Beranda / Young Adult / RENOIR / Bab 8: Impian Sederhana

Share

Bab 8: Impian Sederhana

Penulis: niandez
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-07 16:55:59

Renoir berusaha keras mengalihkan perhatian Cherie dari sikap yang diterimanya dari Gerrard. Ia  sengaja mengajak sang ibu bermain agar benaknya melupakan kesedihan itu. Renoir meminta bantuan Cherie untuk menyusun set Lego pesawat Millenium Falcon, terdiri dari 5.174 butir dan seingat Renoir, baru tersusun sekitar 100 butir.

“Ibu tolong susun Lego-nya. Aku mau ganti baju dulu,” pintanya tanpa berpikir kalau permintaan yang ia sebutkan bukanlah hal mudah.

Cherie mengankat alis tatkala melihat bongkahan-bongkahan kecil yang berserakan di meja. Anak itu memang gemar dengan kerumitan, tapi tidak perlu mengajak-ajak ibunya untuk ikut. Ia lebih suka mencampur adonan daripada menyusun rangkaian seperti yang satu ini. Namun, sulit baginya menolak permintaan putra kesayangannya. Alhasil tangan Cherie meraih satu-satu balok kecil untuk disusun.

Di dalam lemari, Renoir melepas setelan seragam sekolah kemudian dikumpulkan pakaian kotor itu ke dalam keranjang. Ia memang dibiasakan menjaga kerapihan. Kaus putih bertuliskan merk mode ternama selalu jadi andalan, juga celana pendek hitam selutut serta sandal berbulu yang terasa lembut di telapak kaki. Renoir terlebih dahulu merapikan rambut agar tidak berantakan. Ia selalu ingin terlihat baik di hadapan ibunya, sebab hanya sang ibu yang kerap membanggakan dirinya. Berbeda dengan Gerrard, Renoir bahkan ragu kalau ia disebut putra kandung pria arogan itu.

Satu lagi, Renoir hampir lupa mengenai cokelat-cokelat di dalam tas. Sebaiknya segera disimpan ke dalam lemari pendingin sebelum meleleh. Renoir membawa ranselnya turut serta keluar dari lemari, ia melewati sofa di tengah ruangan tempat sang ibu yang sedang konsentrasi menyusun kepingan Lego berada, lalu menghampiri kulkas kecil di sudut ruangan. Yang dimaksud kulkas kecil adalah cuma kulkas satu pintu setinggi 180 cm. Cuma kulkas kecil bila disandingkan dengan yang ada di dapur rumah.

Lupakan soal kulkas—mari kembali ke tujuan awal. Renoir melempar tas ke sofa lalu ikut bergabung dengan Cherie di sana. Wanita itu tampak serius menggabungkan satu kepingan dengan kepingan lainnya. Renoir senang kalau akhirnya raut kalut yang tak disenanginya sudah pudar. Lebih baik ia mengerjai sang ibu dengan pekerjaan penuh konsentrasi ketimbang membiarkannya larut dalam kesedihan. Renoir benci melihat ibunya bermuram durja apalagi sampai menitikan air mata. Hanya orang bodoh yang tega melakukan hal tersebut kepada ibu kesayangannya dan orang itu adalah Gerrard—ayahnya.

Selamanya, aku akan membenci orang itu!” benak Renoir bahkan enggan menyebut nama sang ayah.

“Bu ...” panggil Renoir pelan.

“Ya?” balas Cherie tanpa mengalihkan atensinya dari Lego.

“Apa Ibu tidak membenci ayah?”

Perhatian Cherie teralih seketika pada Renoir.

“Mengapa Ibu masih bertahan dengan pria seperti itu?”

Cherie tampak sendu untuk sesaat, namun ia segera mengubahnya dengan tersenyum hangat sambil menatap Renoir lekat-lekat. “Kenapa Ibu harus membencinya?”

“Ibu pasti lebih tahu daripada aku, seberapa buruknya sikap ayah kepadamu.”

“Ayahmu memang berwatak buruk. Tapi, bagaimana pun, dia adalah orang yang telah menghidupi aku dan dirimu selama bertahun-tahun dan dia tidak masalah menanggung semua urusan kita, Reno.”

Renoir tersenyum miring. “Itu memang sudah tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga untuk menafkahi kita.”

“Tapi, apa Ibu puas diperlakukan dingin terus-menerus? Kalau jadi Ibu, aku pasti sudah lari. Mana mau aku hidup bersama orang yang kubenci,” oceh Renoir.

“Ibu tidak membencinya, Renoir.”

“Ayolah, Bu. Jangan terlalu baik! Kau harus pikirkan kebahagiaanmu juga!” Renoir tidak habis pikir dengan sikap Cherie yang selalu berusaha tegar di setiap situasi.

“Kau pikir Ibu tidak bahagia?” timpal Cherie. Ia meraih ujung kepala Renoir lalu mengusapnya perlahan.

“Melihatmu tumbuh dengan baik dan tersenyum kepada Ibu, sudah cukup untuk membuatku bahagia. Aku sudah merasa sangat bahagia karenamu, Renoir.”

Renoir menyaksikan sorot mata Cherie tampak berkaca-kaca.

“Kalau kau benci ayahmu, maka jangan jadi sepertinya. Aku tidak ingin kau membenci dirimu sendiri.” Cherie menatap tepat ke arah sepasang mata indah milik pemuda tampan di hadapannya. “Jadilah pria yang lembut di dalam, namun kuat di luar. Benar kata ayahmu, kau harus jadi pria kuat. Kau harus jadi kuat untuk melindungi dirimu sendiri dan juga Ibu.”

Renoir menanamkan pesan itu di dalam hatinya. Hati kecil yang tengah terbagi antara kebencian dan perasaan kasih sayang. Di rumah ini selalu punya dua sisi, api yang berkobar ketika berhadapan dengan Gerrard dan keluluhan serta kasih yang tulus bila dipersatukan dengan ibunya. Renoir sendiri berkecamuk ingin menjadi siapa nantinya. Tentu saja menjadi seperti Gerrard bukanlah pilihan, ia tidak ingin menjadi seorang tiran. Renoir selalu memilih untuk mendikte sang ibu. Kelembutan dan kehangatan itu kerap ia tanamkan dalam relung hatinya. Pencarian jati diri ini teramat sulit, Renoir hanya khawatir, di masa depan ia akan salah menentukan arah dan menjadi pribadi yang sama sekali tidak pernah ia harapkan.

---

Saat makan malam tiba, ketiga anggota keluarga duduk bersama menikmati berbagai hidangan di meja besar nan panjang, di bawah lampu kristal mewah. Renoir mencuri pandang ke arah Gerrard yang tampak tenang. Orang itu tidak bicara  sepatah kata pun sejak mereka berkumpul. Ini adalah pertama kalinya Renoir melihat batang hidung ayahnya semenjak hari pertama masuk SMA. Kendati pergi berhari-hari tanpa kabar, tampaknya Gerrard tidak berniat membuat klarifikasi apa pun. Renoir amat gemas, pasalnya sang ayah bahkan tidak memberinya ucapan selamat atas pencapaian barunya menjadi murid Heaven High School yang cukup terkemuka.

Hah ... sepertinya aku salah perkiraan. Aku menaruh harapan terlalu tinggi agar dia bisa menganggapku setelah aku berhasil meraih gelar sabuk hitam. Ternyata tidak.” Renoir menggerutu dalam hati.

Tatapannya terlihat tidak sedap dan tepat dipergoki oleh Cherie di seberang. Renoir sontak mengubah wajahnya, sebuah senyuman menghiasi wajah tegasnya.

Sampai makan malam selesai pun Gerrard tetap mengunci mulut. Ia pergi seusai makan, meninggalkan meja seolah tidak ada orang lain di sana.

Cherie mengikuti langkah Gerrard melalui tatapan. Pria itu sangat dingin sedari pulang tadi sore. Sebelumnya Gerrard memang bersikap dingin—sejak lama, namun kepulangannya hari ini mengubah sikapnya makin drastis. Raut Cherie kembali murung. Ia hanya mampu menghela napas berat seolah tidak berdaya untuk mengubah perlakuan suaminya agar menjadi lebih baik kepada dirinya juga putra mereka.

Renoir berubah posisi, ia duduk tepat di sebelah ibunya. Makan malam kali ini pasti jadi salah satu momen terburuk dalam hidup Cherie. Renoir berencana untuk menebus makan malam menyebalkan ini dengan makan malam terbaik unuk merek berdua.

“Bu, bagaimana kalau kita dinner berdua Jumat malam nanti?” Renoir menunggu persetujuan sang ibu.

“Hanya kita?”

“Benar, hanya kita berdua. Tidak perlu ajak orang  lain.

Cherie mengerti betul maksud ‘orang lain’ yang dikatakan Renoir.

“Hmm ... biar Ibu pikirkan dulu.” Cherie sengaja mengulur waktu untuk menggoda putranya yang tidak sabaran.

“Ayolah, pikirnya jangan lama-lama. Ibu kan tidak pernah ke mana- mana, untuk apa pakai pikir-pikir segala!” Cherie berhasil memancing Renoir.

“Kira-kira menurutmu, Ibu harus jawab apa?”

“Katakan saja, “Tentu saja Ibu mau, Reno-ku sayang. Private dinner itu ide bagus!” Seperti itu.”

“Mmh, baiklah ... Tentu saja aku mau, Reno-ku sayang. Private dinner itu ide yang saaangat cemerlang!” Cherie melebih-lebihkan cara bicaranya.

“Ya ampun, Bu. Tidak usah berlebihan juga jawabnya.” Renoir agak terganggu dengan respons ibunya.

Cherie tertawa pelan. “Rencananya mau makan malam di mana?”

“Hm, belum tahu. Mungkin Ibu punya ide?”

“Sebenarnya ada satu tempat yang selalu ingin aku kunjungi. Dulu, Ibu pernah dibawa ke sebuah restoran Italia bersama ayah, sekali. Kuharap aku bisa pergi ke sana lagi, tapi ayahmu tidak kunjung mengajak Ibu lagi setelah sekian lama.”

“Baiklah, sudah diputuskan! Kita akan pergi ke tempat yang Ibu inginkan.”

***

Bab terkait

  • RENOIR   Bab 9: Kali Pertama

    Empat sekawan tengah berkumpul di markas mereka, masing-masing berbaring di tengah-tengah lapangan basket yang sudah tidak terpakai dengan bantalan tas mengganjal kepala. Gawai menyibukkan tangan dari setiap pemuda, tidak ada pembicaraan untuk sekian lama—sampai Sebastian mengubah posisi. Ia duduk bersila lantas menarik sesuatu dari dalam tas. Sebuah lintingan yang tampak seperti rokok, namun begitu dibakar menimbulkan aroma khas.Indera penciuman Ivan terpancing, aroma ini membuatnya sontak menegakkan posisi. Ia melihat Sebastian menghisap benda yang diapit jarinya dengan santai, sementara Ivan masih melongo.“Hei, kau membawa barang itu ke sekolah?” sontak Ivan.“Tidak masalah. Tidak ada pemeriksaan juga,” balas Sebastian santai.Niguel sebenarnya tahu apa yang Ivan dan Sebastian ributkan, namun ia memilih tidak ikut-ikutan seperti Renoir.“Benar juga. Lagipula tidak ada yang berani menyentu

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • RENOIR   Bab 10: Kesempatan Kedua

    Restoran Italia bernuansa mewah di tengah kota, berornamen klasik dengan lampu kristal besar menggantung di tengah langit-langit. Atmosfernya tidak jauh berbeda kalau disandingkan dengan hunian tempat tinggal Renoir. Mungkin ini jadi salah satu alasan mengapa Cherie sangat ingin berkunjung lagi ke tempat ini. Selain gaya bangunan, rasa hidangannya juga patut dipertimbangkan. Ravioli di tengah piring Renoir serta tortelini di atas piring Cherie begitu kaya akan cita rasa. Juga segelas wine mahal disuguhkan untuk ibunda tercinta, sementara gelas milik Renoir terisi mocktail—bebas alkohol.Renoir senang bisa membuat wanita kesayangannya berekspresi cerah. Ide makan malam yang ia gagas tampaknya berhasil mengubah tema dalam benak sang ibu yang lagi-lagi ditinggal oleh suami-keparat-bekunya sejak kemarin. Renoir justru bersyukur alih-alih bersedih hati, sebab rencana ini bisa terlaksana lancar tanpa gangguan dan pertanyaan. Renoir meng

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • RENOIR   Bab 11: Satu Syarat Lagi

    Sabtu—akhirnya tiba. Setelah banyak hal yang terjadi kemarin, juga banyak membuatnya berpikir, hari ini Renoir mendedikasikan diri untuk pemulihan. Menyenangkan diri sepanjang hari, mungkin dengan lego ataupun berlatih taekwondo juga terdengar asyik. Kendati hari libur bukan berarti ia bangun terlambat. Pukul lima tepat alarm alami di alam bawah sadarnya selalu membangunkan Renoir dari tidur—selain dentingan jam besar di kamarnya. Ia tidak pernah merasa keberatan maupun terbebani, sudah terbiasa dilakukan sejak belia jadi Renoir tidak pernah kesulitan untuk bangun pagi.Hari masih fajar namun Renoir telah menginjak rumput-rumput di halaman, berlarian merasakan embun membasahi kaki telanjang. Ia mengatur pernapasan dengan baik, terus berlari hingga matahari mulai menyingsing. Aktivitas berganti setelahnya, memasang sikap sempurna, membungkuk meski tanpa lawan dan mulai menggerakkan badan melakukan gerakan-gerakan bela diri yang dikuasainya. Renoir melawan udara

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • RENOIR   Bab 12: Malam Dua Pemuda

    “Kau habis mandi minyak wangi?” Renoir sontak menjepit hidung. Aroma Niguel sangat menusuk, rasanya ingin muntah.“Ivan, aku ikut denganmu,” pinta Niguel.“Eh—tidak, tidak! Kali ini menumpang dengan yang lain saja!” Ivan menolak, tidak tahan dengan wangi memikat itu.Sebastian telah mengunci pintu dari dalam. Sedangkan Renoir belum berpindah tempat, masih bersandar di sisi mobilnya. Niguel segera menyelinap masuk ke dalam mobil Renoir sebelum si empunya mampu menghentikan.“Astaga! Kenapa aku?!” Renoir menduga perjalanannya tidak akan terasa baik.“Ayo, pergi! Ivan dan Sebastian sudah meninggalkan kita.” Niguel memberi instruksi tanpa peduli perasaan temannya.Renoir masuk dengan geram. Ya ampun, ia benar-benar harus menutup hidung!Renoir berusaha dengan keras untuk konsentrasi menyetir. Aroma ini sungguh mengganggu penciuman dan pikirannya.Beberapa kilometer d

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • RENOIR   Bab 13: Penyergapan Menjengkelkan

    “Selamat siang, Tuan Muda!” Sapaan menyambut Renoir tatkala ia berjalan mengendap-endap masuk ke dalam rumah.Ia baru pulang, pukul 11 siang. Beruntung pelayan yang menyambut Renoir, bukan ibu apalagi ayahnya.“Di mana Ayahku?”“Semalam Tuan pergi dan belum pulang sampai sekarang.”Renoir bisa bernapas lega. “Baiklah, lanjutkan pekerjaanmu.”Untuk sesaat ia merasa aman. Jika Gerrard tidak ada di rumah, setidaknya satu beban telah berkurang. Tapi—belum selesai menyelesaikan langkah, begitu berbalik badan hendak menaiki tangga, seseorang tengah menghadang. Sang malaikat kini berganti rupa menjadi menyeramkan.“Dari mana saja kau? Pukul berapa ini? Kenapa tidak ada kabar? Ibu mencemaskanmu semalaman. Teleponku bahkan tidak diangkat!” Cherie mengomel dengan tatapan murka.Renoir teramat takut dengan sorot mata tidak biasa dari ibunya. “Aku— eh ... aku—&ldq

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • RENOIR   Bab 14: Cherie Tumbang

    Sudah berhari-hari Renoir tidak pulang, semakin mirip Gerrard. Kendati begitu, ia tetap berbalas pesan dengan sang ibu yang kekhawatirannya tidak kunjung reda.“Hari ini aku menginap di rumah Ivan. Mau mengerjakan tugas kelompok,” dalih Renoir dalam sebuah pesan yang dikirimkan untuk Cherie.Saat ini ia sedang berbaring di atas kursi-kursi gimnasium lama—markas gengnya. Pesan itu telah terkirim lima menit lalu namun belum ada tanda pesan telah dibaca.“Tumben selama ini,” batin Renoir, “mungkin dia sedang membuat kue.”Tak mau ambil pusing, Renoir melanjutkan niatnya untuk tidur siang sejenak sebab semalam ia dan Niguel main di ruang bermain di rumah teman berkulit eksotis itu sampai pagi. Namun keinginannya tidak bisa berjalan tenang.“Ahhh!” Baru saja Renoir berpejam, suara teriakan murid pindahan yang jadi mainan gengnya memekik kencang.Ivan da

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • RENOIR   Bab 15: Ingatan Traumatis

    Cherie siuman di tengah ruang rawat inap yang lebih pantas disebut hotel berbintang. Kendati penglihatannya masih kabur tapi ia sudah hafal dengan ruangan ini, kamar Presidential Suite di salah satu rumah sakit elite langganan keluarganya. Langit terlihat gelap dari jendela. Ia belum mampu menggerakkan tubuh dengan baik, hanya kepala yang bisa digerakkan. Cherie menoleh ke kiri, seseorang sedang membaringkan kepalanya di sisi kasur yang kosong sambil menyelimuti tangan dingin Cherie dengan telapak hangatnya. Perlahan penglihatan Cherie semakin jelas, senyumnya terulas tatkala sang putra tampak jelas tertidur pulas. Kelelahan sangat tampak di wajah pemuda itu. Cherie melepas belenggu tangan Renoir, ia mengusap pelan rambut berantakan anak itu dengan segala tenaga yang ia punya.Renoir merasakan sesuatu yang lembut menyentuh kepala. Matanya perlahan terbuka, terlihat sang ibu telah membuka mata.“Ibu! Ibu sudah siuman?” sontak Renoir.Cherie h

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • RENOIR   Bab 16: Hari Eksekusi

    “Renoir!” Cherie mencari anak itu hampir ke seluruh rumah, meneriaki namanya berkali-kali namun nihil. “Di mana anak itu?”Cherie beralih ke halaman rumah, ia melihat tukang kebun memberi isyarat bahwa pria kecil yang dicarinya berada di semak-semak. Tangan Cherie menyingkap kumpulan ranting dan daun-daun, “Renoir!”“Ibu!” seru bocah itu dengan ceria tatkala sang ibu berhasil menemukannya.“Apa yang kau lakukan di situ, Nak?”“Aku sedang main.”“Main apa?” Cherie tidak bisa melihat dengan jelas sebab terhalang dedaunan.“Main ini ...” Renoir menunjukkan sesuatu di telapak tangan.Mata Cherie hampir melompat saat melihat darah menyelimuti telapak tangan anak itu dan sebuah benda di atasnya. Ia tidak yakin, tapi itu terlihat seperti bola mata.“A-apa itu, Sayang?” Cherie terbata-bata.“Matanya Mickey. Lucu, kan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-10

Bab terbaru

  • RENOIR   Bab 31: Janji Seluruh Jiwa

    Renoir menekan tombol penyiram di toilet. Barusan buang hajat besar, perutnya terasa sedikit lapar. Dia membuka pintu beralih menuju wastafel, kebetulan ada murid yang bisa disuruh-suruh.Belum cuci tangan, Renoir merangkul bahu Fermin yang terlihat jengkel dari cermin. "Sudah selesai cuci tangan? Belikan aku soda dan cemilan, ya. Bawakan ke markas," perintah Renoir ringan kemudian menepuk-nepuk punggung siswa yang kerap jadi mainan anggota gengnya.Tidak mampu mengelak, Fermin pasrah disuruh-suruh oleh sang ketua geng. Renoir menyalakan keran, membasahi kedua tangan lalu menuang sabun cair."Tunggu apa lagi? Kau ingin aku mati kelaparan?" katanya sedikit membentak. Fermin pun pergi setelah ditegur.Nikmat betul hari-hari sang ketua seolah punya pelayan pribadi meskipun di sekolah, bukan di rumah. Bedanya, pelayan ini tidak mendapat bayaran sepeser pun. Cuma-cuma, lebih tepatnya terpaksa. Takut kalau melawan bakal dijadikan bulan-bulanan lagi oleh antek-a

  • RENOIR   Bab 30: Kecemasan Gara-Gara Perempuan

    Renoir membaca pesan di tengah aktivitas makan siangnya. "Renoir, kurasa aku sedang tidak baik-baik saja." Tangan kirinya memegang ponsel erat-erat, matanya menyorot lamat-lamat, sementara tangan kanan masih setia mengantar makanan, sedang mulutnya terus mengunyah. Ekspresinya selalu lucu saat makan, bibirnya mirip Donald Duck, terasa ingin menarik bibir itu saking gemasnya. Renoir berpikir, apa Natalia cemas gara-gara tiramisu semalam? Atau karena, ah ... Renoir menyeringai. Pasti karena hal ini. "Kenapa, sayang? Kurasa kau butuh tiramisu lagi agar perasaanmu membaik," balas Renoir tidak ragu menyebut Natalia dengan 'sayang'. Renoir terus tersenyum ke arah ponselnya dan itu membuat atensi Niguel di sebelah tertarik. Penasaran apa yang dilakukan sang ketua dengan gawainya sampai sumringah begitu. Niguel mengintip dan melihat layar diisi kolom chat. Na-ta-li-a, Niguel mengeja dalam hati. Hmm, siapa Natalia? "

  • RENOIR   Bab 29: Bukan Lagi Rahasia

    Natalia belum pernah terhanyut dalam sesuatu yang membuatnya sangat terbuai. Ia hampir saja lupa kalau mereka berada di depan rumah, bisa saja orangtua Natalia memergokinya bermesraan dengan seorang lelaki di dalam mobil dan itu bisa berakhir tidak menyenangkan. Namun Natalia hampir tidak peduli, ia sudah terlanjur dibawa terbang tinggi oleh Renoir dan membuatnya lupa daratan. Kalau bukan karena pemuda itu yang menghentikan momen mendebarkan tersebut, mungkin Natalia tidak akan berhenti, tidak tahu caranya. Mengapa Natalia terkesan begitu mudah bagi Renoir padahal sebelumnya ia kerap menolak keras setiap usaha lelaki yang berniat mendekatinya? Ini tidak biasa, Renoir terlalu berbeda. Entah apa yang dimiliki lelaki itu sehingga membuat Natalia tidak ragu bertindak di luar batas yang dibangunnya sendiri. Seolah Renoir memiliki daya pikat yang begitu kuat menariknya tanpa bisa terlepas. Natalia membenamkan wajahnya dalam kedua telapak tangan setelah menceritakan rincian

  • RENOIR   Bab 28: Hmm, Manis?

    "Bagaimana kencanmu kemarin?" Syeena terdengar antusias. Ketiga gadis; Natalia, Eireen dan Syeena sedang berkumpul di bangku panjang halaman sekolah sambil berbincang. Jam istirahat baru saja dimulai, alih-alih makan mereka malah asyik mengobrol. Topik hangat yang ditunggu-tunggu Eireen dan Syeena sejak meninggalkan gerbang sekolah kemarin sore, Natalia pergi berdua dengan Renoir. Pasti ada hal seru yang harus didengar. "Kencan apa? Itu bukan kencan!" Natalia menyanggah namun wajah meronanya tidak dapat berbohong. "Hmm, coba lihat wajahmu. Bilang saja itu kencan, kenapa malu?" Eireen mendorong sahabatnya untuk blak-blakan. "Apa saja yang kalian lakukan?" Syeena teramat penasaran. "Um ...." Natalia agak ragu untuk menceritakannya, tapi setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya juga kalau dua sahabatnya ini tahu. "Kemarin ...." Selepas dari perpustakaan, Natalia dan Renoir pergi ke tempat lain. Renoir bilang ingin mengajak sang gadis maka

  • RENOIR   Bab 27: Kekesalan Hingga Siang

    Gerrard berdiri menghadang Renoir yang hendak keluar kamar. Ia mengisi ruang kosong di antara daun pintu dengan tubuh besarnya. Tampangnya tak terlihat senang, ia butuh penjelasan dari sang putra mengenai ucapannya di ruang makan. "Minggir, aku mau pergi sekolah," ucap Renoir. "Sudah berani macam-macam denganku, ya, jagoan?" Gerrard tersenyum miring. "Kau pikir setelah pencapaian yang kau raih selama ini bisa menjadi alasan untuk membangkang dariku?" "Kau hanya bagian dari teritoriku. Sekalipun dirimu telah berubah menjadi lebih kuat, aku tetap pengendali di tempat ini, paham?" Gerrard mengacungkan telunjuk ke depan muka Renoir. "Aku tidak peduli," balas Renoir ketus. "Hahaha, astaga ... jadi begini balasan atas tindakan baikku padamu, Renoir?" Renoir menatap jengkel. Tindakan baik apanya? Selama ini yang dilakukan Gerrard hanya menambah beban di punggungnya. "Ayolah, tunjukkan sikap baik di depan ayahmu." Gerrard sungguh berha

  • RENOIR   Bab 26: Akibat Seteko Teh Hangat

    Pagi di rumah keluarga Kim tampak normal. Para pelayan menyiapkan hidangan untuk sarapan, ada yang bersih-bersih dan tugas lainnya. Sedang, para tuan rumah dengan rutinitas pagi mereka; Gerrard berendam setelah berolahraga sebentar, Renoir buang air besar dan nyonya rumah membantu menyiapkan hidangan untuk anak dan suaminya. Cherie mendirikan cangkir dengan sempurna di atas piring kecil cantik lalu menuangkan teh hangat dari teko. Teh hangat untuk Gerrard, dituangnya perlahan disertai senyuman juga lamunan. Teringat suatu hal yang terjadi semalam, kejutan dari Gerrard hadiah perayaan ulang tahun pernikahan mereka. Bibir Cherie merekah menampakkan gigi. Ah, dia terkesan seperti pasangan baru menikah atau gadis yang baru pertama kali disentuh oleh lelaki. Cherie tidak bisa melupakan pengalaman melelahkan semalam, sudah terlalu lama ia tidak dimanjakan oleh Gerrard. Saking lamanya, bahkan lupa kapan terakhir kali mereka melakukannya. Gerrard hanya peduli soal pekerjaan dan ambi

  • RENOIR   Bab 25: Rangkaian Anniversary

    Lampu gantung kristal menggantung di langit, meja-kursi tersusun rapi, para pengunjung berkelas sudah biasa dilihat Cherie di restoran yang ia sambangi. Namun kali ini berbeda, hiasan lilin dan mawar merah di meja serta alunan biola terkesan sangat romantis. Hatinya merasa teramat bahagia berkat ini semua. Menu makan malam dan wine sudah sangat biasa, tapi terasa istimewa berkat Gerrard di hadapannya juga makan malam yang telah disiapkan untuk merayakan hari jadi mereka. Sebuah hal istimewa yang jarang didapat. Cherie mencoba menelaah isi kepala Gerrard, apa yang dipikirkan suaminya itu hingga melakukan sesuatu yang sama sekali bukan kebiasaannya? Barangkali ini yang dinamakan keajaiban. Sesuatu di dalam dada Cherie terasa ingin meledak saking merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Tidak dapat digambarkan dengan kata-kata. Alunan biola terus menghiasi malam mereka. Satu-dua pasang mata kadang melirik ke arah keduanya. Gerrard tidak menyewa seluruh restoran u

  • RENOIR   Bab 24: Apakah Ini Termasuk Kencan?

    Hari ini akhirnya Renoir bisa menghabiskan waktu dengan Natalia. Seperti yang dikatakan dalam pesan dini hari tadi, Renoir siap siaga di depan gerbang SMA Nirvana untuk menjemput sang permaisuri, beserta kendaraan kerennya yang membuat mata para murid sekolah itu tak bisa melepaskan pandangan darinya. Renoir merapikan tatanan rambutnya sambil bercermin menggunakan spion tengah, sedikit-sedikit menengok kalau-kalau gadis yang ditunggunya sudah keluar dari gerbang. Lima menit lewat dari pukul setengah tiga, Natalia terlihat bersama kedua temannya. Mata tuan muda Kim berkilau, bibirnya tertarik membentuk senyuman, ia segera keluar dari tempat persembunyian sejuknya menuju hawa panas bumi demi menghampiri sang putri. "Natalia!" Seruan Renoir terdengar lantang. Bukan hanya Natalia yang menengok, beberapa murid yang tengah lewat dan berdiri di sekitar pun ikut menoleh. Natalia berpamitan dahulu pada dua sahabat sebelum menghampiri pemuda yang ditunggunya. Pemuda ta

  • RENOIR   Bab 23: Pukul Tiga Pagi

    Suasana begitu gelap, tidak ada penerangan dari lampu ataupun pencahayaan lain. Renoir berada di gubuk reot di tengah lahan luas, sebuah alat pemecah es digenggam tangan dominan. Meski bergidik, ia melangkah mengendap-endap melewati tangga kayu yang berdecit ketika diinjak, sendirian. Sesuatu membuat Renoir terus melangkah, naik menuju lantai dua lalu berhenti tepat di sebuah pintu terbuka. Petir menggelegar tatkala ia memandang ke dalam ruangan, cahaya kilat membuatnya bisa melihat eksistensi seseorang di sana. Seseorang yang tangan dan kakinya terikat di kursi dengan kepala tertutup kain hitam, bertelanjang dada, dia berontak-ontak, teriakannya teredam, mungkin mulutnya tersumpal sesuatu.Renoir mengernyit saat kilat menerangi ruangan sekali lagi. "Untuk apa aku di sini?" Pertanyaan ini malah membawanya melangkah kian mendekat. Namun tiba-tiba pintu tertutup keras hingga membuatnya terlonjat. Sesosok pria muncul dari balik pintu. "A-ayah ...."Gerrard muncul dengan s

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status