Home / Fiksi Remaja / RENOIR / Bab 4: Pria yang Mengancam

Share

Bab 4: Pria yang Mengancam

Author: niandez
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Tatapan Renoir bergetar memandang ayahnya yang berwajah tenang. Meski tenang, keberadaannya tetap mengancam. Atmosfer di ruangan menjadi kelam. Renoir masih bungkam dengan pertanyaan Gerrard. Apa yang terjadi padanya, sebaiknya tidak perlu diungkap.

"Siapa yang mengajarimu mengabaikan pertanyaan orangtua?" sambung Gerrard sebab Renoir tak kunjung menjawab.

"Aku terjatuh waktu main sepak bola di sekolah," jawab Renoir spontan.

Gerrard mengangkat sebelah alis. "Kau terjatuh? Katuh dari lantai berapa? Jangan coba-coba membodohiku. Kecuali kau mendapat luka-luka itu dari bola yang dihantamkan ke wajahmu berkali-kali, aku akan percaya."

"Ehh ..." Renoir kehabisan kata-kata untuk membalas pernyataan sang ayah.

"Katakan yang jujur, kenapa wajahmu bisa seperti itu?" 

Renoir meremas ujung celana pendeknya.

"Kau berani membohongi Ayahmu, Renoir?" Tatapan Gerrard semakin tajam.

Renoir tidak sanggup menghadapinya lagi. "Aku dipukuli!" sontak Renoir, "... oleh senior-seniorku," ungkapnya lirih.

Napas Cherie terasa sesak mengetahui kebenarannya.

"Maaf, Ayah, Ibu ... aku berbohong." Renoir menunduk menyesali perbuatannya.

"Ayah kecewa, Renoir. Siapa yang mendidikmu seperti itu?"

"Maaf, Ayah ..."

"Aku lebih kecewa karena kau masih saja kalah berkelahi. Apa gunanya selama ini kau belajar ilmu bela diri kalau masih jadi pria lemah?!" Suara Gerrard menggelegar ke seluruh ruangan.

Renoir meremas ujung celananya semakin erat. Kepalanya sama sekali tidak mampu untuk ditegakkan.

Gerrard bangkit dan meraih kerah kaus yang dikenakan anak itu, kemudian menariknya seraya memerintah, "Berdiri!"

Cherie hanya bisa mematung sambil menahan adrenalin.

"Ayo, tunjukkan padaku hasil latihanmu selama ini!" Gerrard menyeret Renoir keluar dari ruang makan.

Renoir bagai boneka yang hanya bisa menuruti kemauan tuannya, menyeretnya ke sana kemari tanpa bisa melawan.

"Gerrard!" Cherie hanya mampu berteriak sambil mengikuti mereka.

Renoir dibawa melewati lorong dan selasar menuju halaman belakang. Gerrard melepas genggaman eratnya dengan kasar sambil memainkan lidah menyentuh deretan gigi bagian dalam. Mereka berdiri di atas rumput halaman yang menggelitik kaki, dalam gelap hanya diterangi cahaya remang dari lampu di selasar. Cherie dan beberapa pelayan berhamburan di ujung selasar menunggu apa yang akan terjadi. Pelayan-pelayan di asrama yang terletak di belakang rumah juga mengintip dari jendela. Sepertinya akan terjadi pertunjukan malam ini.

"Ayo, tunjukkan padaku apa saja yang kau pelajari di tempat les." Gerrard menantang pria muda itu.

Renoir bisa menduga ia akan jadi bulan-bulanan Gerrard. Lari tidak lari sama saja, mungkin lari akan lebih buruk.

Gerrard mundur dua langkah menjauh dari Renoir. Mereka saling membungkuk lalu memasang kuda-kuda. Renoir terlihat gemetar, sementara Gerrard seperti prajurit tangguh.

"Serang aku!" perintah Gerrard.

Renoir melayangkan tendangan ke arahnya namun berhasil dielakkan. Renoir lanjut memukul tapi tidak kena. Gerrard malah menyeringai sambil terkekeh.

"Ayo, terus ... Lanjutkan ..."

Renoir terus melayangkan serangan yang tidak kunjung kena hingga merasa kelelahan. Napasnya tersengal-sengal hampir berhenti. Ayahnya sangat sulit dilawan.

"Segitu saja kemampuanmu? Pantas saja orang-orang masih menindasmu." Gerrard meremehkannya. "Biar kutunjukkan cara yang benar."

Sedetik kemudian, tanpa aba-aba, Renoir berhasil tergeletak di atas rumput. Bantingan itu terjadi begitu cepat, yang Renoir tahu ia hanya mendengar ibunya berteriak.

"Hentikan, Gerrard!" Cherie berusaha menghampiri sepasang pria dewasa dan pemuda di tengah-tengah halaman.

"Jangan, Nyonya!" Kepala asisten menghalangi Cherie untuk pergi.

"Tidak, jangan halangi aku! Renoir bisa terluka!"

Namun para asisten tidak mengindahkannya. Mereka menahan Cherie lebih keras agar tidak ikut bergabung.

"Ayo, bangun!" Gerrard menarik kerah Renoir lagi, padahal pemuda itu masih merasa pusing karena bantingannya.

Renoir berdiri dan langsung melakukan serangan percuma. Dengan sekali pukul, Gerrard berhasil membuat Renoir meringis namun Renoir tidak jatuh. Ia semakin menggebu-gebu menyerang sang ayah yang belum tersentuh sedikit pun. Segala macam pukulan dan tendangan terus Renoir layangkan, tapi apa yang terjadi, Renoir malah kena tendangan telak hingga membuatnya terpental dan tersungkur di tanah.

"A-argh!" Renoir merintih kesakitan.

"Cepat berdiri!" Belum cukup, Gerrard kembali menyuruhnya bangkit.

Renoir berusaha bangun sebisa mungkin, meski tubuhnya kini tidak lagi bisa tegak. Ia menatap sang ayah penuh amarah.

"Dasar payah! Lembek! Kau tidak pantas jadi putraku! Tidak berguna!" maki Gerrard di depan muka Renoir. Gerrard sudah amat muak dengan sang putra yang sama sekali tidak mewarisi kegarangannya.

Sebagai penutup, Gerrard memberi bogem keras dan berhasil membuat Renoir berbaring menatap langit. Renoir tak mampu berbuat apa pun, tubuh ringkihnya hanya mampu menahan sakit akibat serangan pria tiran itu. Dengan mata berbinar-binar ia melihat Gerrard pergi meninggalkannya tanpa peduli. Renoir menghela napas berat, rasanya begitu sakit, tubuh juga hatinya.

"Mengapa aku diperlakukan seperti ini?"

Langit malam yang dilihat Renoir sangat indah. Kalau boleh memilih, Renoir ingin diciptakan sebagai salah satu dari bintang-bintang itu daripada jadi manusia yang diperlakukan semena-mena.

"Gerrard, kau apakan putraku?!" jerit Cherie saat Gerrard melewatinya dengan cuek. Ia tidak menggubris teriakan sang istri, Gerrard lebih peduli urusan kalorinya yang sedikit terkuras.

Cherie berhasil lepas dari belenggu, ia berhamburan menghampiri putra semata wayangnya yang tergeletak tak berdaya di atas rumput tebal.

"Renoir!" pekiknya sambil lari tergesa-gesa.

"Reno!" Cherie berhasil menghampiri Renoir yang terlihat menyedihkan.

"Ibu ..." ucap Renoir lemah.

"Sayang ..." Cherie tak kuasa menahan tangis.

"Kenapa Ibu menangis? Ibu jangan menangis," pinta Renoir.

Cherie mendekap Renoir dalam pelukannya seraya terisak.

"Jangan tangisi aku. Aku ini pria yang kuat," oceh Renoir. "Aku harus kuat seperti kata Ayah. Aku harus jadi kuat untuk melindungi Ibu ... dari Ayah."

Cherie menatap mata sang putra berusaha menahan tangisnya. "Ayo, Ibu bantu kau berdiri." Cherie membantu Renoir bangkit.

"Merry! Tolong bantu Renoir!" Cherie memanggil kepala asisten untuk membantu mereka.

Di kamar Renoir yang seluas satu unit rumah minimalis, ia bersandar di kepala ranjang sambil menatap kosong televisi besar yang menayangkan tayangan kartun favorit Renoir. Wajah bonyoknya tengah dibersihkan dengan hati-hati oleh sang malaikat pelindung. Walau terasa sedikit menyakitkan, tapi Renoir tidak meringis. Ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk menjadi kuat, meski hatinya sangat rapuh.

"Sampai kapan aku terus begini?" gumam Renoir. Perhatian Cherie teralih.

"Hanya perasaanku saja, atau memang ayah benci padaku?"

"Jangan bicara omong kosong, Renoir. Mau bagaimana pun, kau adalah darah daging Gerrard Kim. Seburuk apa pun ia memperlakukanmu, dia pasti menyayangimu, Reno." Cherie berusaha menepis kerisauan Renoir, meski ia sendiri tidak yakin kalau Gerrard punya secercah rasa sayang kepada anak mereka.

"Tidak, cara ayah memandangku sangat berbeda dengan Ibu. Tatapan kalian kepadaku sangat berlainan."

"Sudahlah. Sejak dulu kan ayah memang seperti itu, sifatnya memang tempramental. Kalau dia tidak sayang denganmu, untuk apa ayah sering mengabulkan permintaanmu?" Cherie semakin meyakinkan Renoir untuk percaya bahwa Gerrard tidak seburuk yang ia kira—walau begitu kenyataannya. 

"Jangan pikir yang aneh-aneh lagi!" Cherie menyudahi perannya menjadi perawat medis. Kini ia mengambil sepiring lauk untuk makan malam Renoir, berganti peran menjadi baby sitter. "Makan dulu, ya."

***

Related chapters

  • RENOIR   Bab 5: Gerbang Kebebasan

    Satu tahun sembilan bulan kemudian, Renoir lagi-lagi bertanding di halaman belakang. Sudah hampir dua tahun dan belum sekali pun ia menjatuhkan Gerrard. Bukan lawan yang setimpal. Keyakinan Renoir akan kemampuan bela dirinya kini meningkat hingga akhirnya untuk pertama kali, Gerrard berhasil dibanting di atas rumput empuk yang selalu tertata rapi.Gerrard terperangah di pembaringan seolah tak percaya bahwa inilah harinya. Hari di mana Renoir telah berubah menjadi sosok yang diinginkannya."Ayah bisa bangun?" Renoir mengulurkan tangan.Gerrard menggenggamnya tanpa ragu. Untuk pertama kalinya ia tersentuh dengan sang putra."Renoir ..." Sampai-sampai Gerrard menyentuh bahu Renoir dan mengulas senyum tipis, "kau harus mengikuti ujian sabuk hitam!"Dan Renoir pun mengikutinya beberapa hari kemudian. Ia masuk ke arena pertandingan memakai seragam bela diri lengkap dengan sabuk merah melingkar di pinggang, juga kehadiran kedua orangtu

    Last Updated : 2024-10-29
  • RENOIR   Bab 6: M.C. of Heaven

    Gagasan pembentukan geng telah disetujui. Sekarang Renoir, Ivan, Niguel dan Sebastian sedang berdebat menyoal penamaan kelompok mereka."Heaven's Crew?" saran Ivan."Terdengar seperti kelompok malaikat." Renoir kurang setuju."Killer Angels!" Nama itu mungkin terdengar garang bagi Niguel, namun terlalu ekstrem."Kita bukan pembunuh, paham?" sanggah Renoir.Desahan keras Renoir menyiratkan kebuntuan. Nama adalah identitas, geng ini perlu nama yang menggambarkan ciri anggotanya."Bagaimana kalau M.C.—Master of Charm? Kita ini ahli pesona, bukan?" Sebastian bertutur pelan.Bukan hanya Renoir, mata Ivan dan Niguel juga sontak menyorot ke arah Sebastian."Ah, ide yang bagus!" Niguel menggebu-gebu.Renoir pun merasa setuju. "Nama yang bagus. Aku setuju.""Kurasa itu nama yang tepat," tambah Ivan.M.C. akhirnya resmi terbentuk oleh empat

    Last Updated : 2024-10-29
  • RENOIR   Bab 7: Keluhan—Terabaikan

    Beban ransel hitam mahal milik Renoir terasa bertambah berkat 17 bungkus cokelat yang diterimanya hari ini. Padahal seingatnya, ia sudah mendonasikan berbatang-batang cokelat kepada teman-temannya, tapi ternyata yang tersisa masih sekian banyak. Plus setangkai mawar merah digenggamannya. Renoir berencana untuk memberikan bunga itu kepada ibunya.Mobil mewah produksi negeri The Black Country melewati gerbang tinggi yang terbuka otomatis, membelah halaman istana megah hunian Tuan Muda yang tengah melamun di kursi belakang. Sang sopir menghentikan mobil dengan mulus di tepian tangga akses menuju pintu utama rumah besar itu. Kendati telah menepi, Tuan Muda masih belum beranjak. Sang sopir menengok ke belakang, entah mengapa pemuda rupawan itu hanya diam, sepertinya sedang banyak pikiran.“Tuan,” tegur sang sopir.Renoir mengerjap beberapa kali tatkala seruan sopirnya menyadarkan ia dari lamunan.“Sudah sampai,

    Last Updated : 2024-10-29
  • RENOIR   Bab 8: Impian Sederhana

    Renoir berusaha keras mengalihkan perhatian Cherie dari sikap yang diterimanya dari Gerrard. Ia sengaja mengajak sang ibu bermain agar benaknya melupakan kesedihan itu. Renoir meminta bantuan Cherie untuk menyusun set Lego pesawat Millenium Falcon, terdiri dari 5.174 butir dan seingat Renoir, baru tersusun sekitar 100 butir.“Ibu tolong susun Lego-nya. Aku mau ganti baju dulu,” pintanya tanpa berpikir kalau permintaan yang ia sebutkan bukanlah hal mudah.Cherie mengankat alis tatkala melihat bongkahan-bongkahan kecil yang berserakan di meja. Anak itu memang gemar dengan kerumitan, tapi tidak perlu mengajak-ajak ibunya untuk ikut. Ia lebih suka mencampur adonan daripada menyusun rangkaian seperti yang satu ini. Namun, sulit baginya menolak permintaan putra kesayangannya. Alhasil tangan Cherie meraih satu-satu balok kecil untuk disusun.Di dalam lemari, Renoir melepas setelan seragam sekolah kemudian dikumpulkan pakaian kotor itu ke dala

    Last Updated : 2024-10-29
  • RENOIR   Bab 9: Kali Pertama

    Empat sekawan tengah berkumpul di markas mereka, masing-masing berbaring di tengah-tengah lapangan basket yang sudah tidak terpakai dengan bantalan tas mengganjal kepala. Gawai menyibukkan tangan dari setiap pemuda, tidak ada pembicaraan untuk sekian lama—sampai Sebastian mengubah posisi. Ia duduk bersila lantas menarik sesuatu dari dalam tas. Sebuah lintingan yang tampak seperti rokok, namun begitu dibakar menimbulkan aroma khas.Indera penciuman Ivan terpancing, aroma ini membuatnya sontak menegakkan posisi. Ia melihat Sebastian menghisap benda yang diapit jarinya dengan santai, sementara Ivan masih melongo.“Hei, kau membawa barang itu ke sekolah?” sontak Ivan.“Tidak masalah. Tidak ada pemeriksaan juga,” balas Sebastian santai.Niguel sebenarnya tahu apa yang Ivan dan Sebastian ributkan, namun ia memilih tidak ikut-ikutan seperti Renoir.“Benar juga. Lagipula tidak ada yang berani menyentu

    Last Updated : 2024-10-29
  • RENOIR   Bab 10: Kesempatan Kedua

    Restoran Italia bernuansa mewah di tengah kota, berornamen klasik dengan lampu kristal besar menggantung di tengah langit-langit. Atmosfernya tidak jauh berbeda kalau disandingkan dengan hunian tempat tinggal Renoir. Mungkin ini jadi salah satu alasan mengapa Cherie sangat ingin berkunjung lagi ke tempat ini. Selain gaya bangunan, rasa hidangannya juga patut dipertimbangkan. Ravioli di tengah piring Renoir serta tortelini di atas piring Cherie begitu kaya akan cita rasa. Juga segelas wine mahal disuguhkan untuk ibunda tercinta, sementara gelas milik Renoir terisi mocktail—bebas alkohol.Renoir senang bisa membuat wanita kesayangannya berekspresi cerah. Ide makan malam yang ia gagas tampaknya berhasil mengubah tema dalam benak sang ibu yang lagi-lagi ditinggal oleh suami-keparat-bekunya sejak kemarin. Renoir justru bersyukur alih-alih bersedih hati, sebab rencana ini bisa terlaksana lancar tanpa gangguan dan pertanyaan. Renoir meng

    Last Updated : 2024-10-29
  • RENOIR   Bab 11: Satu Syarat Lagi

    Sabtu—akhirnya tiba. Setelah banyak hal yang terjadi kemarin, juga banyak membuatnya berpikir, hari ini Renoir mendedikasikan diri untuk pemulihan. Menyenangkan diri sepanjang hari, mungkin dengan lego ataupun berlatih taekwondo juga terdengar asyik. Kendati hari libur bukan berarti ia bangun terlambat. Pukul lima tepat alarm alami di alam bawah sadarnya selalu membangunkan Renoir dari tidur—selain dentingan jam besar di kamarnya. Ia tidak pernah merasa keberatan maupun terbebani, sudah terbiasa dilakukan sejak belia jadi Renoir tidak pernah kesulitan untuk bangun pagi.Hari masih fajar namun Renoir telah menginjak rumput-rumput di halaman, berlarian merasakan embun membasahi kaki telanjang. Ia mengatur pernapasan dengan baik, terus berlari hingga matahari mulai menyingsing. Aktivitas berganti setelahnya, memasang sikap sempurna, membungkuk meski tanpa lawan dan mulai menggerakkan badan melakukan gerakan-gerakan bela diri yang dikuasainya. Renoir melawan udara

    Last Updated : 2024-10-29
  • RENOIR   Bab 12: Malam Dua Pemuda

    “Kau habis mandi minyak wangi?” Renoir sontak menjepit hidung. Aroma Niguel sangat menusuk, rasanya ingin muntah.“Ivan, aku ikut denganmu,” pinta Niguel.“Eh—tidak, tidak! Kali ini menumpang dengan yang lain saja!” Ivan menolak, tidak tahan dengan wangi memikat itu.Sebastian telah mengunci pintu dari dalam. Sedangkan Renoir belum berpindah tempat, masih bersandar di sisi mobilnya. Niguel segera menyelinap masuk ke dalam mobil Renoir sebelum si empunya mampu menghentikan.“Astaga! Kenapa aku?!” Renoir menduga perjalanannya tidak akan terasa baik.“Ayo, pergi! Ivan dan Sebastian sudah meninggalkan kita.” Niguel memberi instruksi tanpa peduli perasaan temannya.Renoir masuk dengan geram. Ya ampun, ia benar-benar harus menutup hidung!Renoir berusaha dengan keras untuk konsentrasi menyetir. Aroma ini sungguh mengganggu penciuman dan pikirannya.Beberapa kilometer d

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • RENOIR   Bab 31: Janji Seluruh Jiwa

    Renoir menekan tombol penyiram di toilet. Barusan buang hajat besar, perutnya terasa sedikit lapar. Dia membuka pintu beralih menuju wastafel, kebetulan ada murid yang bisa disuruh-suruh.Belum cuci tangan, Renoir merangkul bahu Fermin yang terlihat jengkel dari cermin. "Sudah selesai cuci tangan? Belikan aku soda dan cemilan, ya. Bawakan ke markas," perintah Renoir ringan kemudian menepuk-nepuk punggung siswa yang kerap jadi mainan anggota gengnya.Tidak mampu mengelak, Fermin pasrah disuruh-suruh oleh sang ketua geng. Renoir menyalakan keran, membasahi kedua tangan lalu menuang sabun cair."Tunggu apa lagi? Kau ingin aku mati kelaparan?" katanya sedikit membentak. Fermin pun pergi setelah ditegur.Nikmat betul hari-hari sang ketua seolah punya pelayan pribadi meskipun di sekolah, bukan di rumah. Bedanya, pelayan ini tidak mendapat bayaran sepeser pun. Cuma-cuma, lebih tepatnya terpaksa. Takut kalau melawan bakal dijadikan bulan-bulanan lagi oleh antek-a

  • RENOIR   Bab 30: Kecemasan Gara-Gara Perempuan

    Renoir membaca pesan di tengah aktivitas makan siangnya. "Renoir, kurasa aku sedang tidak baik-baik saja." Tangan kirinya memegang ponsel erat-erat, matanya menyorot lamat-lamat, sementara tangan kanan masih setia mengantar makanan, sedang mulutnya terus mengunyah. Ekspresinya selalu lucu saat makan, bibirnya mirip Donald Duck, terasa ingin menarik bibir itu saking gemasnya. Renoir berpikir, apa Natalia cemas gara-gara tiramisu semalam? Atau karena, ah ... Renoir menyeringai. Pasti karena hal ini. "Kenapa, sayang? Kurasa kau butuh tiramisu lagi agar perasaanmu membaik," balas Renoir tidak ragu menyebut Natalia dengan 'sayang'. Renoir terus tersenyum ke arah ponselnya dan itu membuat atensi Niguel di sebelah tertarik. Penasaran apa yang dilakukan sang ketua dengan gawainya sampai sumringah begitu. Niguel mengintip dan melihat layar diisi kolom chat. Na-ta-li-a, Niguel mengeja dalam hati. Hmm, siapa Natalia? "

  • RENOIR   Bab 29: Bukan Lagi Rahasia

    Natalia belum pernah terhanyut dalam sesuatu yang membuatnya sangat terbuai. Ia hampir saja lupa kalau mereka berada di depan rumah, bisa saja orangtua Natalia memergokinya bermesraan dengan seorang lelaki di dalam mobil dan itu bisa berakhir tidak menyenangkan. Namun Natalia hampir tidak peduli, ia sudah terlanjur dibawa terbang tinggi oleh Renoir dan membuatnya lupa daratan. Kalau bukan karena pemuda itu yang menghentikan momen mendebarkan tersebut, mungkin Natalia tidak akan berhenti, tidak tahu caranya. Mengapa Natalia terkesan begitu mudah bagi Renoir padahal sebelumnya ia kerap menolak keras setiap usaha lelaki yang berniat mendekatinya? Ini tidak biasa, Renoir terlalu berbeda. Entah apa yang dimiliki lelaki itu sehingga membuat Natalia tidak ragu bertindak di luar batas yang dibangunnya sendiri. Seolah Renoir memiliki daya pikat yang begitu kuat menariknya tanpa bisa terlepas. Natalia membenamkan wajahnya dalam kedua telapak tangan setelah menceritakan rincian

  • RENOIR   Bab 28: Hmm, Manis?

    "Bagaimana kencanmu kemarin?" Syeena terdengar antusias. Ketiga gadis; Natalia, Eireen dan Syeena sedang berkumpul di bangku panjang halaman sekolah sambil berbincang. Jam istirahat baru saja dimulai, alih-alih makan mereka malah asyik mengobrol. Topik hangat yang ditunggu-tunggu Eireen dan Syeena sejak meninggalkan gerbang sekolah kemarin sore, Natalia pergi berdua dengan Renoir. Pasti ada hal seru yang harus didengar. "Kencan apa? Itu bukan kencan!" Natalia menyanggah namun wajah meronanya tidak dapat berbohong. "Hmm, coba lihat wajahmu. Bilang saja itu kencan, kenapa malu?" Eireen mendorong sahabatnya untuk blak-blakan. "Apa saja yang kalian lakukan?" Syeena teramat penasaran. "Um ...." Natalia agak ragu untuk menceritakannya, tapi setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya juga kalau dua sahabatnya ini tahu. "Kemarin ...." Selepas dari perpustakaan, Natalia dan Renoir pergi ke tempat lain. Renoir bilang ingin mengajak sang gadis maka

  • RENOIR   Bab 27: Kekesalan Hingga Siang

    Gerrard berdiri menghadang Renoir yang hendak keluar kamar. Ia mengisi ruang kosong di antara daun pintu dengan tubuh besarnya. Tampangnya tak terlihat senang, ia butuh penjelasan dari sang putra mengenai ucapannya di ruang makan. "Minggir, aku mau pergi sekolah," ucap Renoir. "Sudah berani macam-macam denganku, ya, jagoan?" Gerrard tersenyum miring. "Kau pikir setelah pencapaian yang kau raih selama ini bisa menjadi alasan untuk membangkang dariku?" "Kau hanya bagian dari teritoriku. Sekalipun dirimu telah berubah menjadi lebih kuat, aku tetap pengendali di tempat ini, paham?" Gerrard mengacungkan telunjuk ke depan muka Renoir. "Aku tidak peduli," balas Renoir ketus. "Hahaha, astaga ... jadi begini balasan atas tindakan baikku padamu, Renoir?" Renoir menatap jengkel. Tindakan baik apanya? Selama ini yang dilakukan Gerrard hanya menambah beban di punggungnya. "Ayolah, tunjukkan sikap baik di depan ayahmu." Gerrard sungguh berha

  • RENOIR   Bab 26: Akibat Seteko Teh Hangat

    Pagi di rumah keluarga Kim tampak normal. Para pelayan menyiapkan hidangan untuk sarapan, ada yang bersih-bersih dan tugas lainnya. Sedang, para tuan rumah dengan rutinitas pagi mereka; Gerrard berendam setelah berolahraga sebentar, Renoir buang air besar dan nyonya rumah membantu menyiapkan hidangan untuk anak dan suaminya. Cherie mendirikan cangkir dengan sempurna di atas piring kecil cantik lalu menuangkan teh hangat dari teko. Teh hangat untuk Gerrard, dituangnya perlahan disertai senyuman juga lamunan. Teringat suatu hal yang terjadi semalam, kejutan dari Gerrard hadiah perayaan ulang tahun pernikahan mereka. Bibir Cherie merekah menampakkan gigi. Ah, dia terkesan seperti pasangan baru menikah atau gadis yang baru pertama kali disentuh oleh lelaki. Cherie tidak bisa melupakan pengalaman melelahkan semalam, sudah terlalu lama ia tidak dimanjakan oleh Gerrard. Saking lamanya, bahkan lupa kapan terakhir kali mereka melakukannya. Gerrard hanya peduli soal pekerjaan dan ambi

  • RENOIR   Bab 25: Rangkaian Anniversary

    Lampu gantung kristal menggantung di langit, meja-kursi tersusun rapi, para pengunjung berkelas sudah biasa dilihat Cherie di restoran yang ia sambangi. Namun kali ini berbeda, hiasan lilin dan mawar merah di meja serta alunan biola terkesan sangat romantis. Hatinya merasa teramat bahagia berkat ini semua. Menu makan malam dan wine sudah sangat biasa, tapi terasa istimewa berkat Gerrard di hadapannya juga makan malam yang telah disiapkan untuk merayakan hari jadi mereka. Sebuah hal istimewa yang jarang didapat. Cherie mencoba menelaah isi kepala Gerrard, apa yang dipikirkan suaminya itu hingga melakukan sesuatu yang sama sekali bukan kebiasaannya? Barangkali ini yang dinamakan keajaiban. Sesuatu di dalam dada Cherie terasa ingin meledak saking merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Tidak dapat digambarkan dengan kata-kata. Alunan biola terus menghiasi malam mereka. Satu-dua pasang mata kadang melirik ke arah keduanya. Gerrard tidak menyewa seluruh restoran u

  • RENOIR   Bab 24: Apakah Ini Termasuk Kencan?

    Hari ini akhirnya Renoir bisa menghabiskan waktu dengan Natalia. Seperti yang dikatakan dalam pesan dini hari tadi, Renoir siap siaga di depan gerbang SMA Nirvana untuk menjemput sang permaisuri, beserta kendaraan kerennya yang membuat mata para murid sekolah itu tak bisa melepaskan pandangan darinya. Renoir merapikan tatanan rambutnya sambil bercermin menggunakan spion tengah, sedikit-sedikit menengok kalau-kalau gadis yang ditunggunya sudah keluar dari gerbang. Lima menit lewat dari pukul setengah tiga, Natalia terlihat bersama kedua temannya. Mata tuan muda Kim berkilau, bibirnya tertarik membentuk senyuman, ia segera keluar dari tempat persembunyian sejuknya menuju hawa panas bumi demi menghampiri sang putri. "Natalia!" Seruan Renoir terdengar lantang. Bukan hanya Natalia yang menengok, beberapa murid yang tengah lewat dan berdiri di sekitar pun ikut menoleh. Natalia berpamitan dahulu pada dua sahabat sebelum menghampiri pemuda yang ditunggunya. Pemuda ta

  • RENOIR   Bab 23: Pukul Tiga Pagi

    Suasana begitu gelap, tidak ada penerangan dari lampu ataupun pencahayaan lain. Renoir berada di gubuk reot di tengah lahan luas, sebuah alat pemecah es digenggam tangan dominan. Meski bergidik, ia melangkah mengendap-endap melewati tangga kayu yang berdecit ketika diinjak, sendirian. Sesuatu membuat Renoir terus melangkah, naik menuju lantai dua lalu berhenti tepat di sebuah pintu terbuka. Petir menggelegar tatkala ia memandang ke dalam ruangan, cahaya kilat membuatnya bisa melihat eksistensi seseorang di sana. Seseorang yang tangan dan kakinya terikat di kursi dengan kepala tertutup kain hitam, bertelanjang dada, dia berontak-ontak, teriakannya teredam, mungkin mulutnya tersumpal sesuatu.Renoir mengernyit saat kilat menerangi ruangan sekali lagi. "Untuk apa aku di sini?" Pertanyaan ini malah membawanya melangkah kian mendekat. Namun tiba-tiba pintu tertutup keras hingga membuatnya terlonjat. Sesosok pria muncul dari balik pintu. "A-ayah ...."Gerrard muncul dengan s

DMCA.com Protection Status