"Geng ... ?" Alis Renoir hampir menyatu tatkala Gerrard mengungkap satu fakta yang tidak pernah Renoir ketahui sebelumnya. "Apa maksudmu?"
"Kau terkejut?" Gerrard memegang kedua bahu sang putra sebelum menjelaskan lebih rinci, "bagaimana pun, kau harus menerima kenyataan ini. Sejujurnya aku berencana mengungkapkannya padamu setelah kau lulus kuliah dan mulai sedikit banyak mengurus perusahaan. Tapi—"
Tatapan Renoir belum berubah.
"Bisakah turunkan tensimu sedikit?"
"Tidak bisa. Kau baru saja mengatakan sebuah hal besar. Mana bisa aku santai begitu tahu kalau kau adalah bos gengster?!" geram Renoir.
Gerrard berdecak pelan sambil menarik napas dari mulut. Ya, ia memang menutupinya dengan baik, bukan hanya dari publik bahkan dari anaknya sendiri.
"Bisnis keluarga kita bukan hanya Diamond Grup—sejak lama. Aku hanya meneruskannya dari kakekmu, Renoir. Awalnya aku juga terkejut saat mengetahui takdirku, menjadi pimpinan kelompok amoral ini. Aku juga sempat putus asa waktu mengetahui bahwa bukan hanya jabatan puncak perusahaan yang akan kudapat, tapi juga posisi ini."
Renoir menghela napas berat lantas menggigit bibir keras-keras. Setelah kematian Cherie malah semakin banyak permasalahan yang terungkap.
"Lalu, maksudmu ... kelak aku juga harus menggantikan posisimu di geng ini?" Renoir tampak tidak baik.
"Putraku memang pintar," kata Gerrard datar, "kau harus lakukan apa yang aku lakukan. Lakukan saja dari balik layar, tidak perlu banyak pihak yang tahu bahwa aku dan kelak dirimu, adalah seorang Kaisar Geng Intan. Karena kita memiliki perusahaan besar untuk dijalani. Reputasi kita harus terjaga baik."
"Dengan semua hal ini, kau masih ingin dilihat baik?" Renoir terkekeh pelan. "Ayolah, kenapa tidak ungkapkan saja pada semua orang agar kau semakin disegani? Bukankah seorang bos gengster lebih ditakuti daripada hanya berperan sebagai taipan bisnis?"
"Untuk apa? Agar semua orang mengincar kepalamu?" Gerrard menatap sinis.
Itu agak menakutkan bagi Renoir.
"Maaf, tapi kurasa aku tidak bisa kalau disuruh meneruskan posisimu di dalam geng ini. Aku belum ingin mati," ketus Renoir.
"Ah, sungguh? Lantas apa yang kau lakukan tiga minggu lalu? Mengkonsumsi obat-obatan sampai overdosis, kau bilang belum ingin mati?" Gerrard menyerang balik.
"Saat itu aku putus asa! Dengar, pokoknya jangan memberiku tugas yang aneh-aneh!" bentaknya.
Para anggota geng masih membungkuk takzim di tengah pertengkaran ayah-anak ini. August, tangan kanan Gerrard yang berpenampilan pucat mengintip sedikit sambil mengulum lidah.
"Sial, kenapa aku malah menyaksikan drama keluarga di sini?" batin August.
"Lalu kau ingin menghilangkan arti penting dari segala pelajaran yang kuberi? Kau ingat segala hal yang aku perbuat padamu? Aku mengajarimu segala hal agar kau tidak punya rasa takut! Agar pada saatnya kau siap memimpin kelompok ini! Jangan jadikan usaha bertahun-tahunku sia-sia hanya demi kemauan berandal kecil sepertimu!" Gerrard meledak-ledak.
Teriakan Gerrard malah semakin membesarkan api kebencian di dalam hati Renoir.
"Aku tidak minta kau melakukannya. Harusnya kau jadi seorang Ayah yang benar, mengurusku dan ibu. Berikan kami perhatian dan kasih sayang. Bukan dengan melimpahkan segala obsesimu," papar Renoir.
"Aku lelah, Ayah ... Aku hanya ingin hidup seperti remaja-remaja normal. Apa kau tidak pernah memikirkan perasaanku sedikit pun?" ujar Renoir sambil menatap dalam-dalam sorot mata Gerrard yang amat tidak enak dipandang.
"Cukup. Jangan memberi lebih banyak beban lagi. Rasanya pundakku sudah tidak sanggup." Perkataan Renoir ditanggapi dingin. Gerrard semakin memberinya tatapan teramat sinis.
Renoir mengedarkan pandangan ke sekitar. Ia tersenyum miring melihat sekelompok kriminal di bawah naungan Gerrard. Mungkin di mata Gerrard, Renoir tidak ada bedanya dengan mereka, makanya selama ini ia tidak pernah merasa mendapat perhatian seorang ayah. Gerrard hanya terus mengatur sepanjang waktu.
Yah, sudahlah. Renoir cuma terus-terusan menghela napas panjang, belum terpikir langkah apa yang harus dikerahkan untuk meruntuhkan niat sang ayah.
"Bisa kita pulang sekarang? Aku lelah ingin istirahat. Sudah dua hari aku tidak tidur," pungkas Renoir. "Kalau tidak mau, aku bisa pulang sendiri dengan mobilmu."
Gerrard bergeming.
"Baiklah, aku duluan. Aku akan langsung pulang." Renoir melangkah pergi meninggalkan Gerrard beserta pasukannya.
***
“Aku? Akan jadi pemimpin gengster?”Setelah pertengkaran semalam dan pengungkapan yang dilakukan Gerrard, Renoir tidak merasa lebih baik. Sekarang ia mengerti, mengapa sang ayah kerap bertindak keras padanya. Renoir diharuskan untuk tidak memiliki rasa takut, tidak punya hati, persis seperti Gerrard.Selepas membawa pulang mobil Gerrard semalam, orangtua itu malah tidak pulang ke rumah. Renoir sudah bisa tebak, “Paling-paling dia pergi ke tempat wanita sialan itu lagi,” ucapnya disertai seringai."Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran tua bangka itu. Menikahi seorang wanita, tidak memberinya rasa cinta sedikit pun, menghabisi nyawanya tanpa ampun bahkan bisa-bisanya berkumpul dengan jalang dan anak haram itu dengan tenang.""... dia benar-benar bukan manusia."Deru mesin pemotong rumput memekak telinga. Renoir tengah duduk di tepian selasar rumah merenungi hidup. Entah dari mana titik mula kisah hidup ini. Orang b
Tatapan Renoir bergetar memandang ayahnya yang berwajah tenang. Meski tenang, keberadaannya tetap mengancam. Atmosfer di ruangan menjadi kelam. Renoir masih bungkam dengan pertanyaan Gerrard. Apa yang terjadi padanya, sebaiknya tidak perlu diungkap."Siapa yang mengajarimu mengabaikan pertanyaan orangtua?" sambung Gerrard sebab Renoir tak kunjung menjawab."Aku terjatuh waktu main sepak bola di sekolah," jawab Renoir spontan.Gerrard mengangkat sebelah alis. "Kau terjatuh? Katuh dari lantai berapa? Jangan coba-coba membodohiku. Kecuali kau mendapat luka-luka itu dari bola yang dihantamkan ke wajahmu berkali-kali, aku akan percaya.""Ehh ..." Renoir kehabisan kata-kata untuk membalas pernyataan sang ayah."Katakan yang jujur, kenapa wajahmu bisa seperti itu?"Renoir meremas ujung celana pendeknya."Kau berani membohongi Ayahmu, Renoir?" Tatapan Gerrard semakin tajam.Renoir tidak sanggup men
Satu tahun sembilan bulan kemudian, Renoir lagi-lagi bertanding di halaman belakang. Sudah hampir dua tahun dan belum sekali pun ia menjatuhkan Gerrard. Bukan lawan yang setimpal. Keyakinan Renoir akan kemampuan bela dirinya kini meningkat hingga akhirnya untuk pertama kali, Gerrard berhasil dibanting di atas rumput empuk yang selalu tertata rapi.Gerrard terperangah di pembaringan seolah tak percaya bahwa inilah harinya. Hari di mana Renoir telah berubah menjadi sosok yang diinginkannya."Ayah bisa bangun?" Renoir mengulurkan tangan.Gerrard menggenggamnya tanpa ragu. Untuk pertama kalinya ia tersentuh dengan sang putra."Renoir ..." Sampai-sampai Gerrard menyentuh bahu Renoir dan mengulas senyum tipis, "kau harus mengikuti ujian sabuk hitam!"Dan Renoir pun mengikutinya beberapa hari kemudian. Ia masuk ke arena pertandingan memakai seragam bela diri lengkap dengan sabuk merah melingkar di pinggang, juga kehadiran kedua orangtu
Gagasan pembentukan geng telah disetujui. Sekarang Renoir, Ivan, Niguel dan Sebastian sedang berdebat menyoal penamaan kelompok mereka."Heaven's Crew?" saran Ivan."Terdengar seperti kelompok malaikat." Renoir kurang setuju."Killer Angels!" Nama itu mungkin terdengar garang bagi Niguel, namun terlalu ekstrem."Kita bukan pembunuh, paham?" sanggah Renoir.Desahan keras Renoir menyiratkan kebuntuan. Nama adalah identitas, geng ini perlu nama yang menggambarkan ciri anggotanya."Bagaimana kalau M.C.—Master of Charm? Kita ini ahli pesona, bukan?" Sebastian bertutur pelan.Bukan hanya Renoir, mata Ivan dan Niguel juga sontak menyorot ke arah Sebastian."Ah, ide yang bagus!" Niguel menggebu-gebu.Renoir pun merasa setuju. "Nama yang bagus. Aku setuju.""Kurasa itu nama yang tepat," tambah Ivan.M.C. akhirnya resmi terbentuk oleh empat
Beban ransel hitam mahal milik Renoir terasa bertambah berkat 17 bungkus cokelat yang diterimanya hari ini. Padahal seingatnya, ia sudah mendonasikan berbatang-batang cokelat kepada teman-temannya, tapi ternyata yang tersisa masih sekian banyak. Plus setangkai mawar merah digenggamannya. Renoir berencana untuk memberikan bunga itu kepada ibunya.Mobil mewah produksi negeri The Black Country melewati gerbang tinggi yang terbuka otomatis, membelah halaman istana megah hunian Tuan Muda yang tengah melamun di kursi belakang. Sang sopir menghentikan mobil dengan mulus di tepian tangga akses menuju pintu utama rumah besar itu. Kendati telah menepi, Tuan Muda masih belum beranjak. Sang sopir menengok ke belakang, entah mengapa pemuda rupawan itu hanya diam, sepertinya sedang banyak pikiran.“Tuan,” tegur sang sopir.Renoir mengerjap beberapa kali tatkala seruan sopirnya menyadarkan ia dari lamunan.“Sudah sampai,
Renoir berusaha keras mengalihkan perhatian Cherie dari sikap yang diterimanya dari Gerrard. Ia sengaja mengajak sang ibu bermain agar benaknya melupakan kesedihan itu. Renoir meminta bantuan Cherie untuk menyusun set Lego pesawat Millenium Falcon, terdiri dari 5.174 butir dan seingat Renoir, baru tersusun sekitar 100 butir.“Ibu tolong susun Lego-nya. Aku mau ganti baju dulu,” pintanya tanpa berpikir kalau permintaan yang ia sebutkan bukanlah hal mudah.Cherie mengankat alis tatkala melihat bongkahan-bongkahan kecil yang berserakan di meja. Anak itu memang gemar dengan kerumitan, tapi tidak perlu mengajak-ajak ibunya untuk ikut. Ia lebih suka mencampur adonan daripada menyusun rangkaian seperti yang satu ini. Namun, sulit baginya menolak permintaan putra kesayangannya. Alhasil tangan Cherie meraih satu-satu balok kecil untuk disusun.Di dalam lemari, Renoir melepas setelan seragam sekolah kemudian dikumpulkan pakaian kotor itu ke dala
Empat sekawan tengah berkumpul di markas mereka, masing-masing berbaring di tengah-tengah lapangan basket yang sudah tidak terpakai dengan bantalan tas mengganjal kepala. Gawai menyibukkan tangan dari setiap pemuda, tidak ada pembicaraan untuk sekian lama—sampai Sebastian mengubah posisi. Ia duduk bersila lantas menarik sesuatu dari dalam tas. Sebuah lintingan yang tampak seperti rokok, namun begitu dibakar menimbulkan aroma khas.Indera penciuman Ivan terpancing, aroma ini membuatnya sontak menegakkan posisi. Ia melihat Sebastian menghisap benda yang diapit jarinya dengan santai, sementara Ivan masih melongo.“Hei, kau membawa barang itu ke sekolah?” sontak Ivan.“Tidak masalah. Tidak ada pemeriksaan juga,” balas Sebastian santai.Niguel sebenarnya tahu apa yang Ivan dan Sebastian ributkan, namun ia memilih tidak ikut-ikutan seperti Renoir.“Benar juga. Lagipula tidak ada yang berani menyentu
Restoran Italia bernuansa mewah di tengah kota, berornamen klasik dengan lampu kristal besar menggantung di tengah langit-langit. Atmosfernya tidak jauh berbeda kalau disandingkan dengan hunian tempat tinggal Renoir. Mungkin ini jadi salah satu alasan mengapa Cherie sangat ingin berkunjung lagi ke tempat ini. Selain gaya bangunan, rasa hidangannya juga patut dipertimbangkan. Ravioli di tengah piring Renoir serta tortelini di atas piring Cherie begitu kaya akan cita rasa. Juga segelas wine mahal disuguhkan untuk ibunda tercinta, sementara gelas milik Renoir terisi mocktail—bebas alkohol.Renoir senang bisa membuat wanita kesayangannya berekspresi cerah. Ide makan malam yang ia gagas tampaknya berhasil mengubah tema dalam benak sang ibu yang lagi-lagi ditinggal oleh suami-keparat-bekunya sejak kemarin. Renoir justru bersyukur alih-alih bersedih hati, sebab rencana ini bisa terlaksana lancar tanpa gangguan dan pertanyaan. Renoir meng