“Lepaskan tanganku!” Ivana menepis pegangan tangan Arsen saat pria itu memaksanya masuk ke dalam rumah.
“Di sini hanya kita berdua. Katakan, kenapa kamu ingin bercerai denganku? Sampai kamu ngotot untuk bercerai?” tanya Arsen yang berjalan ke arah dapur, ia mengambil dua gelas berkaki dan menuangkan orange jus ke dalam gelas itu.
Ivana tidak menjawab pertanyaan Arsen. Ia lebih fokus melihat sekeliling rumah itu, hingga tatapannya tertuju ke lantai dua. Tubuhnya kembali memberi respon karena rasa takut yang pernah terjadi di kehidupan sebelumnya.
“Di lantai itu, Arsen membunuhku,” batin Ivana bergerak mundur. Dan Arsen menangkap kegelisahan Ivana, dengan wajah yang pucat pasi dan langkah yang terus bergerak mundur.
Arsen berjalan mendekati Ivana sambil menyodorkan gelas berisi orange jus pada Ivana.
“Ada apa? Apa ada sesuatu yang membuatmu takut?” tanya Arsen dengan santai.
Ivana melihat ke arah Arsen dengan tatapan yang sudah berkabut, kedua matanya sudah berkaca-kaca, air mata seakan ingin tumpah ruah saat berada di rumah itu. Rasa takut sekaligus sakit, menyatu jadi satu.
“Ivana, apa kamu sakit?” tanya Arsen khawatir melihat wajah Ivana yang semakin pucat. Ia hendak menyentuh kening istrinya, tetapi Ivana bergerak mundur, membuat tangan Arsen menggantung di udara.
“Kenapa kamu jadi seperti ini, Ivana? Apa yang kamu khawatirkan? Bahkan sampai menyewa seorang detektif untuk menyelidiki aku. Apa kamu mencurigaiku? Apa kamu berpikir aku memiliki wanita lain?” pertanyaan Arsen membuat Ivana terkejut.
“Ba-bagaimana kamu tau?” tanya Ivana menatap Arsen di depannya dengan pandangan bingung.
Arsen meletakkan gelas ditangannya ke atas meja. Kemudian dia berdiri menghadap Ivana dengan memasukkan kedua tangannya ke saku celana.
“Ivana, aku selalu tau gerak-gerikmu. Jadi berhenti melakukan hal yang sia-sia. Kalau kamu ingin mengetahui sesuatu dariku, kenapa tidak kamu tanyakan secara langsung. Kenapa harus memakai jasa seorang detektif?” tanya Arsen.
“Apa itu berarti selama ini gerak-gerikku diawasi oleh Arsen? Dia ingin aku semakin tidak berdaya dan jatuh tersungkur saat dia berhasil merebut perusahaan Ayah?” batin Ivana semakin ketakutan dengan apa yang dilakukan Arsen. Jelas sekali, Ivana selalu dalam pengawasan Arsenio.
“Apa yang kamu lakukan dengan detektif itu?” tanya Ivana yang teringat kalau dia belum mendapatkan kabar dari Brant beberapa hari ini.
“Kenapa kamu sangat mengkhawatirkannya? Menurutmu, apa yang bisa aku lakukan padanya?” tanya Arsen. Ivana mengernyitkan dahinya di sana. “Jawab saja pertanyaanku, Arsen. Apa yang kamu lakukan padanya?” teriak Ivana penuh rasa khawatir.
Arsen terkekeh di sana membuat Ivana semakin bingung. “Menurut kamu, aku akan melakukan apa padanya?” kekeh Arsen. “Kenapa kamu begitu takut, Sayang. Kamu mengkhawatirkan pria lain. Ck, aku sangat cemburu mendengarnya,” ucap Arsen membuat Ivana sedikit bernapas lega. Ia takut sekali Arsen membunuh detektif itu.
“Tolong berhenti mempermainkanku, ini sungguh tidak lucu.” Ivana berkata dengan ekspresi datar.
Ekspresi Arsen yang lembut kini berubah menjadi begitu dingin. Pria itu menatap Ivana dengan intens.
“Kapan aku mempermainkanmu, Ivana? Kamu yang sedang mempermainkanku sekarang. Tiba-tiba menggugat cerai, dan sekarang kamu menyelidikiku? Apa yang sedang kamu cari?” tanya Arsen menatap Ivana dengan tajam.
“Apa yang aku cari? Kurasa kamu sudah mengetahuinya, Arsen. Sekarang, tanda tangani surat gugatannya dan aku akan berhenti menyelidikimu,” ucap Ivana.
“Kamu menyelidikiku karena ingin mencari bukti supaya gugatanmu bisa dikabulkan, begitu? Kamu pikir, aku akan melepaskanmu, Ivana?” tanya Arsen berjalan menyudutkan Ivana yang terus bergerak mundur.
Jantung Ivana berdebar kencang saat Arsen menatapnya dengan sorot mata dingin yang menakutkan, membuat seluruh bulu kuduknya berdiri. Sesuai perkiraannya, pria di depannya sangat berbahaya.
“Apa mau kamu, Arsen?” tanya Ivana dengan tajam.
“Kamu bilang, kamu sudah tau, kenapa masih bertanya?” tanya Arsen.
Ivana berusaha memberanikan dirinya untuk melawan Arsen dan segera melarikan diri dari tempat itu. “Aku akan melakukan segala hal, supaya kita bercerai. Dengan atau tanpa tanda tanganmu!” ucap Ivana bergegas pergi, tetapi terlambat, Arsen lebih dulu mencengkeram lengan Ivana dan membawa wanita itu ke atas pundaknya.
“Turunkan aku! Lepaskan aku, Arsen!” teriak Ivana memukuli pungung Arsen.
Pria itu tidak kunjung menurut, dia berjalan menaiki undakan tangga dan mengabaikan pukulan dan gigitan dari Ivana.
Sesampainya di dalam kamar, Arsen melemparkan tubuh Ivana ke atas ranjang.
“Sudah aku katakan. Aku tidak akan melepaskanmu, Ivana!” ucap Arsen dengan tajam.
Tubuh pria itu langsung mengungkung tubuh Ivana di bawahnya dan menahan kedua tangan Ivana, tepat di atas kepalanya.
“Lepaskan aku! Brengsek! Lepaskan aku!” teriak Ivana berusaha berontak tetapi Arsen tidak mengindahkannya.
“Kamu ingin tau asliku, kan? Maka nikmatilah sekarang!" ucap Arsen mengikat kedua tangan Ivana dengan borgol yang ia keluarkan dari saku pakaiannya.
Ivana sangat terkejut melihatnya, ia terus berusaha berontak, tetapi kekuatannya tidak sebanding dengan Arsen. Kemudian Arsen mengikatkan borgol itu di kepala ranjang. Ivana masih tidak menyerah dan terus berusaha melepaskan dirinya. “Argh! Apa yang kamu lakukan!” teriak Ivana saat Arsen merobek pakaian Ivana di sana.
“Arsen, kumohon jangan lakukan ini, lepaskan aku!” pinta Ivana yang sudah menangis penuh ketakutan di sana.
“Kamu istriku. Kenapa kamu begitu takut, Sayang? Bukankah kita sudah pernah melakukannya?” tanya Arsen menyunggingkan senyum menakutkan.
Ivana berusaha sekuat tenaga memberontak, tetapi tidak bisa. Arsen memperlakukannya dengan begitu kasar, sakit sekali rasanya. Bukan hanya fisik yang terasa sakit, tetapi hati Ivana pun begitu terluka karena perbuatan Arsen.
Pria yang selalu bersikap manis dan berlaku lembut, melakukan hal paling menyakitkan seperti ini. Dan kini, Ivana hanya bisa menangis terisak dalam kenikmatan yang begitu menyakitkan.
“Kamu menyakitiku, Arsen. Aku membencimu!” ucap Ivana dengan lirih membuat Arsen berhenti bergerak sesaat. Tetapi setelah itu, pria itu berusaha mengabaikan rasa yang mengusiknya. Ia memutuskan fokus mencapai kepuasannya dengan menyakiti Ivana, walau ia tidak mampu melihat wajah Ivana di sana.
***
“Um …. “ Ivana membuka matanya perlahan, tubuhnya terasa sangat sakit. Dia melihat borgol di tangannya sudah di lepas entah sejak kapan. Dia bergerak perlahan sambil memegang pergelangan tangannya yang memar dan terluka karena gesekan yang dilakukannya tadi untuk melepaskan borgol itu. Tatapan Ivana tertuju pada sosok pria yang terlelap dengan nyenyak di hadapannya. Dia menatap sosok suaminya dengan tatapan nanar dan juga amarah yang seakan ingin meledak di dadanya. Ivana bergerak perlahan menurunkan kedua kakinya ke lantai. “Isshh …. “ Ivana meringis merasa ngilu di area intimnya. Dia menatap pakaiannya yang berserakan di lantai dan sudah koyak semua karena ulah Arsenio. Ivana pun bangkit perlahan dari posisinya dan masuk ke dalam kamar mandi. Ivana keluar dari kamar mandi dengan pakaian milik Arsenio, memberikan sedikit rasa hangat di tengah dinginnya suasana pagi itu. Dia melangkah pelan sambil menatap sosok Arsenio yang terlelap di
“Nyonya,” panggil Brant yang merupakan detektif yang disewa oleh Ivana. Ivana berjalan mendekatinya dan mengambil duduk di hadapan pria itu. “Bagaimana, apa ada perkembangan dari penyelidikanmu?” tanya Ivana tanpa basa-basi. Brant terdiam beberapa saat di sana. “Entah hanya kecurigaanku atau apa. Tapi, pergerakanku seakan di awasi, bahkan aku datang ke sini pun harus dengan cara sembunyi-sembunyi,” jelas Brant membuat Ivana terdiam beberapa saat. Dia jadi teringat bagaimana Arsenio berkata mengenai detektif sewaannya. “Saya curiga kalau ada yang membocorkan atau mengawasi gerak-gerik anda, Nyonya. Makanya, orang itu langsung tau kalau sedang di selidiki latar belakangnya. Hingga saat ini, saya tidak mendapatkan bukti apa pun, termasuk orang tuanya yang beralamat di Alamat yang anda berikan saat itu. Rumah itu kosong,” ucap Brant membuat Ivana tertegun di sana. “Aku sudah menduga, ada mata-mata di dekatku. Kalau dia tau kamu y
“Akhirnya, aku tetap tidak bisa melakukan apa pun. Baik di kehidupan sebelumnya maupun sekarang,” gumam Ivana menatap nyalang keluar jendela. Ivana yakin, Arsen sudah mengendalikan semuanya dalam waktu dua tahun ini, dia pasti sudah mempersiapkan semuanya dengan matang untuk memetik hasilnya tahun depan, seperti yang terjadi di kehidupan sebelumnya. Ivana memejamkan matanya dan menarik napas di sana. “Kalau memang aku tetap jatuh dalam perangkap dan tidak bisa berbuat apa-apa. Untuk apa aku kembali ke masa lalu? Kesempatan kedua ini sebenarnya untuk apa kalau aku masih tidak bisa melawan dan menghentikan rencana Arsen?” batin Ivana. Kepalanya berpikir dengan keras memikirkan semua hal yang terjadi padanya. Dia sendiri masih belum mendapat jawaban dari semua pertanyaannya. Kenapa Arsen melakukan semua ini padanya dan keluarganya. Kenapa Arsen berkata kalau keluarganya dibantai oleh Ayah Ivana. Padahal Ivana sangat mengenal Ayahnya lebih dari
“Dia sudah gila!” keluh Ivana saat masuk ke dalam kamarnya sambil menghembuskan napas kasar. “Bisa-bisanya dia berkata masalah bayi dan program hamil.” Kedua mata Ivana berkaca-kaca saat dia terduduk di sisi ranjang, mengingat kembali serangkaian peristiwa menyakitkan yang terjadi dalam hidupnya. Di kehidupan sebelumnya saat dia menjalani program hamil, harapannya begitu tinggi; merasakan jantung kecil yang berdetak di dalam perutnya adalah sebuah kebahagiaan yang tak ternilai. Namun, semua impian itu sirna dengan cepat ketika Arsen, meninggalkannya begitu saja di tengah keramaian sebuah pesta. Betapa hancurnya hati Ivana saat itu, merasa diabaikan dan ditinggalkan di saat-saat yang paling krusial. Saat itulah, kehidupan yang sudah penuh harapan itu harus runtuh, dan kehadiran janin dalam perutnya pun tak berdaya untuk bertahan. Keguguran itu menjadi lebih dari sekadar kehilangan; itu adalah perasaan dikhianati oleh orang-orang di sekelilingnya,
“Ivana, bagaimana keadaanmu?” tanya seorang pria paruh baya yang baru saja tiba di kediaman Clover. “Pa-paman?” Ivana cukup terkejut melihat Freddy Clover, adik dari Joseph Clover, ayah dari Ivana. “ … Apa kabar, Paman?” tanya Ivana tertegun melihat kepulangan Pamannya yang sangat mendadak. “Tentu saja, Paman selalu baik, seperti yang kamu lihat,” ucap Freddy terkekeh di sana. Ivana teringat saat menonton rekaman video saat Arsen dengan kejam membunuh Freddy setelah menyiksanya. “Hei, kenapa?” tanya Freddy saat melihat air mata Ivana luruh membasahi pipinya begitu saja. Freddy yang sebelumnya memang begitu dekat dengan Ivana. Bahkan Freddy sangat dekat dengan Ivana disbanding Joseph. Saat kecil, Freddy yang sering menghabiskan waktu dengan Ivana. “Oh?” dengan cepat, Ivana menyeka air matanya. “Sepertinya aku terlalu senang melihat Paman pulang,” jawab Ivana. “Kamu pasti sangat merindukan Paman, bukan?” kek
“Ana, aku akan makan siang diluar dan akan terlambat kembali ke kantor. Kalau ada apa-apa hubungi saja aku,” ucap Ivana saat keluar dari ruangan nya. “Oh, apa anda akan kembali ke kantor, Bu?” tanya Ana. Ivana terdiam beberapa saat di sana. “Sepertinya, aku tidak kembali ke kantor. Kalau sudah tidak ada pekerjaan, kamu bisa langsung pulang,” jawab Ivana. “Baik, Bu.” Setelah mengatakan hal itu, Ivana pun berlalu pergi meninggalkan kantor. Ivana yakin, Ana akan langsung melaporkannya pada Arsenio. Ivana memandang sekeliling lobi kantor dengan hati-hati sebelum melangkah keluar. Jantungnya berdebar kencang, napasnya terasa berat. Ketika taksi yang dia pesan meluncur perlahan mendekat, dia segera masuk dan menutup pintu dengan cepat. “Ke restoran Bertand," ucapnya kepada sopir dengan suara yang berusaha terdengar tenang. “Baik, Bu.” Setelah memastikan tak ada yang mencurigakan, Ivana segera mer
“Lama tak bertemu, Ivana?” ucap Alex di mana mereka masih berdiri berhadapan. “... Ya,” jawab Ivana. Wanita itu menyangka kalau dia akan bertemu dengan Alex di sini. Setelah hampir 3 tahun tidak bertemu. “Bagaimana kabarmu?” tanya Alex. “Kabarku baik. Bagaimana denganmu?” tanya Ivana. “Ya, seperti yang kamu lihat. Aku tidak menyangka kita akan bertemu lagi di sini,” ucap Alex. “Sudah lama sekali sejak pembatalan itu. Kamu semakin cantik saja, Ivana.” Ivana tersenyum kecil di sana. “Terima kasih, Alex.” “Apa aku bisa menyimpan nomormu?” tanya Alex. “Untuk apa?” tanya Ivana masih menatap Alex dengan penuh kewaspadaan. Bukan karena takut Alex menyakitinya, dia hanya tidak ingin menyakiti pria itu lagi setelah apa yang pernah terjadi di masa lalu. Dan Ivana juga takut kalau mungkin Arsen sedang mengawasinya tanpa dia tahu. “Mungkin kita akan jadi sering bertemu ke depannya,” ucap Alex
“Aku mencintaimu .... “ Kalimat itu terus mengusik pikiran Ivana. Hatinya selalu saja bergetar setiap mendengar ungkapan cinta yang dilontarkan Arsen terhadapnya. “Huft!” dia menghembuskan napasnya kasar. “Apalagi yang kamu harapkan Ivana, sadarlah. Jangan lemah dan lengah lagi karena ungkapan perasaannya, dia hanya sedang mencoba mengambil hatimu kembali,” batinnya. “Aku tidak boleh terpancing,” gumamnya. “Ivana!” panggilan itu menyadarkan lamunan Ivana. Wanita itu menengadahkan kepalanya dan melihat Freddy datang bersama Alex di sana, dan jelas itu mengejutkan Ivana. “A-apa maksudnya ini, Paman? Kenapa Paman membawanya?” tanya Ivana terlihat kebingungan. “Sudah aku katakan, kalau kita pasti akan bertemu lagi dan menjadi sering berinteraksi,” ucap Alex dengan senyuman manisnya. “Mengenai proposal yang Paman berikan padamu kemarin. Proyek itu di bawah tanggung jawab Alex,” ucap Freddy mengejutkan Ivana di