Home / Horor / Rahasia Terkutuk / Bocah Rambut Pendek

Share

Rahasia Terkutuk
Rahasia Terkutuk
Author: Sakura Aeri

Bocah Rambut Pendek

Author: Sakura Aeri
last update Last Updated: 2021-10-05 13:14:04

“Eyi!” Teriakan anak perempuan 5 tahun itu begitu bergema nyaring. Rambut pendek sebahu tampak bergoyang tertiup angin hingga menutupi muka bulatnya. Gadis kecil itu berlari menyambangi seorang anak laki-laki berumur sepuluh tahun yang terlihat sibuk memainkan yoyo. “Eyi! Kamu ke mana? Aku cari kamu.”

Telunjuk bocah bernama Eyi menunjuk ke arah seorang gadis kecil dengan rambut lebih panjang. Muka bulat gadis berambut panjang itu mengingatkan Eyi akan sosok yang kini tengah berbicara dengannya. “Aku tadi main sama dia.”

Senyum dari bibir pucat itu perlahan luntur, wajah si gadis kecil berambut pendek berubah datar. “Dia? Kamu bermain dengan dia?”

Anggukan pelan menjadi jawaban. Si bocah lelaki masih sibuk dengan tali yoyo yang menyangkut, hingga tak sadar gadis kecil berambut pendek mengulum senyum tak biasa.

“Ayo kita main masak-masakan, Eyi.”

“Aku masih ingin main yoyo. Kamu main sendiri saja.” Jawaban singkat sarat pengabaian membuat kepalan tangan lawan bicaranya semakin mengerat. Gadis kecil dengan rambut sebahu itu menatap tajam ke arah gadis kecil lain yang memiliki rambut lebih panjang. “Kalo kamu tidak mau, aku akan bermain dengan teman barumu. Aku akan bermain masak-masakan dengannya. Ah ... maksudku, aku yang masak dan dia yang jadi bahan masakannya.”

Begitu kalimat itu selesai, sang bocah lelaki mendapati teman mainnya tengah berlari kencang ke arah gadis kecil yang sibuk mendorong ayunan kayu dengan kaki. Beberapa detik, ayunan kayu itu melambung tinggi mengantarkan si gadis kecil berambut lebih panjang terbang hingga jatuh membentur ujung besi perosotan tua.

“Mora! Berhenti!”

***

Dering ponsel membuat seorang lelaki dewasa bangun dari buaian mimpi masa lalunya. Deru napas yang tak teratur menunjukkan bagaimana buruk bunga tidur itu. Mata bulatnya melirik malas siapa gerangan si penelepon. Benar saja itu adalah Ken, saudara lelaki satu-satunya dari Joey. Ken lebih muda tiga tahun dari sang kakak. Jika Joey memiliki kulit putih pucat, berbeda dengan Ken yang memiliki kulit eksotis bak pemain surfing. Mungkinkah Ken dulu dibuat dalam keadaan mati lampu? Batin Joey bertanya-tanya.

“Apa, Nyet?”

Tawa nyaring di seberang terdengar mengejek. “Enggak ada apa-apa. Aku cuma iseng telepon kamu pagi buta.”

Nada sahutan lelaki berkulit putih itu terdengar semakin dingin. Andai Ken dapat melihat bagaimana mata setajam elang itu kini semakin menakutkan. “Aku sibuk. Jangan sembarangan telepon aku.”

“Mama mau pulang, Kak. Kamu enggak mau pulang ke rumah?”

“Aku sibuk!” Sambungan itu diputus begitu saja, meninggalkan umpatan yang Joey tidak sempat dengar.

Tubuh tegap si lelaki rupawan merosot kembali ke ranjang empuk miliknya. Geliat tak nyaman serta lenguh manja menyapa telinga si lelaki dengan nama lengkap Joey Pratama. Lelaki itu mengangkat satu sudut bibirnya saat melihat sang sekretaris yang dia gagahi semalaman akhirnya bangun.

“Capek, ya?”

Wanita yang sedari tadi tenggelam dalam selimut tebal tiba-tiba menyembulkan kepala dengan mata setengah mengantuk. “Iya. Bapak buat saya enggak tidur sampai subuh. Padahal saya harus kerja jam delapan.”

Joey tak menanggapi. Lelaki tinggi itu bangkit seraya mengambil ceceran kain miliknya yang bertebaran di lantai.

“Pak Jo ... enggak mau gendong saya ke kamar mandi, gitu?” tanya si wanita dengan nada merajuk manja. Manik matanya menatap penuh harap pada lelaki rupawan nan gagah yang sedang melilitkan handuk di pinggang.

“Kamu masih punya kaki. Kecuali kaki kamu mau saya potong, mungkin saya akan gendong kamu ke kamar mandi.”

Decak sebal meluncur begitu saja dari gadis blasteran Jepang Indonesia itu. Pikirnya, setelah berhasil naik ke ranjang sang bos, dia akan memiliki tempat istimewa di mata Joey. Akan tetapi bayang angan memang selalu jauh dari kenyataan.

“Saya enggak kasih kompensasi. Kamu tetap harus sudah di kantor jam delapan. Ini hari Senin.”

Sang sekretaris bernama Sonia Mizaki itu semakin merengut. Apa Joey gila? Ini sudah pukul tujuh, dan Sonia masih di apartemen lelaki ini dengan badan yang berlumur cairan lengket.

“Tapi, saya—“

“Kalau tidak sanggup, saya bisa cari sekretaris baru,” sela Joey dengan nada yang semakin dingin.

Andai saja dia tidak sayang uang, Sonia rasanya ingin menendang dan memukul lelaki tinggi ini. Wanita cantik itu berjalan ke arah Joey sembari mengusap dada si lelaki dengan jari lentiknya. “Ya sudah, saya yang mandi lebih dulu.”

Joey tak berkomentar, dia terlalu sibuk memandangi ikan arwana merah yang berenang gelisah di akuarium. Kaki jenjangnya perlahan mendekat ke arah akuarium saat Sonia telah hilang di balik pintu kamar mandi.

“Beni ... kamu lapar, ya?”

Sebungkus cacing beku Joey tuangkan ke dalam kolam kaca yang ada di sudut kamarnya. Namun, ikan arwana bernama Beni itu tetap tak mau menyantap pakan favoritnya.

“Kenapa lagi sekarang? Kamu mau kawin juga? Besok aku belikan arwana betina.”

Atensi Joey teralih saat hendel pintu kamarnya bergerak kasar. Begitu kasar seolah benda besi itu akan hancur sebentar lagi. Sudut bibir tebal milik Joey terangkat sedikit. “Oh, kamu gelisah karena dia?”

***

Peluh mengembun di dahi lebar milik gadis bersurai gelombang dengan warna cokelat gelap. Mata besarnya yang masih tertutup sesekali mengernyit, mulut kecilnya pun merapal sesuatu.

“Argh!”

Napas tak teratur dengan mata yang melotot menjadi pemandangan setelah teriakan menggelar itu terjadi. Perlahan jari mungil gadis berusia 27 tahun itu meraba keningnya seolah ingin memastikan sesuatu.

“Cuma mimpi.”

Helaan panjang terdengar dari hidung mancungnya. Ini sudah ke ratusan kalinya mimpi itu datang lagi. “Apa otakku rusak gara-gara kejadian itu?”

Gadis dengan nama Diana Sanjaya berjalan menuju dapur. Waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi, itu berarti dia harus memasak sarapan untuk ayah dan dua orang keponakan yang kini dia asuh pasca kematian sepupunya.

“Kak Di, hari ini kita sarapan pakai apa?”

Diana terperanjat kaget sampai hampir menjatuhkan penggorengan yang dia bawa. Pertanyaan keponakannya dijawab dengan senyuman lembut oleh Diana. Umur yang tergolong masih muda membuat dua gadis kecil itu lebih nyaman memanggilnya dengan sebutan kakak. “Kak Di belum gajian. Kita sarapan pakai martabak mie saja, ya? Bagaimana? Nanti makan pakai nasi yang banyak biar kenyang.”

Bocah perempuan berumur tujuh tahun itu mengangguk antusias. Paling tidak, hari ini dia tidak akan makan tempe goreng lagi. “Perlu aku bantu masak, Kak Di?”

Tangan Diana terjulur mengusak surai berponi itu. “Enggak usah, Dek. Kamu coba lihat Kakek sudah bangun belum, sekalian bantu Dek Rubi mandi, ya?”

Dua acungan jempol diberikan oleh gadis kecil bernama Rosa, gadis periang itu berlalu meninggalkan Diana sendirian di dapur.

“Harus cepat masak kalau enggak mau ketinggalan angkot lagi,” gumam Diana seorang diri. Dengan lihai jari-jari wanita itu mengiris bawang dan sedikit sayuran. Tak lupa juga untuk meniriskan mie yang tengah direbus. Memang semenjak orang tuanya bangkrut, Diana menjelma menjadi sosok yang mandiri. Sepeninggal sang ibunda yang telah tiada dan ayah yang jatuh sakit, hanya dialah tumpuan keluarga.

Sementara itu, di halaman belakang rumah Diana, seorang gadis kecil berumur 4 tahun menatap tak suka sosok yang tengah menyeringai di depannya. Lagi-lagi si rambut pendek ini datang lagi kemari, batin si gadis kecil bernama Rubi.

“Kamu mau apa kemari? Kamu nakal! Aku enggak suka sama kamu!” pekik Rubi kesal. Yang diteriaki hanya tetap memberi seringai dengan tatapan menusuk. Perlahan bola matanya memerah memancarkan kemarahan dan kesakitan.

“Kamu seram, aku takut!”

Tubuh Rubi terhempas ke tanah begitu kalimat tadi selesai dia ucapkan. Gadis kecil itu menatap nanar pada sosok yang baru saja mendorongnya. Saat tangan pucat itu terulur ke arah leher Rubi, langkah kaki Rosa terdengar mendekat.

“Kak Di! Dek Rubi jatuh lagi!”

Lengkingan Rosa membuat Diana terpaksa meninggalkan acara masaknya dan menyambangi dua bocah itu di halaman belakang.

“Kenapa, Dek? Bukannya Kak Di tadi suruh mandi.” Gurat wajah lelah tersirat, tetapi lagi-lagi Diana mencoba sabar.

“Tadi Rubi didorong sama si rambut pendek itu lagi,” cicit Rubi takut-takut. Gadis kecil itu takut jika sang tante mengatainya mengada-ada.

“Rambut pendek siapa, Dek? Jangan bercanda terus.”

Diana beralih menggendong Rubi yang kini sudah mulai menangis. Gadis kecil itu memberengut kesal karena Diana tak pernah mempercayainya. “Dia nakal banget, Kak.”

“Jangan ngomong gitu terus, ah! Sini, biar Kak Di yang mandiin kamu.”

Rubi semakin meronta kesal seraya sesekali melirik ke bawah pohon flamboyan yang menjulang tinggi di halaman belakang rumah. Gadis kecil itu berbisik lirih di telinga Diana. “Kak Di, si rambut pendek melotot ke arah Kakak.”

***

Selasa pagi di kantor Lingga Konstruksi tampaknya tak seperti biasa. Semua karyawan sibuk bergosip di meja kerja masing-masing, sesekali mereka bergidik ngeri saat menjelajahi situs berita online pagi ini.

“Kasihan, padahal anaknya ramah,” celetuk salah satu karyawan yang disahuti anggukan mantap oleh rekan kerja di sebelahnya.

“Kok bisa nasibnya tragis? mana dia baru sebulan kerja di sini.”

Wanita yang lebih tua ikut menimpali. “-Tega banget yang mutilasi, jari-jari tangan sama kakinya terpisah semua.”

Diana yang tengah menyusun berkas laporan, sedikit tertarik mendengar rekan-rekannya begitu heboh. Dia bukan orang yang up to date, kuota internet saja harus diirit-irit. Jadi, terkadang memang dia selalu ketinggalan berita.

“Kenapa Mbak Mala? Kok heboh banget ceritanya?” Diana yang tak tahan akhirnya ikut menggeser kursinya mendekat ke arah rekan kerja yang sedang bergosip.

“Itu loh ... Sonia sekretarisnya bos besar. Pagi ini ditemukan dalam drum dengan kondisi kaki sama jarinya terpotong.”

Bersambung

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Rahasia Terkutuk   Halusinasi Nyata

    Sedikit masih menyisakan kengerian tersendiri, Diana terus mengusap tengkuk saat mengingat cerita rekan-rekan kerjanya tadi pagi. Dia sendiri pernah melihat Sonia beberapa kali, meski tidak sempat mengobrol. Wanita muda blasteran Jepang itu sangat cantik dan murah senyum. Begitu juga dalam pekerjaan, Sonia tidak pernah terdengar mengeluh walau memiliki bos sedingin Pak Joey.“Manusia zaman sekarang ada-ada saja, salah sedikit langsung main bunuh,” gumam Diana seorang diri di dalam angkutan kota. Kebetulan sudah tak ada penumpang lagi, hanya dia seorang.“Turun di mana, Neng?”Diana tersentak kaget. Bukan salah sang sopir angkot, hanya saja memang Diana sedang melanglang buana di alam pikirannya. Ternyata mendengar berita seperti itu memang memengaruhi psikologis seseorang. Secara tak sadar kita akan berpikir tentang bagaimana jika kematian menghampiri nanti. Apalagi mengingat penuturan rekan kerjanya tadi. Diana tidak bisa membayangkan ba

    Last Updated : 2021-10-05
  • Rahasia Terkutuk   Dia Melihat?

    Langkah tegap seorang lelaki bersetelan turtleneck hitam dipadu dengan jas dengan warna senada menggema di lobi salah satu perusahaan konstruksi besar di Indonesia. Karisma yang dipancarkan wajah dinginnya seolah mampu menyihir setiap kaum hawa yang melihatnya. Siapa lagi kalau bukan Joey Pratama. Kesan angkuh begitu terlihat saat mata setajam elang itu melirik seorang wanita yang tengah berlari terburu. Si wanita dengan rambut panjang bergelombang tampak kehabisan napas seraya melirik jam tangan murah yang melingkar di tangan kirinya.“Dasar karyawan pemalas. Sudah tahu kerja jam delapan, bukannya datang lebih awal,” gumam Joey seorang diri seraya menatap remeh wanita yang telah hilang di balik lift.“Orang seperti ini mending jadi makanan Beni daripada jadi karyawanku,” sambung Joey.“Pak Joey!”Joey menghentikan acara menggerutunya dan menoleh ke arah sumber suara. Di sana, Yuda tengah melambai kecil dan ber

    Last Updated : 2021-10-05
  • Rahasia Terkutuk   Sosok Dalam Drum

    Matahari sudah berada di ufuk barat kala Diana baru saja sampai di kantor Lingga Konstruksi. Ternyata tinjau lapangan kali ini memakan waktu yang cukup lama, hingga sore hari wanita cantik itu baru kembali ke kantor. Selama di perjalanan, Diana lebih banyak diam karena mengingat kejadian di tempat proyek. Lagi-lagi dia berhalusinasi tentang seorang gadis kecil. Ini sudah ke sekian kali dalam seminggu.“Diana, kita sudah sampai.”Diana bergeming karena terlalu larut dalam pikirannya sendiri. Hingga Yuda terpaksa menepuk betis Diana yang berada di belakangnya. “Di! Jangan bengong, nanti kesambet.”Diana kembali tersadar dan memberikan senyum kikuk seraya melepas helm. “Kak Yuda enggak absen pulang dulu?”Yuda tersenyum sambil menggeleng. “Enggak, nanti saja. Aku masih harus ke warehouse buat cek sesuatu. Helmnya bawa sini, biar aku saja yang kembaliin ke Dimas.”Anggukan menjadi timpalan Diana

    Last Updated : 2021-10-14
  • Rahasia Terkutuk   Sekretaris Baru

    Bisikan tak henti menggema di kantor Lingga Konstruksi hari ini. Bukan tanpa sebab, itu karena bos besar mereka kedatangan sekretaris baru lagi menggantikan mendiang Sonia. Kali ini sekretaris Joey jauh lebih aduhai dari sebelumnya. Bahkan beberapa orang mengklaim bongkahan belakang milik wanita yang diketahui bernama Jovanka itu adalah hasil implan silikon dipadu dengan penggunaan rutin slimming suit.“Dia mau jadi sekretaris apa mau jadi lonte sih? Bajunya ketat banget!” celetuk salah satu karyawan bernama Mala.Karyawan lain yang lebih muda ikut menimpali. “Kayak enggak tahu Pak Joey, sekretaris dia memang tugasnya sebelas dua belas sama lonte, kan? Bedanya dia ngerjain kerjaan kantoran juga selain buka selangkangan.”Tawa kecil terdengar dari bibir Mala. Mungkin terdengar kasar, tetapi memang begitu nyatanya. “Kalau kamu sendiri, memang enggak mau diajak begituan sama cowok seganteng Pak Joey?”

    Last Updated : 2021-10-14
  • Rahasia Terkutuk   Ada Apa Dengan Mora?

    Erangan nikmat bersahutan di sebuah kamar apartemen mewah. Dua manusia berbeda gender itu terlihat sangat menikmati waktu mereka untuk memberi kehangatan satu sama lain. Berkali-kali bibir si wanita mengulum senyum puas saat berhasil memberi puncak kenikmatan pada lelaki yang berstatus atasannya itu. “Jovanka ... ternyata kamu ahli sekali di atas ranjang. Punya kamu juga enak.” Joey berujar seraya memejamkan mata. Lelaki itu telah menghabiskan dua kotak karet kontrasepsi dalam pergumulannya dengan sang sekretaris. “Jika lawan mainnya seperti Pak Joey, tentu saya harus memberikan pelayanan terbaik.” Jovanka merebahkan diri di atas dada Joey, tapi lelaki itu dengan cepat mendorong si wanita untuk berbaring ke sebelahnya. “Kamu berat. Enggak usah tiduran di badan saya.” Jovanka mendecih kecil. Baru saja Joey memujinya, tapi sekarang kembali berujar dengan dingin. Untung saja wajah tampan dan dompet tebal menyelamatkan sikap buruk lelaki ini. “Saya capek,

    Last Updated : 2021-11-16
  • Rahasia Terkutuk   Teh Istimewa

    Diana tak bisa menyembunyikan tawanya lagi. Gadis itu terkekeh di koridor kantor. Ingatannya tentang Jovanka yang jatuh dan marah-marah sendiri membuat perutnya tergelitik. Namun, secepatnya Diana kembali mengerem mulutnya. Dia merasa jahat karena menertawakan kesialan orang lain. “Lagian dia jalan kayak orang mau peragaan busana. Sudah tahu hak sepatunya kayak ujung jarum.” Diana bergumam sendiri seraya menutup mulutnya agar tidak kembali tertawa. Akan tetapi langkahnya terhenti karena jambakan di rambut yang membuat gadis itu terhuyung ke belakang. Diana menoleh dan mendapati Jovanka yang menatapnya kesal. “Kamu ngetawain aku? Beraninya kamu berurusan sama kesayangannya Pak Joey!” Diana mengaduh sakit. Jambakan Jovanka tidak main-main. Dia merasa beberapa helai rambutnya tercabut. Diana benar-benar tak menyangka ternyata Jovanka lebih buruk dari Luna. “Tolong lepasin! Kamu apa-apaan sih?” Jovanka mendecih sinis. Aura muka wanita itu semakin

    Last Updated : 2021-11-29
  • Rahasia Terkutuk   Tergila-gila Denganmu

    Yuda Bastino, lelaki tiga puluh dua tahun yang betah melajang karena merasa tidak tertarik memiliki hubungan dengan lawan jenis. Perceraian kedua orang tuanya menjadikan Yuda tidak ingin menjalin cinta dengan siapa pun. Meski banyak gadis yang terang-terangan mengejarnya, tak sedikit pun mampu membuat hatinya tergerak. Namun, kehadiran Diana dalam hidup Yuda mengubah pandangan lelaki itu seratus delapan puluh derajat. Gadis yang memiliki rambut bergelombang dengan iris legam, begitu hangat dan cantik di mata Yuda. Tak pernah dia rasakan hasrat yang begitu menggebu saat melihat seorang wanita. Bahkan hanya dengan mendengar suara Diana, mampu membuat darah lelaki rupawan ini berdesir. Malangnya, Diana tak lebih menganggapnya hanya sebagai seorang kakak. Meski Yuda memberi perhatian tak biasa, gadis itu seakan menutup mata dan menganggap itu semata hanya kebaikan seorang teman. Yuda yang notabene tak pernah berurusan dengan hal seperti ini, merasa putus asa karena tak kun

    Last Updated : 2021-12-01
  • Rahasia Terkutuk   Awal Perjalanan Mengerikan

    Peluh mengucur dari dahi Diana. Suara teriakan pilu sayup-sayup menyapa indra pendengaran gadis itu. Rintihan sakit itu entah kenapa begitu menyayat hati Diana. Air mata meluncur tak terkendali dari mata bulatnya yang tertutup. “Hentikan! Sakit! Ampun!” Lagi-lagi kata itu terapalkan dengan lantang. Diana tak sanggup membuka mata. Badan pun tak bisa bergerak seolah mati rasa. Sekuat apa pun Diana meronta, dia hanya mampu diam dan mendengar sekeliling. “Cabut giginya!” Suara wanita dewasa menggema kali ini. Begitu kalimat itu selesai, teriakan melengking dari seorang anak kecil membuat Diana terperanjat hingga mampu terbangun dari buaian bunga mimpi mengerikan itu. “Ah ... apa itu tadi?” Napas gadis itu tak beraturan. Hal yang pertama kali dirasakan adalah linglung. Diana juga merasa matanya sedikit perih. Perlahan jemari lentik itu menyusuri pipi yang basah. Aku menangis? batinnya bingung. “Kenapa mimpi buruk ini mirip

    Last Updated : 2021-12-03

Latest chapter

  • Rahasia Terkutuk   Foto Pembuka Tabir

    Diana berlari kencang di koridor sebuah rumah sakit negeri di Jakarta. Di belakangnya tampak sosok Joey ikut berlari mengikuti gadis itu. Jika ditanya mengapa Joey ikut? Lelaki itu memaksa mengantar Diana dengan dalih agar lebih cepat sampai. Entah kerasukan apa pria dingin ini hingga dia jadi begitu peduli pada orang lain.“Papa!”Diana menghambur begitu memasuki ruang rawat sang ayah. Air mata sudah tak terbendung sejak tadi. Gadis itu benar-benar takut jika terjadi apa-apa. Orang tuanya hanya tinggal seorang.“Kenapa Kakek bisa jatuh dari tempat tidur, Dek?” tanya Diana tak sabar pada Rosa dan Rubi yang duduk di kursi penunggu. Dua bocah kecil itu habis menangis, terbukti dari kedua mata mereka yang membengkak.“Kamu harusnya tenangin mereka dulu baru tanya. Enggak lihat keponakan kamu habis nangis dan masih syok?” Joey yang sedari tadi hanya melihat dalam diam, bergerak maju dan berjongkok di depan kursi dua bocah i

  • Rahasia Terkutuk   Penyangkalan Pak Bos

    Joey terkesiap saat Diana mengatakan nama itu. Dirinya sampai mematung dengan wajah pias. Sudah lama sekali telinganya tak mendengar orang lain menyebut nama itu. “Kamu ngapain nyebut nama itu?” Diana menggaruk pelipisnya kikuk. Nama itu refleks keluar dari mulutnya karena itu yang dia dengar terakhir kali sebelum sadar. “A-Ah ... bukan apa-apa, Pak. Maaf sudah buat Pak Joey takut.” Manik bulat meruncing Joey masih menatap Diana dengan pandangan sulit diartikan. Dahi paripurna lelaki itu sedikit mengerut seakan tengah berpikir keras. “Kamu beneran bukan indigo? Apa keturunan dukun mungkin?” tanya Joey tiba-tiba. Lelaki itu sepertinya bersungguh-sungguh dari ekspresi wajahnya. “Enggak. Saya manusia biasa, Pak.” Jawaban Diana seakan belum memuaskan beribu pertanyaan di kepala Joey. Diana sangat berbeda dengan sekretaris sebelumnya. Dia yakin ini bukan hanya sekedar keisengan Mora. “Sekali lagi saya tanya, kamu beneran eng

  • Rahasia Terkutuk   Bubur Masa Lalu

    Diana menatap khawatir Joey yang duduk bersebelahan dengannya di dalam taksi. Setelah mengantar lelaki ini ke klinik terdekat, sebagai sekretaris dia juga harus memastikan sang bos sampai di rumah dengan selamat. “Pak Joey kenapa enggak sarapan? Saya jadi ngerasa bersalah karena kasih makanan pedas.” Mata Joey yang awalnya terpejam kini terbuka sedikit. “Saya udah bilang telat bangun karena mimpi buruk, mana sempat mikirin sarapan.” Benar juga. Tadi pagi Joey berkejaran dengan rapat dengan klien penting. Jika begini berarti tidak ada yang bisa disalahkan. “Apa Pak Joey sekalian mau disiapin sarapan juga tiap pagi?” “Terserah.” Joey kembali memejamkan mata. Perutnya masih terasa tidak enak meski tak sesakit tadi. Dia hanya ingin sampai di rumah dan tidur. Di lain sisi, Diana melirik Joey yang tertidur dengan pandangan bersalah. Diam-diam gadis cantik itu mengagumi paras rupawan sang atasan. Tidak heran jika pria tinggi ini dielu-elukan oleh kau

  • Rahasia Terkutuk   Pak Bos Sakit

    Diana merasa sikap Joey sedikit berbeda. Terbukti saat selesai rapat dengan klien dari perusahaan BUMN, lelaki itu sama sekali tak mengajaknya bicara. Dia juga seperti menjaga jarak dengan Diana. Seolah dirinya adalah kuman yang harus dihindari. “Kenapa lagi sih dia?” Gadis bermata bulat itu mengambil kotak makan dari dalam paper bag. Biar bagaimana pun Joey sudah membayar untuk katering makan siang padanya. Dengan hati-hati Diana mengetuk pintu sang atasan dan masuk ke dalam. “Pak Joey, ini makan siang hari ini. Saya memasak ayam bumbu rujak, sambal goreng hati, dan sayur tumis.” Joey mengalihkan perhatiannya dari layar laptop. Bau makanan dari kotak yang dibawa Diana sungguh amat menggoda. “Taruh aja. Tolong kamu langsung pergi ke luar. Jangan ke sini kalau enggak urgent banget.” Sang sekretaris mengerutkan alis. Joey terlihat t

  • Rahasia Terkutuk   Delusi Erotis

    Wangi harum rambut si wanita begitu menggelitik jiwa kelelakian seorang Joey Pratama. Bibir tebalnya tak henti mengecup leher jenjang putih mulus gadis yang kini tengah menatap dengan raut polos di bawahnya. Jari-jari besar Joey mengelus lembut wajah cantik tanpa riasan milik si wanita. Puasa ranjang selama sebulan memang membuat Joey bak singa di musim kawin. “P-Pak Joey....” Lirihan si wanita begitu terdengar merdu. Perlahan kancing kemeja biru muda dia lepaskan hingga membuat kulit mulus bak dewi itu terlihat ke permukaan. Napas Joey memburu menatap bagaimana maha karya indah ini bisa tercipta. “Kamu cantik banget ... Diana.” Gairah meletup milik si pria tak terbendung lagi. Semua kain kedua insan itu tanggal dan jatuh ke lantai. Suhu ruangan pun kian panas seiring dengan desau yang terlontar dari dua anak manusia berbeda gender ini. “Pak ... S-Saya masih perawan.” Joey mengecupi pundak sempit milik Diana. “Saya pelan-pelan, kok.”

  • Rahasia Terkutuk   Sisi Lain Pak Bos

    Joey menyatukan alisnya saat melihat Diana yang sedang tidur berkeringat seperti orang habis lari maraton. Perasaan AC mobilnya menyala dan dingin. Kini bibir Diana mengeluarkan rintihan kesakitan seolah sedang tercekik. Buru-buru pria itu menepikan mobil, lalu mengguncang pundak Diana. “Diana, bangun!” Diana terkesiap dengan mata terbelalak. Kedua jemarinya meraba leher. Mata bulatnya mengerjap pelan. “S-Saya di mana?” “Di bulan! Kamu kenapa?” Kini pandangan Diana beralih ke arah Joey. Alis tebalnya menyatu sempurna. “Saya kenapa, Pak?” Joey mendecih sinis. “Kamu mimpi buruk, ya? Buat saya repot aja. Saya sampai harus berhenti di pinggir jalan buat bangunin kamu.” “Jadi tadi cuma mimpi?” Diam-diam Diana menarik napas lega. Setidaknya kejadian barusan hanya sebuah mimpi. Akan tetapi kenapa mimpi itu terasa sangat nyata? Bahkan leher Diana terasa perih meski tidak terluka. “Kamu mimpi apa?” tanya Joey seraya kembali melajukan mo

  • Rahasia Terkutuk   Perjalanan Pulang

    Joey mengetuk setir mobilnya gelisah. Entah kenapa pikiran tentang Diana mengusiknya. Ada sedikit rasa bersalah meninggalkan gadis itu di kantor sendirian. Akan tetapi apa yang salah? Dirinya kan memang selalu pulang tepat waktu. Siapa suruh Diana tidak mengerjakan semua tugas yang dia berikan dengan cepat. “Kenapa aku mesti ngerasa bersalah sama dia? Siapa suruh kerjanya lelet kayak keong.” Meski mulutnya berkata begini, nyatanya pikiran Joey menolak. Diana bekerja sampai malam karena mengerjakan pekerjaan yang telah mengendap sekian lama. Ditambah lagi pikiran kalau gadis itu belum sempat istirahat makan semakin mengusik nurani Joey. “Ah sialan!” Setir kemudi itu berbelok menuju sebuah restoran. Paling tidak dia harus membelikan makan agar bayangan Diana secepatnya minggat dari kepala Joey. “Mbak, saya mau take away makanan paling enak di sini.” Pelayan restoran itu menunjukkan beberapa menu

  • Rahasia Terkutuk   Bekal Istimewa

    Diana melotot saat Joey mendekat ke arah lehernya. Pria jangkung itu mengendus bau vanila yang menguar dari tubuh Diana. Gadis itu semakin gugup saat tangan besar sang bos melingkar di pinggangnya. “Kamu amatir, kan? Jangan-jangan kamu enggak pernah ciuman, ya?” Diana menahan tubuh sang bos. Wajah cantiknya memerah, antara malu dan juga marah. Dia merasa tidak nyaman dilecehkan. Diana juga punya harga diri. “Pak Joey, kalau saya laporin Bapak ke polisi atas tuduhan pelecehan seksual gimana?” Joey tergelak sejenak, tetapi buru-buru bibirnya menyeriangi. “Kamu pikir semudah itu? Kalau kamu miskin dan enggak punya koneksi, jangan harap bakal menang lawan saya. Saya bisa sewa pengacara paling mahal.” Mata bulat Diana tertutup menahan gejolak amarah yang membuncah. Lelaki ini benar-benar keterlaluan. “Saya kerja di sini untuk melayani Bapak dalam urusan kantor. Kalau urusan birahi, Bapak bisa cari istri saja, kan? Enggak semua wanita mau diajak ber

  • Rahasia Terkutuk   Hari Pertama

    Diana menggeleng lemah. Dipromosi menjadi sekretaris Joey adalah mimpi buruk. Bersama pria itu sehari saja rasanya sesak apalagi jika sepanjang waktu selama lima hari kerja. Tolong tampar dirinya! siapa tahu ini hanya mimpi buruk. “Kok diam? Kamu senang, kan?” Bibir tebal Diana kelu. Sekuat tenaga gadis itu menjawab pertanyaan Luna. “Bu, saya enggak mau dipromosi,” ujarnya. Muka pucat Luna berubah kesal. Bagi dia ini adalah kesempatan emas menyingkirkan Diana dari hadapan Yuda. Kalau bisa mati seperti sekretaris Joey yang sebelumnya, malah lebih bagus, pikirnya. “Gajinya gede, loh! Empat kali lipat dari gaji kamu sekarang. Kerjaannya lebih gampang dari ini. Enggak harus mondar-mandir ke proyek,” ujar Luna meyakinkan. Bibirnya menyeringai tipis dengan mata setia menatap penuh intimidasi. “Kamu cuma ngurus berkas sama buka paha, kurang enak apa lagi?” lanjut Luna berbisik. Mata Di

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status