“Apa ini!” Pekik Zahra ambil menatap layar ponsel.Di aplikasi itu, ada video Zahra. Di mana Zahra dan suaminya sedang memunguti botol-botol bekas, bersama dengan anak-anak. “Kurang ajar! Siapa yang mengambil video ini!” Geram Zahra dalam hati. Layar ponsel itu terus ditatap sama Zahra. Banyak komentar-komentar miring, salah satunya dari Bella. Si sekretaris julid dan sok cantik itu.Satu persatu, cara baca komentar netizen.“Nggak ada kerjaan banget ya, masa liburan jadi seorang pemulung, gengsi dong.”“Iya, liburan bukan dipakai buat jalan-jalan kek. Ini malah membersihkan lapangan, sok cari perhatian.”“Apakah ini buat konten?”“Jangan bikin malu suami dong, Masa sih mungutin botol bekas. Tidak ada uang ya buat beli beras.”“Wah, wah, kamu alih profesi Zahra? Duh sampai segitunya kamu, mana memutihkan botol bekas lagi.”“Nih contoh kayak aku, liburan kayak gini. Aku urus body lah, ke spa, nyalon atau nongkrong di cafe. Sepertinya sedang cari perhatian.”“Cantik-cantik jadi pemu
Zahra langsung menoleh, ternyata teman kerjanya. “ Kenapa Bella sampai dipecatnya?”“Aku nggak tahu,” jawab Zahra sambil mengangkat bahunya.“Apa karena tadi pagi ya?”tanya temannya Zahra. “Sudahlah jangan bahas si Bella lagi. Kamu tahu sendiri kan tadi aku juga tidak melawan. Mungkin ada masalah yang lain,” jawab Zahra.Pagi itu, di kantor Zahra sudah terjadi kehebohan. Dimana Bella langsung dipecat, dan entahlah apa alasannya. Karena setahu para karyawan, tadi pagi Bella habis memarahi Zahra. Padahal berulang kali Bella sudah diperingatkan sama bos, tidak boleh mengusik Zahra lagi. Tapi entahlah apa yang terjadi, la terus saja mengusik Zahra. Zahra melihat Bella dijemput sama seseorang. Sewaktu Zahra sedang berdiri di depan kaca ruangan kerja. Terlihat Bella dipeluk sama laki-laki itu. “Ada kejadian apa di kantor?” Tanya Nazar ketika menjemput istrinya. “Bella tadi dipecat dari perusahaan, seperti biasa gosip pun merebak,” jawab Zahra sambil mengibaskan rambut depannya. “Oh,”
“Lho, kenapa sebesar itu Bu?” Tanya Zia.“Tidak tahu, Bude Wati meminta uang segitu. Katanya untuk beli seragam keluarga, kamu tahu sendiri kan sifat kakak Ayahmu itu,” jawab Hanum.Ahmad menghela nafasnya dalam dalam, memang benar apa yang dikatakan oleh istrinya.Ahmad juga tidak bisa berbuat banyak, melawan Bude Wati, sama saja mengajak perang. Akhirnya bagi mereka lebih baik diam. “Memangnya keluarga dari Ayah siapa aja sih,” tanya Zia.Karena setahu Zia, keluarga ayahnya tidak begitu banyak. Beda dari keluarga ibunya. Ayahnya cuma satu punya satu kakak. Yaitu Pakde Seno, dan bude Wati kakak ipar ayahnya. “Atau mungkin keluarga Bude Wati di ajak ya?” Tanya Zia lagi.“Sudahlah, Kalian juga tahu kan? Sifat Bude kamu itu bagaimana, Ibu tidak mau banyak bicara dengan dia,” jawab Hanum.“Zahra, bagaimana dengan seragam adik-adik ibu?” Tanya Hanum sama Zahra.“Oh, sudah selesai Bu,” jawab Zahra tetap tenang. “Ayah, coba deh bicara sama Pakde Seno, Bude Wati Jangan terlalu ikut campu
“Mas!” Panggil Zahra, Nazar menoleh ke arah istrinya.“Iya.”“Memangnya kamu punya uang?”“Punya.”“Uang dari mana Mas?”“Tabungan.”“Memangnya, jadi pemulung itu uangnya banyak?”“Kamu ragu?”“Nggak.”“Terus?”“Ya, sedikit aneh saja.”“Nggak usah aneh, aku menabung dari kecil.”“Hasil memunguti rongsokan?”.“Ya iya lah,” jawab Nazar.“Sebenarnya sih aku keberatan, kamu bantu orang tuaku sampai ratusan juta. Maksudku bukan bantu tapi ngasih,” ucap Zahra. “Keluarga istriku, keluargaku juga,” ucapan Nazar seketik membuat Zahra tersentak. Karena selama ini, Nazar tidak pernah memberitahukan di mana keluarganya. “Mas, terus kedua orang tuamu ke mana sih?” Tanya Zahra. “Meninggal dunia,” Jawab Nazar dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan. “Kamu tidak punya adik?” Tanya Zahra lagi. Tapi telepon Nazar berdering, Nazar langsung mengangkat telepon itu.Lagi-lagi Zahra tidak mendapat jawaban yang diinginkannya. “Aku ada pekerjaan, mungkin malam pulangnya. Tidak usah menunggu aku, kal
“Iya, itulah biaya pesta pernikahanku. Aku tadinya kasbon sampai 500 juta. Tapi kata bagian accounting aku tidak di-acc,” jawab Dilan sambil mempermainkan gelasnya. “Ya pasti lah, mereka tidak menyetujuinya. Kecuali kalau ada yang sakit, berapa ratus juta pun perusahaan akan memberikan. Lah… ini kamu cuma buat pesta,” tukas temannya Dilan.“Jack, kamu punya tabungan nggak? Aku pinjam dulu deh sebagian, setelah bubar pesta pernikahan, aku ganti deh,” ujung-ujungnya Dilan meminjam sama si Jack. “Nggak tahu deh, karena keuanganku dipegang sama istri. Istriku juga kerja, biasanya gajiku langsung dipindahkan ke rekeningnya. Sorry bukannya aku tidak mau bantu, tapi memang keuanganku dipegang sama istri.”Dilan langsung terlihat kebingungan, kerutan keningnya berlipat-lipat. “ Ke mana lagi aku harus pinjam uang, uang 100 juta, tidak cukup untuk biaya catering juga.” Ucap Dilan dalam hati. Setelah pulang kerja, Dilan langsung berbicara sama kedua orang tuanya. “Bagaimana pinjamanmu Dilan?
“Jadi, uang itu aku belikan untuk seluruh keluargaku juga. Karena keluargaku, adalah keluargamu,” ucap Bude Wati tegas.“Mbak ini kenapa sih, itu kan saudara Bude. Sedangkan kakakku, Pakde Seno kan. Kenapa harus dibelikan seragam segala,” ucap Ahmad dengan wajah kecewa. “Hei! Dia itu bukan orang lain. Nanti dipesta pernikahannya Zia. Sudah pasti mereka datang dan memberikan amplop. Sengaja aku membelikan mereka seragam, dan seragam itu, sebagai simbol, kalau mereka itu adalah saudara kita,” ucap Bude Wati tidak mau kalah.Ahmad dan Hanum, cuma bisa menghela nafasnya dalam-dalam. Benar apa yang dikatakan Ahmad, melawan Bude Wati, berarti menyulut peperangan. “Ada apa ini?” Tanya Zia yang baru muncul dari ambang pintu. “Masalah seragam,” jawab Hanum.“Memang kenapa lagi dengan seragam? Bude sih, sok tahu. Itu kan saudara Bude bukan saudara kita, kenapa sih harus dibelikan,” ucap Zia kesal.“Jaga mulut kamu Zia! Mereka itu keluarga kita. Jadi saat mereka datang, kita tahu kalau itu sa
Zia langsung membanting pintu, rupanya Zia kesal. Karena tidak dapat respon apapun dari ibunya. “Kak Zahra! Awas kamu ya! Aku juga bisa seperti Kak Zahra. Mas Dilan seorang manajer, mana mungkin tidak bisa memberikan barang mewah buat aku,” geram Zia.“Ayah, tadi aku lihat di media sosial. Zahra sedang membantu memunguti botol bekas,” Hanum berbicara sama suaminya. “Ya tidak apa-apa Bu, Itu kan hal positif. Waktu itu kan hari merah, mungkin Zahra ngisi waktu. Sudahlah tidak perlu kita bahas. Toh Zahra selama ini tidak memusingkan kita kan,” ucap Ahmad.Hanum mengganggukan kepalanya, benar apa yang dikatakan sama suami. Tak terasa, hari pernikahan Zia semakin dekat. Kesibukan mulai terlihat di rumah Hanum, rencananya Hanum akan mengadakan acara siraman terlebih dahulu. Sedangkan Zahra, mengambil cuti selama 2 hari, untuk membantu orang tuanya. Demikian pula dengan Nazar. Zahra dan Nazar, sudah mempersiapkan baju untuk menghadiri acara siraman adiknya. Hari ini, acara siraman dimu
“Aku tidak bermaksud apa-apa, kami selalu sabar kok. Silahkan duluan saja, karena kami bisa menahan perut,” sindir Bulek Rina.“Mbak, sudah saja mengalah. Kasihan Mbak Hanum takut malu,” ucap Rahma.“Biarkan saja, sesekali Bude Wati harus dibeli pelajaran,” tukas Bulek Rina.Bude Wati lalu pergi dari hadapan mereka, sambil menghentakkan kakinya. Wajahnya terlihat cemberut dan bibirnya ngomel-ngomel.“Mas,” panggil Zahra sama suaminya.Nazar langsung menoleh. “ Iya ada apa?” matanya langsung menatap ke arah ponsel.“Kita makan dulu yuk, kasihan tadi kamu belum sempat makan siang,” ajak Zahra.“Sebentar lagi,” terlihat jadi Nazar sedang mengetik.“Ya sudah,” Zahra lalu mendekati bule Rina.“Eh, ini Mas Nazar ya?” tanya seorang ibu-ibu yang kebetulan lewat di depan Nazar.“Eh iya Bu,” jawab Nazar sambil menatap ke arah si Ibu itu.“Kenapa tidak ambil rongsokan lagi?” Tanya ibu sambil menghempaskan bokongnya di atas kursi, dekat Nazar.“saya masih sibuk Bu, di tempat lain masih banyak yan
setelah kejadian itu, Nazar kondisinya semakin membaik. Zia tidak berani lagi menampakan wajahnya di rumah Zahra, barang-barang Zia diantar ke rumah Ahmad sama Pak Karni. "besok ikut sama mas," ucap Nazar setelah makan malam. Zahra mengganggukan kepalanya, karena mulutnya sedang penuh dengan makanan. keesokan harinya Zahra terlihat sangat cantik sekali, Dia memakai gaun dengan perhiasan yang sederhana tapi terlihat Elegan. Nazar berkali-kali mencium pipi istrinya. "ayah sama ibu langsung datang ya mas," ucap Zahra saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan. Ahmad dan Hanum diundang ke acara ulang tahun perusahaan di mana tempat Zahra dulu bekerja. ternyata perusahaan itu milik Nazar. Nazar sengaja mengundang kedua orang tua Zahra ke acara ulang tahun perusahaan itu. "ayah, bukannya perusahaan ini tempat dulu Zahra bekerja ya?" tanya Hanum sedikit heran. "iya, kenapa Kita diundang ke perusahaan ini ya?" Ahmad malah balik bertanya. "aduh Ibu juga kurang paha
Zia benar-benar kesal sekali, karena selalu gagal menjebak Nazar kakak iparnya. Zia ingin memiliki Nazar dan menyingkirkan kakak sendiri. dirinya sudah bercerai dengan Dilan, karena Dilan saat ini benar-benar bangkrut, dan hidup bersama kedua orang tuanya. malah Nazar semakin terlihat lengket sama Zahra. Nazar sering memamerkan kemesraan dengan Zahra, di depan semua penghuni rumah termasuk Zia.bibir Zia selalu tersenyum sinis, melihat kemesraan antara Nazar dan Zahra. Zia semakin iri hati sama kakaknya sendiri. "mas, bolehkan aku bertemu dengan teman-teman?" tanya Zahra meminta izin sama suaminya untuk bertemu dengan Sinta dan Nita. Nazar mengganggukan kepalanya, jari-jari tangannya masih terlihat lincah dia mengetik huruf yang ada di laptop. cup.... Zahra mengecup pipi Nazar dengan mesra.jam 04.00 sore, Zahra sudah nangkring di depan kantor tempat Shinta dan Nita bekerja. rupanya Zahra sengaja menjemput temannya itu ke kantor. rencananya mereka akan pergi ke sebuah restoran sa
Zia langsung berlari naik ke lantai atas, dia masih terisak menangis, Zia benar-benar seorang artis drama Korea. Zahra menghembuskan nafasnya secara kasar, adiknya sudah keterlaluan. sampai-sampai masuk ke dalam kamar pribadinya. "Maafkan Aku," ucap Zahra lalu berjalan dan masuk ke dalam kamar, diikuti Nazar dari belakang. Zahra duduk di atas tempat tidur, air matanya mengalir di pipi, matanya terpejam. hati dia sebenarnya tidak tega memarahi adiknya. tapi harus bagaimana lagi Zia benar-benar keterlaluan. mata Zahra menangkap laci meja riasnya terbuka. Nazar yang baru masuk ke dalam kamar menautkan kedua alisnya melihat Zahra berjalan ke arah meja rias. "yang, ada apa?" tanya Nazar. Zahra tidak menjawab, lalu memeriksa lagi yang sudah terbuka. mata Zahra langsung memeriksa isi laci meja rias itu. tangannya sedang memeriksa barang yang ada di laci meja itu. terdengar suara ketukan pintu kamar. "siapa?" tanya Nazar. "saya tuan," rupanya Mbok Minah yang ada di luar kamar.
"saudara Fatih, Anda dinyatakan bersalah, Anda dihukum seumur hidup," hakim langsung mengetuk palu, setelah memberikan keputusan buat Fatih. Fatih terdiam saja sambil menundukkan kepalanya, dia tidak mau naik banding atau apapun. dia akan menjalani hukuman ini dengan ikhlas. percuma saja ada pengacara juga, kalau toh akhirnya dia masih tetap dihukum. Nazar dan Zahra bernapas dengan lega, karena Fatih dihukum sesuai keinginan Nazar. Fatih langsung digiring ke mobil tahanan, tidak berniat sedikitpun untuk mendekati Nazar atau Mirna yang datang bersama Pakde Seno. Lukman datang seorang seorang diri, duduk di samping Nazar, matanya terpejam saat mendengar keputusan dari hakim tadi. rasa perih dan lupa di bisa digambarkan dari ekspresi wajahnya. "ya Allah, tolong kuatkan Fatih jaga selalu anakku ya Allah, hanya itulah yang hamba bisa doakan," gumam Lukman dalam hati. Mirna langsung memeluk k Pakde Seno, hatinya merasa sakit, anak kesayangannya divonis seumur hidup di balik jeruji
"dasar pelayan tidak tahu diri! kenapa harus ikut makan bersama di meja makan ini" Zia terus saja ngomel-ngomel di dalam hatinya. Nazar serta yang lainnya terlihat santai menikmati makan malam. bahkan Zahra sesekali bercanda dengan adik iparnya. selesai makan, Naima langsung masuk ke kamarnya. begitu pula dengan Nazar dan Zahra.sedangkan Zia sejak tadi sudah terlebih dahulu naik ke lantai atas, mungkin karena hatinya kesal."besok Mas mau ke kantor polisi, Mas mau lihat keadaan Fatih. katanya persidangan Fatih baru minggu depan digelar," ucap Nazar."baiklah Mas," tapi jawaban Zahra terlihat dingin. Nazar merasa ada yang sedang dipikirkan sama Zahra."Kamu kenapa sih sayang?" tanya Nazar. "mas, aku kan keluar kerja, terus bagaimana dengan hidupku?" tanya Zahra seperti orang kebingungan. Nazar kaget mendengar jawaban istrinya, karena merasa aneh di telinga Nazar. "maksud kamu apa sih sayang? ya tidak apa-apa keluar kerja juga, toh, aku masih bisa menafkahi kamu.""tapi....." waj
"kenapa kak? kok malah membentak aku. Aku kan tanya dia itu siapa," tanya Zia sama Zahra. Zahra rasanya tidak punya muka lagi di depan keluarga suaminya, itu semua karena tingkah Zia yang sangat memalukan itu. "Siapa kamu sebenarnya?" tanya Zia sama Naima dengan tatapan mata menyelidiki.Sari datang sambil membawakan pesanan Naima, siomay yang sudah dikasih bumbu. "non Naima, ini siomaynya," ucap Sari sambil meletakkan piring siomay di depan Naima."terima kasih Bik Sari," ucap Naima."Kak Zahra mau?" tanya Naima, yang tidak menghiraukan pertanyaan Zia."terima kasih," jawab Zahra singkat, Karena hati Zahra masih kesal dengan tingkah Zia.Naima langsung memasukkan potongan siomay ikut dalam mulutnya. Zia menatap Naima dengan tatapan tak suka. "hei! kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku!" Zia membentak Naima, karena merasa jengkel, Naima tidak menjawab pertanyaannya. "Zia! jaga sikap kamu! kamu ingin tahu siapa dia!" malah Zahra yang terlihat emosi. "dia adik mas Nazar, pa
Mbok Minah langsung menoleh ke arah sumber suara, ternyata Naima sudah berdiri di Mbok Minah. Naima langsung memeluk Mbok Minah, sepertinya anak itu setiap ketemu selalu memeluk asisten rumah yang sudah lama mengabdi di keluarganya. "nduk, sepertinya sedang mendapat kebahagiaannya?" tebak Mbok Minah, karena melihat wajah Naima berbinar. "ah si mbok bisa saja bicara," jawab Naima lalu melepaskan pelukannya, lalu menyalami Sari dan Nani. "Mbok bikin apa sih? harum banget?" tanya Naima sambil menatap penggorengan. "ini, Sari dan Ani pingin makan camilan yang manis-manis," jawab Mbok Minah "semanis diriku ya?" seloroh Naima. "tentu," sahut mbok Minah. Naima dan Nazar selalu bersikap sopan terhadap orang yang lebih tua. meskipun mereka hanya seorang pelayan di rumahnya. tapi kedua orang tua Naima selalu mendidik adab dan sopan. begitu pula dengan Nazar, selalu menghormati orang-orang yang lebih tua usianya. walaupun kadang beda pendapat dan beda pemahaman. "Mas Nazar
Mata Nazar langsung melebar saat melihat penampilan adik iparnya. Nazar buru-buru membuang mukanya ke samping. bagi Nazar itu pemandangan sangat memuakan sekali. Zia terlihat berjalan lenggak-lenggok mendekati mereka berdua. Zahra menata penampilan adiknya sampai tidak berkedip. "hai kak Zahra," sapa Zia sambil melambaikan tangannya. Nazar dan Zahra malah saling melempar pandangan, mereka benar-benar heran melihat penampilan Zia seperti itu. "kok bengong sih kak Zahra? bagaimana penampilanku Kak?" tanya Zia sambil memutar badan. "ba__bagus," jawab Zahra terbata-bata."tentu dong, Aku sengaja datang ke sini tanpa memberitahu kak Zahra sama Mas Nazar," ucap Zia yang langsung berdiri di samping Nazar.tangan Zia langsung melingkar di lengan Nazar tanpa rasa malu sedikitpun. Zahra risih melihat pemandangan seperti itu." apa yang sebenarnya Zia inginkan?" tanya Zahra dalam hati."kak, bagaimana kalau aku tinggal di sini. aku bantu kakak merawat Mas Nazar, aku merasa kasihan sekali
"Maafkan aku Naima, bilang aku lancang mengeluarkan isi hatiku. jujur saja, Aku sudah lama menyimpan rasa ini. tapi aku takut mengungkapkan semuanya."wajah Budi terlihat serius, sedangkan Naima menundukkan kepalanya, hatinya berdebar kencang. entah perasaan apa yang sedang dirasakan Naima saat ini. "Apakah kamu menerima cintaku?" tanya Budi. Naima mengangkat kepalanya, manik bola matanya terlihat menatap ke arah Budi. Naima tersenyum manis."aku tidak mau berangan-angan tapi terlalu jauh. Mas Budi sudah memberikan perhatian yang lebih terhadapku, aku sudah merasakan apa yang buat Budi rasakan," ucap Naima.hati Budi langsung berbunga-bunga, yang tadinya masih kuncup, sekarang bunga-bunga Cinta sudah mulai bermekaran di dalam hatinya. saat Budi meraih jemari tangan lentik Naima. tiba-tiba Naima menjauhkan jari tangannya. "belum halal Mas, kalau sudah halal mau dipegang apapun bebas," ucap Naima sambil terkikik.Budi buru-buru menarik tangannya, merasa malu dengan ucapan Naima."ka