"Sial, sial, sial ...!" Ella berlari sambil memekik panik. Gadis berseragam putih abu-abu itu memacukan kaki-kakinya lebih cepat lagi.
Dia harus berlomba dengan waktu. Jarak yang harus ditempuh lumayan jauh, sedang sahabatnya bukan tipe orang yang sabaran menunggu. Anna Ratulusia bisa marah!
Pagi itu sebenarnya Ella sudah tiba di depan SMA Elite. Gerbang Putih itu sudah di depan mata. Tapi, letak kantin yang jadi tujuannya masih jauh di ujung sana. Semua ini gara-gara ponsel monochrome-nya, begitu tuduh Anna selalu.
"Makanya ganti android, dong! Kamu itu anak jaman kapan, sih? Kok, betah banget sama barang-barang jadul?"
Omelan sahabatnya itu masih terngiang di telinga Ella.
"Kamu bisa kirim SMS, kan?" sahut Ella tadi.
"Apa?!"
Terbayang Anna sedang membeliak ngeri. Cewek cantik itu memang jijik dengan segala hal yang berbau kuno. SMS termasuk salah satunya. Baginya, kecantikan dan penampilan harus up to date.
"Aku nelpon gini aja aslinya udah kepaksa banget! Darurat!"
Maunya Anna, paling tidak mereka bisa video call. Tapi Ella berkeras tidak mau ganti ponsel dan siap menanggung risikonya.
Jadilah Ella olahraga pagi. Dia melesat menerobos gerbang sekolah, nyaris menabrak. Menghindari lorong yang sudah pasti penuh sesak di awal hari, dan berbelok keluar dari jalan utama, berlarian melintasi lapangan upacara yang sepi, lalu menebos lapangan basket yang ternyata sedang ada acara entah apa. Ramai sekali, dan ... Dia tidak sempat mengerem.
Brak!
"Aduh!" Seorang cowok berseragam basket tersungkur.
"Maaf!" seru Ella cepat sambil terus berlari.
"Hei, tunggu!"
"Keburu, nih!" teriak Ella tanpa menoleh ke belakang. Dia cuma melambaikan tangan saja dan terus berlari.
Ella yakin penampilan ke sekolah sebagai cewek culun tak akan membuat seorang cowok pun mendekatinya, apalagi sampai mengejar atau menghentikannya.
Cewek bernama lengkap Ella Laila itu sengaja melakukan penyamaran sebagai cewek culun. Merubah nama panggilannya menjadi Laila selama berada di sekolah sejak kelas 10.
Dia juga mengaku sebagai murid beasiswa saja di SMA Elite itu. Bahkan kedua sahabatnya, Anna dan Haikal, tidak mengetahui jati diri Ella yang sebenarnya seorang gadis jelita dan berasal dari keluarga kaya.
Semua itu karena Ella kecil pernah menjadi korban penculikan dan nyaris diperkosa cowok berseragam SMP. Bahkan status cowok itu masih berstatus buronan pihak kepolisian sampai sekarang. Makanya Ella ngeri sekali dan tak mau tampil cantik lagi. Baginya kecantikan itu sebuah kutukan!
Akhirnya Ella sudah dekat tempat tujuannya. Tinggal menerobos taman sekolah saja. Di balik sanalah kantin sekolah berada.
"Soya milk stroberry with low sugar, please!" seru Ella setelah sesaat mengatur napasnya yang satu-satu.
Begitu minuman diet pesanan Anna sudah di tangan, Ella permisi keluar kantin melewati pintu belakang. Dia menyusuri gang sempit sepanjang belakang gedung sekolah yang berpagar pendek. Di balik sana mengalir sebuah sungai dengan pemandangan indah.
Cewek berkacamata dengan bingkai bulat tebal itu tak sempat menikmati pemandangan di sampingnya. Dia berkonsentrasi pada kaki-kakinya. Agak susah berlarian di gang yang sempit itu sementara letak kelas barunya masih jauh di ujung sana.
Deretan kelas 11 berada paling dekat dengan gerbang sekolah. Lalu deretan kelas 10 persis di hadapan lapangan upacara dan lapangan basket. Sedang kelas 12 di bagian paling belakang yang tenang.
Lalu tiba-tiba ponsel jadul Ella menjerit lagi. Sembari tetap berlari, dia menunduk dan merogoh saku roknya dengan tangannya yang kosong. Saat ponsel itu baru saja menempel telinga ....
"Halo ..."
"Hei, stop!"
Brak!
"Auw! Sakit!"
Akhirnya cewek berkepang dua itu terjatuh juga pada tabrakan yang ketiga ini. Tubuhnya terpental mengira menabrak tembok keras. Dan minuman pesanan Anna ....
"Sial! Seragamku jadi kotor!" umpat suara nge-bass.
"Ups!" desis Ella melihat sosok di depannya.
Seorang cowok berdiri menjulang bersandar pada pagar tembok. Sebagian besar sisi depan kemeja putihnya kini tampak basah dan menempel di badan. Warnanya pink. Di bawah alis yang tebal, mata setajam elang itu menatap tajam.
"Ka-kau ... Dasar cewek ceroboh!"
Tampaknya cowok itu benar-benar geram dan siap memuntahkan amarahnya. Tapi kemudian dia mendengus keras. Lalu membuka kancing kemeja satu persatu dan melepas baju bernoda itu dari badannya.
Lalu ... Sebuah benda pipih meluncur lembut dari saku bajunya, dan ...
Swiiing ... Clup!
Tenggelam. Di sungai yang beraliran deras.
Jeritan cowok itu benar-benar mengerikan. Ditambah sederet panjang nama-nama penghuni kebun binatang.
Cowok bertelanjang dada itu tampak buas bagai singa. Siap menerkam kapan saja. Di hadapannya, Ella gemetaran seperti seekor tikus putih.
"I-itu ponsel baruku! Hadiah back to school dari kakakku! Harganya tiga puluh juta!" semburnya menggila. "Kau ... Harus ganti rugi!"
***
Setelah melampiaskan amarahnya kepada cewek culun bernama Laila--dia menyita kartu pelajar cewek itu dan memintanya datang lagi ke belakang sekolah untuk menyelesaikan urusan ganti rugi besok, Dony pergi mencari dua sahabatnya.
Cowok itu tak tahu apakah dia harus merasa sedih atau malah senang karena telah kehilangan ponsel mewah itu.
Ya, di satu sisi dia memang sudah menginginkan ponsel keluaran terbaru itu sejak liburan kemarin. Tetapi di sisi lain, kakaknya tidak pernah memberikan hadiah secara cuma-cuma. Selalu ada tuntutan di belakangnya.
"Kamu harus sudah punya pacar hari ini. Kalau perlu, berikan ponsel ini sebagai hadiahnya. Aku yakin, tak ada satu cewek pun yang akan nolak jadi pacarmu di sekolah itu. Apalagi dengan hadiah semewah ini!"
Dony masih mengingat jelas setiap kata dari mulut kakaknya pagi tadi. Dasar diktaktor! umpatnya dalam batin.
Sebetulnya, cowok jangkung dengan tubuh tegap sempurna itu memiliki banyak cewek yang mengaku fans fanatik garis keras sejak awal masuk di SMA Elite.
Bukan cuma karena memiliki tubuh sempurna ala model. Berwajah tampan bak idol Korea dan berasal dari keluarga kaya, Dony juga dianugerahi otak encer dan berbakat dalam bidang olahraga pula.
Jadi cewek mana yang tidak akan tergila-gila pada pandangan pertama? Pantaslah Dony Sanjaya menyandang gelar Pangeran Sejuta Pesona di SMA Elite ini.
Mendapatkan seorang cewek untuk menjadi pacar adalah urusan yang amat mudah. Sekali mengedipkan mata, segerombolan cewek bisa jatuh pingsan dibuatnya. Masalahnya, Dony tak mau.
Tak ada yang mengetahui bahwa hati cowok itu sudah terpikat kepada seorang gadis di masa kecilnya. Dony mengharapkan suatu saat bisa bertemu dengannya lagi dan menjadikan cewek itu kekasihnya. Ya, hanya gadis itu saja.
"Lah terus, gimana urusannya dengan tuntutan Kak Rendy?" Reno mengingatkan sambil meminjamkan seragam sekolahnya kepada Dony. Dia sendiri nyaman masih mengenakan seragam tim basket yang basah oleh keringatnya. "Ponsel baru itu sekarang hilang, tapi pacar pun nggak ada?"
"Alaaa ... Gampang, Don!" sambar Angga, sahabat Dony yang satunya lagi. "Siapapun cewek yang kamu lihat pertama kali di hari pertama sekolah ini, tembak aja langsung jadi pacarmu!"
"Berarti si culun Laila itu, dong?" cetus Dony.
(Bersambung)
"Laila?" ulang Angga. "Yakin, Bro? Itu nama cewek yang menabrakmu dan menghilangkan ponsel mewah itu?" Dony mengangguk mantap. "Masih ada ya nama jadul seperti itu ya? Macam lagu dangdut jaman dulu. Hahaha!" Angga terpingkal. Lalu Dony menyodorkan kartu pelajar yang berhasil disitanya dari cewek itu kepada dua sahabatnya. Reno buru-buru menyambarnya. "Penampilannya jauh lebih parah dari namanya," gumamnya sambil geleng-geleng kepala. Foto cewek berkacamata bulat dengan rambut dikepang dua itu agak buram di kartu itu. Tipikal culun. Tetapi anehnya, Reno merasa agak familiar. Seakan sempat bertemu si cewek culun tapi otaknya menolak memasukkan sosok itu dalam ingatan. "Dan, cewek ini yang akan kamu jadikan pacar?" Reno tersentak dan membeliak ngeri. "Don, jangan dengar usulan Angga tadi!" Angga pun terlonjak. Tersadar kebodohannya tadi. Asal ucap saja mulutnya itu. "Iya, Bro. Lupakan!" ucap Angga c
"Sekarang kan, kamu kapten. Kamu harus punya cewek, Man! Maksudnya, buat jadi pasangan pas Prom Night. Kapten kan dapat undangan khusus. Karena anak cowok kelas dua enggak boleh datang. Kecuali kamu ... cewek! Hahaha ...." Haikal tergelak. "Prom Night? Bukannya itu masih akhir tahun, ya? Masih lamaaa ... Masih banyak waktu," ucapnya santai. "Tapi kalau enggak dari sekarang ... Kamu akan kehabisan cewek cantiknya!" "Kamu pasti ngajak Anna, kan?" tebak satu temannya. Haikal menggeleng pelan. "Hmmm ... Aku kayaknya akan ngajak Laila saja," akunya kemudian. *** Anna terkesiap mendengar pengakuan Haikal itu. Bayangan mahkota Princess itu hancur berkeping-keping di atas kepalanya. Ugh! Apa kurangnya aku dibandingkan si culun? batin Anna geram. Hatinya semakin kesal kepada Laila. "Ini enggak bisa dibiarin! Aku enggak mau kehilangan mahkotaku!" jerit Anna gemas. "Anna ...?" tegur sebuah suara meyadarkan Anna
Ella disergap ketakutan saat menyadari keadaan sekelilingnya.Ruangan sepi. Sendiri.Penerangan kurang. Pandangan remang-remang.Tak ada jalan keluar. Dia terkunci.Gelap.Masa lalu terulang lagi ....Ella masih kelas 5 SD ketika itu. Dia baru mendapatkan tepukan tangan dan ucapan selamat karena berhasil memerankan Sang Pengeran dengan baik. Pentas Drama Putri Salju sukses menjadi acara pamungkas wisuda kelas 6.Waktu itu Ella sedang mencari-cari Mami di bangku penonton tapi tidak ketemu. Kemudian seorang anak laki-laki berseragam SMP menawarkan bantuan."Sini. Ikuti aku," ajak cowok itu. "Para orang tua barusan tadi dipanggil ke ruangan sana.""Orangtua Kakak juga?" tanya Ella kecil."Iya. Ini aku juga mau ke sana. Yuk, kita bareng saja!"Saat itu Ella kecil percaya saja. Dia di sekolahkan di sekolah yang bagus oleh kedua orangtuanya. Tentunya anak laki berseragam SMP itu adalah seorang kakak dari murid di sini. Lagi pula senyum cowok it
Dony dan Angga ber-high five saat berhasil keluar dari lingkungan sekolah. Setelah adu lomba lari menuju parkiran dan memasuki mobilnya dengan panik, akhirnya sedan hitam itu meluncur cepat membelah jalan raya."Gila! Tembakanmu jitu banget, Man! Persis kena wajah si hantu!" seru Angga. "Pingsan-pingsan dah si hantu! Hahaha!"Tapi Dony yang sedang menyetir sama sekali tidak ikut tertawa."Sejak kapan hantu bisa pingsan, bego?!" umpat Dony tersadar. "Berarti, kita tunggang langgang ketakutan tadi cuma gara-gara manusia biasa?""Mungkin.""Parah! Kamu sih, tadi pakai menjerit kayak cewek! Bikin orang ikutan kaget dan panik saja! Pokoknya jangan sampai ada yang tahu! Apalagi Rendy!"Angga terlongong. "Benar juga," gumamnya sembari menepuk dahinya sendiri."Kamu ambil bukuku itu dari dalam gudang besok!" ultimatum Dony."Tapi kan ada hantunya, Don?" cetus Angga.Plak!Dony sukses mengeplak belakang kepala sahabatnya i
Jarum pendek di jam dinding sudah hampir menunjukkan angka delapan malam. Tetapi, Ella belum ada kabarnya.Kedua orangtua Ella kuatir karena putri semata wayang mereka itu tak biasanya terlambat pulang tanpa kabar. Ditelpon pun tidak bisa."Pi, kita langsung ke sekolahnya saja sekarang, ya?" usul Riana tak bisa membendung kecemasannya lagi."Oke," sahut Aji kepada istrinya. Segera dia beranjak meninggalkan meja kerjanya dan memerintahkan sopir menyiapkan mobil.Di dalam perjalanan, Aji segera menelpon seseorang."Halo, Nak Al," sapa Aji. "Maaf terpaksa saya mengganggu malam-malam.""Iya, Om. Tidak apa," sahut suara pemuda di seberang sana. "Ada yang bisa saya bantu?""Nak Al ini sedang di mana?""Baru saja sampai di depan kosan.""Bisa tolong kembali ke sekolah? Putri saya belum pulang ke rumah.""Laila belum pulang?" suara pemuda itu terdengar terkejut."Begitulah. Karena itu saya dan maminya kuatir sekali
"Dasar cewek enggak bertanggungjawab!" umpat Dony geram.Pagi itu Dony sudah menunggu lama di lorong belakang sekolah. Tetapi tak seorang pun yang muncul di sana.Berani benar dia? Apa Laila cuma satu-satunya cewek di SMA elit yang tidak mengenalnya? Tidak memuja sejuta pesona Dony seperti cewek lainnya?Parahnya, Dony cuma tahu nama cewek itu saja. Laila.Dony ingat kemarin dia sempat membaca kartu siswa milik cewek itu."Kalau enggak salah ingat, di kartu tertulis cewek itu kelas 10. Berarti dia kelas 11 sekarang," gumam Dony kemudian. "Hmmm ... Tapi, cewek itu di kelas 11 yang mana?""Mau cari cewek kelas 11?" ulang suara Reno. Sahabat Dony itu entah sejak kapan muncul di situ."Mau tahu aja!" sahut Dony. "Ngapain kamu di sini?""Tuh, si bangkai nyariin kamu!" lapor Reno. "Dia kebingungan dah kayak kehilangan ekor!"Sejenak Dony mengerutkan kening untuk mencerna kalimat ajaib sahabatnya. Biasanya Ang
"Apa?" sentak Rendy pada ponsel yang baru diatur loadspeaker.Rendy memang sedang sibuk. Tubuhnya mengkilat bermandikan keringat. Sedang di bawahnya Winda menatap penuh harap. Tetapi Rendy lebih mementingkan ponselnya yang berdering di detik-detik yang salah. Hanya karena di layar ponsel terbaca 'Informan'."Ma-maaf mengganggu, Tuan. Tapi ini tentang adikmu. Katanya, harus segera melaporkan kabar apapun tentang Dony kepadamu," sahut suara di seberang sana."Sebaiknya ini kabar yang sangat penting! Karena kamu menggangguku di saat yang keliru!""Buku. Dony kehilangan sebuah buku. Dia marah sampai gampang banget gebukin orang," jawab si informan. "Ini termasuk kabar penting, kan?""Buku apa yang hilang?" tanya Rendy sembari mengerutkan kening, lalu meraih ponselnya dan mematikan pengaturan loadspeaker-nya. Kemudian menempelkan di telinga kirinya. Dia tak ingin percakapan berikutnya terdengar oleh telinga sang pelayan yang sedang ditindih tubuhn
Ella baru menyadari telah kehilangan barang-barangnya saat mau kembali ke sekolah. Di mana tas selempang dan ponsel monochrome-nya?Terakhir Ella ingat, semua barang itu ikut terkunci di dalam gudang bersamanya. Sedang sejak beristirahat di rumah, perhatian Ella teralihkan dengan jadwal terapi ke dokter psikolog keluarga. Hingga sang dokter memutuskan Ella bisa kembali bersekolah."Mami ...," panggil Ella sembari berderap menuju dapur. Berharap sang Mami mengetahui."Mami tahu di mana tas selempang dan ponselku? Yang biasa aku pakai ke sekolah itu?""Tas buluk dan ponsel jadul?" ulang Riana sembari memasak nasi goreng."Ih, Mami!" protes Ella karena Mami mengejek barang-barangnya.Riana kemudian mengangkat bahu. "Enggak lihat, tuh. Hilang juga gapapa, kan? Mami bisa nyediain yang baru dalam sekejap mata," ujarnya sembari menjentikkan jari.Ella menjulurkan lidahnya melihat gaya Mami sok jadi ibu peri."Masa, sih? Waktu terkunci