Keharuan itu membuat kami sama-sama terisak dalam keadaan saling memeluk. Perasaan dan rasa bersalah yang ada di hatiku bercampur untuk membuatku tak sanggup menahan air mata sementara aku yakin kedua putraku merasa kasihan pada diri ini yang untuk kesekian kalinya selalu tersakiti."Sudah, ayo, kita makan malam aja," ucapku sambil melepas rangkulan dari kedua putraku Aku berusaha menyunggingkan seulas senyum tulus kepada mereka berdua agar mereka tidak perlu merasa terbebani dengan luka yang sedang kuhadapi."Tapi Ibu baik-baik saja kan?""Iya, baik baik saja. Setelah berjumpa, melihat senyum dan berbicara dengan kalian, Ibu merasa lega dan seakan semua beban yang ada di bahu Ibu langsung terangkatkan.""Alhamdulillah kalau begitu," jawab Yuna."Tapi tetap saja, Om Rudi brengsek sekali," geram Yudi."Itu bukan salah dokter Rudi orang tuanya yang sudah mengambil keputusan untuk menjodohkan beliau dengan calon pengantin yang lebih layak. Wanita itu masih gadis dan cukup cantik jadi aku
Tak sadar terlelap setelah sentuhan tangan lembut dari putra sulungku. Kudapati diri ini terbangun, mengerjai mengumpulkan kesadaran dan akal yang tercerai berai di alam mimpi. Kudapati diriku sendiri di kamar ini, Tapi anehnya aku tidak sedang berada di kamar anak-anak melainkan di kamar rumah kami dengan setting beberapa tahun yang lalu, beberapa tahun saat Yudi dan Yuna masih SD. Aku ingat betul pintu kayu dan dinding gubuk yang berlubang lubang itu, kami sering meringkuk tidur menahan dingin sambil saling memeluk.Tring....Ponselku berdering, kuraih benda itu dan membuka pesan dari sana.(Fat, jangan cari aku lagi, aku tidak akan pulang, aku menjatuhkan talak padamu mulai hari ini!)Betapa terkejutnya diri ini, tanganku bergetar, ponsel itu nyaris terlepas dari genggaman, lututku lemas seakan tungkainya terlepas di antara daging dan sendi kakiku. Jantungku berdebar, gejolaknya berkejaran dan membuatku sesak napas. Ingin segera kubalas pesan itu tapi aku lupa bahwa aku tidak punya
Setelah telpon dari Mas Fendi semalam, aku merasa makin risih dan dan tak tenang, bisa bisanya ia berpikir bahwa kegagalanku bertunangan dengan Mas Rudi adalah kesempatan yang bisa ia gunakan untuk kembali memenangkan hatiku. Menyebalkan sekali dirinya.Semakin dipikirkan semakin sakit kepala ini, semakin risih dan rasanya berat hati sekali untuk pulang kampung, bertemu dengan tetangga dan orang orang tahu persis cerita hidupku. Sebagian mereka prihatin tapi tak sedikit yang mencibir, ada yang peduli tapi ada juga yang merayakan kegagalan diri ini.Namun sejauh jauhnya melangkah, seseorang harus kembali ke kampung halamannya, kembali pada kenyataan dan target hidup di masa depan. Aku harus kembali berjuang, bekerja demi anak anak, sudah lebih dari separuh perjalanan kulalui dengan mereka, jadi kurasa terlalu bodoh jika harus mundur sekarang, Yudi empat semester lagi akan merampungkan kuliah sementara Yuna sudah di bangku kelas dua SMA, aku sudah menghidupi mereka dari kecil dan ber
Menjaga jarak kami, itulah perasaan yang ingin aku tumbuhkan dan jaga agar tidak ada kesalah pahaman lagi. Sejauh mungkin aku akan berusaha untuk menjaga osisiku daridekat Mas Fendi, ini demi dia, demi aku, dan demi anak anak kami. Namun ada beberapa hal yang cukup mempengaruhiku selama ini, tentang prasangka dan stigma orang orang akan kehidupan pribadiku yang bertahun-tahun menjanda. Aku punya tanggung jawab besar untuk memastikan kedua anakku tumbuh dengan layak dan aman,memastikan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi dan mereka tidak malu dengan keadaan ini saja sudah merupakan anugerah terbesar. Jujur saja aku merasa bersalah menempatkan kedua putraku dalam kondisi tidak punya keluarga lengkap meski aku akhirnya bangga mereka tumbuh dengan baik. Begitu fokusnya dengan masalah anak, hingga aku terhalang untuk membuka diri dalam menjalin hubungan baru, aku terhalang dan tak bisa mendahulukan kepentinganku di atas kepetingan Yudi dan Yuna.Kini mereka sudah dewasa dan mengerti, me
Aku sama sekali tidak akan menyalahkan diriku atas ucapan yang kulakukan barusan karena tetangga juga seperti dia memang harus diberi pelajaran. Sepertinya aku sudah hidup dalam kesabaran yang luar biasa jadi sesekali akan kulakukan pemberontakan dan pembalasan.Kata orang jangan membangunkan singa tidur, karena kalau sudah bangun akan berbahaya. Ini maknanya adalah jangan membangunkan sisi jahat dari seseorang karena kalau dia sudah marah dan sakit hati maka segala sesuatu yang terduga bisa saja terjadi. Aku masih cantik dan muda, Kalau aku mau, aku bisa dapatkan lelaki mana saja di kampung ini. Asal mau mengedipkan mata saja, aku sudah dapatkan keinginanku.Sayangnya aku masih menjaga diri dan berusaha untuk tetap menjadi diriku yang dulu. Jadi, jika tetangga jurit yang tadi masih saja terus mengusirku maka akan kukedipkan mata pada suaminya dan membuat dia bertekuk lutut padaku agar dia tahu bagaimana rasanya dimadu. Hahaha.Aku langsung meluncur ke pasar setelah mampir membeli na
*Aku dengan dibonceng Mang Agus pergi ke kantor polisi terdekat yang jaraknya hanya 300 meter dari pasar, sampainya di unit pengaduan kepolisian aku langsung masuk dan memberikan laporan."Saya mau melapor Pak.""Ada apa Bu?""Nama saya Fatimah, dari kampung sukamaju, Lapak saya diacak dan dihancurkan oleh Mbak yulisa dari desa sebelah, dia membawa kerabat dan keluarganya untuk menghancurkan semua barang dagangan saya.""Apa saya boleh minta KTP ibu dan minta alamat Ibu juga?""Iya. Keluarkan KTP dari dompet dan engkau sodorkan lalu petugas itu memperhatikan kartu tanda penduduk milikku.""Boleh saya tahu kronologinya?""Saya datang ke pasar dan membuka lapak lalu tiba-tiba mereka berempat datang menghancurkan semua yang ada.""Kira-kira Ibu tahu sebabnya?""Saya kurang mengerti apa sebenarnya hal yang paling membuat dia kesal, tapi karena dia bersuamikan mantan suami saya jadi ada beberapa hal kecemburuan yang sering dia tunjukkan kepada saya. Dia juga pernah memfitnah saya dan mel
"Wanita ini memang terus menerus datang menyerang lapak Fatimah," ucap Mbak Arimbi yang tiba-tiba datang dan langsung berbicara kepada polisi."Sungguhkah, anda siapa?" tanya pak polisi kepada mbak Arimbi."Saya adalah sahabat sekaligus pedagang yang kebetulan berjualan di depan lapaknya Fatimah. Saya mengetahui dengan persis sikap dan perilaku Fatimah serta kesehariannya, jadi saya tidak percaya kalau Fatimah lah yang menyulut pertengkaran dan membuat dirinya harus dirugikan.""Kau tidak sadar bahwa dia berusaha merebut suamiku kau tidak akan mengerti karena kau tidak pernah direbut suamimu oleh orang lain!" jawab Yulisa."Atau mungkin kau yang terlalu cemburu, merasa tak aman karena suamimu tampan sedangkan kau jelek," jawab Mbak Rimbi yang sukses membuat semua orang tergelak.Semua orang tertawa, menahan senyumnya dengan tangan yang mereka tutupi di mulut sementara keluarga Yulisa merasa sangat murka dengan ucapan Mbak rimbi."Hei, jaga ucapanmu, Kau pikir kau ratu kecantikan.""K
"Ayo pulang dan membicarakan segalanya di rumah, jangan mempermalukan istrimu dan keluarga kita seperti ini," ucap lelaki yang bekerja di kantor kelurahan itu sambil mengajak Mas Fendi. Dia seolah ingin sekali menjaga martabat keluarganya dengan tidak memperdengarkan keputusan suami yulisa di depan semua orang."Tidak Mas, udah pulang itu hanya demi mengambil pakaian saya.""Oh jadi inilah keputusanmu kamu rela mencampakkan saya dan semua yang kita miliki demi mantan istrimu?""Saya tidak bilang saya meninggalkan kamu karena dia saya tidak tahan direndahkan dan dipelintir olehmu. Terus membuat kesalahan yang memaksa saya untuk membelamu padahal itu bertentangan dengan hati nurani saya. Kamu terus mencari gara-gara yang membuat saya malu, jadi, kita berpisah saja.""Gak mau, lancang kamu Mas, kamu berani sekali memukulku dan kini menjatuhkan talak di depan semua orang, kamu keterlaluan Mas!" wanita itu menjerit keras."Ayo sebaiknya kita pulang dulu," ucap salah seorang kerabat yuli