Share

2. Awal Ketegangan

Author: Lann
last update Last Updated: 2025-01-10 15:27:40

Hari-hari setelah acara amal itu berlalu dengan cepat, namun bagi Alya, rasanya seperti waktu melambat. Ia masih belum bisa melupakan pertemuannya yang memalukan dengan Adrian Hartanto, CEO terkenal yang tanpa sengaja ia anggap sebagai pelayan. Setiap kali ingatan itu muncul di benaknya, wajahnya langsung memerah karena malu. Namun, lebih dari rasa malu, ada sesuatu dalam tatapan Adrian yang membuatnya penasaran. Tatapan itu tidak hanya dingin, tetapi juga seolah-olah menyimpan rahasia besar yang tidak ingin dibagikan kepada siapa pun.

Keesokan harinya, Alya kembali bekerja di kantor perusahaan tempat ia bekerja selama beberapa bulan terakhir. Perusahaan ini adalah salah satu mitra bisnis dari Hartanto Group, perusahaan yang dipimpin oleh Adrian. Meskipun ia tahu bahwa Adrian adalah orang penting di dunia bisnis, Alya tidak pernah membayangkan bahwa ia akan bertemu dengannya secara langsung, apalagi dalam situasi yang begitu memalukan. Ia berharap bahwa insiden itu tidak akan sampai ke telinga bosnya atau rekan-rekannya di kantor.

Namun, harapannya mulai goyah ketika ia mendengar desas-desus tentang kedatangan Adrian ke kantor mereka minggu ini. Kabarnya, Adrian akan mengadakan rapat penting dengan tim manajemen untuk membahas proyek kolaborasi baru antara kedua perusahaan. Alya merasa cemas. Bagaimana jika Adrian mengenali dirinya? Apa yang akan ia katakan? Apakah ia akan menertawakannya di depan semua orang? Pikiran-pikiran ini membuatnya sulit berkonsentrasi pada pekerjaannya.

Pada hari Senin pagi, suasana di kantor tampak berbeda dari biasanya. Semua orang terlihat lebih tegang dan sibuk. Para staf senior berkumpul di ruang rapat utama, sementara para pegawai junior seperti Alya diminta untuk tetap siaga di luar. Tidak ada yang tahu pasti apa yang akan dibahas dalam rapat tersebut, tetapi semua orang tahu bahwa ini adalah kesempatan besar bagi perusahaan mereka untuk meningkatkan reputasi di mata Hartanto Group.

Alya duduk di mejanya, mencoba fokus pada dokumen-dokumen yang harus ia kerjakan. Namun, matanya terus-menerus melirik ke arah pintu ruang rapat, berharap Adrian tidak akan keluar dari sana. Ia bahkan sempat berpikir untuk mengambil cuti sakit, tetapi ia tahu bahwa itu bukanlah solusi yang baik. Ia harus menghadapi kenyataan bahwa ia mungkin akan bertemu Adrian lagi, entah bagaimana caranya.

Beberapa jam kemudian, pintu ruang rapat akhirnya terbuka. Para staf senior keluar satu per satu, wajah mereka tampak serius namun puas. Bos Alya, Pak Rizal, memanggil beberapa pegawai junior, termasuk Alya, untuk masuk ke ruangan. Alya merasa jantungnya berdebar-debar saat ia melangkah masuk. Di dalam ruangan, Adrian sedang duduk di kursi kepala, dengan ekspresi yang sama dingin seperti saat mereka bertemu di acara amal. Ia tampak sedikit lebih santai, tetapi tatapannya tetap tajam dan mengintimidasi.

"Baik," kata Pak Rizal dengan suara keras, mencoba memecah ketegangan. "Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, kita akan memulai proyek kolaborasi baru dengan Hartanto Group. Proyek ini sangat penting bagi perusahaan kita, jadi saya ingin semua orang memberikan yang terbaik."

Adrian mengangguk sekilas, lalu berdiri dari kursinya. "Saya ingin memastikan bahwa semua detail proyek ini berjalan lancar," katanya dengan nada datar. "Oleh karena itu, saya akan mengirimkan salah satu tim saya untuk bekerja langsung di sini. Mereka akan membantu memastikan bahwa semua target tercapai tepat waktu."

Semua orang di ruangan itu tampak terkejut, termasuk Alya. Ini adalah langkah yang tidak biasa bagi sebuah perusahaan sebesar Hartanto Group. Biasanya, mereka hanya mengirimkan laporan atau delegasi kecil untuk mengawasi proyek. Namun, sepertinya Adrian ingin memastikan bahwa proyek ini berhasil dengan cara yang lebih langsung.

Setelah rapat selesai, Adrian meninggalkan ruangan tanpa banyak bicara. Alya merasa lega karena ia tidak mengenali dirinya, atau setidaknya itulah yang ia pikirkan. Namun, beberapa menit kemudian, Nadine—sekretaris Adrian yang Alya temui di acara amal—mendekatinya dengan senyum ramah yang terlihat palsu.

"Alya, kan?" tanya Nadine dengan nada manis, meskipun ada kilatan dingin dalam matanya. "Saya ingat kamu dari acara amal minggu lalu."

Alya merasa tubuhnya menegang. Ia tidak tahu apa yang Nadine inginkan darinya, tetapi ia tahu bahwa wanita itu tidak bisa dipercaya sepenuhnya. "Ya, betul," jawabnya dengan sopan, mencoba menjaga sikapnya tetap tenang.

Nadine tersenyum lebih lebar. "Kamu bekerja di departemen mana?"

"Departemen administrasi," jawab Alya singkat, berharap percakapan ini akan segera berakhir.

"Oh, bagus sekali," kata Nadine dengan nada yang terdengar sedikit sinis. "Mungkin kamu bisa membantu kami nanti. Kami akan membutuhkan banyak dukungan dari timmu untuk memastikan proyek ini berjalan lancar."

Alya hanya mengangguk, tidak tahu harus berkata apa. Nadine tampak puas dengan reaksinya, lalu berbalik dan meninggalkan ruangan. Alya merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi ia tidak bisa memastikan apa itu.

Beberapa hari kemudian, tim dari Hartanto Group mulai bekerja di kantor mereka. Alya jarang bertemu dengan Adrian, tetapi ia sering melihat Nadine berkeliling kantor, berbicara dengan para staf senior dan mencatat hal-hal penting. Ada sesuatu dalam cara Nadine berperilaku yang membuat Alya merasa tidak nyaman. Wanita itu tampak terlalu tertarik pada segala sesuatu yang terjadi di kantor, seolah-olah ia sedang mencari sesuatu.

Di tengah semua ketegangan ini, Alya mulai merasa semakin sulit untuk berkonsentrasi pada pekerjaannya. Ia sering terjebak dalam pikiran-pikiran tentang Adrian dan Nadine, serta apa yang mereka rencanakan. Ia juga mulai merasa bahwa ia tidak cocok dengan lingkungan kerja yang begitu kompetitif. Semua orang tampak begitu ambisius, sementara ia hanya ingin melakukan pekerjaannya dengan baik tanpa harus terlibat dalam politik kantor.

Namun, ada satu hal yang membuatnya sedikit lebih tenang. Salah satu rekan kerjanya, Dina, tampaknya memahami perasaannya. Dina adalah seorang wanita muda yang bekerja di departemen yang sama dengan Alya. Ia sering mengajak Alya berbicara tentang hal-hal ringan di luar pekerjaan, seperti film atau musik favorit mereka. Alya merasa bahwa Dina adalah satu-satunya orang di kantor yang benar-benar peduli padanya.

Suatu sore, saat mereka sedang istirahat di pantry, Dina bertanya, "Kamu baik-baik saja, ya? Kamu tampak sedikit tegang akhir-akhir ini."

Alya tersenyum tipis. "Aku hanya... merasa sedikit kewalahan, mungkin. Ada banyak hal yang terjadi akhir-akhir ini."

Dina mengangguk paham. "Aku tahu apa yang kamu maksud. Tim dari Hartanto Group membuat semua orang gugup. Tapi jangan khawatir, kamu pasti bisa melewatinya. Kamu kuat, Alya."

Alya merasa sedikit lega mendengar kata-kata Dina. Ia tahu bahwa ia tidak sendirian dalam menghadapi semua ini. Namun, ia juga sadar bahwa ia harus lebih berhati-hati. Ada sesuatu yang tidak beres di udara, dan ia tidak ingin terjebak dalam situasi yang lebih rumit dari yang sudah ada.

Hari-hari berikutnya berlalu dengan lambat. Alya mencoba fokus pada pekerjaannya, meskipun pikirannya masih dipenuhi oleh ketegangan yang terus-menerus menghantuinya. Ia tahu bahwa ia harus bersiap menghadapi tantangan-tantangan baru, terutama dengan kehadiran tim dari Hartanto Group. Namun, ia juga merasa bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi, sesuatu yang belum sepenuhnya ia pahami.

Meskipun begitu, Alya tetap bertekad untuk melanjutkan hidupnya dengan tenang. Ia tidak ingin membiarkan ketegangan di kantor menguasai dirinya. Ia tahu bahwa ia harus tetap kuat, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk masa depannya.

Alya merasa ada sesuatu yang tidak beres. Nadine terlalu sering muncul di sekitarnya, seolah-olah wanita itu sedang mengamati setiap gerak-geriknya. Awalnya, Alya mencoba mengabaikan perasaan itu, menganggap bahwa Nadine hanya melakukan tugasnya sebagai sekretaris Adrian. Namun, semakin hari, Nadine tampak semakin tertarik pada Alya, bahkan hingga menanyakan hal-hal kecil yang seharusnya tidak penting. Pertanyaan-pertanyaan itu terdengar biasa saja, tetapi ada nada dalam suara Nadine yang membuat Alya merasa tidak nyaman.

Pada hari Jumat sore, saat Alya sedang merapikan dokumen di mejanya, Nadine tiba-tiba muncul lagi. Kali ini, ia membawa secangkir kopi dan meletakkannya di atas meja Alya dengan senyum manis yang terlihat dipaksakan. "Ini untukmu," katanya, suaranya terdengar ramah namun ada sesuatu yang dingin di balik nada bicaranya. "Kamu pasti lelah bekerja keras akhir-akhir ini."

Alya tersenyum tipis, mencoba bersikap sopan meskipun ia merasa curiga. "Terima kasih," jawabnya singkat, tidak yakin apakah ia harus meminum kopi itu atau tidak. Ia tahu bahwa Nadine bukan orang yang bisa sepenuhnya dipercaya, tetapi ia juga tidak ingin terlihat kasar.

Nadine tidak langsung pergi. Sebaliknya, ia duduk di kursi di samping meja Alya, seolah-olah ia ingin mengobrol lebih lama. "Jadi, bagaimana menurutmu tentang proyek kolaborasi ini?" tanyanya dengan nada santai, meskipun matanya terus-menerus memperhatikan reaksi Alya.

Alya mengangkat bahu, berusaha menjaga ekspresinya tetap netral. "Proyeknya cukup menantang, tapi aku yakin kita bisa melakukannya jika semua orang bekerja sama."

Nadine tersenyum, tetapi senyum itu tidak sampai ke matanya. "Ya, tentu saja. Tapi aku penasaran... apa kamu sudah bertemu dengan Adrian lagi sejak acara amal itu?"

Pertanyaan itu membuat Alya merasa tidak nyaman. Ia tidak tahu apakah Nadine benar-benar ingin tahu atau hanya mencoba menggali informasi. "Tidak," jawabnya dengan cepat, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya. "Aku jarang bertemu dengannya di kantor."

Nadine mengangguk, tetapi ada kilatan aneh di matanya, seolah-olah ia tahu sesuatu yang tidak diketahui Alya. "Oh, begitu," katanya pelan, suaranya terdengar seperti bisikan. "Aku hanya bertanya-tanya... apa mungkin kamu salah paham tentangnya."

Alya merasa tubuhnya menegang. Apa maksud Nadine dengan perkataan itu? Apakah ia mencoba memberitahunya sesuatu? Ataukah ini hanya cara Nadine untuk memancing reaksi darinya?

Sebelum Alya bisa bertanya lebih lanjut, Nadine berdiri dan berkata, "Yah, aku harus kembali bekerja. Terima kasih sudah ngobrol denganku." Wanita itu tersenyum lagi, lalu berjalan pergi tanpa menoleh ke belakang.

Alya menatap cangkir kopi di mejanya, merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ada sesuatu dalam percakapan tadi yang membuatnya merasa tidak tenang. Nadine terlalu banyak bertanya tentang Adrian, dan ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuat Alya merasa bahwa wanita itu sedang mencoba menyampaikan pesan terselubung.

Namun, Alya tidak punya waktu untuk memikirkan hal itu lebih jauh. Beberapa jam kemudian, bosnya, Pak Rizal, memanggilnya ke ruang rapat. Saat Alya masuk, ia terkejut melihat Adrian sudah berada di sana. Pria itu duduk di kursi kepala, dengan ekspresi yang sama dingin seperti biasanya. Namun, kali ini ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Alya merasa tidak nyaman. Tatapan itu seolah-olah menusuk langsung ke dalam jiwanya, membuatnya merasa seperti seekor mangsa yang sedang diamati oleh predator.

"Alya," kata Pak Rizal dengan nada serius, "kami membutuhkan bantuanmu untuk sesuatu yang sangat penting."

Alya merasa jantungnya berdebar-debar. Apa yang akan diminta oleh mereka? Ia hanya seorang pegawai junior, dan ia tidak tahu apa yang bisa ia lakukan untuk membantu proyek sebesar ini.

Adrian berbicara, suaranya datar namun tajam. "Kami membutuhkan seseorang yang bisa menjadi penghubung antara tim kami dan timmu. Seseorang yang bisa memastikan bahwa semua komunikasi berjalan lancar."

Alya merasa terkejut. Mengapa mereka memilihnya untuk tugas ini? Bukankah ada orang lain yang lebih senior dan lebih berpengalaman? Namun, sebelum ia bisa mengajukan pertanyaan, Pak Rizal melanjutkan, "Kami memilihmu karena kamu memiliki sikap yang baik dan mampu bekerja dengan tim. Kami yakin kamu bisa melakukannya."

Alya merasa bingung. Ia tidak tahu apakah ini adalah sebuah kehormatan atau malah sebuah jebakan. Namun, ia tidak punya pilihan selain menerima tawaran itu. "Baik, Pak," katanya dengan suara pelan, mencoba menyembunyikan rasa cemasnya.

Setelah rapat selesai, Adrian berdiri dari kursinya dan mendekati Alya. Ia menatapnya dengan intens, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu. Namun, alih-alih berbicara, ia hanya memberikan satu kalimat pendek: "Kita akan bicara nanti."

Alya merasa tubuhnya membeku. Apa yang Adrian maksud dengan "kita akan bicara nanti"? Apakah ia akan membahas insiden memalukan di acara amal? Atau apakah ada sesuatu yang lebih besar yang belum ia ketahui?

Namun, sebelum Alya bisa bertanya lebih lanjut, Adrian sudah meninggalkan ruangan, meninggalkannya dengan segudang pertanyaan yang belum terjawab. Di luar ruangan, Nadine tampak tersenyum puas, seolah-olah ia telah berhasil mencapai tujuannya.

Alya merasa ada sesuatu yang tidak beres. Nadine dan Adrian tampaknya memiliki rencana yang melibatkan dirinya, tetapi ia tidak tahu apa itu. Apakah ini hanya kebetulan, atau apakah ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi?

Saat ia kembali ke mejanya, Alya merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Ia tidak tahu apakah ia harus merasa senang karena dipercaya untuk tugas penting ini, atau merasa takut karena mungkin ada sesuatu yang lebih rumit di balik semua ini. Yang jelas, ia tahu bahwa hidupnya tidak akan sama lagi setelah ini.

Dan yang paling mengkhawatirkan, ia tidak tahu apa yang akan Adrian katakan padanya nanti. Apakah ia akan membahas insiden memalukan di acara amal? Atau apakah ada sesuatu yang lebih besar yang belum ia ketahui? Apakah Nadine terlibat dalam rencana ini? Dan yang paling penting, apakah Alya siap untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi selanjutnya?

Hari itu berakhir dengan banyak pertanyaan yang belum terjawab. Alya pulang ke rumah dengan perasaan cemas, tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari. Ia hanya tahu bahwa ia harus bersiap menghadapi tantangan baru, tantangan yang mungkin akan mengubah hidupnya selamanya.

Related chapters

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    3. Tawaran Mengejutkan

    Malam itu, Alya tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi oleh pertemuan singkat dengan Adrian di ruang rapat dan tatapan dingin Nadine yang terus menghantui. Ia merasa seperti ada beban besar yang tiba-tiba diletakkan di pundaknya tanpa ia minta. Tugas baru sebagai penghubung antara tim Hartanto Group dan perusahaan tempat ia bekerja seharusnya menjadi sebuah kehormatan, tetapi bagi Alya, ini lebih terasa seperti jebakan. Ia tidak tahu apa yang akan dibicarakan Adrian dengannya nanti, tetapi ia yakin bahwa percakapan itu tidak akan berakhir dengan baik. Keesokan harinya, Alya bangun dengan rasa lelah yang mendalam. Matahari sudah mulai naik tinggi saat ia tiba di kantor, namun suasana di sana tampak lebih tegang dari biasanya. Para staf senior berkumpul di ruang rapat utama, membahas detail proyek kolaborasi yang semakin kompleks. Alya mencoba fokus pada pekerjaannya, tetapi pikirannya terus-menerus melayang ke Adrian dan kata-kata terakhirnya: "Kita akan bicara nanti." Alya tidak tahu

    Last Updated : 2025-01-10
  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    4. Kehidupan Baru

    Malam itu, Alya tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung terjawab. Pesan misterius yang ia terima di ponselnya terus berputar dalam benaknya, membuatnya merasa seperti ada bayangan gelap yang mengikuti setiap langkahnya. Nadine, Adrian, bahkan keluarganya sendiri—semua tampak seperti potongan puzzle yang belum tersusun dengan sempurna. Ia tahu bahwa keputusan untuk menerima tawaran Adrian adalah sebuah langkah besar yang akan mengubah hidupnya selamanya, tetapi ia juga sadar bahwa ia tidak punya banyak pilihan lain. Keesokan harinya, Alya bangun dengan perasaan lelah yang mendalam. Matahari sudah mulai naik tinggi saat ia tiba di kantor, namun suasana di sana tampak lebih tegang dari biasanya. Para staf senior berkumpul di ruang rapat utama, membahas detail proyek kolaborasi yang semakin kompleks. Alya mencoba fokus pada pekerjaannya, tetapi pikirannya terus-menerus melayang ke percakapan singkat dengan Nadine dan pesan misterius yang ia terima

    Last Updated : 2025-01-11
  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    5. Musuh dalam Selimut

    Hari-hari berikutnya di rumah Adrian terasa semakin berat bagi Alya. Ia merasa seperti sedang berjalan di atas jembatan yang rapuh, dengan jurang gelap menganga di bawahnya. Setiap langkah yang ia ambil dipenuhi ketegangan, seolah-olah satu kesalahan kecil saja bisa membuatnya jatuh ke dalam kekacauan. Rumah megah itu, yang awalnya tampak begitu indah dan sempurna, kini terasa seperti penjara mewah yang membatasi geraknya. Semua staf rumah tangga yang sopan namun dingin, desain interior yang modern tapi tanpa jiwa, hingga kehadiran Adrian yang jarang terlihat namun selalu terasa—semua itu membuat Alya merasa seperti tamu yang tidak diundang. Namun, lebih dari semua itu, ada sesuatu yang lebih mengganggu pikirannya: Nadine. Sekretaris Adrian itu tampaknya semakin sering muncul di rumah, meskipun alasan kedatangannya selalu berbeda-beda. Kadang-kadang ia datang untuk membahas dokumen penting dengan Adrian, kadang-kadang hanya untuk "memastikan segalanya berjalan lancar." Namun, setiap k

    Last Updated : 2025-01-11
  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    6. Kebohongan yang Rumit

    Hari-hari berikutnya di rumah Adrian semakin terasa seperti mimpi buruk bagi Alya. Ia merasa seperti sedang berada di tengah badai yang tidak bisa ia kendalikan, dengan angin kencang yang menerpa dari segala arah. Setiap kali ia mencoba menenangkan diri, ada saja hal baru yang membuatnya semakin cemas. Pesan misterius, tatapan dingin Adrian, dan senyum palsu Nadine—semua itu terus menghantuinya, seolah-olah ia sedang ditarik ke dalam pusaran konflik yang tidak pernah ia minta. Namun, lebih dari semua itu, ada satu masalah besar yang belum Alya selesaikan: keluarganya. Sejak awal, ia telah memutuskan untuk menyembunyikan pernikahan kontrak ini dari mereka. Bagaimana mungkin ia bisa menjelaskan kepada orang tuanya bahwa ia tiba-tiba menikah dengan seorang pria yang hampir tidak mereka kenal? Terlebih lagi, bagaimana ia bisa menjelaskan bahwa pernikahan ini hanya sebuah kesepakatan bisnis, bukan hubungan yang didasarkan pada cinta? Alya tahu bahwa ia harus berbohong. Ia tidak punya pi

    Last Updated : 2025-01-11
  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    7. Rahasia yang Terungkap

    Hari-hari berikutnya di rumah Adrian semakin terasa seperti sebuah teka-teki besar bagi Alya. Setiap langkah yang ia ambil dipenuhi dengan ketidakpastian, seolah-olah ia sedang berjalan di atas jembatan rapuh yang bisa runtuh kapan saja. Pesan misterius, tatapan dingin Adrian, dan senyum palsu Nadine terus menghantui pikirannya. Ia merasa seperti sedang berada di tengah badai yang tidak bisa ia kendalikan, dengan angin kencang yang datang dari segala arah. Namun, lebih dari semua itu, ada satu hal yang membuatnya semakin cemas: rahasia besar yang belum terungkap. Alya tahu bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Adrian dan Nadine, tetapi ia tidak tahu apa itu. Ia hanya bisa menduga-duga, mencoba menyatukan potongan-potongan kecil yang ia temukan selama ini. Namun, semakin ia mencoba memahami, semakin ia merasa bingung. Pada hari Senin pagi, Alya duduk di meja makan yang luas, menikmati secangkir teh hangat sambil mencoba fokus pada pekerjaannya. Namun, pikirannya terus-menerus mela

    Last Updated : 2025-01-12
  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    8. Kebenaran yang Tersembunyi

    Malam itu, Alya tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi oleh amplop misterius dan panggilan telepon yang membuatnya semakin cemas. Ia merasa seperti sedang berada di tengah badai yang tidak bisa ia kendalikan, dengan angin kencang yang datang dari segala arah. Amplop itu masih tergeletak di atas meja kecil di dekat tempat tidurnya, seolah-olah menantangnya untuk membuka rahasia yang tersembunyi di dalamnya. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya ragu—apa yang akan ia temukan jika ia pergi ke alamat yang tertulis di surat itu? Apakah ini jebakan? Atau apakah ini satu-satunya cara untuk mengetahui kebenaran? Pagi berikutnya, Alya bangun dengan perasaan lelah yang mendalam. Matahari sudah mulai naik tinggi saat ia tiba di kantor, namun suasana di sana tampak lebih tegang dari biasanya. Para staf senior berkumpul di ruang rapat utama, membahas detail proyek kolaborasi yang semakin kompleks. Alya mencoba fokus pada pekerjaannya, tetapi pikirannya terus-menerus melayang ke amplop mi

    Last Updated : 2025-01-12
  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    09. Rahasia yang Terungkap

    Pukul tiga sore, seperti yang dijanjikan, Adrian tiba di apartemen Alya. Tidak seperti biasanya, ia tidak mengenakan setelan jas formal, melainkan pakaian kasual: kemeja hitam lengan panjang yang digulung hingga siku dan celana chino abu-abu. Namun, wajahnya tetap menunjukkan keseriusan yang sulit disembunyikan.Alya berdiri di ruang tamu, memegang secangkir teh yang sejak tadi tidak disentuh. Ia menunggu dengan penuh kecemasan, memikirkan apa yang akan terjadi setelah pertemuan dengan Dito dan amplop cokelat yang kini tersimpan di dalam laci meja kerjanya.“Maaf jika aku datang tiba-tiba,” ujar Adrian sambil berjalan masuk, menutup pintu di belakangnya. “Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu.”Alya mencoba terlihat tenang meski jantungnya berdetak cepat. “Apa yang ingin kau bicarakan?”Adrian duduk di sofa, mengamati Alya dengan tatapan mendalam. “Alya, aku tahu akhir-akhir ini kau merasa tidak nyaman. Aku bisa melihatnya dari caramu bersikap. Kau selalu tampak gelisah, sep

    Last Updated : 2025-01-12
  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    10. Jejak Masa Lalu

    Matahari pagi menerobos melalui celah tirai, memberikan cahaya lembut di kamar Alya. Namun, ketenangan pagi itu tidak mampu menghapus kegelisahan yang melanda dirinya. Malam sebelumnya meninggalkan jejak yang begitu kuat di pikirannya—kehadiran Dito, ancamannya, dan sikap Adrian yang semakin misterius. Alya memutuskan bahwa ia tidak bisa hanya diam menunggu jawaban dari Adrian. Jika Adrian tidak bersedia membuka rahasianya, maka ia harus mencari tahu sendiri. Sambil duduk di tepi tempat tidur, Alya memandangi ponselnya. Ia menggulir kontak yang ada, hingga akhirnya berhenti pada nama sahabatnya, Karin. Karin adalah orang yang selalu ia andalkan saat hidupnya berada di titik terendah. "Karin, aku butuh bantuanmu," kata Alya segera setelah panggilan tersambung. "Wow, pagi-pagi sudah serius banget. Ada apa, Alya?" tanya Karin, terdengar sedikit bingung. "Aku butuh informasi tentang seseorang. Aku tidak tahu harus mulai dari mana, tapi aku yakin kamu punya cara." "Informasi te

    Last Updated : 2025-01-13

Latest chapter

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    43. Malam yang Mengubah Segalanya

    Alya menggenggam kemudi erat-erat, matanya menatap lurus ke depan sementara pikirannya berkecamuk. Jalanan malam yang sepi membentang di depannya, hanya diterangi oleh cahaya lampu jalan yang berpendar suram. Napasnya sedikit memburu, bukan karena ketakutan, tetapi karena antisipasi yang menggelitik dadanya. Pelabuhan lama. Tempat itu selalu menjadi perbincangan orang-orang, terkenal karena kisah-kisah kelam yang menyelimutinya. Tempat bagi mereka yang ingin menyembunyikan sesuatu, tempat pertemuan bagi orang-orang yang tidak ingin diketahui keberadaannya. Pikirannya masih melayang ke Adrian. Tatapan pria itu saat memergokinya tadi masih terukir jelas dalam ingatannya. Ketidakpercayaan, kemarahan, dan sesuatu yang lain—sesuatu yang tidak dapat Alya artikan dengan pasti. Tapi yang jelas, Adrian tidak menyukai kepergiannya. Tapi ia tidak peduli. Ada hal yang lebih penting yang harus ia lakukan saat ini. Setelah beberapa menit berkendara, ia akhirnya sampai di lokasi yang dituju. Pel

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    42. Rahasia di Balik Cinta yang Terpendam

    Hujan rintik-rintik mengguyur kota malam itu, seolah menjadi saksi bisu atas kekacauan yang baru saja terjadi. Alya duduk di tepi ranjangnya, matanya terpaku pada lantai kayu yang dingin. Suasana hatinya serupa badai, penuh dengan kekhawatiran dan pertanyaan yang tak terjawab.Wanita yang mengaku sebagai istri Adrian telah meninggalkan ruangan itu dengan senyuman penuh arti, menyisakan kebisuan yang menghantui. Adrian, seperti biasanya, memilih untuk tidak memberikan penjelasan apa pun. Hanya keheningan yang membuat Alya semakin tenggelam dalam labirin pikirannya.Namun malam itu berbeda. Alya tidak bisa lagi menelan diam Adrian seperti sebelumnya. Selama ini, ia telah mengorbankan banyak hal untuk hubungan yang penuh teka-teki ini, tetapi kehadiran wanita itu memecahkan sesuatu dalam dirinya. Ia tidak lagi bisa bersikap pasrah.Langkah kaki Adrian terdengar mendekat. Pintu kamar mereka terbuka perlahan, memperlihatkan sosok pria itu dengan wajah yang penuh dengan ketegangan. Ia berdi

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    41. Pelukan Dosa yang Tak Terhindarkan

    Alya memejamkan matanya, merasakan setiap helai udara yang dingin menyentuh kulitnya. Seluruh tubuhnya masih gemetar, bukan hanya karena hawa malam yang menusuk, tetapi juga akibat dari perasaan yang meluap-luap dalam hatinya. Kata-kata Adrian, pria yang selama ini ia anggap penyelamat sekaligus penjaranya, terus terngiang di benaknya.Langkah-langkah kecil Alya terdengar lemah saat ia melintasi koridor panjang rumah itu. Masing-masing langkahnya terasa berat, seolah ada rantai tak kasat mata yang mengikat kakinya. Tatapannya kosong, tapi pikirannya penuh. Suara Adrian, perasaan pengkhianatan, dan wajah pria asing yang tiba-tiba muncul malam itu bercampur menjadi satu, menciptakan badai dalam hatinya.Ketika tiba di kamarnya, Alya mengunci pintu dan menyandarkan tubuhnya di baliknya. Nafasnya memburu, dan ia mencoba menenangkan dirinya. Namun, pikirannya kembali mengarah pada wajah Adrian—wajah yang penuh dengan kepedihan, penyesalan, dan cinta yang membingungkan."Apa yang sebenarnya

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    40. Dosa yang Terungkap

    Alya berdiri di depan cermin besar di kamar mereka, matanya masih basah oleh air mata yang tak kunjung berhenti. Pikirannya penuh dengan kebenaran pahit yang baru saja ia temukan. Dokumen-dokumen itu masih berserakan di atas meja, seperti hantu yang terus mengejarnya. Setiap kata yang ia baca terasa seperti belati yang menusuk jantungnya berulang kali.Adrian, lelaki yang ia percayai, lelaki yang ia cintai, ternyata menyimpan rahasia yang begitu mengerikan. Rahasia yang bukan hanya menghancurkan kepercayaannya, tetapi juga seluruh kehidupannya. Alya menggigit bibirnya, mencoba menahan isak yang semakin keras. Namun, tubuhnya bergetar hebat, tangannya mengepal dengan kekuatan yang hampir melukai dirinya sendiri.Adrian berdiri di ambang pintu, diam dan penuh kehancuran. Tatapannya kosong, tapi wajahnya jelas menunjukkan penderitaan yang tak kalah dalam dari Alya. Ia ingin mendekat, ingin memeluk Alya, tapi langkahnya terasa begitu berat. Jarak di antara mereka kini lebih lebar dari sam

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    39. Nafsu dalam Bayang Kehancuran

    Denting jam di dinding terasa begitu menggema di ruangan yang sunyi. Alya duduk di sudut ruangan dengan tubuh gemetar, tangannya mencengkeram dokumen yang baru saja ia baca. Kata-kata dalam dokumen itu seakan menampar kenyataan yang selama ini ia pikir aman dan terkendali. Ia menatap Adrian dengan tatapan penuh kebingungan, namun lelaki itu tampak membisu, seolah waktu telah berhenti di antara mereka. "Apa maksud semua ini, Adrian?" Alya akhirnya bertanya dengan suara bergetar, mencoba mencari jawaban dari tatapan lelaki itu. "Kenapa semua ini terasa seperti jebakan yang kau buat sendiri?" Adrian tidak langsung menjawab. Ia mengalihkan pandangannya ke jendela, menatap langit malam yang kelam seakan mencari kekuatan di balik kegelapan itu. Sorot matanya menyiratkan campuran rasa bersalah, kemarahan, dan ketakutan. "Aku tidak pernah menginginkan ini terjadi," katanya pelan, suaranya hampir seperti bisikan yang terbawa angin. "Jadi, kau tahu tentang ini?" Alya mendesak, nadanya meni

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    38. Dilema di Balik Janji yang Terselubung

    Hujan mengguyur deras di luar jendela, menciptakan simfoni yang menenangkan sekaligus penuh kecemasan di hati Alya. Ia duduk di sofa ruang kerja Adrian, tangannya menggenggam secangkir teh yang kini sudah mulai mendingin. Tatapannya terpaku pada tumpukan dokumen di meja Adrian, dokumen-dokumen yang sebagian besar bertuliskan nama yang tidak ia kenal.Adrian, yang biasanya begitu tenang dan terkendali, terlihat berbeda malam ini. Ia berjalan bolak-balik di ruang kerja dengan raut wajah tegang. Bibirnya terkatup rapat, seolah-olah ia sedang mencoba menahan kata-kata yang tak ingin diucapkan.“Adrian...” panggil Alya, suaranya terdengar ragu. “Ada apa sebenarnya? Kau tampak gelisah.”Adrian menghentikan langkahnya, menatapnya sejenak dengan tatapan yang sulit diartikan. “Ini bukan sesuatu yang perlu kau khawatirkan, Alya,” jawabnya, mencoba terdengar meyakinkan.Namun, Alya tahu lebih baik daripada percaya pada kata-kata itu. Selama beberapa minggu terakhir, ia telah belajar membaca emos

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    37. Bisikan Rahasia dalam Kegelapan

    Ruangan itu diterangi oleh lampu gantung kristal yang memancarkan kilau lembut, menciptakan bayangan samar di dinding. Alya berdiri di sudut ruangan, jantungnya berdegup cepat. Gaun hitam panjang yang ia kenakan malam itu menonjolkan keanggunannya, tetapi juga membuatnya merasa rentan di tengah keramaian. Semua mata seolah tertuju padanya, atau lebih tepatnya, pada pria yang kini berdiri di sampingnya—Adrian.Pria itu mengenakan setelan jas yang sempurna, dengan dasi sutra yang senada dengan warna mata tajamnya. Senyum kecil yang menghiasi bibirnya seperti sebuah peringatan tersembunyi, membuat siapa pun yang menatapnya berpikir dua kali sebelum mendekat. Namun, Alya tahu bahwa senyum itu adalah bagian dari topeng yang Adrian kenakan. Di balik itu, ada badai yang siap menghancurkan siapa saja yang berani menantangnya.“Tenanglah,” bisik Adrian di telinganya, suaranya rendah tetapi penuh otoritas. “Ini hanya pesta.”Alya mengangguk pelan, meskipun tubuhnya kaku. “Hanya pesta?” tanyanya

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    36. Gairah yang Bersembunyi

    Alya berdiri di depan cermin besar yang terpajang di sudut kamar. Kilauan lampu remang menyentuh kulitnya yang tampak bersinar, seolah membungkusnya dalam suasana yang memancarkan kemewahan dan ketegangan. Gaun sutra biru tua yang ia kenakan membalut tubuhnya dengan sempurna, setiap lekuknya diperlihatkan tanpa berlebihan. Namun, bukan penampilannya yang membuatnya terdiam di depan cermin. Pikirannya melayang pada kejadian-kejadian yang baru saja terjadi, terutama saat Adrian memandangnya dengan sorot mata yang tak biasa.“Apa yang sebenarnya dia pikirkan?” gumamnya pelan, suaranya hampir tidak terdengar di tengah heningnya ruangan. Ia teringat bagaimana Adrian, yang biasanya dingin dan tak tersentuh, tiba-tiba berubah menjadi sosok yang berbeda saat mereka berada di ruang makan tadi.Adrian, dengan jas hitam yang begitu rapi, terlihat seperti seorang raja di tengah kerajaan kecilnya. Tatapan tajamnya, senyum simpul yang sesekali muncul, dan caranya mengamati Alya—semuanya membuatnya

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    35. Sentuhan di Batas Malam

    Cahaya pagi menyelinap perlahan melalui celah tirai, memantulkan bayangan samar di dinding kamar yang hening. Alya masih terbaring di ranjang, matanya tertutup, tetapi tubuhnya terasa lelah meski semalam ia memejamkan mata lebih lama dari biasanya. Dalam kepalanya, berbagai potongan kejadian terus berputar, membuat dadanya terasa sesak.Suara ketukan pintu yang lembut membangunkannya. Ia membuka mata dengan perlahan, membiarkan pandangannya beradaptasi dengan cahaya yang mulai memenuhi ruangan. Hanya beberapa detik berlalu sebelum ia menyadari bahwa ketukan itu berasal dari Adrian.“Alya, aku perlu bicara,” suara Adrian terdengar lebih tegas dari biasanya, seperti seseorang yang mencoba menutupi gejolak emosi di dalam dirinya.Alya bangkit dari ranjang, merapikan rambutnya yang sedikit kusut dengan jari-jarinya. Tanpa banyak berpikir, ia berjalan ke arah pintu dan membukanya. Di sana berdiri Adrian, mengenakan kemeja hitam yang membuat aura maskulinnya semakin mencolok. Matanya yang t

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status