"Dasar cewek enggak bertanggungjawab!" umpat Dony geram.
Pagi itu Dony sudah menunggu lama di lorong belakang sekolah. Tetapi tak seorang pun yang muncul di sana.
Berani benar dia? Apa Laila cuma satu-satunya cewek di SMA elit yang tidak mengenalnya? Tidak memuja sejuta pesona Dony seperti cewek lainnya?
Parahnya, Dony cuma tahu nama cewek itu saja. Laila.
Dony ingat kemarin dia sempat membaca kartu siswa milik cewek itu.
"Kalau enggak salah ingat, di kartu tertulis cewek itu kelas 10. Berarti dia kelas 11 sekarang," gumam Dony kemudian. "Hmmm ... Tapi, cewek itu di kelas 11 yang mana?"
"Mau cari cewek kelas 11?" ulang suara Reno. Sahabat Dony itu entah sejak kapan muncul di situ.
"Mau tahu aja!" sahut Dony. "Ngapain kamu di sini?"
"Tuh, si bangkai nyariin kamu!" lapor Reno. "Dia kebingungan dah kayak kehilangan ekor!"
Sejenak Dony mengerutkan kening untuk mencerna kalimat ajaib sahabatnya. Biasanya Angga yang kebagian menerjemahkan bahasa alien Reno untuknya. Tapi sekarang, Angga entah kemana.
"Siapa tuh, si bangkai berekor?" cetus Dony.
"Angga!"
"Ah, dia memang kurus seperti bangkai!" ucap Dony mengerti. "Sekarang di mana bangkainya?"
Dony tak melihat siapapun di belakang Reno.
"Di gudang. Yuk!" ajak Reno.
Dony segera teringat. Dia memang menyuruh Angga ke sekolah pagi-pagi kemarin. Sahabatnya itu harus mengambil buku yang dilemparkan ke dalam gudang. Sebuah buku diari yang berisi catatan sensitif.
Dony pun mengikuti langkah Reno. Kebetulan dia juga mau mencari cewek bernama Laila di kelas 11. Deretan kelas 11 kan dekat dengan gudang sekolah.
"Don, kamu nyuruh Angga ngapain? Dia rajin banget kerja bakti pagi-pagi," ucap Reno.
"Gara-gara kamu juga, sih! Kemarin kalian becanda berdua tapi tasku yang jadi korbannya!" sembur Dony. "Bukuku jadi nginep semalaman di gudang! Awas saja kalau sampai buku itu kenapa-kenapa! Kamu dan Angga harus tanggung jawab!"
Glek! Reno menelan ludah. Dia merasa sahabatnya itu sedang badmood.
Ternyata, Dony dan Reno malah disambut dengan wajah tegang Angga di pintu gudang.
"Mana?" Dony mengulurkan tangan kanannya menagih buku itu.
Angga tampak takut-takut saat akhirnya dia menggelengkan kepala pelan-pelan. "Enggak ketemu, Don. Buku itu, enggak ada ...," ucapnya lirih.
Dony membelalak. Segera tangannya meraih kerah seragam Angga dan menariknya keras. "Apa maksudmu enggak ada?!" semburnya.
Amarah Dony tiba-tiba meledak. Sebenarnya dia memang lagi kesal karena cewek culun itu tidak muncul. Sekarang ditambah kabar kalau buku itu tidak ketemu.
"A-aku sudah cari-cari bukunya. Tapi memang enggak ada. Gudangnya bersih!"
Brak!
Dony mendorong tubuh kerempeng Angga keras, sampai cowok itu terjengkang ke lantai gudang. Tapi Dony tak peduli. Dia melangkah masuk dan menyapukan pandangan ke seluruh isi gudang. Terutama di dekat jendela belakang yang terbuka. Selain barang-barang bekas yang menumpuk menempel dinding gudang; meja, kursi, papan, tiang, dan bola basket merah milik Rebo di sudut sana, Dony hanya mendapati lantai berdebu saja.
"Loh, ini bola basketku ada di sini? Kok buku malah enggak ada? Buku kan enggak bisa menggelinding, apalagi jalan?" ucap Reno heran sembari memungut bolanya.
Mau tak mau Dony menatap Reno. Kali ini ucapan Reno ada benarnya. Dia yakin sekali buku itu terlempar lebih dulu ke dalam gudang ini, lalu dia melempar bola basket Reno untuk menghantam wajah si hantu.
"Jangan-jangan ... Hantu ini!" cetus Angga hilang akal. "Hantu itu bawa bukumu, Don!"
Buaaak!
Dony melemparkan pukulannya ke perut Angga. Angga yang baru saja berdiri, kembali terlempar menabrak dinding lalu tubuhnya merosot jatuh lagi. Angga meringis kesakitan dan tak mau berdiri lagi.
"Kalian berdua cari buku itu lagi sampai ketemu! Awas kalau sampai enggak!" ancam Dony, lalu berbalik keluar. Sebelum pergi Dony menutup pintu gudang dan memasang gerendelnya.
Angga dan Reno terkunci di dalam.
"Gila! Kemarin aja ponsel barunya yang tiga puluh jutaan itu diceburin cewek ke sungai, Dony enggak semarah ini?!" gerutu Reno heran. "Sekarang, cuma sebuah buku! Palingan harganya berapa, sih? Enggak sampai puluhan juta, kan? Di toko buku juga banyak. Bisa beli lagi. Selusin!"
"Udah kusaranin begitu juga kemarin," sahut Angga. "Buku itu pasti jauh lebih mahal. Apa ya kira-kira isinya?"
Buk!
"Aduh!" pekik Angga kaget. Tiba-tiba wajahnya tertampar bola basket.
"Ayo, kita cari lagi bukunya. Semakin cepat ketemu, kita bisa cepat keluar dari ini!" kata Reno.
"Dasar bego!" sembur Angga. "Pantas saja kamu enggak kepilih jadi kapten tim basket, Ren! Masih mendingan si Haikal itu!"
"Heh? Apa maksudmu?" Emosi Reno tersulut. Perihal jabatan kapten masih sensitif di hatinya. "Mau ngajakin gelut, kamu? Di sini lagi enggak ada Dony yang akan ngebelain kamu sekarang!"
Angga malah terbahak keras.
"Apa? Nantangin benaran?!"
"Kalau kamu mau keluar dari gudang, gampang! Tuh, lewat sana bisa!" tunjuk Angga ke arah belakang tubuh Reno.
Reno membalikan badan dan langsung menatap jendela belakang gudang yang terbuka.
"Berarti buku Dony kabur lewat sana, dong!" cetus Reno hilang akal.
***
Langkah kaki Dony membawanya ke deretan kelas 11. Dia berjalan dengan kepala tegak. Tak sekalipun menoleh saat mendengar cewek-cewek itu menjerit-jerit. Semakin lama semakin banyak anak yang menyadari keberadaannya.
Sejak dulu, cewek-cewek di mana pun sama saja. Histeris saat melihat sosok Dony. Semuanya! Tapi baru Dony sadari saat ini, ada satu yang tidak. Cewek bernama Laila yang sedang diburunya. Ya, bahkan kemarin saat dia shirtless Laila tidak menggila. Heran!
Jadi, sekarang Dony tinggal melirik ke deretan jendela dan pintu kelas 11. Cewek-cewek selalu menempelkan wajah di kaca jendela untuk melihatnya atau berdesakan di pintu kelas. Tapi, tak ada wajah Laila di sana.
Oya, sosok culun seperti Laila sangat mudah diingat. Karena makhluk berpenampilan jadul seperi itu termasuk kategori langka. Berkepang dua, bercamata bulat dengan bingkai tebal, alis tebal, dan kawat gigi di mulutnya.
"Hai, Kak!" sapa seorang cewek. "Lagi cari seseorang, ya? Boleh aku bantuin?"
Dony dihadang oleh seorang cewek cantik dan modis. Tipe kebanyakan kaum cewek di SMA elit.
"Hmm," gumam Dony singkat.
"Lebih cepat ketemu, lebih baik, loh," kata cewek itu lagi. "Siapa tau keburu keduluan cowok lain? Ntar nyesel!"
"Sok tahu!" Dony melanjutkan langkahnya.
Cewek itu malah memamerkan senyumnya. Lalu bersikukuh mengimbangi langkah lebar Dony.
"Aku tau semua cewek kelas 11. Sebutin saja namanya atau penampilannya kayak gimana, akan aku bawa Kak Dony langsung ke orangnya!"
Dony menaikan sebelah alisnya. Kalau dipikir-pikir menerima bantuan cewek ini pasti akan mempersingkat waktu.
"Baik. Aku terima tawaranmu," ucap Dony sambil menghentikan langkah. Kali ini menghadap cewek itu dan menatapnya persis di mata.
"Kamu kenal cewek yang namanya Laila. Orangnya culun."
Mendadak raut wajah cewek itu berubah. Tampang manisnya pun memberengut.
"Kenapa musti dia, sih? Apa enggak ada cewek lain ya?" gerutu cewek itu dengan nada ketus.
Dony mengerutkan dahi. Penasaran. Tapi masih menunggu jawaban.
"Hari ini dia enggak masuk. Jangan tanya kenapa. Tapi kuharap dia enggak kembali ke SMA elit ini untuk selamanya!"
Lalu cewek itu membalikkan badan dan masuk ke salah satu pintu kelas 11.
Loh?
Dony makin penasaran sama cewek bernama Laila ini. Kenapa cewek cantik sampai bisa cemburu sama cewek culun? Apa yang sudah dilakukan oleh Laila?
Akhirnya Dony cuma menghela napas dan keluar dari lorong kelas 11 dan berjalan menuju kelasnya lagi. Dia percaya cewek cantik itu tidak berbohong. Hari itu dia tidak akan menemukan Laila.
"Don, kemana saja sih?" sambut Reno di pintu kelas 12. Tampak Angga bersembunyi di belakang tubuhnya.
"Mana bukunya?" todong Dony to the point. Hari ini dia sudah kehilangan calon pelayannya, Laila. Dia tak mau mendengar berita buruk lagi.
"Don, itu ...." Reno tampak takut melanjutkan ucapannya.
Dony pun menatap tajam ke arah Angga.
"Ma-maaf, Don! Buku itu enggak ada di mana pun di dalam gudang!" gagap Angga masih mengerut di balik tubuh tegap Reno.
Kontan Dony menendangkan kakinya tanpa ampun. Membuat Reno dan Angga terdorong keras dan terjengkang ke lantai kelas. Dony hendak meraih kerah baju Angga untuk melampiaskan segala amarahnya saat ponselnya berbunyi.
Rendy.
"Halo, Kak ...."
"Buruan pulang! Aku udah tahu semuanya!"
(Bersambung)
"Apa?" sentak Rendy pada ponsel yang baru diatur loadspeaker.Rendy memang sedang sibuk. Tubuhnya mengkilat bermandikan keringat. Sedang di bawahnya Winda menatap penuh harap. Tetapi Rendy lebih mementingkan ponselnya yang berdering di detik-detik yang salah. Hanya karena di layar ponsel terbaca 'Informan'."Ma-maaf mengganggu, Tuan. Tapi ini tentang adikmu. Katanya, harus segera melaporkan kabar apapun tentang Dony kepadamu," sahut suara di seberang sana."Sebaiknya ini kabar yang sangat penting! Karena kamu menggangguku di saat yang keliru!""Buku. Dony kehilangan sebuah buku. Dia marah sampai gampang banget gebukin orang," jawab si informan. "Ini termasuk kabar penting, kan?""Buku apa yang hilang?" tanya Rendy sembari mengerutkan kening, lalu meraih ponselnya dan mematikan pengaturan loadspeaker-nya. Kemudian menempelkan di telinga kirinya. Dia tak ingin percakapan berikutnya terdengar oleh telinga sang pelayan yang sedang ditindih tubuhn
Ella baru menyadari telah kehilangan barang-barangnya saat mau kembali ke sekolah. Di mana tas selempang dan ponsel monochrome-nya?Terakhir Ella ingat, semua barang itu ikut terkunci di dalam gudang bersamanya. Sedang sejak beristirahat di rumah, perhatian Ella teralihkan dengan jadwal terapi ke dokter psikolog keluarga. Hingga sang dokter memutuskan Ella bisa kembali bersekolah."Mami ...," panggil Ella sembari berderap menuju dapur. Berharap sang Mami mengetahui."Mami tahu di mana tas selempang dan ponselku? Yang biasa aku pakai ke sekolah itu?""Tas buluk dan ponsel jadul?" ulang Riana sembari memasak nasi goreng."Ih, Mami!" protes Ella karena Mami mengejek barang-barangnya.Riana kemudian mengangkat bahu. "Enggak lihat, tuh. Hilang juga gapapa, kan? Mami bisa nyediain yang baru dalam sekejap mata," ujarnya sembari menjentikkan jari.Ella menjulurkan lidahnya melihat gaya Mami sok jadi ibu peri."Masa, sih? Waktu terkunci
"Apa kamu punya buku itu, Cinderella?" cetus Haikal yang sudah berada di sisi Ella.Ella mengerjap. Kemudian dia terbahak keras. "Apaan, sih? Namaku Laila, bukan Cinderella," ucapnya kemudian."Mirip," sahut Haikal memaksa. "Ya, siapa tahu aja buku yang hilang itu ada di kamu.""Aku tuh adanya buku pr dan catatan teman-teman. Sekarang pasti udah menggunung banyaknya!" seloroh Ella. "Memangnya sang pangeran mau bantu ngerjain semua itu? Hahaha!"Haikal pun tergelak pelan. Dia tahu dunia sahabatnya itu sejak masuk di SMA elit sebagai siswa beasiswa. Laila harus membantu mengerjakan pr dan menyalinkan buku catatan teman-teman. Tetapi herannya, Laila tidak pernah sekalipun menolak. Hingga Haikal curiga, Laila sebenarnya tidak bisa bilang tidak. Itu suatu penyakit, kan?"Ayo, ke kelas aja!" ajak Ella."Bantuin pacarnya, Mas. Tadi Eneng ini nyaris saja jatuh pingsan," cetus Pak Satpam asal tuduh saja."Bukan pacar, Pak!" ralat Ella cepat. L
Ella terbiasa berangkat pagi-pagi sekali. Jadi mobilnya bisa menepi dengan aman tanpa ketahuan di dekat SMA elit. Lalu, Ella akan turun dan berjalan kaki menuju gerbang putih.Namun pagi itu, ketika Ella baru beberapa langkah lagi mendekati gerbang putih, sebuah sedan hitam mendecit keras dan berhenti tepat satu inci di dekatnya. Ujung sepatu Ella nyaris terlindas roda."Ap ...!" Ella mematung. Tak sempat melanjutkan jeritan. Karena pintu mobil di dekat sisi tubuhnya mendadak menjeblak terbuka."Masuk!" perintah suara cowok di bangku kemudi.Dony!"Masuk kataku! Kecuali kamu bawa tiga puluh juta sekarang!" teriak Dony."I-iya," sahut Ella menurut akhirnya.Ella tahu itu adalah perbuatan terbodoh seumur hidupnya. Masuk ke dalam mobil dengan seorang cowok di urutan teratas yang harusnya dia hindari. Tapi mau bagaimana lagi? Dia shock! Dan cuma ada seratus ribu di dompetnya!Setelah Ella duduk di kursi samping Dony, mobil pu
"Enggak usah dekat-dekat!" seru Ella panik sembari mengacungkan gagang alat pel ke arah Dony, memberi serentangan jarak di antar mereka. "Apa yang harus kulakukan?"Dony mengerutkan kening. "Memang apa yang kamu pikir akan aku lakukan ke kamu, heh?" sentaknya. "Dasar otak ngeres!""Maksudku, kamu bilang aja dari sana kan, bisa?""Oke, oke! Tapi turunin dulu alat pel-nya!"Ella menurut."Kamu tahu sayembara berhadiah yang lagi ramai di sekolah kita?" tanya Dony kemudian.Ella mengangguk saja. Ya, siapa yang enggak tahu? batinnya."Kenapa kamu enggak ikutan jadi pesertanya?""Enggak tertarik!"Mata Dony membulat. "Apa kamu enggak tahu hadiah sayembara itu? Semua cewek sampai gila dan menghalalkan segala cara di luar sana!"Ella menatap tajam si cowok brengsek. Membenarkan kacamata berbingkai bulat tebal yang melorot di hidungnya, lalu mencermati Dony dari atas ke bawah. Lalu naik ke atas lagi. "Hadiahnya, Kakak kan?
"Sial, sial, sial ...!"Ella berlari sambil memekik panik. Gadis berseragam putih abu-abu itu memacukan kaki-kakinya lebih cepat lagi. Dia harus berlomba dengan waktu. Jarak yang harus ditempuh lumayan jauh, sedang sahabatnya bukan tipe orang yang sabaran menunggu. Anna Ratulusia bisa marah! Pagi itu sebenarnya Ella sudah tiba di depan SMA Elite. Gerbang Putih itu sudah di depan mata. Tapi, letak kantin yang jadi tujuannya masih jauh di ujung sana. Semua ini gara-gara ponsel monochrome-nya, begitu tuduh Anna selalu. "Makanya ganti android, dong! Kamu itu anak jaman kapan, sih? Kok, betah banget sama barang-barang jadul?" Omelan sahabatnya itu masih terngiang di telinga Ella. "Kamu bisa kirim SMS, kan?" sahut Ella tadi. "Apa?!" Terbayang Anna sedang membeliak ngeri. Cewek cantik itu memang jijik dengan segala hal yang berbau kuno. SMS termasuk salah satunya. Baginya, kecantikan dan penampilan harus up to date.
"Laila?" ulang Angga. "Yakin, Bro? Itu nama cewek yang menabrakmu dan menghilangkan ponsel mewah itu?" Dony mengangguk mantap. "Masih ada ya nama jadul seperti itu ya? Macam lagu dangdut jaman dulu. Hahaha!" Angga terpingkal. Lalu Dony menyodorkan kartu pelajar yang berhasil disitanya dari cewek itu kepada dua sahabatnya. Reno buru-buru menyambarnya. "Penampilannya jauh lebih parah dari namanya," gumamnya sambil geleng-geleng kepala. Foto cewek berkacamata bulat dengan rambut dikepang dua itu agak buram di kartu itu. Tipikal culun. Tetapi anehnya, Reno merasa agak familiar. Seakan sempat bertemu si cewek culun tapi otaknya menolak memasukkan sosok itu dalam ingatan. "Dan, cewek ini yang akan kamu jadikan pacar?" Reno tersentak dan membeliak ngeri. "Don, jangan dengar usulan Angga tadi!" Angga pun terlonjak. Tersadar kebodohannya tadi. Asal ucap saja mulutnya itu. "Iya, Bro. Lupakan!" ucap Angga c
"Sekarang kan, kamu kapten. Kamu harus punya cewek, Man! Maksudnya, buat jadi pasangan pas Prom Night. Kapten kan dapat undangan khusus. Karena anak cowok kelas dua enggak boleh datang. Kecuali kamu ... cewek! Hahaha ...." Haikal tergelak. "Prom Night? Bukannya itu masih akhir tahun, ya? Masih lamaaa ... Masih banyak waktu," ucapnya santai. "Tapi kalau enggak dari sekarang ... Kamu akan kehabisan cewek cantiknya!" "Kamu pasti ngajak Anna, kan?" tebak satu temannya. Haikal menggeleng pelan. "Hmmm ... Aku kayaknya akan ngajak Laila saja," akunya kemudian. *** Anna terkesiap mendengar pengakuan Haikal itu. Bayangan mahkota Princess itu hancur berkeping-keping di atas kepalanya. Ugh! Apa kurangnya aku dibandingkan si culun? batin Anna geram. Hatinya semakin kesal kepada Laila. "Ini enggak bisa dibiarin! Aku enggak mau kehilangan mahkotaku!" jerit Anna gemas. "Anna ...?" tegur sebuah suara meyadarkan Anna