“Syukurlah kamu sudah siuman, aku sangat khawatir saat mendengarmu pingsan di kantor tadi,” ucap Arsen yang duduk di kursi yang sengaja dipindahkan ke samping ranjang.
Ivana langsung menundukkan kepalanya dan meraba tubuhnya di bagian dada dengan kebingungan.
“Kenapa? apa dadamu terasa sakit? Apa sebaiknya kita pergi ke rumah sakit?” tanya Arsen terlihat begitu khawatir.
Ivana lantas tidak langsung menjawab pertanyaan dari Arsen, dia melihat sekeliling ruangan. “Ini kamarku?” gumamnya.
“Iya, ini kamar kita. Apa ada yang salah?” tanya Arsen kebingungan melihat sikap Ivana yang terlihat kebingungan.
“Ayah? A-aku harus menemui Ayah,” ucap Ivana bergegas menuruni ranjang dan bergegas keluar kamar.
“Ivana tunggu, kamu baru saja siuman,” panggil Arsen mengejar Ivana yang berlari, bahkan tanpa mengenakan alas kakinya.
Tubuh Ivana hampir saja tergulir di undakan tangga karena kurang berhati-hati, untung saja Arsen dengan sigap menahan pergelangan tangan Ivana dan menarik tubuh wanita itu hingga jatuh ke dalam pelukannya.
“Berhati-hatilah, kamu bisa jatuh,” ucap Arsen.
Ivana melepaskan pelukannya dan menatap Arsen di depannya. Tatapan itu, masih terlihat hangat sangat berbeda dengan tatapan yang dilihatnya saat terakhir kali.
“Ayahku dimana?” tanya Ivana.
“Ayah sedang dalam perjalanan ke sini. Beliau sedang ada pertemuan di luar dengan tuan Andrew,” jawab Arsen.
Dan di saat bersamaan, terdengar dentingan lift bersamaan pintu lift yang terbuka.
“Ivana?” panggil Joseph berjalan cepat ke arah putrinya saat pintu lift terbuka.
“Ayah?” Ivana melepaskan pegangan Arsen dan langsung menghampiri Joseph. Ia memeluk Ayahnya di sana dengan penuh kelegaan.
“Bagaimana keadaanmu? Ayah dengar kamu pingsan di kantor,” tanya Joseph saat melepaskan pelukannya.
“Aku baik-baik saja,” jawab Ivana.
“Arsen, apa kamu sudah memanggil dokter Rio kemari?” tanya Joseph.
“Sudah, Ayah. Ivana hanya kelelahan,” jawab Arsen.
“Kamu pasti terlalu keras dalam bekerja hingga lupa memikirkan kondisi tubuhmu. Sekarang pergilah ke kamar, kamu harus istirahat total. Arsen, bawa istrimu untuk istirahat di kamar,” perintah Joseph.
“Iya.” Arsen merengkuh pinggang Ivana. “Kita ke kamar, Sayang.”
Arsen terkejut saat Ivana bergerak menjauh darinya. “Aku bisa sendiri,” jawab Ivana berlalu pergi meninggalkan dua pria yang menatapnya dengan penuh keheranan.
“Sepertinya dia sedang merajuk,” kekeh Joseph.
“Kalau begitu saya permisi,” pamit Arsen dan mengejar Ivana.
Saat Arsen masuk ke dalam kamar, Ivana sudah merebahkan tubuhnya dengan posisi memunggungi pintu di mana Arsen berada.
Arsen berjalan mendekati Ivana di sana, wanita itu memejamkan matanya berpura-pura tidur.
“Aku tahu kamu sedang berpura-pura,” ucap Arsen menahan senyumnya sambil duduk berjongkok di depan Ivana. Pria itu membelai kepala Ivana dengan lembut dan berkata, “kalau begitu istirahatlah. Aku akan ada di ruang kerjaku. Kalau butuh sesuatu, panggil aku segera,” ucap Arsen begitu lembut sambil bangkit dari posisinya.
“Aku mencintaimu, Ivana.” Arsen mengusap kepala Ivana dan beranjak pergi dari sana.
Setelah mendengar suara pintu ditutup, Ivana membuka kedua matanya dan air mata luruh membasahi pipi.
“Dia begitu handal bersandiwara,” gumam Ivana hanya bisa menangis mengingat apa yang terjadi di kehidupan sebelumnya.
Setelah puas menangis, Ivana bangkit dari posisinya dan mengambil ponselnya. Ia melihat tanggal dan tahun yang tertera di layar ponsel.
“Tahun 2023?” gumamnya. “Satu tahun sebelum terjadinya kejadian itu.”
Ivana termenung di sana. “Aku ingat jelas kalau aku ditusuk dan rasa sesak sekaligus rasa yang begitu menyakitkan masih terasa sangat jelas. Bagaimana bisa aku kembali ke masa lalu?” gumamnya.
“Apa ini kesempatan dari Tuhan? Agar aku bisa menyelamatkan perusahaan, Paman dan Ayah dari pria pembohong itu?” gumam Ivana.
“Aku-“ Ivana termenung menatap foto profil dilayar ponselnya. Foto pernikahannya dengan Arsen, mengingat hal yang begitu membahagiakan, kini seperti duri yang menancap semakin dalam di hatinya. “Kenapa? kenapa kamu harus melakukan itu, Arsen?” Ivana kembali menangis mengingat betapa kejamnya Arsen saat membunuh Pamannya dan menusuk jantungnya. Betapa menakutkannya tatapan dingin yang begitu menusuk itu, tatapan yang tidak pernah ditunjukkan Arsen sebelumnya, tapi kini sangat membekas diingatan Ivana.
“Aku harus apa sekarang? Bagaimana cara aku menghentikan apa yang akan Arsen lakukan? Bagaimana aku bisa menyelamatkan keluargaku dari pria kejam itu?”
***
Ivana menatap pantulan dirinya sambil merapikan rambutnya yang terurai di sana.
“Sekarang yang harus aku lakukan adalah terlepas dari sosok pria itu. Aku harus segera menggugat cerainya, dan menyelesaikan hubungan yang penuh kebohongan dan penipuan ini," batin Ivana dengan tatapan berkaca-kaca.
Mengambil keputusan untuk berpisah dari pria yang telah mengisi hidupnya dengan cinta dan kenangan indah itu jelas bukan hal yang gampang. Setiap malam, Ivana selalu meluangkan waktu untuk mengingat momen-momen terbaik bersama Arsen dan tampaknya semua itu terasa seperti mimpi yang indah. Tapi sekarang dia menyadari bahwa semua kebahagiaan itu hanyalah sebuah kepura-puraan penuh sandiwara.
Kenyataannya, Arsen menikahi Ivana hanya untuk membalas dendam terhadap sesuatu yang bahkan Ivana sendiri tidak mengerti, rasanya seperti dunia ini tiba-tiba runtuh di depan mata.
"Apa aku begitu buta hingga tidak bisa melihat tanda-tanda kebohongan Arsen, atau dia terlalu handal dalam bersandiwara?" batin Ivana yang kembali membayangkan betapa sempurnanya perlakuan Arsen selama ini. Bahkan Ivana sempat berpikir kalau Arsen adalah suami yang sangat sempurna dan dia beruntung memiliki pria yang sangat perhatian, peka dan penyabar itu. Tetapi semua itu hanya keahliannya dalam menyembunyikan motif sebenarnya.
Ivana menyeka air matanya dan dia sudah membulatkan keputusannya untuk menggugat cerai Arsenio.
“Kamu mau pergi ke kantor?” tanya Arsen saat melihat Ivana sudah berpakaian rapi di sana.
“Iya, aku akan ke kantor,” jawab Ivana menjawab dengan ekspresi dingin.
Arsen berjalan mendekati Ivana yang bergerak mundur secara spontan. “Kenapa?” Arsen mengernyitkan dahinya saat melihat Ivana bergerak mundur.
“Ah, itu, aku akan berangkat sekarang,” jawab Ivana bergegas pergi tetapi Arsen menahan pergelangan tangan wanita itu. “Ke-kenapa?”
Ivana memejamkan matanya penuh rasa takut saat Arsen mengangkat tangannya ke udara. “Aku hanya mau periksa suhu tubuhmu, apa benar kamu sudah sehat,” ucap Arsen menempelkan punggung tangannya di pelipis Ivana.
“Aku sudah lebih enakkan,” jawab Ivana segera melepaskan pegangan Arsen. “Aku pergi dulu sekarang.”
Ivana bergegas pergi dari hadapan Arsen membuat Arsen memperhatikan gerak-gerik Ivana.
“Ada apa dengannya?” gumam Arsen yang sadar kalau Ivana berusaha menghindarinya sejak kemarin. “Apa aku melakukan kesalahan? Kenapa dia terkesan menghindariku sejak kemarin?” gumam Arsen.
***
Ivana baru saja sampai di ruangannya. “Anna,” panggil Ivana pada sekretarisnya yang mengikuti Ivana masuk ke dalam ruangan. “Carikan detektif terbaik dan bisa dipercaya. Aku membutuhkannya, dan jangan sampai siapapun tahu,” ucap Ivana. “Detektif?” Anna cukup terkejut dengan permintaan atasannya yang sangat mendadak. “Iya, kamu bisa melakukannya, kan?” tanya Ivana menatap ke arah Anna. “Baik, Bu.” “Dan atur pertemuanku dengan pengacara pribadiku,” ucap Ivana. “Baik, Bu.” Anna pun keluar dari ruangan Ivana, sedangkan wanita itu sudah duduk di kursi kebesarannya. “Sekarang aku harus mencari tahu siapa Arsen dan mengamankan seluruh aset perusahaan. Aku harus menghindari masalah perusahaan yang akan terjadi ke depannya sampai membuat saham anjlok dan perusahaan diakusisi. Aku yakin, semua ini ulah Arsen, aku harus mengawasi pergerakan Arsen dan membatalkan investasi yang di rekomendasikan olehnya. Aku
“Apa maksudmu?” tanya Arsen sangat terkejut dengan apa yang baru saja Ivana katakan padanya. Ivana berjalan mengambil amplop coklat di dalam tasnya dan menyerahkannya pada Arsen. Dan tanpa menunggu lama lagi, Arsen membuka amplop tersebut dan isinya adalah surat gugatan cerai yang dilayangkan Ivana. “Aku menolaknya, Ivana.” Arsen menyatakan penolakannya dengan tegas. “Ada apa ini sebenarnya? Kenapa kamu ingin bercerai denganku?” Arsen terlihat bingung, kesal juga kecewa menatap Ivana di depannya. “Kalau aku berbuat salah padamu, katakan. Jangan ambil keputusan sepihak seperti ini,” ucap Arsen. Ivana menatap Arsen di depannya dengan tatapan nanar, kenyataannya hati Ivana jauh lebih sakit saat mengajukan perceraian ini. “Aku sudah tidak mau denganmu. Aku merasa bosan dan jenuh dengan pernikahan kita. Semakin lama, perasaan cintaku padamu semakin hilang,” jawab Ivana sekuat tenaga menahan dirinya untuk tidak terlihat lema
“Saya sudah menyelidiki orang yang anda minta, tetapi tidak ada hal yang mencurigakan. Tidak ada hal yang bisa saya temukan dari orang ini, selain semuanya sesuai dengan data yang anda berikan,” jelas Brant yang saat ini bertemu secara rahasia bersama Ivana di salah satu restoran. “Bagaimana mungkin? Apa anda terus membuntutinya?” tanya Ivana merasa tidak bisa menerima jawaban dari Brant. “Saya setiap hari membuntutinya, tidak ada hal yang mencurigakan. Pria itu berangkat ke kantor, keluar untuk bertemu klien dan pulang ke rumah setiap sore hari. Bahkan saya berpikir, orang ini termasuk orang yang membosankan, karena rutinitas yang sama terus dia lakukan,” jelas Brant. “Apa orang yang ditemuinya benar-benar klien dia? Bisa saja dia orang kepercayaannya,” ucap Ivana. “Saya sudah menyelidiki kliennya, ini data-datanya.” Brant menyerahkan berkas lain pada Ivana. “Itu data orang yang ditemui Arsen, dan semuanya adalah orang yang memakai jasa Arsenio
“Lepaskan tanganku!” Ivana menepis pegangan tangan Arsen saat pria itu memaksanya masuk ke dalam rumah. “Di sini hanya kita berdua. Katakan, kenapa kamu ingin bercerai denganku? Sampai kamu ngotot untuk bercerai?” tanya Arsen yang berjalan ke arah dapur, ia mengambil dua gelas berkaki dan menuangkan orange jus ke dalam gelas itu. Ivana tidak menjawab pertanyaan Arsen. Ia lebih fokus melihat sekeliling rumah itu, hingga tatapannya tertuju ke lantai dua. Tubuhnya kembali memberi respon karena rasa takut yang pernah terjadi di kehidupan sebelumnya. “Di lantai itu, Arsen membunuhku,” batin Ivana bergerak mundur. Dan Arsen menangkap kegelisahan Ivana, dengan wajah yang pucat pasi dan langkah yang terus bergerak mundur. Arsen berjalan mendekati Ivana sambil menyodorkan gelas berisi orange jus pada Ivana. “Ada apa? Apa ada sesuatu yang membuatmu takut?” tanya Arsen dengan santai. Ivana melihat ke arah Arsen dengan tatapan yang sudah
“Um …. “ Ivana membuka matanya perlahan, tubuhnya terasa sangat sakit. Dia melihat borgol di tangannya sudah di lepas entah sejak kapan. Dia bergerak perlahan sambil memegang pergelangan tangannya yang memar dan terluka karena gesekan yang dilakukannya tadi untuk melepaskan borgol itu. Tatapan Ivana tertuju pada sosok pria yang terlelap dengan nyenyak di hadapannya. Dia menatap sosok suaminya dengan tatapan nanar dan juga amarah yang seakan ingin meledak di dadanya. Ivana bergerak perlahan menurunkan kedua kakinya ke lantai. “Isshh …. “ Ivana meringis merasa ngilu di area intimnya. Dia menatap pakaiannya yang berserakan di lantai dan sudah koyak semua karena ulah Arsenio. Ivana pun bangkit perlahan dari posisinya dan masuk ke dalam kamar mandi. Ivana keluar dari kamar mandi dengan pakaian milik Arsenio, memberikan sedikit rasa hangat di tengah dinginnya suasana pagi itu. Dia melangkah pelan sambil menatap sosok Arsenio yang terlelap di
“Nyonya,” panggil Brant yang merupakan detektif yang disewa oleh Ivana. Ivana berjalan mendekatinya dan mengambil duduk di hadapan pria itu. “Bagaimana, apa ada perkembangan dari penyelidikanmu?” tanya Ivana tanpa basa-basi. Brant terdiam beberapa saat di sana. “Entah hanya kecurigaanku atau apa. Tapi, pergerakanku seakan di awasi, bahkan aku datang ke sini pun harus dengan cara sembunyi-sembunyi,” jelas Brant membuat Ivana terdiam beberapa saat. Dia jadi teringat bagaimana Arsenio berkata mengenai detektif sewaannya. “Saya curiga kalau ada yang membocorkan atau mengawasi gerak-gerik anda, Nyonya. Makanya, orang itu langsung tau kalau sedang di selidiki latar belakangnya. Hingga saat ini, saya tidak mendapatkan bukti apa pun, termasuk orang tuanya yang beralamat di Alamat yang anda berikan saat itu. Rumah itu kosong,” ucap Brant membuat Ivana tertegun di sana. “Aku sudah menduga, ada mata-mata di dekatku. Kalau dia tau kamu y
“Akhirnya, aku tetap tidak bisa melakukan apa pun. Baik di kehidupan sebelumnya maupun sekarang,” gumam Ivana menatap nyalang keluar jendela. Ivana yakin, Arsen sudah mengendalikan semuanya dalam waktu dua tahun ini, dia pasti sudah mempersiapkan semuanya dengan matang untuk memetik hasilnya tahun depan, seperti yang terjadi di kehidupan sebelumnya. Ivana memejamkan matanya dan menarik napas di sana. “Kalau memang aku tetap jatuh dalam perangkap dan tidak bisa berbuat apa-apa. Untuk apa aku kembali ke masa lalu? Kesempatan kedua ini sebenarnya untuk apa kalau aku masih tidak bisa melawan dan menghentikan rencana Arsen?” batin Ivana. Kepalanya berpikir dengan keras memikirkan semua hal yang terjadi padanya. Dia sendiri masih belum mendapat jawaban dari semua pertanyaannya. Kenapa Arsen melakukan semua ini padanya dan keluarganya. Kenapa Arsen berkata kalau keluarganya dibantai oleh Ayah Ivana. Padahal Ivana sangat mengenal Ayahnya lebih dari
“Dia sudah gila!” keluh Ivana saat masuk ke dalam kamarnya sambil menghembuskan napas kasar. “Bisa-bisanya dia berkata masalah bayi dan program hamil.” Kedua mata Ivana berkaca-kaca saat dia terduduk di sisi ranjang, mengingat kembali serangkaian peristiwa menyakitkan yang terjadi dalam hidupnya. Di kehidupan sebelumnya saat dia menjalani program hamil, harapannya begitu tinggi; merasakan jantung kecil yang berdetak di dalam perutnya adalah sebuah kebahagiaan yang tak ternilai. Namun, semua impian itu sirna dengan cepat ketika Arsen, meninggalkannya begitu saja di tengah keramaian sebuah pesta. Betapa hancurnya hati Ivana saat itu, merasa diabaikan dan ditinggalkan di saat-saat yang paling krusial. Saat itulah, kehidupan yang sudah penuh harapan itu harus runtuh, dan kehadiran janin dalam perutnya pun tak berdaya untuk bertahan. Keguguran itu menjadi lebih dari sekadar kehilangan; itu adalah perasaan dikhianati oleh orang-orang di sekelilingnya,