"Wanita ini memang terus menerus datang menyerang lapak Fatimah," ucap Mbak Arimbi yang tiba-tiba datang dan langsung berbicara kepada polisi."Sungguhkah, anda siapa?" tanya pak polisi kepada mbak Arimbi."Saya adalah sahabat sekaligus pedagang yang kebetulan berjualan di depan lapaknya Fatimah. Saya mengetahui dengan persis sikap dan perilaku Fatimah serta kesehariannya, jadi saya tidak percaya kalau Fatimah lah yang menyulut pertengkaran dan membuat dirinya harus dirugikan.""Kau tidak sadar bahwa dia berusaha merebut suamiku kau tidak akan mengerti karena kau tidak pernah direbut suamimu oleh orang lain!" jawab Yulisa."Atau mungkin kau yang terlalu cemburu, merasa tak aman karena suamimu tampan sedangkan kau jelek," jawab Mbak Rimbi yang sukses membuat semua orang tergelak.Semua orang tertawa, menahan senyumnya dengan tangan yang mereka tutupi di mulut sementara keluarga Yulisa merasa sangat murka dengan ucapan Mbak rimbi."Hei, jaga ucapanmu, Kau pikir kau ratu kecantikan.""K
"Ayo pulang dan membicarakan segalanya di rumah, jangan mempermalukan istrimu dan keluarga kita seperti ini," ucap lelaki yang bekerja di kantor kelurahan itu sambil mengajak Mas Fendi. Dia seolah ingin sekali menjaga martabat keluarganya dengan tidak memperdengarkan keputusan suami yulisa di depan semua orang."Tidak Mas, udah pulang itu hanya demi mengambil pakaian saya.""Oh jadi inilah keputusanmu kamu rela mencampakkan saya dan semua yang kita miliki demi mantan istrimu?""Saya tidak bilang saya meninggalkan kamu karena dia saya tidak tahan direndahkan dan dipelintir olehmu. Terus membuat kesalahan yang memaksa saya untuk membelamu padahal itu bertentangan dengan hati nurani saya. Kamu terus mencari gara-gara yang membuat saya malu, jadi, kita berpisah saja.""Gak mau, lancang kamu Mas, kamu berani sekali memukulku dan kini menjatuhkan talak di depan semua orang, kamu keterlaluan Mas!" wanita itu menjerit keras."Ayo sebaiknya kita pulang dulu," ucap salah seorang kerabat yuli
Kabar tentang Yulisa yang ditalak mentah-mentah di kantor polisi segera menyebar ke seluruh penjuru dua kampung yang saling bertetangga dan nyaris tidak berjarak itu. Jangankan tetangga tetangga, bahkan semua orang yang ada di pasar bergosip dengan segala isi tak menyenangkan.Aku seharusnya tidak peduli dengan apa yang terjadi, tapi tetap saja beberapa orang yang benci dan iri dengan kehidupanku akan memasukkan dirimu ini sebagai sumber dari masalah tersebut. Aku akan tersirat dan dianggap sebagai pencetus keputusan Mas Fendi yang sepihak. Orang-orang akan menilai bahwa mantan suamiku masih mencintai diri ini karena itulah sebabnya Dia sangat membelaku dan kemudian memilih meninggalkan istrinya secara langsung, di depan banyak orang.Aku sebenarnya tidak mau ikut campur dengan urusan dia dan Yulisa tapi karena ada namaku yang terlibat juga, mau tak mau aku merasa tidak nyaman, dan merasa canggung tiap kali bertemu orang orang. Aku seakan dipandang remeh, pandangan dengan berbagai
"ibu ... Ibu sudah selesai dengan kata-kata ibu yang menyakitkan?" Tanya Mbak Arimbi yang tiba-tiba datang dan menyela percakapan kami."Kamu siapa?""Saya sahabat sekaligus saudaranya di pasar ini,"jawab Mbak Rimbi dengan tegas."Apa urusan kamu!""Ibuk, ucapkan itu sangat menyakitkan hati orang lain saya pikir hal-hal semacam itu tidaklah patut diucapkan oleh orang yang seharusnya jadi panutan bagi kami yang muda-muda ini. Saya mohon ibu pulang saja," ucap Mbak Rimbi dengan tatapan penuh wibawa."Eh, Mbak, ibu saya lagi ngomong sama Mba Fat, mbak jangan main usir usir aja dong...""Kalian pasti dibimbing dengan adab selama hidup ini, tolong bersikaplah dengan sopan. Ajak ibu kalian pulang!"Merasa tidak enak dan orang-orang yang di pasar akhirnya Dewi dan adiknya membawa ibu mertuaku. Mereka mengajaknya pergi."Ayo Buk.""Aku gak mau tahu ya, pokoknya Fendi harus balikan lagi dengan yulisa."Dengan kalimat kencang itu dia menuding wajahku dengan telunjuknya, dengan tatapan matanya y
Kuputar kunci motor saat berada di lokasi parkir, sudah kukenakan jaket dan mantel hujan untuk menghalau gerimis yang semakin sore semakin terasa menusuk tulang."Fat, aku mau bicara," ucap Mas Fendi yang entah datang dari mana secara tiba tiba."Hmm, aku lelah dengan drama yang terus terjadi gara-gara dirimu, kemarin istrimu, hari ini ibumu. Tolong jauhkan jarak antara kamu dan aku agar tidak ada lagi fitnah dan di antara kita. Warga kampung mulai gerah, aku juga mulai malu dengan cibiran mereka. Tolong ya, tolong jaga harga diriku dan nama baikku, ada anak-anak yang harus kujaga mentalnya dan satu-satunya tempat aku bernaung hanya di desa ini, tolong jangan temui aku lagi," ucapku sambil mendorong motor menjauh darinya."Aku ingin memperbaiki segalanya...""Hubungan keluarga istrinya ingin kau agar segera pulang ke rumah yuliza dan memperbaiki keadaan yang kamu buat kacau tempo hari. Tolong jangan buat keributan lagi karena, situasi yang ada saja sudah rumit, jangan tambah rumit lag
Dengan cara apa aku harus melawan reaksi masyarakat akan tudingan mereka tentang diriku yang katanya mempermainkan rumah tangga Mas Fendi dan Yulisa. Dengan cara apa aku menjelaskan kalau aku tidak terlibat, tidak sama sekali terlibat hubungan dengan suami orang. Sebagian yang tahu keseharianku memaklumi dan membelaku, tapi bagaimana yang tidak. Terlebih jika mereka mendengar agitasi yang diembuskan keluarga Yulisa, orang orang bisa dengan cepat membenciku hanya dari kabar yang mereka dengar saja. Mereka akan memusuhi hanya karena tuduhan yang tidak terbukti, begitulah pola fitnah merusak penilaian seseorang terhadap orang lain.*Sabtu sore, kedua putraku pulang dari kota, alangkah senang hati ini ketika pulang dari pasar dan melihat mereka sudah duduk di teras dan langsung menghambur menyambut kedatanganku. Kupeluk kedua anakku aroma tubuh mereka yang baru usai mandi seketika melenyapkan semua rasa lelah dan penat selama di pasar tadi. Maklumlah selama berjualan di pasar para penj
Seusai makan kubiarkan anak-anak dan ayahnya duduk di ruang tv sambil menikmati tayangan. Aku sendiri duduk ke teras sambil menikmati udara malam karena selepas makan dan cuci piring tadi aku merasa sedikit berkeringat dan gerah.Sebenarnya tadi tetanggaku melihat kehadiran Mas Fendi dan mereka tahu betul bahwa mantan suamiku masih ada dalam rumah karena suara gelak tawa dan candaannya bersama anak-anak juga terdengar sampai keluar. Tapi entah kenapa keadaan terasa begitu adem dan tenang, seolah tidak ada mata yang melihat dengan sinis atau seseorang yang akan melaporkan kejadian itu pada RT dan menimbulkan kekacauan."Ah lagi pula Mas Fendi hanya datang mengunjungi anak-anak, kami tidak melakukan dosa atau berzina, jadi apa salahnya?"ku tetap teh hangat yang kubawa dari dapur sambil menghela nafas dan menatap langit.Di langit malam yang tertutupi awan kelabu cahaya bulan terlihat malu-malu, sinarnya yang lembut seolah memberi suasana tersendiri yang membawa pada kenangan dan hal
Sungguh sedih dan teriris hati ini mendengar percakapan antara ayah dan anaknya. Mendengar bagaimana anak memprotes dengan cara menyentil perasaan ayahnya dan membuat Mas Fendi terpaksa menyadari segala sesuatu yang selama ini sudah keliru ia lakukan.Kalau memang dia tahu betapa berat hari-hari yang kujalani tanpa kehadirannya bagaimana aku membesarkan anak-anak tanpa bantuannya sepeserpun, harusnya dia merasa malu dan berusaha untuk mengganti semua itu. Bukan tentang uang yang aku inginkan tapi bagaimana yang mencuci semua itu dengan pertobatan dan sikap baik. Jujur saja aku belum terbuka untuk rujuk dengannya tapi aku bisa mempertimbangkan itu ke depannya jika anggota keluarganya menyetujui hubungan kami serta Mas Pendi mulai merubah perilaku dan arah hidupnya.Aku ingin dia kembali ke berjuang membangun harga dirinya dengan bekerja secara mandiri. Tidak ikut lagi bertanggung jawab atas kebun sang istri, atau bergantung hidup pada orang lain. Aku ingin dia benar-benar menata keman