"Baiklah aku akan pergi tapi setidaknya ... Tolong berikan aku kesempatan untuk bicara dan menjelaskan dengan detail."Aku terdiam beberapa saat, gula yang kupegang di tangan hanya mengambang dan tidak kuletakkan pada tempatnya. Aku membisu dan sudah pasti tahu apa yang akan dia sampaikan dia akan berusaha mencari pembenaran dengan berbagai alasan klasik yang terdengar membosankan. Dia pasti akan bilang kalau ayahnya sudah berjanji dan tidak mau mengingkari janjinya sebelum kematian."Tidak ada lagi yang perlu dijelaskan. Saya sibuk, silakan pergi dari sini.""Fat ..."Nada suara Mas Rudi terdengar sangat lembut, menyentuh sampai ke relung hatiku, ingin rasanya aku menangis tapi aku mencoba melawan rasa itu dengan segera membalikkan badan dan tersenyum."Iya Mas, sebaiknya kamu pulang saja agar tidak menimbulkan penafsiran dan fitnah, kamu ingatkan betapa hebohnya jika ada fitnah yang tersebar di desa ini, saya mohon agar kita saling menjaga perasaan dan martabat masing-masing sekaran
Keharuan itu membuat kami sama-sama terisak dalam keadaan saling memeluk. Perasaan dan rasa bersalah yang ada di hatiku bercampur untuk membuatku tak sanggup menahan air mata sementara aku yakin kedua putraku merasa kasihan pada diri ini yang untuk kesekian kalinya selalu tersakiti."Sudah, ayo, kita makan malam aja," ucapku sambil melepas rangkulan dari kedua putraku Aku berusaha menyunggingkan seulas senyum tulus kepada mereka berdua agar mereka tidak perlu merasa terbebani dengan luka yang sedang kuhadapi."Tapi Ibu baik-baik saja kan?""Iya, baik baik saja. Setelah berjumpa, melihat senyum dan berbicara dengan kalian, Ibu merasa lega dan seakan semua beban yang ada di bahu Ibu langsung terangkatkan.""Alhamdulillah kalau begitu," jawab Yuna."Tapi tetap saja, Om Rudi brengsek sekali," geram Yudi."Itu bukan salah dokter Rudi orang tuanya yang sudah mengambil keputusan untuk menjodohkan beliau dengan calon pengantin yang lebih layak. Wanita itu masih gadis dan cukup cantik jadi aku
Tak sadar terlelap setelah sentuhan tangan lembut dari putra sulungku. Kudapati diri ini terbangun, mengerjai mengumpulkan kesadaran dan akal yang tercerai berai di alam mimpi. Kudapati diriku sendiri di kamar ini, Tapi anehnya aku tidak sedang berada di kamar anak-anak melainkan di kamar rumah kami dengan setting beberapa tahun yang lalu, beberapa tahun saat Yudi dan Yuna masih SD. Aku ingat betul pintu kayu dan dinding gubuk yang berlubang lubang itu, kami sering meringkuk tidur menahan dingin sambil saling memeluk.Tring....Ponselku berdering, kuraih benda itu dan membuka pesan dari sana.(Fat, jangan cari aku lagi, aku tidak akan pulang, aku menjatuhkan talak padamu mulai hari ini!)Betapa terkejutnya diri ini, tanganku bergetar, ponsel itu nyaris terlepas dari genggaman, lututku lemas seakan tungkainya terlepas di antara daging dan sendi kakiku. Jantungku berdebar, gejolaknya berkejaran dan membuatku sesak napas. Ingin segera kubalas pesan itu tapi aku lupa bahwa aku tidak punya
Setelah telpon dari Mas Fendi semalam, aku merasa makin risih dan dan tak tenang, bisa bisanya ia berpikir bahwa kegagalanku bertunangan dengan Mas Rudi adalah kesempatan yang bisa ia gunakan untuk kembali memenangkan hatiku. Menyebalkan sekali dirinya.Semakin dipikirkan semakin sakit kepala ini, semakin risih dan rasanya berat hati sekali untuk pulang kampung, bertemu dengan tetangga dan orang orang tahu persis cerita hidupku. Sebagian mereka prihatin tapi tak sedikit yang mencibir, ada yang peduli tapi ada juga yang merayakan kegagalan diri ini.Namun sejauh jauhnya melangkah, seseorang harus kembali ke kampung halamannya, kembali pada kenyataan dan target hidup di masa depan. Aku harus kembali berjuang, bekerja demi anak anak, sudah lebih dari separuh perjalanan kulalui dengan mereka, jadi kurasa terlalu bodoh jika harus mundur sekarang, Yudi empat semester lagi akan merampungkan kuliah sementara Yuna sudah di bangku kelas dua SMA, aku sudah menghidupi mereka dari kecil dan ber
Menjaga jarak kami, itulah perasaan yang ingin aku tumbuhkan dan jaga agar tidak ada kesalah pahaman lagi. Sejauh mungkin aku akan berusaha untuk menjaga osisiku daridekat Mas Fendi, ini demi dia, demi aku, dan demi anak anak kami. Namun ada beberapa hal yang cukup mempengaruhiku selama ini, tentang prasangka dan stigma orang orang akan kehidupan pribadiku yang bertahun-tahun menjanda. Aku punya tanggung jawab besar untuk memastikan kedua anakku tumbuh dengan layak dan aman,memastikan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi dan mereka tidak malu dengan keadaan ini saja sudah merupakan anugerah terbesar. Jujur saja aku merasa bersalah menempatkan kedua putraku dalam kondisi tidak punya keluarga lengkap meski aku akhirnya bangga mereka tumbuh dengan baik. Begitu fokusnya dengan masalah anak, hingga aku terhalang untuk membuka diri dalam menjalin hubungan baru, aku terhalang dan tak bisa mendahulukan kepentinganku di atas kepetingan Yudi dan Yuna.Kini mereka sudah dewasa dan mengerti, me
Aku sama sekali tidak akan menyalahkan diriku atas ucapan yang kulakukan barusan karena tetangga juga seperti dia memang harus diberi pelajaran. Sepertinya aku sudah hidup dalam kesabaran yang luar biasa jadi sesekali akan kulakukan pemberontakan dan pembalasan.Kata orang jangan membangunkan singa tidur, karena kalau sudah bangun akan berbahaya. Ini maknanya adalah jangan membangunkan sisi jahat dari seseorang karena kalau dia sudah marah dan sakit hati maka segala sesuatu yang terduga bisa saja terjadi. Aku masih cantik dan muda, Kalau aku mau, aku bisa dapatkan lelaki mana saja di kampung ini. Asal mau mengedipkan mata saja, aku sudah dapatkan keinginanku.Sayangnya aku masih menjaga diri dan berusaha untuk tetap menjadi diriku yang dulu. Jadi, jika tetangga jurit yang tadi masih saja terus mengusirku maka akan kukedipkan mata pada suaminya dan membuat dia bertekuk lutut padaku agar dia tahu bagaimana rasanya dimadu. Hahaha.Aku langsung meluncur ke pasar setelah mampir membeli na
*Aku dengan dibonceng Mang Agus pergi ke kantor polisi terdekat yang jaraknya hanya 300 meter dari pasar, sampainya di unit pengaduan kepolisian aku langsung masuk dan memberikan laporan."Saya mau melapor Pak.""Ada apa Bu?""Nama saya Fatimah, dari kampung sukamaju, Lapak saya diacak dan dihancurkan oleh Mbak yulisa dari desa sebelah, dia membawa kerabat dan keluarganya untuk menghancurkan semua barang dagangan saya.""Apa saya boleh minta KTP ibu dan minta alamat Ibu juga?""Iya. Keluarkan KTP dari dompet dan engkau sodorkan lalu petugas itu memperhatikan kartu tanda penduduk milikku.""Boleh saya tahu kronologinya?""Saya datang ke pasar dan membuka lapak lalu tiba-tiba mereka berempat datang menghancurkan semua yang ada.""Kira-kira Ibu tahu sebabnya?""Saya kurang mengerti apa sebenarnya hal yang paling membuat dia kesal, tapi karena dia bersuamikan mantan suami saya jadi ada beberapa hal kecemburuan yang sering dia tunjukkan kepada saya. Dia juga pernah memfitnah saya dan mel
"Wanita ini memang terus menerus datang menyerang lapak Fatimah," ucap Mbak Arimbi yang tiba-tiba datang dan langsung berbicara kepada polisi."Sungguhkah, anda siapa?" tanya pak polisi kepada mbak Arimbi."Saya adalah sahabat sekaligus pedagang yang kebetulan berjualan di depan lapaknya Fatimah. Saya mengetahui dengan persis sikap dan perilaku Fatimah serta kesehariannya, jadi saya tidak percaya kalau Fatimah lah yang menyulut pertengkaran dan membuat dirinya harus dirugikan.""Kau tidak sadar bahwa dia berusaha merebut suamiku kau tidak akan mengerti karena kau tidak pernah direbut suamimu oleh orang lain!" jawab Yulisa."Atau mungkin kau yang terlalu cemburu, merasa tak aman karena suamimu tampan sedangkan kau jelek," jawab Mbak Rimbi yang sukses membuat semua orang tergelak.Semua orang tertawa, menahan senyumnya dengan tangan yang mereka tutupi di mulut sementara keluarga Yulisa merasa sangat murka dengan ucapan Mbak rimbi."Hei, jaga ucapanmu, Kau pikir kau ratu kecantikan.""K
"Jadi kalau sudah begitu mau bagaimana lagi," ujarku pada Mas Fendi."Jangan terlalu dipikirkan, dia sudah punya banyak keluarga, luka hatinya akan membaik seiring berjalannya waktu, jangan khawatir, Fat.""Kok bisa segitunya ya, Mas?""Ya, mungkin karena dia sudah terlalu sayang dan cinta.""Kalau terlalu sayang jangan terlalu mengekang, kalau memang dia percaya padaku, mengapa dia sampai terus menyakiti orang lain dan mencurigainya, aku tak nyaman.""Tidak ingatkah kamu bahwa kamu juga berpartisipasi untuk menyakiti hatiku saat itu.""Konteks perbuatan yang kulakukan hanya karena cemburu dengan dokter Rudi, bukan karena aku ingin mencelakakanmu. Jadi tolong pahamilah keadaan itu dan maafkan aku.""Ya tentu saja aku memaafkan maksudnya kalau aku tidak memaafkanmu maka kita tidak akan bersama sampai sekarang." Aku tersenyum tipis dan mengajaknya masuk untuk ganti baju dan membongkar perhiasan yang menutupi kepala dan badan.Ada kejadian lucu ketika aku baru saja keluar dari kamar man
Perlahan langkah kakiku beranjak menyusuri jalan setapak ditaburi bunga menuju pelaminan, dengan diapit kedua iparku yang ada di kanan dan kiri aku melangkah anggun menebar senyum dan pandanganku ke tamu undangan. Mereka terlihat berdecak kagum dan tatapan mata mereka lekat padaku, ada ibuku, adikkuu dan Mba arimbi yang tak kuasa menahan air mata menyaksikan pada akhirnya aku jadi pengantin dan diperlakukan dengan layak.Ijab kabul sudah usai diikrarkan, kini aku dan suami duduk berdampingan di pelaminan diapit oleh anak dan orang tua kami. Ada senyum bahagia dan raut kegembiraan yang tidak bisa disembunyikan oleh Mas Fendi dari hadapanku dan tamu kepada tamu undangan yang memberi selamat."Bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Mas Pendi sambil menggenggam tanganku yang sudah dihias dengan Inai Henna berwarna putih. Pada akhirnya ada cincin emas yang melingkar di jari manisku, cincin yang mengikat hubungan dengan sah, aku bahagia menatapnya sambil terus menyentuhnya."Alhamdulillah,
Mendengar kalimat yang sudah terlontar dari mulut semua orang, Yulisa tentu saja merasa sangat kecewa. Dengan kekesalan dan wajah penuh emosi wanita itu segera beranjak mengajak keluarganya untuk pulang. Jenis-jenis suasana di rumahku kembali seperti semula anak-anak sibuk bercanda dengan nenek dan bibinya sementara aku dan Mas Fendi pergi ke belakang untuk menyiapkan makan malam.Hari ini keluarga mas Fendi membawa banyak makanan yang rencananya akan kami nikmati bersama jadi aku bertugas untuk menyiapkannya di meja makan. Sambil menuangkan makanan ke dalam mangkuk, menghampiri dan menyonggengkan senyum kepadaku senyum godaan sekaligus ekspresi wajah penuh arti bahagia bahwa pada akhirnya aku mau kembali padanya."Terima kasih ya atas keputusan bijakmu karena pada akhirnya semua harapanku terkabul juga. Akhirnya kita bisa bersama lagi."Aku lakukan demi kebahagiaan anak-anak dan ibu mertua," jawabku lirih."Dan kebahagiaanmu sendiri bagaimana?""Iya ... Aku bahagia," jawabku pe
"Ya tentu saja boleh, kalau memang Bunda setuju dan ayah juga bersedia untuk kembali kepada kami ... asal beliau tetap setia dan bersikap baik, why not, kenapa tidak?" Jawab Yudi."Kalau begitu mari persiapkan acara lamaran, dan kita nikahkan orang tuamu dengan layak, nenek akan adakan hajatan untuk menyambut menantu baru karena dulu nenek tidak melakukan kenduri dengan layak untuk ibumu.""Ah, tidak usah begitu, Bu. Malu saya sudah tua...." Aku yang merasa tidak enak langsung saja menatap kedua anakku dan iparku."Jangan sungkan, kami akan lakukan yang terbaik untuk membahagiakanmu dan mulai sekarang Aku ingin melakukan segala sesuatu dengan layak untukmu," jawab Ibu mertua.Senyum di bibir ibu mertua dan kedua iparku juga anakku terkembang bahagia mereka saling merangkul dan bersorak gembira bahwa aku dan ayah mereka akan kembali bersama lagi. Tak lama dari situ motor Mas fendi da tiba di depan rumah. Tentu saja dia kagetan merasa heran karena tiba-tiba rumah kami ramai dengan ora
Mendengar jawaban anak-anak yang tegas, kedua bibinya saling memandang dengan tatapan yang mungkin pusing dan putus asa."Gimana Tante Apakah nenek akan mau datang ke sini?""Kami tidak tahu ya tapi kami akan mencoba bicara dengannya.""Saya pun juga berharap nenek bisa datang.""Nak, kita mengalah aja," bisikku, "kita kan yang muda ya.""Tidak Bu, Jika nenek punya niat baik, biarkan beliau menunjukkannya.""Tapi itu akan memberatkan untuk beliau.""Tidak akan berat jika nenek punya niat baik jika beliau sudah mengirimkan kedua tante untuk datang ke sini itu artinya beliau sudah setuju atas segala kemungkinan.""Baiklah," jawabku lirih.Usai berbincang panjang lebar akhirnya Dewi dan Yanti memutuskan untuk pamit pulang karena hari sudah menjelang petang. Cepat ku tawarkan agar mereka makan malam bersama kami tapi kedua wanita yang statusnya belum menikah itu menolaknya dengan halus."Justru kami berharap Mbak Fatimah dan anak-anak yang bisa datang ke rumah besok malam untuk menikmati
Selama seminggu tinggal di sukamaju anak anak sangat menikmati waktu dan kegiatan mereka, pun Mas Fendi yang kini bekerja sebagai supir pengantar barang di sebuah perusahaan distibusi makanan ringan dan sembako sering mampir untuk sekedar membawakan anaknya makanan. Belakangan kami sering makan malam bersama, bertukar pikiran dan cerita keseharian, sering bercanda dan tertawa, seakan lepassejenak dari semua beban pikiran yang menghimpit. Bila tiba pukul sembilan malam Mas Fendi akan izin pulang dan kami pun melanjutkan istirahat.*Suatu sore, saat aku sedang menyaou halaman datanglah kedua adik Mas Fendi, Yanti dan dewi, mereka menyapa dari balik pagar besi lalu aku bergegas membuka pintu kemudian mempersilakan mereka masuk.“Mbak kami ke sini cuma mau tanya, apakah belakangan ini Mas Fendi merasa nyaman datang ke sini?”“Kalau masalah merasa nyaman aku gak tahu ya … tapi dia nampak sekalli merindukan anaknya dan mencari momen yang tepat untuk bersama mereka. Aku sih, tidak berhak me
Sungguh sedih dan teriris hati ini mendengar percakapan antara ayah dan anaknya. Mendengar bagaimana anak memprotes dengan cara menyentil perasaan ayahnya dan membuat Mas Fendi terpaksa menyadari segala sesuatu yang selama ini sudah keliru ia lakukan.Kalau memang dia tahu betapa berat hari-hari yang kujalani tanpa kehadirannya bagaimana aku membesarkan anak-anak tanpa bantuannya sepeserpun, harusnya dia merasa malu dan berusaha untuk mengganti semua itu. Bukan tentang uang yang aku inginkan tapi bagaimana yang mencuci semua itu dengan pertobatan dan sikap baik. Jujur saja aku belum terbuka untuk rujuk dengannya tapi aku bisa mempertimbangkan itu ke depannya jika anggota keluarganya menyetujui hubungan kami serta Mas Pendi mulai merubah perilaku dan arah hidupnya.Aku ingin dia kembali ke berjuang membangun harga dirinya dengan bekerja secara mandiri. Tidak ikut lagi bertanggung jawab atas kebun sang istri, atau bergantung hidup pada orang lain. Aku ingin dia benar-benar menata keman
Seusai makan kubiarkan anak-anak dan ayahnya duduk di ruang tv sambil menikmati tayangan. Aku sendiri duduk ke teras sambil menikmati udara malam karena selepas makan dan cuci piring tadi aku merasa sedikit berkeringat dan gerah.Sebenarnya tadi tetanggaku melihat kehadiran Mas Fendi dan mereka tahu betul bahwa mantan suamiku masih ada dalam rumah karena suara gelak tawa dan candaannya bersama anak-anak juga terdengar sampai keluar. Tapi entah kenapa keadaan terasa begitu adem dan tenang, seolah tidak ada mata yang melihat dengan sinis atau seseorang yang akan melaporkan kejadian itu pada RT dan menimbulkan kekacauan."Ah lagi pula Mas Fendi hanya datang mengunjungi anak-anak, kami tidak melakukan dosa atau berzina, jadi apa salahnya?"ku tetap teh hangat yang kubawa dari dapur sambil menghela nafas dan menatap langit.Di langit malam yang tertutupi awan kelabu cahaya bulan terlihat malu-malu, sinarnya yang lembut seolah memberi suasana tersendiri yang membawa pada kenangan dan hal
Dengan cara apa aku harus melawan reaksi masyarakat akan tudingan mereka tentang diriku yang katanya mempermainkan rumah tangga Mas Fendi dan Yulisa. Dengan cara apa aku menjelaskan kalau aku tidak terlibat, tidak sama sekali terlibat hubungan dengan suami orang. Sebagian yang tahu keseharianku memaklumi dan membelaku, tapi bagaimana yang tidak. Terlebih jika mereka mendengar agitasi yang diembuskan keluarga Yulisa, orang orang bisa dengan cepat membenciku hanya dari kabar yang mereka dengar saja. Mereka akan memusuhi hanya karena tuduhan yang tidak terbukti, begitulah pola fitnah merusak penilaian seseorang terhadap orang lain.*Sabtu sore, kedua putraku pulang dari kota, alangkah senang hati ini ketika pulang dari pasar dan melihat mereka sudah duduk di teras dan langsung menghambur menyambut kedatanganku. Kupeluk kedua anakku aroma tubuh mereka yang baru usai mandi seketika melenyapkan semua rasa lelah dan penat selama di pasar tadi. Maklumlah selama berjualan di pasar para penj