Lintang Timoer mengepalkan lengan hingga buku-buku jarinya memutih. Ia merasa begitu marah sekaligus membenci dirinya sendiri. Ia seperti seekor semut di tangan raksasa. Dipermainkan sedemikian rupa tanpa bisa melawan.Lintang Timoer menatap kamar yang dijaga dua pengawal. Ingin rasanya menerobos dan membawa Renata kabur. Namun terlalu beresiko. Alih-alih berhasil malah nyawanya yang melayang lebih dulu.Karena itu Lintang Timoer memilih menyelinap pergi, tergesa menuju lorong di mana kamarnya berada.Setelah mengunci pintu, Lintang Timoer memeras otak hingga rasanya akan meledak. Berbagai rencana berseliweran di kepalanya seperti benang kusut.Satu-satunya rencana paling realistis untuk saat ini adalah bekerja sama dengan Samudera Biru. Tetapi itu terdengar seperti menjilat ludah sendiri. Dengan sifat Samudera Biru yang angkuh dan arogan, menjalin kerja sama adalah kemustahilan. Tapi demi Renata, Lintang Timoer bersedia merendahkan dirinya sendiri. Tawa sumbang memenuhi kamar, Li
Tiga wanita berpinggang ramping terbang di udara seperti burung camar.Di pedataran yang penuh oleh barak-barak pasukan singa emas milik Jenderal Agung Ellard mereka mendarat dengan mulus dan memukau.Prajurit yang tengah berjaga sontak mengurung dengan senjata terhunus, namun segera mundur saat salah satu dari wanita tersebut menyibak sedikit tudung yang menutupi kepalanya.Dengan hormat para prajurit memberi jalan, kepala mereka bahkan menunduk takzim.Ketiga wanita melenggang, aroma bebungaan segar tercium dari setiap gerak mereka. Sangat kontras dengan aroma maskulin yang mendominasi setiap sudut barak Di depan barak terbesar, dua dari tiga wanita itu berhenti, mengambil posisi di kanan dan kiri pintu, sementara wanita yang berjalan di depan masuk ke dalam dengan langkah ringan.Di dalam barak tampak sesosok pria tengah duduk di depan meja panjang, serius mengamati sebuah peta topografi usang.Menyadari kehadiran seseorang pria itu mendongak. Matanya sontak melebar.“Ellaria,” gu
Malam semakin naik. Setelah para jenderal dan komandan kembali ke baraknya masing-masing, Ellaria yang sedikit mabuk menulis sepucuk surat untuk Samudera Biru. Hatinya tiba-tiba merasa sedikit goyah, ingin memberi kesempatan terakhir untuk lelaki itu. Ingin bernegosiasi setidaknya sekali saja.Ellaria menerbangkan elang roh pembawa pesan. Dengan kecepatannya, surat akan sampai dalam waktu satu dua jam saja. Ia akan menunggu Samudera Biru hingga matahari terbit.Sayangnya tanpa Ellaria sadari elang roh pembawa pesannya telah musnah di tangan Pangeran Aaron dan selusin bawahannya yang tengah mengintai tak jauh dari barak pasukan.Pangeran Aaron membaca surat dengan tersenyum miring lantas membakarnya hingga menjadi debu.“Brukk!!”Dua tubuh tiba-tiba terlempar ke bawah kaki Pangeran Aaron.Tubuh itu berlumuran darah dengan napas yang terdengar putus-putus.Pangeran Aaron yang semula mengernyit berubah menjadi semringah saat melihat pelaku pelemparan yang kini berdiri ajeg di depannya,
Kenzio tercekat saat ular putih peliharaan Lintang Timoer membawanya ke sebuah hutan yang ditutupi oleh kabut. Mata Kenzio menyipit, mengamati keadaan sekitarnya yang tampak begitu hening. Bahkan suara gesekan dedauanan tertiup angin pun sama sekali tak terdengar, seolah tempat itu adalah ruang hampa.“Inikah hutan bangkai?” batin Kenzio sangsi. Pasalnya ia tak mencium aroma bangkai sedikit pun, justru hidungnya samar-samar mencium aroma anggrek yang menyegarkan.Ular putih di samping Kenzio mendesis lalu membuka mulut lebar-lebar.Sebutir pil berwarna merah muda beraroma amis keluar dan melayang di depan Kenzio. “Adik Tuanku, makanlah pil kesadaran ini.”Kenzio mengernyit, menatap ular putih dan pil dengan sedikit jijik.“Kenapa aku harus memakannya?” Ular putih menjulurkan lidah dua kali. Desisannya terdengar tak sabar.“Tidakkah Adik Tuanku merasa ada yang aneh dengan aroma anggrek ini?”Kenzio menarik napas dan menggeleng polos.“Hanya ada aroma segar dan menyenangkan seolah se
Kenzio menghela napas. Ular putih langsung mengirimnya ke dalam ilusi Singgih Wirayudha begitu saja tanpa memberinya kesempatan untuk kembali ke tubuhnya barang sejenak.Tapi Kenzio tak bisa mengeluh. Ia mengerti mereka tak memiliki banyak waktu. “Paman Singgih!” Singgih Wirayudha yang tengah menginjak kepala Singgih Wirayudha yang lain mendongak.“Nak, kau di sini,” ucapnya terkejut.“Iya, aku datang untuk membawa Paman keluar.”Kenzio melirik Singgih Wirayudha yang tergeletak tanpa daya, matanya yang bengkak mengerjap-ngerjap meminta bantuan. “Ah, dia hanya ilusi. Aku hanya bisa membuatnya babak belur, tak bisa melenyapkannya seberapa keras aku berusaha. ” Singgih Wirayudha yang segar bugar buru-buru memberi penjelasan sambil memperkuat injakan kakinya sehingga Singgih Wirayudha yang naas itu mengerang.Kenzio hanya mengangguk-angguk lantas mengalihkan pandang ke keadaan sekitar yang dipenuhi bebatuan dan ilalang, sekilas terlihat mirip dengan gerbang lotus utara.“Nak, bagaimana
Ratusan iblis penjaga gua menatap rombongan Hyang Sagara dengan ganas. Pemimpin mereka yang berwujud manusia berkepala kerbau beranting bulat besar mengacungkan golok, memberi komando untuk menyerbu.“Tuan Singgih, serahkan mereka pada kami, Anda carilah Renata,” ucap Hyang Sagara pada Singgih Wirayudha tanpa mengalihkan fokus dari ratusan iblis yang menerjang ke arah mereka.“Baik, kalian berhati-hatilah.”Singgih Wirayudha menjejak tanah, melenting terbang seperti alap-alap.Ular neraka yang tak tertarik untuk ikut bertarung menyusul. Ia mendesis lalu melata dengan kecepatan luar biasa. Iblis yang mencoba menghentikannya terlempar tanpa ampun, seolah menabrak dinding atos.Hyang Sagara hanya bisa melirik kepergian sang ular dengan pasrah. Apa lagi yang bisa diharapkan dari ular sombong tersebut? Pada dasarnya mereka tidak memiliki hubungan apa-apa.Melihat Singgih Wirayudha hampir mencapai mulut gua, iblis berkepala kerbau sontak berbalik dan mengejar. Hyang Sagara tak tinggal diam,
Pedataran luas di dekat ngarai selatan kerajaan peri samudera tampak gegap gempita.Bendera kebesaran berkibar. Genderang dan tetabuhan pemicu adrenalin dipukul susul menyusul. Binatang-binatang padang meringkuk ketakutan dalam sarang, sebagian memilih untuk menjauh karena mencium aroma bahaya.Di langit, matahari tampak patuh. Tak menampakan diri dengan arogan seperti biasa, takut mengalami nasib seperti rerumputan yang semula indah bak karpet tebal raksasa berwarna zambrud, namun kini tergilas habis oleh telapak jutaan peri yang berbaris rapi dan saling berhadapan.Wajah mereka garang dan penuh gairah membunuh.Samudera Biru menarik napas. Rencananya untuk menunaikan perang telah tunai.Apakah ia sedih? Karena bagaimanapun mereka adalah saudaranya sendiri.Jawabannya adalah tidak.Sejak mereka mencelakai sang ibu tanpa ragu, maka hari ini akan datang cepat atau lambat, tidak tidak peduli siapa yang memulai terlebih dahulu. Samudera Biru hanya merasa sedikit miris karena di mata me
Perang formasi telah berlangsung selama berjam-jam. Masing-masing pihak saling mengincar, saling menerobos dan saling menghancurkan secara sistematis. Setelah matahari berada di atas kepala barulah perang menjadi pecah, berkembang menjadi pertarungan tanpa aturan yang sengit dan brutal.Sierra Sion yang sejak awal menargetkan Ellaria menyerang seperti angin ribut.Perbedaan jam terbang bertarung di antara keduanya terlihat begitu jelas.Sierra Sion adalah prajurit wanita yang kaya dengan pengalaman bertempur sementara Ellaria lebih kaya secara teori tetapi minim praktek nyata. Meski begitu kecerdasan Ellaria berhasil membuatnya bertahan meladeni keagresifan Sierra Sion.“Kenapa? Kau sudah kelelahan gadis picik?” ejek Sierra Sion sambil menebas dua prajurit singa bersayap emas yang mencoba membokongnya.“Hm ... Anda terlalu memandang rendah hamba, Yang Mulia,” jawab Ellaria tetap mempertahankan etiket kelas sosial di antara mereka. Hal tersebut justru membuat Sierra Sion menjadi sema
Dalam beberapa hari, Renata yang masih merasa seperti sedang bermimpi jika Samudera Biru telah kembali ke sisinya dibuat kaget setengah mati.Samudera Biru benar-benar mewujudkan ucapannya.Rombongan istana Kerajaan Peri Samudera datang melamar dengan megah!Ratusan kotak hadiah mewah yang mereka bawa bertumpuk di halaman seperti bukit. Sangat menyita perhatian!Beruntung rumah baru Renata berada kaki gunung kecil yang relatif sepi sehingga tidak menimbulkan kehebohan yang tidak perlu.Kedua keluarga mencapai kesepakatan dengan sangat mudah dan cepat.Pernikahan akan digelar dalam tiga hari! Karena Samudera Biru sekarang hanya manusia biasa, dia kehilangan hak untuk mengadakan upacara pernikahan di aula suci Kerajaan Peri Samudera.Sebagai gantinya resepsi akan diadakan di tiga lokasi berbeda di dunia manusia. Di hotel internasional kelas atas, di pulau pribadi dan di atas kapal pesiar selama tiga bulan penuh.Segala hal akan ditanggung oleh pihak keluarga pengantin lelaki. Keluarga
Renata tercekat. Wajah rupawan itu sama persis dengan wajah rupawan yang terpatri di ingatannya.“Kau ....”“Samudera Biru, kekasihmu.”Renata terdiam. Mendengarkan suaranya yang juga sama persis dengan suara yang sangat dikenalnya.Tapi lantas apa? Dia hanya manusia biasa!Renata mengangkat pedang giok perak. Menghunus lurus ke arah sosok putih dengan mata dingin.“Tidak! Kekasihku sudah mati!”Sosok putih mengernyit melihat penolakan Renata yang keras. Namun segera tersadar setelah menatap tubuhnya sendiri. Ia tersenyum tak berdaya. “Ah, maafkan aku. Aku lupa memberitahumu kalau sekarang tubuh ini hanya tubuh manusia biasa. Aku bukan peri lagi.”Renata mengepalkan lengan, menahan gemetar yang melanda dengan hebat. Hatinya menjerit untuk menerima penjelasan itu tapi pikirannya menolak keras.Perang batin itu membuat Renata sedikit kesulitan untuk bernapas. Membuat air matanya berjatuhan seperti gerimis. Mata sosok putih meredup. Ia menghela napas kemudian melayang mendekat. Menurun
Tiga tahun kemudian.“Tring!! Tring!! Tring!!” Lonceng angin berdenting nyaring.“Selamat datang!” Pemuda tampan di balik counter berteriak tanpa menoleh. Suaranya yang magnetis membuat segerombol gadis kecil tersipu dan berbisik-bisik.“Halo, Kak Kenzio!!” sapa mereka manis.Kenzio mendongak, tersenyum irit.“Halo semuanya.” Gadis-gadis kecil itu kembali tersipu dan saling mencubit. Seorang gadis paling cantik maju memimpin, menyerahkan sekotak cokelat dengan kartu hati merah jambu.“Kakak, cokelat ini untuk Kakak. Mohon diterima,” ucapnya dengan malu-malu.Kenzio melirik hadiah dengan sedikit jijik. Namun mata kucing si gadis membuatnya tak tega untuk menolak.Melihat penerimaan Kenzio, gadis-gadis yang lain segera tak mau kalah. Satu-per satu memberikan hadiah hingga lengan Kenzio penuh.Kenzio tersenyum kaku. “Terima kasih, lain kali tidak perlu repot memberi Kakak hadiah lagi.” “Tidak, sama sekali tidak repot,” gadis-gadis itu serempak menolak membuat Kenzio menyeringai tanpa
Hari terus bergulir.Renata telah termakan duka. Tubuhnya menyusut, kuyu dan kehilangan kesegaran. Ia menolak untuk makan, minum atau sekedar menutup mata.Renata laksana mayat hidup yang mengisolasi diri. Menjaga peti mati Samudera Biru siang dan malam. Tak ada seorang pun yang mampu membujuk atau memaksanya. Gadis itu sangat keras kepala, terlalu keras kepala hingga membuat orang tak tahu harus berbuat apa.Di malam ketujuh. Saat Renata nyaris sekarat, Raja Sion datang mengunjungi kastil putih mausoleum.Raja bangsa peri itu menghela napas berat ketika melihat Renata yang meringkuk di sisi peti mati dengan napas tersendat.Raja Sion mengangkat tangan. Satu aliran hangat membungkus tubuh Renata. Mengusir dingin yang menembus hingga ke dalam tulang-tulangnya, sekaligus mengembalikan sebagian vitalitas dan kesadarannya. Mata Renata pelan-pelan terbuka. Menyadari kehadiran seseorang ia bergerak bangun. Ketika menyadari sosok yang berdiri di depannya adalah Raja Sion, Renata buru-buru
Renata berguling, menghindari tikaman belati. Penyerang itu tak membiarkan begitu saja. Ia memburu, menyabetkan belati dengan sangat cepat dan terukur.Renata mendengus, nasibnya benar-benar baik. Baru memulai budidaya, musuh sudah datang entah dari mana. Sambil menahan rasa jengkel Renata mengumpulkan kekuatan internal di kedua lengan, lantas memblokir belati yang mengincar jantungnya dan menyisipkan telapak tangan kirinya yang terbuka ke arah dada lawan.“Dess!!”Si penyerang terjajar mundur.Renata melirik ke arah pintu.“Penjaga!!!” Penyerang itu tertawa terbahak-bahak. “Percuma saja! Mereka sudah kukirim ke alam baka.”Renata tertegun. Menatap sosok bertudung kasa hitam. Ingatannya baik, ia mengenali suara itu. “Ellaria,” Renata menabak tanpa ragu.“Ups, kau mengenali suaraku ya. Sayang sekali. Tapi tak apa. Aku juga muak dengan benda ini.”Ellaria merenggut tudung di kepala. Membuangnya dengan dramatis.Untuk kedua kalinya Renata tertegun. Wajah wanita di depannya nyaris se
Renata sedikit mengernyit, merasakan kecanggungan yang aneh. Meski begitu Renata tetap menjawab dengan sopan.“Hamba akan melakukannya.”Raja Sion mengangguk kecil kemudian menanyakan beberapa pertanyaan yang dijawab Renata dengan lugas. Setelah memberi instruksi gadis tabib untuk menjaga Renata dengan baik, Raja Sion kembali. Sierra Sion mengikuti ayahnya tanpa banyak bicara. Suasana perlahan mengendur. Shiny bahkan menghembuskan napas lega dengan kuat.“Raja Sion sangat menakutkan. Sepertinya ia masih belum bisa menerima kalau ....”“Nona Renata, kami akan pergi dulu. Anda mengobrolah dengan Tuan Singgih, kalian pasti memiliki banyak hal untuk dibicarakan,” Cyrila memotong dengan cepat. Senyum melengkung di wajahnya yang cantik.Shiny mengerjap dan buru-buru mengangguk-angguk seperti burung pipit. “Ah, benar. Aku bodoh sekali, hehe ... Kak Renata, Kakak mengobrolah dengan Paman Singgih, aku pergi dulu.” Shiny melepaskan lengannya yang membelit lengan Renata kemudian turun dan men
Cahaya emas telah berhenti. Petikan kecapi dan aksara peri kuno telah memudar dan menghilang seluruhnya di bawah angin Padang Bulan Nirwana yang sejuk.Dua tubuh tergeletak.Proses ketiadaan Renata telah berhenti, menyisakan tubuh hangat yang sedikit kemerahan. Di sampingnya, Samudera Biru terbujur dengan kepala menghadap ke arah Renata sementara matanya terpejam rapat. Kulitnya pucat pasi tak bersari.Kerumunan segera terbentuk. Tertegun melihat sepasang kekasih yang saling menggenggam. Mereka terlihat sangat damai, cantik tetapi juga mengharukan. Tangisan timbul satu persatu. Mereka meratap tanpa kata-kata. Cahaya keemasan muncul di langit muram. Turun ke tanah seperti gugusan bintang jatuh.Sepasukan Kerajaan Peri Samudera berpakaian emas berbaris rapi.Raja Sion yang agung telah tiba!Semua makhluk yang tengah diliputi kesedihan berlutut. Menatap ke tanah dengan khidmat. Hati mereka bergetar. Mengantisipasi kemurkaan sang raja atas nasib putranya.“Berdiri!” Perintah itu datang
Seruan tertahan memenuhi Padang Bulan Nirwana.Samudera Biru dengan kecepatan tak terlihat menangkap tubuh Renata yang hampir membentur tanah. “Renata, sayang.” Samudera Biru memeriksa dengan cemas. Matanya melebar saat melihat tubuh Renata sedikit demi sedikit menjadi transparan seolah akan menghilang kapan saja.Jantung Samudera Biru berdebar, hatinya diliputi oleh kegelisahan.Singgih Wirayudha yang sebelumnya kalah cepat segera merebut Renata dan langsung dibuat tercekat oleh fenomena aneh di tubuhnya.“Ii ... ini? Apa yang terjadi?” Singgih Wirayudha menatap Samudera Biru yang membisu dengan raut gelap dan dalam. Jantung pria paruh baya itu berdebar, pikirannya membuat tebakan samar yang tak berani ia utarakan. Bibir Samudera Biru bergerak ragu. Terlihat sama takutnya dengan Singgih Wirayudh, kata-katanya tersangkut di tenggorokan.Cyrila menghela napas lantas maju selangkah, mengambil alih keraguan dua lelaki tersebut. Mata Cyrila memeriksa Renata dengan cermat. Wajah cantikny
“Halo, iblis.”Ramangga Kala tertegun. Menatap takjub ke dalam mata indah di hadapannya yang seakan menjadi pusat seluruh galaksi.Dalam satu sentuhan kecil tubuh Ramangga Kala terdorong ke belakang seperti daun kering tersapu angin. Wajah tampannya memucat namun matanya dipenuhi oleh binar ketertarikan.Angin berhembus. Mengibarkan rambut dan gaun putih panjang polos Renata dengan ringan. Wajah yang memikat dengan tanda lotus kecil di antara kedua alis itu terlihat begitu teduh dan suci. Memberikan kesan jauh, agung dan tak tersentuh.Renata seperti kepompong yang telah bermetamorfosis menjadi kupu-kupu.Luar biasa menawan!“Gadis, kau kembali,” Ramangga Kala berucap sembari menahan rasa sakit di bagian dada yang disentuh jari Renata.Renata melengkungkan bibir, membentuk seulas senyum dingin. Saat ini ia dipenuhi oleh energi jiwa lotus yang lebih murni, lebih kaya, lebih tak terhingga dari energi jiwa lotus yang terbentuk secara alami di dalam tubuhnya.Yang tak kalah menakjubkan