“Tidak. Aku tidak pernah sekalipun mencintainya.” “Iya, aku sudah duga sih, tapi toh rasanya tetap susah menerima kenyataan ini,” pikir Ivana sambil terus memutar rekaman suara Arsen mengungkapkan kejujurannya. Kata-kata tajam yang pria itu ucapkan, seolah berulang kali menghantam hati Ivana bagaikan gelombang yang tak mau surut. Di balik pintu yang terkunci, Ivana merasa seolah seluruh dunia sedang berputar, sementara dia terjebak di dalam rasa sakit yang seolah tiada akhir. Dia hanya ingin sendirian, untuk merenungkan semua yang telah terjadi. Hubungan yang dia anggap penuh cinta tiba-tiba saja hancur hanya karena sebuah pengakuan mengecewakan. Tatapan kosongnya menembus kaca jendela, melihat ke arah jalanan di luar yang tak jelas, di mana keramaian dan kebahagiaan orang lain seolah menjadi kontras yang menyedihkan dengan kesepiannya saat ini. Air mata mulai menetes perlahan, dia tidak tahu harus bagaimana mengatasi rasa sakit ini dan bertanya
Tok! Tok! Tok! “Ayah, ini aku.” Joseph yang sedang duduk di atas ranjang membaca buku pun menghentikan aktivitasnya. “Masuklah, Ivana. Pintunya tidak di kunci,” ucap Joseph. Pintu tiba-tiba terbuka, dan Joseph melihat sosok Ivana berdiri di sana. Meski hari sudah larut, kedatangan putrinya membuatnya penasaran. Apa yang sebenarnya terjadi? Ivana melangkah mendekatinya dengan wajah yang tampaknya serius. Dengan rasa ingin tahu, Joseph meletakkan bukunya di atas meja nakas sambil dengan santai melepaskan kacamata bacanya. Mungkin ada sesuatu yang penting yang ingin Ivana sampaikan, pikirnya. “Ayah belum tidur?” tanya Ivana mengambil duduk di sisi ranjang berhadapan dengan Joseph. “Ayah masih membaca buku. Kamu sendiri, kenapa belum tidur?” tanya Joseph menatap putrinya yang terlihat sendu dan wajahnya terlihat pucat. “Ada apa, Nak? Apa kamu baik-baik saja?” tanya Joseph. Ivana terdiam beberapa saat dan menar
“Kamu akan berangkat sekarang ke pengadilan?” tanya Joseph saat berpapasan dengan Ivana di mansion mereka. “Iya, Ayah,” jawab Ivana. “Ivana, apa kamu sungguh baik-baik saja?” tanya Joseph menatap putrinya dengan penuh kekhawatiran. “Ya, Ayah. Aku baik-baik saja,” jawab Ivana. “Sebenarnya, Ayah ingin bicara terlebih dulu dengan Arsen, ada apa sebenarnya dengan kalian. Tapi kamu terus melarang Ayah bicara dengannya,” ucap Joseph benar-benar bingung dan masih belum bisa memahami putrinya. “Ini yang terbaik, Ayah. Aku akan menjelaskannya suatu saat nanti. Ayah percaya padaku, bukan?” tanya Ivana. “Tentu saja. Ayah percaya padamu, Ayah hanya khawatir kamu akan terluka,” ucap Joseph menatap putrinya dengan tatapan sendu. “Aku yakin aku akan baik-baik saja,” jawab Ivana. “Baiklah, sepertinya pengacaramu sudah datang menjemput. Ayah akan tunggu kabar darimu,” ucap Joseph. “Iya. Aku berangkat sekarang.” Ivana pun beranjak pergi dari sana, dan Joseph hanya menatapnya dengan penuh kekha
Bab 18 ~ Memutus Semua Yang Berkaitan dengan Arsen“Kamu sudah pulang?” tanya Joseph saat Ivana tiba di rumah dengan langkah lesu.“Ayah? Bukannya Ayah harus pergi ke luar kota?” tanya Ivana terkejut melihat Joseph yang masih ada di rumah.“Bagaimana mungkin Ayah bisa pergi, sedangkan Ayah tau hari ini adalah hari yang pasti sangat berat untukmu, Nak. Kemari, duduklah di samping Ayah,” pinta Joseph menepuk sofa yang ada di sampingnya.Ivana pun membawa langkahnya mendekat pada Joseph dan mengambil duduk di samping Ayahnya.“Apa semua berjalan dengan lancar?” tanya Joseph.“Iya, Ayah. Semua berjalan dengan lancar,” jawab Ivana.“Ayah pikir ini akan sangat berat untukmu. Pergilah berlibur untuk menenangkan diri dan pikiranmu. Jangan pikirkan urusan pekerjaan lagi,” ucap Joseph mengusap kepala Ivana di sana.“Ayah-” Ivana terdiam, mempertimbangkan lagi, apa dia harus bertanya atau tidak, mengenai Arsenio dan keluarganya. Tetapi Ivana merasa kalau Ayahnya akan sangat kebingungan, menginga
“Anda memanggil saya, Bu?” tanya Ana menemui Ivana di dalam ruangannya.“Duduklah Ana, ada yang ingin saya bicarakan denganmu,” ucap Ivana. Ana terlihat kebingungan di sana, karena tiba-tiba saja Ivana ingin bertemu dan berbicara padanya.“Kenapa? kamu tidak mau duduk di depanku?” tanya Ivana yang sudah duduk di atas sofa.Ana pun segera bergerak dan mengambil duduk di atas sofa yang berhadapan dengan Ivana, walau terhalang meja di sana.“Ana, sebenarnya aku sangat suka dengan kinerjamu yang cepat dan kecerdasanmu juga. Tapi-” Ivana menghentikan ucapannya, di saat bersamaan Ana duduk dengan ekspresi tegang dan jantungnya berdebar kencang. Dia merasa kalau ini semua bukan hal yang baik untuknya.“Ana, aku tau kamu adalah orang yang dikirim oleh mantan suamiku untuk mengawasiku.” Ucapan Ivana berhasil mengubah wajah Ana menjadi begitu tegang di sana. “Kamu tidak perlu menjelaskan apa pun. Karena aku sudah tau semuanya, dan aku juga tidak akan memecatmu tanpa alasan, mengingat kinerja
“Jadi sekarang kamu pengangguran?” goda Doly yang berjalan memasuki ruangan Arsen. Pria itu tidak menanggapi Doly dan memutuskan untuk fokus membaca dokumen di tangannya. “Jadi, apa rencana kamu selanjutnya?” tanya Doly yang kini sudah duduk di kursi yang ada di depan Arsen. “Aku akan kembali ke Utara,” jawab Arsen membuat Doly terkejut. “Apa harus sekarang? Bukankah sekarang saatnya kita menunjukkan identitas kita dan merebut apa yang harusnya jadi milik kita,” seru Doly. “Aku butuh waktu,” jawab Arsen. “Huft! Kau butuh waktu karena belum bisa menyakiti Ivana, kan?” tanya Doly. “Sudah ku katakan, jangan main hati! ““Bisa kau keluar dari sini? Dan jangan berisik!” usir Arsen sangat kesal. “Makanya kamu harus mendengarkanku. Rencana kita jadi terhambat beberapa kali!” seru Doly. Brak! Doly terkejut karena gebrakan Arsen di atas meja. “Keluar!” usirnya dan Doly yang kesal pun berlalu pergi dari sana. “Sialan!” amuk Arsen menghempaskan semua barang di atas meja dengan sangat
“Kamu sudah pulang, Nak?” tanya Joseph saat Ivana memasuki kediamannya. “Iya, Ayah.” “Kamu pasti sangat lelah, tetapi Ayah harap kamu mau menemui tamu di ruang makan. Kita makan malam bersama,” ujar Joseph. “Tamu?” Ivana mengernyitkan dahinya mendengar penuturan Joseph barusan. “Tamu siapa?” tanya Ivana. “Pamanmu membawa datang seseorang. Ayo, sebaiknya kita temui mereka,” ujar Joseph, tetapi sesaat pria tua itu berpikir sesuatu. “Tapi, kalau kamu merasa tidak ingin berlama-lama di sana. Cukup sapa saja dan istirahatlah.” “Ayah tenang saja. Aku baik-baik saja,” ujar Ivana. Mereka berjalan bersama menuju ruang makan. Saat sampai di sana, Ivana mengurangi kecepatan langkahnya saat melihat sosok Pamannya bersama Alex. “Ivana, apa kabar?” tanya Alex beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati wanita itu. “Seperti yang kamu lihat,” jawab Ivana tersenyum kecil. “Aku ikut sedih mendengar apa yang terjadi. AKu tidak tau kalau ternyata kamu tidak bahagia dengan Arsenio,” ujar Alex
“Akhirnya, aku kembali ke sini setelah lima tahun berlalu,” gumam Arsen saat berjalan keluar dari bandara internasional di wilayah itu. Dia memandangi sekeliling dengan penuh nostalgia. Dia merasakan angin dingin yang kencang, khas wilayah utara yang memang tak pernah lepas dari suhu rendah dan salju yang tak jarang menutupi tanah anyarnya. Negara Norwegia, yang terletak di paling utara Eropa, menjadi latar belakang dari kisah hidupnya, tempat ia dilahirkan dan dibesarkan dalam nuansa alam yang luar biasa indah sekaligus menantang. Arsen mengingat kembali kenangan indah bermain di salju yang lembut maupun tantangan saat menghadapi musim dingin yang ekstrem, tetapi ramahnya masyarakat setempat yang selalu menyambut dengan hangat. Lima tahun lalu, dia meninggalkan negeri ini untuk mencapai tujuannya dengan membawa dendam dan ambisinya. Tetapi kini, dia harus kembali, bahkan belum mencapai tujuannya. Sebuah mobil berhenti di depannya dan