Share

RENOIR
RENOIR
Author: niandez

Bab 1: Prolog

"Keparat sialan! Kau yang membuat Ibu meninggal, kan? Aku tahu kau membunuh Ibuku!" pekik Renoir terdengar hingga ke seluruh halaman rumah megah kediamannya.

Ia tengah beradu pandang dengan seseorang yang paling dibenci di dunia, Gerrard Kim—sang ayah, yang berdiri tepat di ujung anak tangga. Mata cokelat indah Renoir seolah mengeluarkan api, hidung tingginya mengendus cepat, rahang tegasnya pun mengeras.

Langit malam berbintang, juga rumput-rumput di halaman jadi saksi betapa sakitnya Renoir tatkala mengetahui kebenaran pahit dan menyesakkan. Kematian ibunya sebulan lalu bukanlah kecelakaan murni. Setelah merasakan kejanggalan atas kejadian nahas bulan lepas, Renoir meminta bantuan seorang teman untuk melakukan penyelidikan mandiri. Tidak mungkin minta bantuan polisi kalau lawannya adalah sang ayah. Bukan tanpa sebab, kekuasaan Gerrard sebagai seorang pesohor di negeri dengan segala materi dan kuasa yang dimilikinya pasti membuat penegak hukum enggan mencolek pria itu.

Setelah berbagai usaha keras yang dikerahkan, kini Renoir mendapatkan kesimpulan. Bahwa kematian ibunda telah diatur sedemikian rupa hingga terlihat alamiah. Orang awam tidak akan menyadari perihal beberapa hal ganjil saat proses penanganan mayat Cherie—ibu Renoir. Jika bukan sebab rasa cinta dan sayang yang menggunung, mata Renoir juga bisa tertutup. Namun berkat rasa itu, ia memiliki pertanggungjawaban untuk mengungkap fakta yang sebenarnya.

Gerrard hanya berekspresi datar—seperti biasa. Pria paruh baya elegan nan congkak itu berdiri tegak tanpa membungkukkan sedikit pun tulang belakangnya. Sorot mata itu tertuju pada sang putra semata wayang yang kelak akan mewarisi seluruh bisnis yang ia pegang. Diamond Grup, sebuah imperium penginapan dan klub malam. Perusahaan yang tersohor bukan hanya di dalam negeri, namun juga mengekspansi hingga negeri seberang.

Bukan hanya Diamond Grup, Gerrard juga memiliki bisnis lain. Bisnis gelap yang ia jalankan dari balik layar. Sebuah bisnis berbondong-bondong, jaringan yang tersebar ke mana-mana. Bukan bisnis sembarangan, ini bisnis penuh resiko menantang. Kelak, Renoir-lah yang akan menangani itu semua. Namun sekarang Renoir bahkan belum tahu soal bisnis 'lain' itu. Gerrard sengaja menyembunyikannya dari Renoir, ia berniat memberitahu sang anak di saat yang tepat.

"Kau tidak mengerti apa pun. Aku melakukannya demi kebaikanmu," balas Gerrard dengan tenang.

"Kebaikan apa?! Kau tidak pernah tahu apa yang baik untukku! Kau hanya memaksakan egomu dengan terus menggunakanku!" Renoir berapi-api.

Gerrard masih beraut tenang. Orang itu memang sudah mati rasa.

"Biar kutunjukkan apa yang baik buatku." Renoir memajukan langkah penuh amarah. Menghampiri sang ayah yang tidak tergugah.

Renoir berniat menghabisi sang ayah. Mengingat kekuatan yang telah ia sempurnakan selama bertahun-tahun, mengalahkan pria tua di hadapan pasti tidaklah sulit. Renoir mengerahkan tinju, Gerrard mengelak dengan mudah.

"Jangan lakukan ini pada Ayahmu," kata Gerrard tenang.

"Kau— aku tidak ingin melihatmu lagi!" Renoir terus melayangkan tinju tanpa mengenai Gerrard sedikit pun. Orang tua itu bisa membaca serangan si bocah marah dengan gampang.

"Argh!" Renoir mengeluh sebab upayanya percuma. Gerrard masih sulit dikalahkan.

"Kau harus mati!" Serangan Renoir membabi-buta, namun Gerrard bisa menghentikannya dengan sekali gerak.

Buk! Tendangan telak menghempaskan tubuh ringkih anak itu.

"Hiks ... hiks ... arghhh!" Renoir menangis hingga berteriak. Bukan karena sakitnya tendangan yang menghujam ulu hati, melainkan sebab rasa sakit di dalam hati.

Ia menggenggam erat rumput yang jadi alas, menatap gusar sosok yang berjalan malas. Renoir masih terisak-isak meluapkan segala kekesalan. Hidup ini tak henti memberinya penderitaan. Renoir pun mulai berpikir, lantas untuk apa dirinya diciptakan?

"Ayo, berdiri, Nak." Gerrard meraih tangan Renoir. Menarik sang putra untuk bangkit lantas memeluknya.

Momen sentimental yang tidak perlu. Selama bertahun-tahun—mungkin seumur hidupnya, mana pernah Gerrard berlaku seperti ini. Mendekap erat putranya yang tampak kesulitan, berusaha untuk membuat perasaannya tenang. Renoir tidak merasakan apa pun dalam rengkuhan itu, pelukan yang terasa kosong tak berarti.

"Seharusnya kau jangan memelukku. Itu tidak mengubah apa pun." Renoir menekankan ucapannya sambil menghentikan tangis dan air mata.

"Semua ini karena ulahmu. Kau yang membuatku menjadi seperti ini!" Ia menambahkan.

"Cukup, Renoir. Aku sadar kau tidak akan bisa menghentikan kebencian terhadapku. Tapi, aku melakukan semuanya demi kau, Putraku." Gerrard tidak melepas pelukan yang dilawan Renoir.

"Tidak, jangan gunakan aku sebagai alasan tidak masuk akalmu! Kau membunuh Ibu demi aku?!"

Gerrard tidak mampu lagi menahan diri. Ia melepas dekapan, menghadapkan wajah Renoir ke arahnya. Sekarang ia akan mengungkap alasan mengapa dirinya memperlakukan putra kesayangannya dengan kasar selama bertahun-tahun. Inilah waktu yang tepat.

"Dengar, Nak. Aku akan memberitahu sesuatu. Alasan mengapa aku dipandang buruk olehmu."

Sorot mata Renoir penuh benci.

"Ayo, ikut aku. Kita harus pergi."

Tanpa basa-basi, Gerrard menggeret Renoir menuju garasi untuk menggunakan salah satu mobil mahal di sana. Renoir ikut bukan sebab menurut, ia perlu tahu alasan apa yang dikatakan Gerrard.

"Kalau alasannya hanyalah sebuah hal konyol, akan kutembak kepalanya saat tiba di rumah," batin Renoir bergelora.

Keduanya menempuh perjalanan mengarungi gelap malam menuju antah berantah. Renoir tidak bertanya, hanya menanti ke mana arah tujuan mereka. Akhirnya mereka tiba, ternyata tidak jauh tempatnya, masih di tengah kota. Renoir menengadah menyorot tajam ke arah bangunan ruko berlantai dua biasa.

"Kenapa ayah membawaku ke sini?" tanya Renoir pada diri sendiri.

"Ayo, Nak," ajak Gerrard.

Renoir mengikuti jejak Gerrard keluar dari mobil. Membuntuti orangtua berpakaian formal itu menuju pintu kusam di ujung pandangan.

"Tempat apa ini?"

"Kau akan segera tahu," jawab Gerrard tanpa menghentikan langkah.

Renoir mengambil napas lebih dalam kemudian membuangnya dengan keras. Apapun itu firasatnya mengatakan tidak baik. Sudah pasti, mana ada hal baik yang berkaitan dengan kematian yang disengaja. Gerrard cuma memberitahu penyebab pembunuhan terhadap Cherie. Dengan dalih apa pun, tetap saja Renoir tidak akan memaafkan Gerrard bahkan hingga sampai ke kehidupan berikutnya.

Gerrard mendorong pintu berdebu, Renoir melangkah ragu-ragu. Sesaat melewati ambang pintu, Renoir dapat menangkap pemandangan kumuh di sepanjang mata memandang. Tempat yang sama sekali bukan gaya hidupnya.

"Ayo!" Gerrard mengajak Renoir yang terpaku untuk beralih ke lantai dua bangunan itu.

Tangga menuju atas tampak suram. Sebenarnya tempat apa ini? Mengapa Gerrard tahu tempat macam ini? Renoir tidak habis pikir pria congkak yang kerap menyombongkan harta bisa-bisanya datang ke tempat kumuh penuh debu dan kuman, astaga.

Tiba saat kaki Renoir menginjak lantai dua, terlihat beberapa orang bertampang garang dengan pakaian serupa. Mereka tampak terkesiap begitu melihat Gerrard kemudian membungkuk takzim tepat membentuk sudut 90 derajat. Renoir bingung.

Lantas ada seseorang keluar dari balik pintu sebuah ruangan. Seorang pria berkulit pucat dengan rambut yang tidak kalah pucat. Pria itu juga membungkuk hormat. Renoir semakin bingung.

"Renoir, maaf, baru mengatakannya sekarang."

Renoir mendengarkan dengan seksama. Gerrard menoleh, memusatkan atensi kepada anaknya.

"Perkenalkan, mereka adalah anggota Geng Intan. Kelompok gengster pimpinan Ayah."

***

Welcome di cerita pertama aku di GoodNovel. Semoga kalian suka dengan ceritanya. Silakan tinggalkan review dan vote kalian. Thx

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status