Home / Horor / Rahasia Terkutuk / Teh Istimewa

Share

Teh Istimewa

Author: Sakura Aeri
last update Last Updated: 2021-11-29 21:31:36

Diana tak bisa menyembunyikan tawanya lagi. Gadis itu terkekeh di koridor kantor. Ingatannya tentang Jovanka yang jatuh dan marah-marah sendiri membuat perutnya tergelitik. Namun, secepatnya Diana kembali mengerem mulutnya. Dia merasa jahat karena menertawakan kesialan orang lain.

“Lagian dia jalan kayak orang mau peragaan busana. Sudah tahu hak sepatunya kayak ujung jarum.” Diana bergumam sendiri seraya menutup mulutnya agar tidak kembali tertawa. Akan tetapi langkahnya terhenti karena jambakan di rambut yang membuat gadis itu terhuyung ke belakang. Diana menoleh dan mendapati Jovanka yang menatapnya kesal.

“Kamu ngetawain aku? Beraninya kamu berurusan sama kesayangannya Pak Joey!”

Diana mengaduh sakit. Jambakan Jovanka tidak main-main. Dia merasa beberapa helai rambutnya tercabut. Diana benar-benar tak menyangka ternyata Jovanka lebih buruk dari Luna.

“Tolong lepasin! Kamu apa-apaan sih?”

Jovanka mendecih sinis. Aura muka wanita itu semakin tidak bersahabat. Dengan satu dorongan kuat, Jovanka memojokkan Diana ke tembok. Lorong ini jarang dilewati orang, dia merasa dapat melakukan hal ini dengan bebas.

“Kamu kira aku enggak lihat kamu tadi lihat Pak Joey terus? Mau apa kamu? Tebar pesona, ya? Kamu enggak selevel sama dia.”

Alis tebal Diana menyatu, dia tidak mengerti arah pembicaraan Jovanka. Bukankah tadi dia marah karena Diana menertawainya?

“Apa maksud kamu? Aku enggak ngerti.”

“Pura-pura bloon enggak bakal buat kamu makin cantik. Aku juga punya mata. Aku lihat kamu natap Pak Joey. Asal kamu tahu, ya? Dia punya aku.”

Embusan berat keluar dari hidung bangir Diana. Diberi gratis pun dia tidak akan mau dengan lelaki kasar dan menakutkan seperti Joey. Meski memang wajahnya sangat rupawan, Diana tak menampik itu.

“Ambil saja, Mbak. Aku enggak minat kok sama Pak Joey.”

Diana hendak mendorong Jovanka, tetapi wanita semampai itu kembali menyudutkan Diana ke tembok. Kini jari lentik Jovanka mencengkeram dagu Diana hingga memerah. “Aku dari awal sudah enggak suka sama kamu. Hati-hati saja, ya? Kamu bertingkah lagi, aku bakal minta Pak Joey pecat kamu.”

Memang tidak ada bedanya Luna dan Jovanka. Dua orang ini bisanya hanya mengancam saja, padahal Diana tidak merasa melakukan apa-apa pada mereka. Jika saja tidak ada sistem penalti dan dia tidak butuh uang, Diana akan memberi surat pengunduran dirinya sekarang juga pada Daelano.

“Baik ... akan aku ingat, pacarnya Pak Joey. Sekarang aku boleh pergi? Kerjaanku banyak.” Kali ini Diana benar-benar mendorong Jovanka. Telinganya sudah tak sanggup mendengar ocehan wanita itu.

***

Hari berganti hari, kehidupan Diana di kantor terasa semakin seperti neraka. Selain Luna yang terus menyiksanya dengan setumpuk pekerjaan, kini ada Jovanka yang terus mencari gara-gara dengannya.

Yang terparah adalah saat Jovanka mulai menyebarkan gosip miring tentang Diana. Wanita semampai itu bergunjing tentang Diana yang mencoba merayu Pak Joey. Padahal, Diana tak sedikit pun berminat dengan lelaki bernama Joey itu. Amit-amit jabang bayi, batinnya.

“Di, kamu mau ke mana?” Mala melihat penuh ingin tahu kala melihat Diana membawa beberapa tumpuk dokumen di tangannya.

“Oh ... aku mau ke tempat Pak Joey. Bu Luna minta aku buat minta tanda tangan, Mbak.”

Mala melirik rekan kerja di sebelahnya penuh arti, pandangan dua orang itu membuat Diana sedikit tidak nyaman.

“Ya sudah. Aku mau ke sana dulu, Mbak Mala.” Diana buru-buru pergi meninggalkan dua wanita yang kini tengah berbisik itu. Lama-lama dia kesal juga dengan gosip yang terlanjur menjamur ke mana-mana.

Diana menatap bingung kursi Jovanka yang kosong. Bukannya ini sudah lewat jam makan siang? Harusnya wanita menyebalkan itu masih ada di tempatnya.

“Ck! Masak aku mesti ketok-ketok ruangan Pak Joey? Tapi kalau aku enggak minta, Bu Luna bakal ngomel.”

Bagai makan buah simalakama. Jika maju maka akan mati di tangan Joey, tapi kalau mundur akan mati di tangan Luna. Bolehkah Diana minta langit menurunkan petir? Tolong sambar saja dua orang ini. Kalau bisa bertiga dengan Jovanka sekalian.

Tungkai kecilnya maju untuk mengetuk pintu ruangan sang pimpinan tertinggi. Pintu yang sedikit terbuka membuat Diana memiliki celah untuk mengintip. Namun, dia merasa sangat menyesal karena melakukan hal itu.

“Lebih cepat, Pak.” Erangan Jovanka menjadi penyambut kala Diana sampai di depan pintu. Mata bulat si gadis terbelalak lebar saat melihat dua insan manusia itu melakukan penyatuan di atas meja kerja.

“Ck, dasar tidak tahu tempat! Biar pun ini kantor punya dia, tapi enggak harus begituan di kantor, kan?” bisik Diana lirih. Kakinya perlahan mundur. Dia enggan ikut campur dan menimbulkan masalah baru. Mungkin dia bisa kembali beberapa menit lagi sampai dua orang itu selesai dengan urusan mereka.

Baru beberapa langkah mundur, pintu ruangan Joey tertutup sendiri dengan debuman kencang. Diana sendiri hampir terjungkal karena saking kagetnya.

“Lama-lama kalau enggak gila, mungkin aku bakal serangan jantung.” Diana bergumam seraya melanjutkan langkahnya menjauh. Akan tetapi langkah kecil itu terhenti saat seseorang menarik lengan Diana kasar. Iris legamnya kembali bertemu dengan pemilik manik mata bulat meruncing itu.

“Kamu lagi ... suka banget gangguin saya, ya?” Joey mengeratkan cengkeramannya di lengan Diana hingga sang empu mengaduh sakit.

“S-saya enggak ganggu Bapak kok.”

Satu sudut bibir Joey terangkat dan menyeret tubuh mungil Diana ke dalam ruangan. Jovanka yang baru saja selesai merapikan baju kerjanya, menatap sinis ke arah Diana.

Untuk kali kedua Diana mendengar pintu jati itu berdebum hari ini. Bedanya tadi tertutup sendiri, tapi kali ini dibanting oleh sang empunya ruangan. Tubuh Diana dihempas ke tembok hingga dokumen yang dibawa tercecer ke lantai.

“Kamu mau apa sebenarnya? Ingin juga ngerasain apa yang Jovanka rasain?” Bibir tebal Joey menyeriangi remeh. Tangan kekarnya membelai rambut Diana yang terjuntai.

“Saya enggak mau apa-apa, Pak. Saya Cuma mau tanda tangan saja kok.” Diana buru-buru berjongkok untuk memungut dokumen yang jatuh. Dia rasanya ingin mengumpati sang atasan mesum ini.

“Kamu pura-pura polos, ya? Padahal kamu juga menginginkan saya, kan?”

Diana terperangah. Selain mesum, bosnya ini juga terlewat percaya diri. “Saya sedikit pun enggak pernah kepikiran begitu, Pak. Meski Bapak lebih ganteng dari Tao Ming Se, saya enggak akan pernah berniat menyukai Bapak.”

Wajah Joey mengeras. Selama ini tidak ada satu wanita pun yang menolaknya. Gadis menyebalkan ini benar-benar mencoreng harga diri seorang Joey. Tangan lelaki itu meremas dagu kecil Diana. Matanya menatap tajam seakan ingin membunuh gadis itu detik ini juga.

“Dasar perempuan sombong! Kamu pikir saya selera sama kamu? Badan kurus dengan muka standar begini saja kamu belagu.”

Diana memejamkan mata saat merasakan tulang rahangnya hampir remuk karena ulah Joey. Namun, suara mengaduh sakit dari lelaki itu diiringi suara benda pecah, membuat Diana kaget. Cengkeraman di dagunya pun terasa terlepas.

“Tangan Bapak—“

“Keluar kamu!”

Diana tak serta merta keluar. Dia masih terpaku dengan punggung tangan Joey yang mengeluarkan darah. “Tapi tangan Bapak keluar darah.”

“Yang bilang keluar oli siapa? Kamu keluar! Enggak usah ikut campur!”

Gadis itu berlari ke arah meja Joey. Dengan sigap dia mengambil beberapa lembar tisu dan kembali ke arah sang bos berdiri.

“Kalau dibiarin, nanti darahnya semakin banyak yang jatuh ke lantai. Kasihan petugas cleaning service kepayahan bersihin noda ini, Pak.”

Rahang Joey hampir jatuh mendengar ujaran Diana. Jadi ini semata karena petugas kebersihan? Namun, dia urung menyahuti kala menangkap sosok Mora yang tengah duduk di atas lemari dokumen seraya menyeriangi dengan senyum mengerikan. Giginya yang hancur dan gusi penuh nanah itu bukan hal baru untuk Joey. Kening lelaki itu sedikit berkerut. Dia yakin pajangan yang mengenai tangannya tadi ulah Mora. Ini pertama kali sosok mengerikan itu menyakiti dirinya.

“Kamu kenal Mora?”

Diana mendongak menatap Joey dengan mata bulatnya. Kepala gadis itu menggeleng kecil. “Sampai kapan saya harus bilang kalau saya itu enggak tahu yang namanya Mora, Pak.”

“Kamu memang tukang bohong!”

“Terserah Pak Joey mau percaya atau enggak. Percuma menjelaskan sesuatu kalau memang orang itu enggak berniat percaya.”

Diana kembali menyodorkan dokumen setelah melihat darah dari luka goresan di punggung tangan Joey berhenti. Biar bagaimana pun pantang baginya kembali tanpa tanda tangan. Luna akan menyiksa Diana dengan kata-kata pedas jika itu terjadi.

“Pak Joey, bisa tanda tangani ini? Setelah itu saya akan keluar seperti perintah Bapak.”

***

Beberapa pasang mata melihat aneh ke arah Diana selama beberapa hari ini di kantor. Gadis bermata bulat itu sampai tidak enak hati karena tak sedikit yang berbisik buruk di dekat Diana.

“Gosip apa lagi yang disebar sama Mbak Jovanka?” lirih Diana berbisik. Dia berusaha menutup mata dan telinga. Dalam hati terus menyugesti diri kalau dia di sini hanya perlu bekerja dan mendapat uang untuk hidup.

“Enggak usah dengerin apa kata orang-orang, Di.”

Diana menoleh saat suara lembut Yuda menyapa. Lelaki bermata sipit itu selalu memberikan aura secerah mentari pagi yang menenangkan.

“Makasih, Kak. Cuma Kak Yuda yang masih baik sama aku.”

Yuda mengangguk kecil dan mengusap bahu Diana. “Aku bakal selalu ada buat kamu, Di. Oh iya, mau dibuatin teh hangat? Aku mau sekalian ke pantri.”

“Boleh, kalau Kak Yuda enggak repot.”

Lelaki itu tersenyum penuh arti dan menggeleng. Kaki jenjangnya perlahan menjauh menuju pantri kecil yang ada di sudut ruangan. Dengan cekatan Yuda membuatkan teh aroma melati untuk Diana. Matanya melirik sekitar begitu teh hangat itu selesai dibuat. Perlahan cangkir teh itu didekatkan ke mulutnya yang tengah merapalkan sesuatu tanpa suara. Sekian detik kemudian Yuda memasukkan ludahnya ke dalam cangkir berisi teh itu dan mengaduk kembali seperti tidak terjadi apa-apa.

Senyum yang amat semringah terukir di bibir tipis Yuda. Lelaki itu kembali ke meja Diana dengan secangkir teh hangat di tangannya. “Diana, ini tehnya. Dihabiskan, ya?”

Diana menerima dengan senang hati dan menghirup aroma melati yang begitu menenangkan. Bibirnya bersiap menyeruput teh hangat yang begitu nikmat itu, dibarengi dengan seringai tipis menakutkan dari bibir Yuda.

‘Kamu bakalan tergila-gila sama aku, Diana Sanjaya.’

Bersambung

Related chapters

  • Rahasia Terkutuk   Tergila-gila Denganmu

    Yuda Bastino, lelaki tiga puluh dua tahun yang betah melajang karena merasa tidak tertarik memiliki hubungan dengan lawan jenis. Perceraian kedua orang tuanya menjadikan Yuda tidak ingin menjalin cinta dengan siapa pun. Meski banyak gadis yang terang-terangan mengejarnya, tak sedikit pun mampu membuat hatinya tergerak. Namun, kehadiran Diana dalam hidup Yuda mengubah pandangan lelaki itu seratus delapan puluh derajat. Gadis yang memiliki rambut bergelombang dengan iris legam, begitu hangat dan cantik di mata Yuda. Tak pernah dia rasakan hasrat yang begitu menggebu saat melihat seorang wanita. Bahkan hanya dengan mendengar suara Diana, mampu membuat darah lelaki rupawan ini berdesir. Malangnya, Diana tak lebih menganggapnya hanya sebagai seorang kakak. Meski Yuda memberi perhatian tak biasa, gadis itu seakan menutup mata dan menganggap itu semata hanya kebaikan seorang teman. Yuda yang notabene tak pernah berurusan dengan hal seperti ini, merasa putus asa karena tak kun

    Last Updated : 2021-12-01
  • Rahasia Terkutuk   Awal Perjalanan Mengerikan

    Peluh mengucur dari dahi Diana. Suara teriakan pilu sayup-sayup menyapa indra pendengaran gadis itu. Rintihan sakit itu entah kenapa begitu menyayat hati Diana. Air mata meluncur tak terkendali dari mata bulatnya yang tertutup. “Hentikan! Sakit! Ampun!” Lagi-lagi kata itu terapalkan dengan lantang. Diana tak sanggup membuka mata. Badan pun tak bisa bergerak seolah mati rasa. Sekuat apa pun Diana meronta, dia hanya mampu diam dan mendengar sekeliling. “Cabut giginya!” Suara wanita dewasa menggema kali ini. Begitu kalimat itu selesai, teriakan melengking dari seorang anak kecil membuat Diana terperanjat hingga mampu terbangun dari buaian bunga mimpi mengerikan itu. “Ah ... apa itu tadi?” Napas gadis itu tak beraturan. Hal yang pertama kali dirasakan adalah linglung. Diana juga merasa matanya sedikit perih. Perlahan jemari lentik itu menyusuri pipi yang basah. Aku menangis? batinnya bingung. “Kenapa mimpi buruk ini mirip

    Last Updated : 2021-12-03
  • Rahasia Terkutuk   Insiden Kecelakaan

    “Kak Rara!” “Dek, hati-hati jatuh. Nanti dimarah Mama!” Kening Diana mengernyit saat kembali mendengar sayup-sayup percakapan dua anak kecil. Dia sedang merasa di awang-awang, tetapi masih dapat mendengar sekitar. Yang dia ingat hanyalah mobil sedan hitam milik sang bos banting setir ke arah kiri saat dia berteriak. Diana terpelanting ke depan dashboard dan tidak ingat apa-apa lagi. Akan tetapi kenapa malah hal ini yang dia dengar? Apa dia sedang mimpi lagi? Atau dia sudah di alam baka? “Dek, bangun!” Mata bulat Diana terbuka. Gadis itu merasa terkesiap dengan teriakan yang dia dengar. Pemandangan pertama yang terlihat adalah pepohonan dan langit biru. Saat melirik ke kiri, dia dapat melihat wajah Pak Amin yang menatapnya penuh rasa khawatir. “Mbak Diana, enggak apa-apa?” “S-saya kenapa, Pak?” Pak Amin mengusap tengkuknya dan tersenyum kecil. “Tadi Mbak Diana pingsan waktu mobil kita masuk ke semak-semak. Pak Joey yang

    Last Updated : 2021-12-06
  • Rahasia Terkutuk   Penglihatan Yang Sama

    Joey lagi-lagi berdeham dan pergi menjauhi Diana. Dia merasa tidak nyaman memandang wajah gadis itu terlalu lama. “Y-ya terserah saya dong! Kamu ngapain ngatur saya?” Diana sendiri mengangkat bahunya acuh. Dia mulai merasa lapar karena memang sudah lewat tengah hari. “Pak Amin mau Roti? Kebetulan saya bawa roti.” Diana mengeluarkan sebungkus besar roti lima rasa dari dalam tas ranselnya. Pak Amin hanya menggeleng dan memberi senyum teduh. Diana mengingatkannya terhadap sang putri di rumah. “Mbak enggak tawarin Pak Joey dan Mbak Jovanka?” “Mana mau mereka sama roti murah begini. Daripada saya dengar cacian, mending enggak usah.” Diana mengambil sepotong roti dan langsung makan dengan lahap. Tak dia sadari seseorang memandang ke arahnya sembari menelan ludah. Siapa lagi kalau bukan Joey. Lelaki dingin itu juga manusia, bisa lapar. Ditambah tadi pagi tidak sarapan membuat perutnya berbunyi nyaring sekarang. “Pak Joey kayaknya lapar, Mbak. C

    Last Updated : 2021-12-08
  • Rahasia Terkutuk   Meminta Pertolongan

    Raut muka Joey menahan kesal yang tak terkira. Dia sudah berjalan seratus meter dengan jalan yg sedikit terjal, lalu kembali lagi ke tempat semula hanya karena teriakan halu Jovanka. “Mana ularnya? Di sini ada Pak Amin, kenapa kamu pakai teriak-teriak sampai seperti itu?” cecar Joey dongkol. Tadi wanita ini berteriak seperti melihat setan, tetapi begitu dia dan Diana kembali, ternyata Jovanka hanya merasa melihat ular. “Tadi ada di situ, Pak. Saya takut banget.” Jovanka bangkit dan langsung memeluk Joey dengan manja. Diana sendiri rasanya ingin mempersembahkan wanita semampai itu pada anaconda betulan. Bisakah mereka sampai Anyer jika begini terus? Atau paling minim bisakah mereka pulang dengan selamat? “Enggak ada apa-apa kok, Pak. Tadi saya sudah periksa,” jelas Pak Amin. Jovanka memandang tajam ke arah sang sopir, seolah tidak suka dengan jawaban itu. “Kamu mau cari perhatian saya, ya? Kalau kamu ny

    Last Updated : 2021-12-11
  • Rahasia Terkutuk   Jangan Perkosa Saya

    Perjalanan ke Anyer berlanjut pada pukul empat saat Ken datang untuk menjemput Joey. Meski kakaknya menyebalkan, tetapi lelaki berkulit sawo matang itu tidak tega melihat kakaknya dimakan penunggu hutan jati jika dibiarkan lebih lama di sana. Ken merasa beruntung karena ternyata Joey membawa dua gadis cantik bersamanya. Sedangkan Pak Amin ikut dengan mobil derek untuk kembali ke Jakarta. “Kamu mau threesome, ya? Kok bawa dua cewek?” Joey melirik tajam sang adik yang sedang menyetir di sebelahnya. “Mulutmu memang sembarangan. Satu itu sekretarisku, satunya yang dekil itu kacungku.” Ken melihat ke belakang lewat spion. Jika dilihat dari tipe kakaknya, sudah pasti yang berbaju ketat itu sekretarisnya. Akan tetapi yang satu lagi, tidak dekil sama sekali. Malah lebih cantik dari si gadis berbaju ketat di mata Ken. “Yang cantik itu namanya siapa, Kak?” “Siapa? Sekretarisku? Namanya Jovanka.”

    Last Updated : 2021-12-15
  • Rahasia Terkutuk   Penghinaan Menyakitkan

    Badan besar Joey merebah di kasur empuk dengan ukuran king size. Badannya benar-benar terasa lelah karena perjalanan hari ini. Niatnya untuk mendapat penyegaran, tetapi malah kesialan yang justru datang. Semua salah Diana, si gadis sialan menyebalkan. Dia benar-benar menyesal membawa gadis itu untuk semobil bersamanya. “Aku butuh nikotin.” Joey merogoh saku celananya dan mengeluarkan sekotak rokok campuran khusus yang sangat dibenci oleh Ken. Beruntung adiknya sudah kembali ke Jakarta, kalau tidak mungkin mulut Ken sudah mengomel tak karuan. Setelah menghisap rokok terlarang itu, tangan Joey dengan lihai menari di atas ponsel. Dia mengirim pesan pada Jovanka untuk datang ke kamarnya. Dalam pikiran Joey, bercinta sebentar sambil menunggu makan malamnya siap, tidak buruk juga. Tak berapa lama, ketukan pintu terdengar. Joey yang sudah di ambang kesadarannya mengulum senyum laknat. Dengan segera dia menuju pintu dan menarik gadis yang dia pikir Jovanka.

    Last Updated : 2021-12-20
  • Rahasia Terkutuk   Fitnah Keji

    Tawa dua anak kecil mengusik lubang pendengaran Diana. Mata bulatnya ingin terbuka, tetapi tidak bisa. Sayup-sayup terdengar lagi suara yang tak asing berbicara. “Dek, mau main ke luar, enggak? Jangan di rumah terus.” “Nanti mama marahin Kak Rara lagi kalau ketahuan bawa aku ke luar.” “Kakak enggak apa-apa demi kamu, Dek.” Diana mengernyit. Percakapan itu seperti tak asing untuknya. Badannya ingin bergerak tapi tak mampu. Udara dingin kian menyapu kulit Diana. Dia baru ingat bukankah sedang tidur di gazebo? Jadi dia sekarang sedang bermimpi? Pikiran Diana kembali pecah saat menangkap percakapan yang kian jelas di telinganya. “Kak, dingin ... Ayo masuk ke rumah.” “Kakak peluk, ya, Dek. Hangat, kan?” Entah kenapa hati Diana tersentuh mendengar kalimat-kalimat yang terlontar. Dia kembali menangis dalam tidur, tetapi kali ini dia menangis karena merasakan kerinduan yang amat dalam. “Kak....” Bibir Diana otomatis mer

    Last Updated : 2021-12-23

Latest chapter

  • Rahasia Terkutuk   Foto Pembuka Tabir

    Diana berlari kencang di koridor sebuah rumah sakit negeri di Jakarta. Di belakangnya tampak sosok Joey ikut berlari mengikuti gadis itu. Jika ditanya mengapa Joey ikut? Lelaki itu memaksa mengantar Diana dengan dalih agar lebih cepat sampai. Entah kerasukan apa pria dingin ini hingga dia jadi begitu peduli pada orang lain.“Papa!”Diana menghambur begitu memasuki ruang rawat sang ayah. Air mata sudah tak terbendung sejak tadi. Gadis itu benar-benar takut jika terjadi apa-apa. Orang tuanya hanya tinggal seorang.“Kenapa Kakek bisa jatuh dari tempat tidur, Dek?” tanya Diana tak sabar pada Rosa dan Rubi yang duduk di kursi penunggu. Dua bocah kecil itu habis menangis, terbukti dari kedua mata mereka yang membengkak.“Kamu harusnya tenangin mereka dulu baru tanya. Enggak lihat keponakan kamu habis nangis dan masih syok?” Joey yang sedari tadi hanya melihat dalam diam, bergerak maju dan berjongkok di depan kursi dua bocah i

  • Rahasia Terkutuk   Penyangkalan Pak Bos

    Joey terkesiap saat Diana mengatakan nama itu. Dirinya sampai mematung dengan wajah pias. Sudah lama sekali telinganya tak mendengar orang lain menyebut nama itu. “Kamu ngapain nyebut nama itu?” Diana menggaruk pelipisnya kikuk. Nama itu refleks keluar dari mulutnya karena itu yang dia dengar terakhir kali sebelum sadar. “A-Ah ... bukan apa-apa, Pak. Maaf sudah buat Pak Joey takut.” Manik bulat meruncing Joey masih menatap Diana dengan pandangan sulit diartikan. Dahi paripurna lelaki itu sedikit mengerut seakan tengah berpikir keras. “Kamu beneran bukan indigo? Apa keturunan dukun mungkin?” tanya Joey tiba-tiba. Lelaki itu sepertinya bersungguh-sungguh dari ekspresi wajahnya. “Enggak. Saya manusia biasa, Pak.” Jawaban Diana seakan belum memuaskan beribu pertanyaan di kepala Joey. Diana sangat berbeda dengan sekretaris sebelumnya. Dia yakin ini bukan hanya sekedar keisengan Mora. “Sekali lagi saya tanya, kamu beneran eng

  • Rahasia Terkutuk   Bubur Masa Lalu

    Diana menatap khawatir Joey yang duduk bersebelahan dengannya di dalam taksi. Setelah mengantar lelaki ini ke klinik terdekat, sebagai sekretaris dia juga harus memastikan sang bos sampai di rumah dengan selamat. “Pak Joey kenapa enggak sarapan? Saya jadi ngerasa bersalah karena kasih makanan pedas.” Mata Joey yang awalnya terpejam kini terbuka sedikit. “Saya udah bilang telat bangun karena mimpi buruk, mana sempat mikirin sarapan.” Benar juga. Tadi pagi Joey berkejaran dengan rapat dengan klien penting. Jika begini berarti tidak ada yang bisa disalahkan. “Apa Pak Joey sekalian mau disiapin sarapan juga tiap pagi?” “Terserah.” Joey kembali memejamkan mata. Perutnya masih terasa tidak enak meski tak sesakit tadi. Dia hanya ingin sampai di rumah dan tidur. Di lain sisi, Diana melirik Joey yang tertidur dengan pandangan bersalah. Diam-diam gadis cantik itu mengagumi paras rupawan sang atasan. Tidak heran jika pria tinggi ini dielu-elukan oleh kau

  • Rahasia Terkutuk   Pak Bos Sakit

    Diana merasa sikap Joey sedikit berbeda. Terbukti saat selesai rapat dengan klien dari perusahaan BUMN, lelaki itu sama sekali tak mengajaknya bicara. Dia juga seperti menjaga jarak dengan Diana. Seolah dirinya adalah kuman yang harus dihindari. “Kenapa lagi sih dia?” Gadis bermata bulat itu mengambil kotak makan dari dalam paper bag. Biar bagaimana pun Joey sudah membayar untuk katering makan siang padanya. Dengan hati-hati Diana mengetuk pintu sang atasan dan masuk ke dalam. “Pak Joey, ini makan siang hari ini. Saya memasak ayam bumbu rujak, sambal goreng hati, dan sayur tumis.” Joey mengalihkan perhatiannya dari layar laptop. Bau makanan dari kotak yang dibawa Diana sungguh amat menggoda. “Taruh aja. Tolong kamu langsung pergi ke luar. Jangan ke sini kalau enggak urgent banget.” Sang sekretaris mengerutkan alis. Joey terlihat t

  • Rahasia Terkutuk   Delusi Erotis

    Wangi harum rambut si wanita begitu menggelitik jiwa kelelakian seorang Joey Pratama. Bibir tebalnya tak henti mengecup leher jenjang putih mulus gadis yang kini tengah menatap dengan raut polos di bawahnya. Jari-jari besar Joey mengelus lembut wajah cantik tanpa riasan milik si wanita. Puasa ranjang selama sebulan memang membuat Joey bak singa di musim kawin. “P-Pak Joey....” Lirihan si wanita begitu terdengar merdu. Perlahan kancing kemeja biru muda dia lepaskan hingga membuat kulit mulus bak dewi itu terlihat ke permukaan. Napas Joey memburu menatap bagaimana maha karya indah ini bisa tercipta. “Kamu cantik banget ... Diana.” Gairah meletup milik si pria tak terbendung lagi. Semua kain kedua insan itu tanggal dan jatuh ke lantai. Suhu ruangan pun kian panas seiring dengan desau yang terlontar dari dua anak manusia berbeda gender ini. “Pak ... S-Saya masih perawan.” Joey mengecupi pundak sempit milik Diana. “Saya pelan-pelan, kok.”

  • Rahasia Terkutuk   Sisi Lain Pak Bos

    Joey menyatukan alisnya saat melihat Diana yang sedang tidur berkeringat seperti orang habis lari maraton. Perasaan AC mobilnya menyala dan dingin. Kini bibir Diana mengeluarkan rintihan kesakitan seolah sedang tercekik. Buru-buru pria itu menepikan mobil, lalu mengguncang pundak Diana. “Diana, bangun!” Diana terkesiap dengan mata terbelalak. Kedua jemarinya meraba leher. Mata bulatnya mengerjap pelan. “S-Saya di mana?” “Di bulan! Kamu kenapa?” Kini pandangan Diana beralih ke arah Joey. Alis tebalnya menyatu sempurna. “Saya kenapa, Pak?” Joey mendecih sinis. “Kamu mimpi buruk, ya? Buat saya repot aja. Saya sampai harus berhenti di pinggir jalan buat bangunin kamu.” “Jadi tadi cuma mimpi?” Diam-diam Diana menarik napas lega. Setidaknya kejadian barusan hanya sebuah mimpi. Akan tetapi kenapa mimpi itu terasa sangat nyata? Bahkan leher Diana terasa perih meski tidak terluka. “Kamu mimpi apa?” tanya Joey seraya kembali melajukan mo

  • Rahasia Terkutuk   Perjalanan Pulang

    Joey mengetuk setir mobilnya gelisah. Entah kenapa pikiran tentang Diana mengusiknya. Ada sedikit rasa bersalah meninggalkan gadis itu di kantor sendirian. Akan tetapi apa yang salah? Dirinya kan memang selalu pulang tepat waktu. Siapa suruh Diana tidak mengerjakan semua tugas yang dia berikan dengan cepat. “Kenapa aku mesti ngerasa bersalah sama dia? Siapa suruh kerjanya lelet kayak keong.” Meski mulutnya berkata begini, nyatanya pikiran Joey menolak. Diana bekerja sampai malam karena mengerjakan pekerjaan yang telah mengendap sekian lama. Ditambah lagi pikiran kalau gadis itu belum sempat istirahat makan semakin mengusik nurani Joey. “Ah sialan!” Setir kemudi itu berbelok menuju sebuah restoran. Paling tidak dia harus membelikan makan agar bayangan Diana secepatnya minggat dari kepala Joey. “Mbak, saya mau take away makanan paling enak di sini.” Pelayan restoran itu menunjukkan beberapa menu

  • Rahasia Terkutuk   Bekal Istimewa

    Diana melotot saat Joey mendekat ke arah lehernya. Pria jangkung itu mengendus bau vanila yang menguar dari tubuh Diana. Gadis itu semakin gugup saat tangan besar sang bos melingkar di pinggangnya. “Kamu amatir, kan? Jangan-jangan kamu enggak pernah ciuman, ya?” Diana menahan tubuh sang bos. Wajah cantiknya memerah, antara malu dan juga marah. Dia merasa tidak nyaman dilecehkan. Diana juga punya harga diri. “Pak Joey, kalau saya laporin Bapak ke polisi atas tuduhan pelecehan seksual gimana?” Joey tergelak sejenak, tetapi buru-buru bibirnya menyeriangi. “Kamu pikir semudah itu? Kalau kamu miskin dan enggak punya koneksi, jangan harap bakal menang lawan saya. Saya bisa sewa pengacara paling mahal.” Mata bulat Diana tertutup menahan gejolak amarah yang membuncah. Lelaki ini benar-benar keterlaluan. “Saya kerja di sini untuk melayani Bapak dalam urusan kantor. Kalau urusan birahi, Bapak bisa cari istri saja, kan? Enggak semua wanita mau diajak ber

  • Rahasia Terkutuk   Hari Pertama

    Diana menggeleng lemah. Dipromosi menjadi sekretaris Joey adalah mimpi buruk. Bersama pria itu sehari saja rasanya sesak apalagi jika sepanjang waktu selama lima hari kerja. Tolong tampar dirinya! siapa tahu ini hanya mimpi buruk. “Kok diam? Kamu senang, kan?” Bibir tebal Diana kelu. Sekuat tenaga gadis itu menjawab pertanyaan Luna. “Bu, saya enggak mau dipromosi,” ujarnya. Muka pucat Luna berubah kesal. Bagi dia ini adalah kesempatan emas menyingkirkan Diana dari hadapan Yuda. Kalau bisa mati seperti sekretaris Joey yang sebelumnya, malah lebih bagus, pikirnya. “Gajinya gede, loh! Empat kali lipat dari gaji kamu sekarang. Kerjaannya lebih gampang dari ini. Enggak harus mondar-mandir ke proyek,” ujar Luna meyakinkan. Bibirnya menyeringai tipis dengan mata setia menatap penuh intimidasi. “Kamu cuma ngurus berkas sama buka paha, kurang enak apa lagi?” lanjut Luna berbisik. Mata Di

DMCA.com Protection Status