan.

DMCA.com Protection Status