Lega sekali atas kejadian tadi malam, buktinya tidurku nyenyak dan saat terbangun aku sangat bersemangat dengan energi yang seakan terisi penuh. Luar biasa sekali.Aku penasaran juga tentang apa yang terjadi di sudut lain kecamatan, ada dua sejoli yang semalam saling berdebat dan mungkin sudah retak hubungannya. Aku yakin mereka bertengkar hebat, yulisa tak akan terima harga dirinya jatuh dan pasti kesal sekali karena berhasil dikalahkan, dia mungkin sangat marah pada Mas Fendi karena tidak dibela sedemikian rupa, lebih sesak lagi, gelang emas lima belas gram hilang begitu saja.Hahaha Kulirik di meja dekat lampu tidur, gelang itu masih di sana, berkilau dan menyiratkan kebecianku pada yulisa dan kekecewaan pada Mas Fendi. Kalau dipikir, cocok saja mereka berjodoh, yang satunya mudah dipengaruhi dan mudah dipanasi, sedang yang satunya tukang fitnah, suka iri dan merebut hak orang lain. Sungguh benar, Tuhan maha adil.Lalu bagaimana denganku, apakah dr. Rudi sudah sesuai dengan keing
Tanpa terasa air mataku jatuh begitu saja tumpah di sepanjang lorong rumah sakit sampai aku menaiki lift untuk turun ke lantai dasar.Entah kenapa hati ini seakan ditikam belati beracun yang seakan ingin mengambil nyawaku dalam waktu beberapa detik saja. Aku tidak meletakkan ekspektasi untuk belajar terluka karena kau pikir bahwa kami akan baik-baik saja. Mengingat bagaimana dia membelaku semalam aku benar-benar yakin bahwa dia adalah calon jodoh yang tepat. Tapi apa yang terjadi hari ini, keadaannya berubah 180 derajat karena ayahnya sakit dan meminta dia untuk dijodohkan dengan kerabatnya sendiri. Entah ini takdir yang sudah berlaku atas diriku atau hanya alasan klise, orang tuanya sakit dan harus menjodohkan anaknya dengan salah satu keluarga, ya Allah, sungguh besar cobaan yang harus aku hadapi.Kutarik nafasku perlahan lalu membuangnya pelan, Aku berusaha untuk ikhlas sambil mengucapkan istighfar, kupandangi wajahku yang terpantul di kaca lift, mungkin benar aku tidak pantas ber
Tring....Ponselku berdenting dengan satu bunyi notifikasi yang menandakan bahwa sebuah pesan sudah masuk ke dalam wa.Ku buka pesan itu dan mendapati sebuah pesan pendek dari nomor asing, bunyinya.(Aku mungkin rugi kehilangan gelang emas tapi kau kehilangan hal yang lebih besar dari itu, aku benar-benar puas mendengar bahwa adik sepupuku itu akan menikah dengan kerabat jauh kami, sepertinya aku harus membuat syukuran atas apa yang terjadi.) Tidak perlu ditanya aku sudah tahu itu adalah pesan dari Santi yulisa. Dia mengejekku dan berbahagia di atas penderitaan ini.(Ya, terima kasih, aku juga turut bahagia untuk Mas Rudi aku mendukung apapun yang membuat dia dan keluarganya senang.)(Hahahaha, aku yakin hatimu sangat hancur.) Kenyataannya memang iya tapi aku tidak akan menunjukkannya.(Tidak aku tidak pernah meletakkan harapan di atas manusia, karena aku tahu aku akan kecewa. Karenanya aku selalu punya persiapan mental untuk kemungkinan yang akan terjadi. Aku baik-baik saja.)(Sep
"Baiklah aku akan pergi tapi setidaknya ... Tolong berikan aku kesempatan untuk bicara dan menjelaskan dengan detail."Aku terdiam beberapa saat, gula yang kupegang di tangan hanya mengambang dan tidak kuletakkan pada tempatnya. Aku membisu dan sudah pasti tahu apa yang akan dia sampaikan dia akan berusaha mencari pembenaran dengan berbagai alasan klasik yang terdengar membosankan. Dia pasti akan bilang kalau ayahnya sudah berjanji dan tidak mau mengingkari janjinya sebelum kematian."Tidak ada lagi yang perlu dijelaskan. Saya sibuk, silakan pergi dari sini.""Fat ..."Nada suara Mas Rudi terdengar sangat lembut, menyentuh sampai ke relung hatiku, ingin rasanya aku menangis tapi aku mencoba melawan rasa itu dengan segera membalikkan badan dan tersenyum."Iya Mas, sebaiknya kamu pulang saja agar tidak menimbulkan penafsiran dan fitnah, kamu ingatkan betapa hebohnya jika ada fitnah yang tersebar di desa ini, saya mohon agar kita saling menjaga perasaan dan martabat masing-masing sekaran
Keharuan itu membuat kami sama-sama terisak dalam keadaan saling memeluk. Perasaan dan rasa bersalah yang ada di hatiku bercampur untuk membuatku tak sanggup menahan air mata sementara aku yakin kedua putraku merasa kasihan pada diri ini yang untuk kesekian kalinya selalu tersakiti."Sudah, ayo, kita makan malam aja," ucapku sambil melepas rangkulan dari kedua putraku Aku berusaha menyunggingkan seulas senyum tulus kepada mereka berdua agar mereka tidak perlu merasa terbebani dengan luka yang sedang kuhadapi."Tapi Ibu baik-baik saja kan?""Iya, baik baik saja. Setelah berjumpa, melihat senyum dan berbicara dengan kalian, Ibu merasa lega dan seakan semua beban yang ada di bahu Ibu langsung terangkatkan.""Alhamdulillah kalau begitu," jawab Yuna."Tapi tetap saja, Om Rudi brengsek sekali," geram Yudi."Itu bukan salah dokter Rudi orang tuanya yang sudah mengambil keputusan untuk menjodohkan beliau dengan calon pengantin yang lebih layak. Wanita itu masih gadis dan cukup cantik jadi aku
Tak sadar terlelap setelah sentuhan tangan lembut dari putra sulungku. Kudapati diri ini terbangun, mengerjai mengumpulkan kesadaran dan akal yang tercerai berai di alam mimpi. Kudapati diriku sendiri di kamar ini, Tapi anehnya aku tidak sedang berada di kamar anak-anak melainkan di kamar rumah kami dengan setting beberapa tahun yang lalu, beberapa tahun saat Yudi dan Yuna masih SD. Aku ingat betul pintu kayu dan dinding gubuk yang berlubang lubang itu, kami sering meringkuk tidur menahan dingin sambil saling memeluk.Tring....Ponselku berdering, kuraih benda itu dan membuka pesan dari sana.(Fat, jangan cari aku lagi, aku tidak akan pulang, aku menjatuhkan talak padamu mulai hari ini!)Betapa terkejutnya diri ini, tanganku bergetar, ponsel itu nyaris terlepas dari genggaman, lututku lemas seakan tungkainya terlepas di antara daging dan sendi kakiku. Jantungku berdebar, gejolaknya berkejaran dan membuatku sesak napas. Ingin segera kubalas pesan itu tapi aku lupa bahwa aku tidak punya
Setelah telpon dari Mas Fendi semalam, aku merasa makin risih dan dan tak tenang, bisa bisanya ia berpikir bahwa kegagalanku bertunangan dengan Mas Rudi adalah kesempatan yang bisa ia gunakan untuk kembali memenangkan hatiku. Menyebalkan sekali dirinya.Semakin dipikirkan semakin sakit kepala ini, semakin risih dan rasanya berat hati sekali untuk pulang kampung, bertemu dengan tetangga dan orang orang tahu persis cerita hidupku. Sebagian mereka prihatin tapi tak sedikit yang mencibir, ada yang peduli tapi ada juga yang merayakan kegagalan diri ini.Namun sejauh jauhnya melangkah, seseorang harus kembali ke kampung halamannya, kembali pada kenyataan dan target hidup di masa depan. Aku harus kembali berjuang, bekerja demi anak anak, sudah lebih dari separuh perjalanan kulalui dengan mereka, jadi kurasa terlalu bodoh jika harus mundur sekarang, Yudi empat semester lagi akan merampungkan kuliah sementara Yuna sudah di bangku kelas dua SMA, aku sudah menghidupi mereka dari kecil dan ber
Menjaga jarak kami, itulah perasaan yang ingin aku tumbuhkan dan jaga agar tidak ada kesalah pahaman lagi. Sejauh mungkin aku akan berusaha untuk menjaga osisiku daridekat Mas Fendi, ini demi dia, demi aku, dan demi anak anak kami. Namun ada beberapa hal yang cukup mempengaruhiku selama ini, tentang prasangka dan stigma orang orang akan kehidupan pribadiku yang bertahun-tahun menjanda. Aku punya tanggung jawab besar untuk memastikan kedua anakku tumbuh dengan layak dan aman,memastikan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi dan mereka tidak malu dengan keadaan ini saja sudah merupakan anugerah terbesar. Jujur saja aku merasa bersalah menempatkan kedua putraku dalam kondisi tidak punya keluarga lengkap meski aku akhirnya bangga mereka tumbuh dengan baik. Begitu fokusnya dengan masalah anak, hingga aku terhalang untuk membuka diri dalam menjalin hubungan baru, aku terhalang dan tak bisa mendahulukan kepentinganku di atas kepetingan Yudi dan Yuna.Kini mereka sudah dewasa dan mengerti, me