Beranda / Romansa / Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan / 06. Rahasia yang Mulai Terbuka

Share

06. Rahasia yang Mulai Terbuka

Penulis: Lann
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-11 19:19:41

Alya terbangun di pagi hari dengan perasaan gelisah yang menggantung berat di dadanya. Malam itu ia hampir tidak tidur, pikirannya terus berputar-putar memikirkan pesan-pesan misterius yang diterimanya dan peran Adrian dalam permainan berbahaya ini. Ketika sinar matahari menyusup melalui celah-celah tirai, Alya memutuskan bahwa ia tidak bisa lagi pasif.

Ia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Saat Alya turun ke ruang makan, Adrian sudah duduk di meja makan, mengenakan jas hitam yang terlihat sempurna melekat di tubuhnya. Ekspresinya serius seperti biasa, tapi kali ini ada sesuatu yang berbeda—seperti bayangan kekhawatiran di matanya.

“Selamat pagi,” sapa Adrian tanpa mengangkat wajahnya dari ponsel.

“Selamat pagi,” jawab Alya pelan, mencoba menyembunyikan perasaan gugupnya.

Mereka makan dalam keheningan, hanya suara sendok dan garpu yang terdengar. Alya sesekali melirik Adrian, mencoba mencari tanda-tanda yang bisa mengungkapkan pikirannya. Namun, seperti biasa, pria itu seperti tembok kokoh yang mustahil ditembus.

Setelah sarapan, Adrian berdiri dan mengenakan jasnya. “Aku harus ke kantor. Ada beberapa pertemuan penting hari ini.”

Alya mengangguk. “Hati-hati di jalan.”

Adrian berhenti sejenak, menatap Alya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Alya, kalau ada sesuatu yang kau ingin bicarakan, aku selalu ada untuk mendengarkan.”

Alya tertegun. Apakah Adrian mencurigai sesuatu? Namun, sebelum ia sempat menjawab, Adrian sudah melangkah keluar dari pintu.

Saat pintu tertutup, Alya menarik napas dalam-dalam. Ia merasa ini adalah kesempatan untuk mulai menyelidiki sendiri. Dengan langkah cepat, ia menuju ruang kerja Adrian yang biasanya terkunci. Namun, pagi ini, pintu itu tidak terkunci.

“Aneh,” gumam Alya sambil membuka pintu perlahan.

Di dalam, ruang kerja itu tertata rapi, dengan meja kayu besar di tengah ruangan dan rak buku tinggi yang penuh dengan dokumen dan buku tebal. Alya berjalan menuju meja Adrian, matanya tertuju pada laptop yang terbuka.

Layar laptop menunjukkan beberapa file dokumen yang baru saja diakses. Salah satunya berjudul “Proyek Wijaya—Kontrak Rahasia”. Alya mengerutkan kening, rasa penasaran membara di dadanya. Ia membuka file itu dan mulai membaca.

File tersebut penuh dengan istilah bisnis yang sulit dipahami, tetapi ada beberapa kalimat yang membuat Alya merasa tidak nyaman. Salah satunya menyebutkan perjanjian antara Adrian dan seseorang bernama Bapak Wijaya untuk menguasai sebuah perusahaan kecil. Namun, perjanjian itu tampaknya penuh dengan manipulasi dan ancaman tersembunyi.

“Apa ini…?” bisik Alya, merasa dadanya semakin sesak.

Namun, sebelum ia sempat membaca lebih jauh, suara pintu depan yang terbuka membuatnya panik. Adrian seharusnya sudah pergi ke kantor, tetapi suara langkah berat itu tidak salah lagi—itu adalah Adrian.

Alya dengan cepat menutup file tersebut dan mematikan layar laptop, lalu melangkah keluar dari ruang kerja seolah tidak terjadi apa-apa. Ketika Adrian masuk, ia langsung menatap Alya dengan tatapan curiga.

“Alya, apa yang kau lakukan?” tanyanya, nada suaranya datar tapi tegas.

“Oh, aku hanya mencari sesuatu untuk dibaca,” jawab Alya, berusaha terdengar santai. “Aku bosan menunggu di kamar.”

Adrian tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Alya dengan intens, seolah mencoba membaca pikirannya. Akhirnya, ia mengangguk pelan. “Baiklah. Aku lupa mengambil dokumen penting. Setelah ini, aku akan langsung kembali ke kantor.”

Alya mengangguk, tetapi ia bisa merasakan ketegangan di udara. Ketika Adrian masuk ke ruang kerjanya, Alya kembali ke kamar, berusaha menyusun rencana.

Malam itu, Alya duduk di balkon kamar, memandang ke arah langit gelap yang dihiasi bintang-bintang. Pikirannya penuh dengan pertanyaan yang tak kunjung mendapatkan jawaban. Pesan misterius yang ia terima pagi tadi masih tergiang-giang di pikirannya, seperti sebuah teka-teki yang tak kunjung terpecahkan.

Ia memegang ponselnya dengan erat, menatap layar yang kosong. Keinginan untuk membalas pesan itu begitu besar, tetapi ia tahu langkah itu bisa membahayakan dirinya. Jika ada satu hal yang Alya pelajari dari situasi ini, itu adalah bahwa ia tidak bisa mempercayai siapa pun—bahkan Adrian.

Namun, ia juga sadar bahwa tetap diam tidak akan membawanya ke mana-mana.

Dengan napas yang tertahan, Alya akhirnya mengetik satu kata: “Siapa?”

Ia menunggu beberapa saat, tetapi tidak ada balasan. Hanya ada keheningan malam yang membuat suasana semakin mencekam. Alya hampir menyerah ketika ponselnya tiba-tiba bergetar.

Pesan baru muncul:

“Mereka lebih dekat dari yang kau kira. Awasi setiap gerakan mereka. Jangan percaya siapa pun, bahkan pria yang kau pikir akan melindungimu.”

Alya merasakan bulu kuduknya meremang. Pesan itu tidak hanya memperingatkan tentang Adrian, tetapi juga tentang orang lain yang mungkin berada di sekitarnya. Siapa yang dimaksud? Apakah itu Bapak Wijaya? Ibu Ratna? Atau seseorang yang bahkan lebih dekat?

Ia mencoba menenangkan pikirannya, tetapi rasa takut itu terus menghantui. Bagaimana jika semua ini adalah jebakan? Bagaimana jika pesan ini hanya trik untuk membuatnya meragukan Adrian?

Namun, sebelum ia sempat merenungkan lebih jauh, pintu kamarnya diketuk.

"Alya?" Suara Adrian terdengar dari balik pintu.

Alya menyembunyikan ponselnya dengan cepat dan mencoba menenangkan napasnya sebelum menjawab. "Ya, masuk saja."

Adrian membuka pintu, menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat Alya merasa tidak nyaman—seolah ia tahu sesuatu yang tidak seharusnya ia ketahui.

“Kau tidak tidur?” tanya Adrian, langkahnya mendekati balkon.

“Aku hanya sedang menikmati udara malam,” jawab Alya, mencoba terdengar santai meskipun jantungnya berdebar kencang.

Adrian berdiri di sampingnya, menatap langit yang sama. Untuk beberapa saat, mereka terdiam, hanya suara angin malam yang menemani. Tetapi keheningan itu terlalu berat, seolah ada sesuatu yang tidak terucapkan di antara mereka.

“Alya,” kata Adrian akhirnya, suaranya rendah namun tegas. “Aku ingin kau tahu bahwa apa pun yang terjadi, aku akan melindungimu.”

Alya menoleh, menatap wajah Adrian yang tampak serius. Kata-katanya terdengar tulus, tetapi ada bagian dari dirinya yang tidak bisa mempercayai sepenuhnya.

“Terima kasih,” jawab Alya singkat, mencoba menutupi kegelisahannya.

Namun, Adrian tampaknya tidak puas dengan jawaban itu. Ia mendekat, menatap mata Alya dengan intensitas yang membuatnya merasa terjebak. “Apakah ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?”

Pertanyaan itu membuat Alya terpaku. Jantungnya berdetak semakin cepat, tetapi ia tahu bahwa ia tidak boleh menunjukkan kelemahan. “Tidak. Kenapa kau bertanya begitu?”

Adrian tidak segera menjawab. Sebaliknya, ia hanya mengamati wajah Alya, seolah mencoba menemukan kebenaran di balik kata-katanya.

“Alya, aku tahu kau merasa tidak nyaman dengan semua ini,” kata Adrian akhirnya. “Tapi kau harus mempercayai aku. Aku melakukan semua ini untuk kita berdua.”

Kata-katanya terdengar tulus, tetapi justru membuat Alya semakin bingung. Jika Adrian benar-benar jujur, mengapa ada begitu banyak rahasia yang ia sembunyikan? Dan jika pesan tadi benar, apakah ini berarti Adrian juga bagian dari ancaman yang harus ia waspadai?

Setelah Adrian meninggalkan balkon, Alya kembali menatap ponselnya. Pesan terakhir yang ia terima terus bergema di pikirannya.

“Awasi setiap gerakan mereka. Jangan percaya siapa pun.”

Malam itu, Alya memutuskan untuk mulai mencatat setiap hal mencurigakan yang ia temui—setiap percakapan, setiap gerakan, dan setiap rahasia yang ia temukan. Ia tahu bahwa jika ia ingin bertahan, ia harus selalu selangkah lebih maju.

Namun, ia tidak tahu bahwa di tempat lain, seseorang sedang mengawasi setiap gerakannya.

Di ruangan yang gelap, seorang pria berdiri di depan layar besar yang menampilkan rekaman dari kamera tersembunyi. Video itu menunjukkan Alya di balkon, menatap ponselnya dengan ekspresi gelisah.

Pria itu tersenyum tipis, matanya menyipit dengan penuh intrik. “Permainan baru saja dimulai.”

Alya tidak sadar bahwa ia sudah menjadi pion dalam permainan yang lebih besar. Sementara itu, rahasia yang Adrian simpan mulai mendekati puncaknya, dan pemain-pemain lain mulai memperlihatkan wajah mereka. Pertanyaannya adalah: siapa yang akan Alya percaya ketika semuanya mulai runtuh?

Bab terkait

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    07. Rahasia yang Terkubur

    Alya terbangun dengan rasa gelisah yang tidak ia pahami. Cahaya pagi menyelinap masuk melalui tirai jendela, tetapi sinar itu tidak membawa ketenangan. Semalam, pikirannya terus dikepung oleh pesan misterius dan perasaan bahwa seseorang mengawasinya. Saat ia bersiap untuk turun ke ruang makan, Adrian sudah tidak ada di kamar. Mungkin ia sudah pergi ke kantor atau sedang mengurus urusan penting lainnya. Alya merasa lega sekaligus kesal. Lega karena ia bisa memiliki waktu sendiri untuk berpikir, tetapi kesal karena Adrian selalu menghilang tanpa penjelasan. Di meja makan, seorang pelayan membawakan sarapan untuknya. “Tuan Adrian meninggalkan pesan untuk Anda, Nyonya,” kata pelayan itu sopan, menyodorkan sebuah amplop kecil. Alya membuka amplop itu dengan cepat. “Alya, aku harus pergi lebih awal untuk pertemuan penting. Tetap di rumah hari ini, dan jangan keluar tanpa pengawalan. Aku akan kembali malam nanti. Adrian.” Pesan itu sederhana, tetapi membuat Alya semakin curiga. Mengapa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    08. Pesan Misterius

    Pagi itu, Alya tidak bisa memejamkan mata lebih lama. Pesan yang ia terima malam sebelumnya terus berputar di pikirannya. Si pengirim pesan, dengan jelas, tahu bahwa Alya tengah terjebak dalam dilema. Dan fakta bahwa pesan itu melarangnya memberi tahu Adrian, membuatnya semakin waspada.Alya duduk di meja makan dengan segelas kopi yang nyaris tidak tersentuh. Adrian, seperti biasa, sudah berangkat pagi-pagi sekali tanpa banyak penjelasan. Hal itu membuatnya sedikit lega, karena ia tidak perlu berbohong tentang rencana yang akan ia lakukan.Namun, sebuah pertanyaan besar terus menghantuinya: Apakah ia bisa mempercayai pengirim pesan itu? Bagaimana jika ini hanya salah satu dari jebakan yang Adrian maksudkan?Menepis keraguan yang terus menggerogoti pikirannya, Alya memutuskan untuk pergi ke kafe Horizon. Ia perlu tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, dan ia tahu bahwa hanya dengan mencari jawaban sendirilah ia bisa mengatasi perasaan tidak pasti ini.Di Kafe HorizonTepat pukul semb

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    09. Rahasia yang Terungkap

    Pukul tiga sore, seperti yang dijanjikan, Adrian tiba di apartemen Alya. Tidak seperti biasanya, ia tidak mengenakan setelan jas formal, melainkan pakaian kasual: kemeja hitam lengan panjang yang digulung hingga siku dan celana chino abu-abu. Namun, wajahnya tetap menunjukkan keseriusan yang sulit disembunyikan.Alya berdiri di ruang tamu, memegang secangkir teh yang sejak tadi tidak disentuh. Ia menunggu dengan penuh kecemasan, memikirkan apa yang akan terjadi setelah pertemuan dengan Dito dan amplop cokelat yang kini tersimpan di dalam laci meja kerjanya.“Maaf jika aku datang tiba-tiba,” ujar Adrian sambil berjalan masuk, menutup pintu di belakangnya. “Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu.”Alya mencoba terlihat tenang meski jantungnya berdetak cepat. “Apa yang ingin kau bicarakan?”Adrian duduk di sofa, mengamati Alya dengan tatapan mendalam. “Alya, aku tahu akhir-akhir ini kau merasa tidak nyaman. Aku bisa melihatnya dari caramu bersikap. Kau selalu tampak gelisah, sep

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    10. Jejak Masa Lalu

    Matahari pagi menerobos melalui celah tirai, memberikan cahaya lembut di kamar Alya. Namun, ketenangan pagi itu tidak mampu menghapus kegelisahan yang melanda dirinya. Malam sebelumnya meninggalkan jejak yang begitu kuat di pikirannya—kehadiran Dito, ancamannya, dan sikap Adrian yang semakin misterius. Alya memutuskan bahwa ia tidak bisa hanya diam menunggu jawaban dari Adrian. Jika Adrian tidak bersedia membuka rahasianya, maka ia harus mencari tahu sendiri. Sambil duduk di tepi tempat tidur, Alya memandangi ponselnya. Ia menggulir kontak yang ada, hingga akhirnya berhenti pada nama sahabatnya, Karin. Karin adalah orang yang selalu ia andalkan saat hidupnya berada di titik terendah. "Karin, aku butuh bantuanmu," kata Alya segera setelah panggilan tersambung. "Wow, pagi-pagi sudah serius banget. Ada apa, Alya?" tanya Karin, terdengar sedikit bingung. "Aku butuh informasi tentang seseorang. Aku tidak tahu harus mulai dari mana, tapi aku yakin kamu punya cara." "Informasi te

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    11. Perjanjian dalam Gelap

    Restoran mewah itu berdiri megah di bawah langit malam yang kelabu, lampu-lampunya bersinar hangat menembus kaca-kaca besar. Adrian dan Alya tiba tepat waktu, mengenakan pakaian formal yang membuat keduanya tampak memukau. Namun, hati Alya penuh dengan kecemasan. Pertemuan kali ini jelas bukan hanya sekadar acara biasa. Adrian membimbing Alya memasuki ruangan privat di lantai atas. Di dalam, sudah ada tiga pria dan satu wanita yang menunggu, semuanya berpakaian mahal dan memancarkan aura otoritas. Tatapan mereka langsung tertuju pada Alya saat ia melangkah masuk bersama Adrian. “Adrian,” sapa salah satu pria, pria paruh baya dengan rambut keperakan yang tampak seperti pemimpin di antara mereka. “Kau datang tepat waktu. Dan ini pasti tunanganmu yang terkenal.” Adrian tersenyum tipis, tetapi tidak menjawab langsung. Ia menarik kursi untuk Alya, memberi isyarat agar ia duduk. Alya mematuhi, meskipun ia bisa merasakan ketegangan di udara. "Perkenalkan, ini Alya," kata Adrian akhirnya.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    12. Jaring Intrik yang Semakin Menjerat

    Alya tidak bisa menghilangkan rasa cemas yang terus menghantuinya sejak makan malam bersama Adrian dan para mitranya. Kata-kata Adrian tadi malam terus terngiang di kepalanya, seakan menjadi alarm yang tak henti-hentinya berdentang.Pagi itu, ia duduk di meja makan, memandangi secangkir kopi yang sudah mulai mendingin. Pikiran Alya melayang-layang, memikirkan semua pengakuan Adrian. Dia adalah kelemahan Adrian. Pernyataan itu terdengar indah sekaligus mengerikan. Apakah cinta mereka cukup kuat untuk bertahan dalam badai yang sedang berkecamuk di sekitar mereka?"Alya," panggil Adrian, membuyarkan lamunannya.Alya mengangkat wajahnya. Adrian berdiri di dekat pintu dengan setelan jas abu-abu gelap yang membuatnya terlihat lebih berwibawa dari biasanya. Namun, ada lingkaran hitam di bawah matanya, tanda bahwa dia juga tidak tidur nyenyak."Aku harus pergi ke kantor," katanya. "Tapi aku sudah memerintahkan sopir untuk mengantarmu ke butik sore ini. Aku ingin kau memilih pakaian baru untuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    13. Langkah di Tengah Bayangan

    Alya berjalan menyusuri trotoar yang sepi, mencoba mengatur napasnya yang tidak beraturan. Angin malam menusuk kulitnya, tetapi itu tidak sebanding dengan rasa dingin yang menguasai hatinya. Amplop yang tadi ia buka masih tergenggam erat di tangannya, seolah menjadi bukti nyata bahwa hidupnya tidak lagi sama.Di kejauhan, suara kendaraan dan hiruk pikuk kota terdengar samar, tetapi pikiran Alya terlalu bising untuk memproses apa pun. Wajah Adrian, pria yang ia percayai sepenuhnya, terus muncul di benaknya. Apakah semua ini kebohongan? Apakah seluruh perasaan yang ia bangun hanyalah sandiwara belaka?Alya berhenti di depan sebuah taman kecil, duduk di bangku kayu yang basah oleh embun malam. Tangannya bergetar saat membuka kembali amplop itu, memeriksa dokumen yang tadi membuatnya terpukul.Ada foto-foto Adrian bersama pria-pria berjas hitam, berdiri di depan pabrik yang terlihat seperti fasilitas ilegal. Beberapa dokumen menunjukkan aliran dana yang mencurigakan ke rekening luar neger

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    14. Jejak dalam Kegelapan

    Alya terbangun di pagi hari dengan perasaan berat. Tidurnya semalam tidak nyenyak. Ingatan tentang pertemuan dengan pria misterius itu terus mengganggunya. Ia merasa seperti sedang bermain dalam permainan yang aturannya tidak ia pahami.Setelah mempersiapkan diri, Alya melangkah keluar dari apartemennya. Udara pagi terasa dingin, seolah-olah menyatu dengan kecemasan yang menghantui dirinya. Langkah kakinya menuju ke kantor Adrian terasa lebih lambat dari biasanya, seakan ada sesuatu yang menahannya.Ketika tiba di lobi gedung, senyum para resepsionis menyambutnya seperti biasa. Namun, di balik senyum itu, Alya merasa seperti ada bisikan-bisikan yang membicarakannya. Entah mengapa, ia merasa semua mata tertuju padanya.“Selamat pagi, Nona Alya,” sapa seorang resepsionis. “Tuan Adrian sudah menunggu Anda di ruangannya.”Alya mengangguk, membalas senyum tipis, lalu melangkah menuju lift. Di dalam lift, ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri.Setibanya di lantai kantor Adrian

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14

Bab terbaru

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    43. Malam yang Mengubah Segalanya

    Alya menggenggam kemudi erat-erat, matanya menatap lurus ke depan sementara pikirannya berkecamuk. Jalanan malam yang sepi membentang di depannya, hanya diterangi oleh cahaya lampu jalan yang berpendar suram. Napasnya sedikit memburu, bukan karena ketakutan, tetapi karena antisipasi yang menggelitik dadanya. Pelabuhan lama. Tempat itu selalu menjadi perbincangan orang-orang, terkenal karena kisah-kisah kelam yang menyelimutinya. Tempat bagi mereka yang ingin menyembunyikan sesuatu, tempat pertemuan bagi orang-orang yang tidak ingin diketahui keberadaannya. Pikirannya masih melayang ke Adrian. Tatapan pria itu saat memergokinya tadi masih terukir jelas dalam ingatannya. Ketidakpercayaan, kemarahan, dan sesuatu yang lain—sesuatu yang tidak dapat Alya artikan dengan pasti. Tapi yang jelas, Adrian tidak menyukai kepergiannya. Tapi ia tidak peduli. Ada hal yang lebih penting yang harus ia lakukan saat ini. Setelah beberapa menit berkendara, ia akhirnya sampai di lokasi yang dituju. Pel

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    42. Rahasia di Balik Cinta yang Terpendam

    Hujan rintik-rintik mengguyur kota malam itu, seolah menjadi saksi bisu atas kekacauan yang baru saja terjadi. Alya duduk di tepi ranjangnya, matanya terpaku pada lantai kayu yang dingin. Suasana hatinya serupa badai, penuh dengan kekhawatiran dan pertanyaan yang tak terjawab.Wanita yang mengaku sebagai istri Adrian telah meninggalkan ruangan itu dengan senyuman penuh arti, menyisakan kebisuan yang menghantui. Adrian, seperti biasanya, memilih untuk tidak memberikan penjelasan apa pun. Hanya keheningan yang membuat Alya semakin tenggelam dalam labirin pikirannya.Namun malam itu berbeda. Alya tidak bisa lagi menelan diam Adrian seperti sebelumnya. Selama ini, ia telah mengorbankan banyak hal untuk hubungan yang penuh teka-teki ini, tetapi kehadiran wanita itu memecahkan sesuatu dalam dirinya. Ia tidak lagi bisa bersikap pasrah.Langkah kaki Adrian terdengar mendekat. Pintu kamar mereka terbuka perlahan, memperlihatkan sosok pria itu dengan wajah yang penuh dengan ketegangan. Ia berdi

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    41. Pelukan Dosa yang Tak Terhindarkan

    Alya memejamkan matanya, merasakan setiap helai udara yang dingin menyentuh kulitnya. Seluruh tubuhnya masih gemetar, bukan hanya karena hawa malam yang menusuk, tetapi juga akibat dari perasaan yang meluap-luap dalam hatinya. Kata-kata Adrian, pria yang selama ini ia anggap penyelamat sekaligus penjaranya, terus terngiang di benaknya.Langkah-langkah kecil Alya terdengar lemah saat ia melintasi koridor panjang rumah itu. Masing-masing langkahnya terasa berat, seolah ada rantai tak kasat mata yang mengikat kakinya. Tatapannya kosong, tapi pikirannya penuh. Suara Adrian, perasaan pengkhianatan, dan wajah pria asing yang tiba-tiba muncul malam itu bercampur menjadi satu, menciptakan badai dalam hatinya.Ketika tiba di kamarnya, Alya mengunci pintu dan menyandarkan tubuhnya di baliknya. Nafasnya memburu, dan ia mencoba menenangkan dirinya. Namun, pikirannya kembali mengarah pada wajah Adrian—wajah yang penuh dengan kepedihan, penyesalan, dan cinta yang membingungkan."Apa yang sebenarnya

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    40. Dosa yang Terungkap

    Alya berdiri di depan cermin besar di kamar mereka, matanya masih basah oleh air mata yang tak kunjung berhenti. Pikirannya penuh dengan kebenaran pahit yang baru saja ia temukan. Dokumen-dokumen itu masih berserakan di atas meja, seperti hantu yang terus mengejarnya. Setiap kata yang ia baca terasa seperti belati yang menusuk jantungnya berulang kali.Adrian, lelaki yang ia percayai, lelaki yang ia cintai, ternyata menyimpan rahasia yang begitu mengerikan. Rahasia yang bukan hanya menghancurkan kepercayaannya, tetapi juga seluruh kehidupannya. Alya menggigit bibirnya, mencoba menahan isak yang semakin keras. Namun, tubuhnya bergetar hebat, tangannya mengepal dengan kekuatan yang hampir melukai dirinya sendiri.Adrian berdiri di ambang pintu, diam dan penuh kehancuran. Tatapannya kosong, tapi wajahnya jelas menunjukkan penderitaan yang tak kalah dalam dari Alya. Ia ingin mendekat, ingin memeluk Alya, tapi langkahnya terasa begitu berat. Jarak di antara mereka kini lebih lebar dari sam

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    39. Nafsu dalam Bayang Kehancuran

    Denting jam di dinding terasa begitu menggema di ruangan yang sunyi. Alya duduk di sudut ruangan dengan tubuh gemetar, tangannya mencengkeram dokumen yang baru saja ia baca. Kata-kata dalam dokumen itu seakan menampar kenyataan yang selama ini ia pikir aman dan terkendali. Ia menatap Adrian dengan tatapan penuh kebingungan, namun lelaki itu tampak membisu, seolah waktu telah berhenti di antara mereka. "Apa maksud semua ini, Adrian?" Alya akhirnya bertanya dengan suara bergetar, mencoba mencari jawaban dari tatapan lelaki itu. "Kenapa semua ini terasa seperti jebakan yang kau buat sendiri?" Adrian tidak langsung menjawab. Ia mengalihkan pandangannya ke jendela, menatap langit malam yang kelam seakan mencari kekuatan di balik kegelapan itu. Sorot matanya menyiratkan campuran rasa bersalah, kemarahan, dan ketakutan. "Aku tidak pernah menginginkan ini terjadi," katanya pelan, suaranya hampir seperti bisikan yang terbawa angin. "Jadi, kau tahu tentang ini?" Alya mendesak, nadanya meni

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    38. Dilema di Balik Janji yang Terselubung

    Hujan mengguyur deras di luar jendela, menciptakan simfoni yang menenangkan sekaligus penuh kecemasan di hati Alya. Ia duduk di sofa ruang kerja Adrian, tangannya menggenggam secangkir teh yang kini sudah mulai mendingin. Tatapannya terpaku pada tumpukan dokumen di meja Adrian, dokumen-dokumen yang sebagian besar bertuliskan nama yang tidak ia kenal.Adrian, yang biasanya begitu tenang dan terkendali, terlihat berbeda malam ini. Ia berjalan bolak-balik di ruang kerja dengan raut wajah tegang. Bibirnya terkatup rapat, seolah-olah ia sedang mencoba menahan kata-kata yang tak ingin diucapkan.“Adrian...” panggil Alya, suaranya terdengar ragu. “Ada apa sebenarnya? Kau tampak gelisah.”Adrian menghentikan langkahnya, menatapnya sejenak dengan tatapan yang sulit diartikan. “Ini bukan sesuatu yang perlu kau khawatirkan, Alya,” jawabnya, mencoba terdengar meyakinkan.Namun, Alya tahu lebih baik daripada percaya pada kata-kata itu. Selama beberapa minggu terakhir, ia telah belajar membaca emos

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    37. Bisikan Rahasia dalam Kegelapan

    Ruangan itu diterangi oleh lampu gantung kristal yang memancarkan kilau lembut, menciptakan bayangan samar di dinding. Alya berdiri di sudut ruangan, jantungnya berdegup cepat. Gaun hitam panjang yang ia kenakan malam itu menonjolkan keanggunannya, tetapi juga membuatnya merasa rentan di tengah keramaian. Semua mata seolah tertuju padanya, atau lebih tepatnya, pada pria yang kini berdiri di sampingnya—Adrian.Pria itu mengenakan setelan jas yang sempurna, dengan dasi sutra yang senada dengan warna mata tajamnya. Senyum kecil yang menghiasi bibirnya seperti sebuah peringatan tersembunyi, membuat siapa pun yang menatapnya berpikir dua kali sebelum mendekat. Namun, Alya tahu bahwa senyum itu adalah bagian dari topeng yang Adrian kenakan. Di balik itu, ada badai yang siap menghancurkan siapa saja yang berani menantangnya.“Tenanglah,” bisik Adrian di telinganya, suaranya rendah tetapi penuh otoritas. “Ini hanya pesta.”Alya mengangguk pelan, meskipun tubuhnya kaku. “Hanya pesta?” tanyanya

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    36. Gairah yang Bersembunyi

    Alya berdiri di depan cermin besar yang terpajang di sudut kamar. Kilauan lampu remang menyentuh kulitnya yang tampak bersinar, seolah membungkusnya dalam suasana yang memancarkan kemewahan dan ketegangan. Gaun sutra biru tua yang ia kenakan membalut tubuhnya dengan sempurna, setiap lekuknya diperlihatkan tanpa berlebihan. Namun, bukan penampilannya yang membuatnya terdiam di depan cermin. Pikirannya melayang pada kejadian-kejadian yang baru saja terjadi, terutama saat Adrian memandangnya dengan sorot mata yang tak biasa.“Apa yang sebenarnya dia pikirkan?” gumamnya pelan, suaranya hampir tidak terdengar di tengah heningnya ruangan. Ia teringat bagaimana Adrian, yang biasanya dingin dan tak tersentuh, tiba-tiba berubah menjadi sosok yang berbeda saat mereka berada di ruang makan tadi.Adrian, dengan jas hitam yang begitu rapi, terlihat seperti seorang raja di tengah kerajaan kecilnya. Tatapan tajamnya, senyum simpul yang sesekali muncul, dan caranya mengamati Alya—semuanya membuatnya

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    35. Sentuhan di Batas Malam

    Cahaya pagi menyelinap perlahan melalui celah tirai, memantulkan bayangan samar di dinding kamar yang hening. Alya masih terbaring di ranjang, matanya tertutup, tetapi tubuhnya terasa lelah meski semalam ia memejamkan mata lebih lama dari biasanya. Dalam kepalanya, berbagai potongan kejadian terus berputar, membuat dadanya terasa sesak.Suara ketukan pintu yang lembut membangunkannya. Ia membuka mata dengan perlahan, membiarkan pandangannya beradaptasi dengan cahaya yang mulai memenuhi ruangan. Hanya beberapa detik berlalu sebelum ia menyadari bahwa ketukan itu berasal dari Adrian.“Alya, aku perlu bicara,” suara Adrian terdengar lebih tegas dari biasanya, seperti seseorang yang mencoba menutupi gejolak emosi di dalam dirinya.Alya bangkit dari ranjang, merapikan rambutnya yang sedikit kusut dengan jari-jarinya. Tanpa banyak berpikir, ia berjalan ke arah pintu dan membukanya. Di sana berdiri Adrian, mengenakan kemeja hitam yang membuat aura maskulinnya semakin mencolok. Matanya yang t

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status